Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU BEDAH KHUSUS


OVARIOHISTERECTOMY PADA KUCING

Oleh :
Nama

: HENI HERWIYANTI

NIM

: 115130107111026

Kelas/ Kelompok : 2011 C/ C11

PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memiliki hewan kesayangan atau hewan peliharaan adalah hal yang
menyenangkan. Karena hewan itu dapat menjadi tempat berbagi cinta dan kasih tanpa
pamrih. Salah satunya adalah dengan memelihara kucing. Kucing adalah salah satu

hewan yang sangat disukai oleh manusia, sehingga tak jarang kucing mendapat
perhatian khusus dari pemiliknya. Namun apabila kucing ini telah tumbuh dewasa
dan mulai memasuki proses normal fisiologis reproduksi akan tercipta naluriah untuk
berkembang biak. Dampaknya adalah pengaruh perubahan hormonal terhadap
perilaku (behavior) hewan tersebut untuk kawin yang dapat menciptakan populasi
yang berlebihan (over population). Selain itu, peningkatan jumlah populasi kucing
akan mengakibatkan resiko penularan penyakit antar kucing atau dari kucing ke
manusia (zoonosis) menjadi lebih tinggi.
Di Amerika serikat, lebih dari 50.000 anak kucing & anjing lahir setiap
harinya. Dari sekian banyak anjing dan kucing ini hanya 1/5 nya yang bisa
mendapatkan rumah, sisanya berkeliaran secara liar, terabaikan atau mendapat
perlakuan kasar. Setiap tahunnya, 6-8 juta anjing & kucing ini masuk penampungan
hewan dan sekitar setengahnya (3-4 juta) harus di euthanasi karena tidak ada yang
ingin memelihara mereka. Di Amerika Serikat terdapat sekitar 4.000 - 6.000
penampungan anjing & kucing. Bandingkan dengan Indonesia yang hanya
mempunyai beberapa penampungan hewan. Di Indonesia, meskipun belum ada
penelitian menyeluruh mengenai populasi anjing/kucing liar, di beberapa tempat
populasi mereka dirasakan mulai meningkat dan bila tidak segera ditangani, bisa
menyebabkan over populasi.
Meskipun belum terasa mengganggu, beberapa orang & komunitas penyayang
hewan mulai merasakan peningkatan populasi kucing-kucing ini. Kontrol populasi
dirasakan perlu untuk mengurangi jumlah kucing liar yang "menderita" karena tidak
mendapatkan penghidupan berupa tempat tinggal & makanan yang layak. Maka dari
itu, salah satu untuk menyelesaikan persoalan tersebut adalah dengan melakukan
tindakan sterilisasi baik pada jantan maupun betina. Sterilisasi pada hewan jantan
dapat dilakukan dengan kastrasi. Sedangkan sterilisasi pada hewan betina dapat
dilakukan dengan hanya mengangkat ovariumnya saja (ovariectomy) atau operasi
pengambilan atau pemotongan organ ovarium, uterus, atau ovarium dan uterus dari
rongga abdomen (ovariohisterectomy). Operasi dilakukan pada hewan betina untuk
terapi adanya tumor, pyometra, cyste ovari, dan sterilisasi. Ovariohisterektomi

biasanya dilakukan pada hewan domestikasi atau hewan hewan peliharaan dan bukan
pada hewan ternak.

1.2

Tujuan

Tujuan dari praktikum Ovariohisterectomy ini adalah

Untuk strerilisasi atau spaying pada hewan betina

Mencegah estrus dan kebuntingan (kontrol populasi)

Koreksi penyakit ovarium dan uterus

Memperkecil resiko tumor mammae

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Organ Reproduksi Betina
Ikhtisar organ-organ reproduksi betina dan fungsi utama dari organ-organ
tersebut ini dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Ovarium terdiri dari medulla dan cortex korteks pada kulit terluarnya,
medula tersusun dari pembuluh darah, saraf, dan jaringan ikat. Korteks berisi
lapisan-lapisan sel dan jaringan yang terkait dengan ovum dan produksi hormon.
Uterus memanjang dari persimpangan uterotubal ke serviks. Pada sapi,
babi, dan kuda panjang keseluruhan berkisar 35-60 cm. Pada babi, rusa, domba,
dan sapi tanduk uterus mencapai 80 sampai 90% dari panjang total, sedangkan
pada kuda, tanduk uterus sekitar 50% dari total panjang. Fungsi uterus umumnya
untuk

mempertahankan

dan memelihara embrio, atau fetus. Sebelum embrio

melekat ke uterus, makanan embrio berasal dari kuning telur dalam embrio atau dari
susu uterus rahim yang disekresikan oleh kelenjar dalam lapisan mukosa uterus.

Setelah melekat pada uterus embrio mengambil nutrisi dan buangan produkproduk limbah melalui plasenta.

Gambar 6 menunjukkan jenis dasar uterus pada hewan mamalia. Uterus terdiri dari
tanduk uterus, badan uterus dan leher uterus (serviks). Proporsi relatif masingmasing uterus, bentuk dan tanduk uterus bervariasi tergantung spesies. Pada
babi, uterus dengan tipe bikornua (uterus bicornis). Tanduk uterus berlipat-lipat
dan mencapai panjang 4 5 kaki, sedangkan badan uterus pendek. Panjang
uterus ini merupakan adaptasi anatomik dalam melahirkan sejumlah anak apada
satu satuan waktu kelahiran. Pada sapi, domba dan kuda, tipe uterus aadalah
bipartite (uterus bipartitus). Pada ternak-ternak ini, uterus mempunyai penyekat
(septum) yang memisahkan dua tanduk uterus dan badan uterus. Kedua bagian
uterus melakat pada pelvis dan dinding abdominal.
Meskipun secara teknis serviks merupakan bagian dari uterus, namun
demikian serviks ini akan dibahas sebagai salah satu organ reproduksi tersendiri.
Perbedaan yang mendasar dari uterus adalah bahwa serviks berdinding tebal dan
elastis, bagian anterior yang menuju badan uterus sedangkan ujung posterior
menjorok ke vagina. Kebanyakan spesies, panjang serviks berkisar antara 5 sampai
10 cm dengan diameter luar 2 sampai 5 cm. Serviks terdiri dari saluran yang
merupakan

pembukaan

ke

dalam

uterus yang berfungsi untuk

mencegah

kontaminasi mikroba terhadap uterus, namun juga dapat berfungsi sebagai


reservoir sperma setelah perkawinan.Semen disimpan ke dalam serviks saat kawin
alam pada induk babi dan kuda. Serviks pada sapi, rusa, dan domba memiliki lekukan
saling melintang yang dikenal sebagai cincin melingkar yang membantu menutup
uterus dari kontaminan. Saluran serviks berbentuk corong, dengan lekukan pada
saluran yang memiliki konfigurasi pembuka botol. yang sesuai dengan yang ada
pada penis kelenjar di babi hutan (Bab 3). cannal leher rahim. Secara histologi,
lapisan luar serviks adalah tunika serosa, lapisan tengah adalah jaringan ikat
diselingi dengan serat otot polos. Mukosa, terdiri terutama dari sel epitel
secrectory, tetapi beberapa sel epitel bersilia. Tingginya konsentrasi estrogen
menyebabkan saluran serviks bersilia selama estrus (standing heat). Sinergisme
antara tingginya kadar estrogen dan relaksin menyebabkan pelebaran yang lebih
besar sebelum proses kelahiran. Terbukanya saluran ini menjadikan serviks. lebih
rentan terhadap invasi organisme. Namun demikian, estrogen menyebabkan sel-sel
epitel serviks mengeluarkan lendir yang sifat antibakteri, sehingga melindungi
uterus.
Vagina adalah berbentuk tabung, berdinding tipis dan cukup elastis.
Panjangnya berkisar antara 25 sampai 30 cm pada sapi dan kuda, dan 10 sampai 15
cm pada kambing dan domba. Pada sapi, kambing dan domba, semen disimpan di
dalam ujung anterior vagina, dekat pembukaan serviks, selama perkawinan alami.
Organ ini merupakan organ kopulasi pada betina. Lapisan luar, tunika serosa, diikuti
oleh lapisan otot polos yang mengandung serat. Pada kebanyakan spesies, lapisan
mukosa terdiri dari sel skuamosa epitel (kecuali pada sapi). Sel-sel epitel cornify
(sel tanpa inti) di bawah pengaruh estrogen.
Vulva, atau alat kelamin luar, terdiri dari vestibula depan dengan bagianbagian terkait dan ruang depan labia.Vestibula adalah bagian dari sistem saluran
betina yang umum bagi sistems reproduksi dan saluran kencing. Panjangnya
sekitar 10 sampai 12 cm pada sapi dan kuda, setengah panjang tersebut pada babi
dan seperempatnya pada domba dan kambing.Bagian luar uretra terdiri dari labia
minora, lipatan dalam atau bibir vulva, dan labia majora, lipatan luar atau bibir vulva.

Labia minora adalah homolog dengan preputium (selubung) pada jantan dan tidak
menonjol. Labia majora, homolog dengan skrotum pada jantan, merupakan bagian
dari sistem betina yang dapat terlihat secara eksternal. Pada sapi labia

majora

ditutupi dengan rambut halus hingga klitoris mucosa. Klitoris sekitar 1 cm


secara ventral di dalam labia.
Meskipun saluran reproduksi betina mungkin sebagian berada di pelvis,
ligamen merupakan struktur yang mendukung organ tersebut. Darah dan saraf
melewati ligamentum yang luas pada sistem reproduksi betina. Sistim reproduksi
betina diberikan terutama dengan sistim saraf otonom, serta saraf pada daerah vulva,
terutama daerah klitoris. Arteri ovarium, yang juga disebut utero-ovarian arteri,
merupakan cabang dan suplai darah ke ovarium, oviduct, dan sebagian dari
arteri tanduk uterus. Pola peredaran darah pada saluran reproduksi telah luas
diminati dalam beberapa tahun terakhir

sejak penemuan

bahwa

pelepasan

prostaglandin F2 uterus mengontrol kehidupan luteum. Prostaglandin merupakan


agen luteolytic (penyebab regresi korpus luteum) teroksidasi, dan sekitar 90% hancur
selama satu bagian melalui sirkulasi paru-paru.
2.2 Ovariohisterectomy
Ovariohisterectomy merupakan tindakan pembedahan untuk pengangkatan atau
pembuangan ovarium

dan

uterus sekaligus. Operasi ini dilakukan untuk

mensterilkan hewan betina dengan maksud menghilangkan fase estrus atau untuk
terapi penyakit yang terdapat pada uterus, seperti resiko tumor ovarium, serivks,
dan uterus. Selain

itu, operasi juga dilakukan untuk memperkecil terjadinya

piometra pada betina yang tidak steril. Sterilisasi biasanya dilakukan saat hewan
berumur masih muda. Pada kasus

pyometra sterilisasi dilakukan sebagai terapi

karena ketidakseimbangan cairan sehingga melalui tindakan bedah ini dapat


menyembuhkan penyakit tersebut. Ovariohisterectomy dapat dilakukan pada hampir
semua fase siklus reproduksi, tetapi paling baik dilakukan sebelum pubertas dan
selama fase anestrus.

Ovariohisterectomy merupakan istilah kedokteran yang terdiri dari ovariectomy


dan histerectomy. Ovariectomy adalah tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan
menghilangkan ovarium dari rongga abdomen. Sedangkan histerectomy adalah
tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan uterus dari rongga
abdomen. Beberapa indikasi dilakukannya ovariohisterectomy adalah
Terapi, yaitu tumor, cysta ovarium dan tumor uterus, pyometra.
Modifikasi tingkah laku yaitu, lebih mudah dikendalikan, lebih jinak, membatasi
jumlah populasi.
Penggemukan.
Pengertian ovariohisterectomy merupakan gabungan dari pengetian diatas
yaitu tindakan pengambilan ovarium, corpus uteri dan cornua uteri (Chandler 1985).
Ovariohisterectomy dilakukan pada kasus-kasus pyometra, metritis, dan salphingitis
ataupun keduanya (Meyer K 1959). Dalam istilah medis, desexing (kastrasi) kucing

betina disebut SPAYING dan pada jantan disebut NEUTERING. Keuntungan


dari kastrasi anak kucing sejak usia 10-12 minggu adalah mencegah penyebaran
kucing secara berlebihan dan mengurangi kemungkinan terkena penyakit kanker.
Usia yang masih sangat muda membutuhkan waktu bedah yang lebih singkat dan
pendarahan lebih sedikit sehingga akan sembuh lebih cepat, pada akhirnya kucing
dan pemiliknya akan mengalam stres yang lebih sedikit (Anonimus 2008a).
Terdapat beberapa kerugian apabila tidak dilakukan OH pada kucing betina,
yaitu antara lain :

Spontaneous ovulators: kucing betina adalah spontaneous ovulators, artinya


kucing betina akan ovulasi hanya pada saat kawin, jika betina mengalami estrus
(selama 3-16 hari) dan tidak dikawinkan maka betina akan estrus kembali setiap
14-21 hari sampai akhirnya dikawinkan. Pola fisiologi dan tingkah laku akan
tertekan selama kawin maka kemungkinan akan menyebabkan kegelisahan dan
frustasi.

Masalah tingkah laku dan higienis: selama siklus estrus akan muncul beberapa
permasalahan tingkah laku. Betina yang sedang estrus akan aktif mencari pejantan
dan mungkin berusaha untuk pergi jauh dari rumah.

Kanker mamae: Hormon reproduksi adalah salah satu penyebab utama kanker
mamae pada kucing betina.

Tumor pada traktus reproduksi : tumor akan muncul pada uterus dan ovarium. OH
tentu saja akan mengeliminasi berbagai kemungkinan munculnyatumor.

Infeksitraktusreproduksi: kucing yangtidakdiOHkemungkinanakan berkembang


penyakit pada uterus yang disebut pyometra. Dengan demikian, bakteri akan
masuk dan uterus akan dipenuhi oleh nanah. Apabila tidakterdeteksi,umumnya
akan fatal. Pada kasus yang jarang adalah etika kondisi ini diketahui lebih dini
maka terapi hormonal dan antibiotik mungkin akan berhasil. Secara umum,
pengobatan pyometra membutuhkan OH yang cukup sulit dan mahal (Nash, 2008).

2.3 Keuntungan, kelemahan Ovariohisterectomy

Sebagian besar kucing dikebiri ketika berumur 5 8 bulan. Para ahli perilaku
hewan menyarankan mengkebirikucing sebelum memasuki masa puber, karena dapat
mencegah munculnya sifat / perilaku kucing yang tidak diinginkan.
Keuntungan kastrasi, antara lain:

Mencegah Kelahiran Anak Kucing Yang Tidak Diinginkan Salah satu keuntungan
adalah mencegah kelahiran anak kucing yang tidak diinginkan. Selain menjaga
populasi kucing tetap terkendalikan, tindakan ini juga memungkinkan pemilik
kucing bisa merawat kucing-kucingnya dengan maksimal.

Tidak Suka Berkeliaran, Kucing betina yang sedang birahi mengeluarkan feromon
yang dapat menyebar melalui udara. Feromon ini dapat mencapai daerah yang
cukup jauh. Kucing jantan dapat mengetahui dimana letak kucing betina yang
sedang birahi melalui feromon ini, lalu kemudian mencari dan mendatangi sang
betina meskipun jaraknya cukup jauh.

Lebih Jarang Terluka, Keuntungan medis lain dari kebiri adalah jarangnya kucing
terluka akibat berkelahi dengan kucing lain. Semakin jarang terluka semakin kecil
juga kemungkinan terkena penyakit yang dapat menular melalui luka/kontak.

Peningkatan Genetik, Beberapa kucing dikebiri karena mempunyai/membawa


cacat genetik. Diharapkan kucing-kucing cacat tersebut tidak dapat lagi
berkembang biak, sehingga jumlah kucing-kucing cacat dapat dikurangi.

Mengurangi Resiko Tumor ovary dan mammae


Kelemahan dari kucing yang dikastrasi antara lain:

Kegemukan atau obesitas. rata-rata proses metabolisme makanan yang rendah


maka asupan nutrisi tersebut akan disimpan menjadi lemak, sehingga
menimbulkan kegemukan.

Kehilangan untuk memperoleh keturunan yang potensial /berharga terutama untuk


para breeder.

Alopecia

2.4 Aplikasi anastesi dan sediaanya

Obat-obatan preanastesi digunakan untuk mempersiapkan pasien sebelum


pemberian agen anestesi baik itu anastesi local, regional ataupun umum. Tujuan
pemberian agen preanestesi tersebut adalah untuk mengurangi sekresi kelenjar ludah,
meningkatkan keamanan pada saat pemberian agen anestesi, memperlancar induksi
anestesi, mencegah efek bradikardi dan muntah setelah ataupun selama anestesi,
mendepres reflek vagovagal, mengurangi rasa sakit dan gerakan yang tidak terkendali
selama recovery (Kumar, 1996).
Agen preanastesi digolongkan menjadi 4 yaitu; antikolinergik, morfin serta
derivatnya, transquilizer dan neuroleptanalgesik (Kumar, 1996). Sementara menurut
Sardjana dan Kusumawati (2004), obat-obat yang digunakan untuk anastesi
premedikasi meliputi antikolinergik, analgesik, neuroleptanalgik, tranquilizer, obat
dissosiatif dan barbiturate.
Menurut Sardjana dan Kusumawati (2004) pada umumnya obat-obat preanastesi
bersifat sinergis terhadap anastetik namun penggunaanya harus disesuaikan dengan
umur, kondisi dan temperamen hewan, ada atau tidaknya rasa nyeri, teknik anastesi
yang dipakai, adanya antisipasi komplikasi, dan lainnya.
Atropin merupakan agen preanestesi yang digolongkan sebagai antikolinergik
atau parasimpatolitik. Atropin sebagai prototip antimuskarinik mempunyai kerja
menghambat efek asetilkolin pada syaraf postganglionik kolinergik dan otot polos.
Hambatan ini bersifat reversible dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin
dalam jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase (Ganiswarna, 2001).
Atropin sulfat berbentuk kristal putih, tidak berwarna dan tidak berbau. Atropin
dalam bentuk bubuk atau tablet harus disimpan dalam container tertutup dengan suhu
15-30C, sedangkan dalam bentuk injeksi harus disimpan pada suhu kamar. Atropin
sebagai premedikasi diberikan pada kisaran dosis 0,02-0,04 mg/kg, yang diberikan
baik secara subkutan, intra vena maupun intra muskuler (Plumb, 1998), sedangkan
menurut Rossof (1994), atropin sebagai premedikasi diberikan dengan dosis 0,030,06 mg/kg. Atropin dapat menimbulkan beberapa efek, misalnya pada susunan
syaraf pusat, merangsang medulla oblongata dan pusat lain di otak, menghilangkan
tremor, perangsang respirasi akibat dilatasi bronkus, pada dosis yang besar

menyebabkan depresi nafas, eksitasi, halusinasi dan lebih lanjut dapat menimbulkan
depresi dan paralisa medulla oblongata. Efek atropin pada mata menyebabkan
midriasis dan siklopegia. Pada saluran nafas, atropin dapat mengurangi sekresi
hidung, mulut dan bronkus.
Efek atropin pada sistem kardiovaskuler (jantung) bersifat bifasik yaitu
atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara langsung
dan menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin. Pada saluran pencernaan, atropin
sebagai antispasmodik yaitu menghambat peristaltik usus dan lambung, sedangkan
pada otot polos atropin mendilatasi pada saluran perkencingan sehingga
menyebabkan retensi urin (Ganiswarna, 2001).
Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit, namun obat
anestasi umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga menghilangkan
kesadaran. Pada operasi-operasi daerah tertentu seperti perut, maka selain hilangnya
rasa sakit dan kesadaran, dibutuhkan juga relaksasi otot yang optimal agar operasi
dapat berjalan dengan lancar (Ibrahim, 2000).
Anestesi umum diperlukan untuk pembedahan karena dapat menyebabkan
penderita mengalami analgesia, amnesia, dan tidak sadarkan diri sedangkan otot-otot
mengalami relaksasi dan penekanan reflek yang tidak dikehendaki (Mycek, 2001).
Agar anestasi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin, pertimbangan utamanya
adalah memilih anestetika ideal. Pemilihan ini didasarkan pada beberapa
pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat anestetika, jenis operasi yang dilakukan,
dan peralatan serta obat yang tersedia. Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah
didapat, murah, tidak menimbulkan efek samping terhadap organ vital seperti saluran
pernapasan atau jantung, tidak mudah terbakar, stabil, cepat dieliminasi,
menghasilkan relaksasi otot yang cukup baik, kesadaran cepat kembali, tanpa efek
yang tidak diingini (Gan, 1987). Obat anestesi umum yang ideal menurut Norsworhy
(1993) mempunyai sifat-sifat antara lain : pada dosis yang aman mempunyai daya
analgesik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah, mulai kerja obat yang
cepat dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu obat tersebut

harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang luas, tidak
dipengaruhi oleh variasi umur dan kondisi hewan.
Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu;

Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), stadium ini dimulai dari
pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Pada
stadium ini hewan masih sadar dan memberontak. Rasa takut dapat
meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan
defekasi.

Stadium II (stadium eksitasi involunter), stadium ini dimulai dari hilangnya


kesadaran sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium ini adanya
eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak. Pernafasan tidak teratur,
inkontinentia urin, muntah, midriasis, hipertensi, dan takikardia.

Stadium III (pembedahan/operasi), stadium ini terbagi dalam 3 bagian yaitu; (a)
Plane I, ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota gerak.
Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata bergerakgerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepres. ( II, ditandai dengan respirasi
thoraco-abdominal dan bola mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi
kecuali otot perut. (c) Plane III, ditandai dengan respirasi regular, abdominal,
bola mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi.

Stadium IV (paralisa medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan paralisa


otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran
seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal (Archibald, 1966).
Setelah hewan berada dalam kondisi anastesi harus dilakukan monitoring

anastesi terhadap: (1) Tingkat kedalaman anastesi, sesuai tingkat depresi terhadap
sistem syaraf pusat yang dapat dilihat melalui tekanan darah, respirasi, reflek pupil,
pergerakan bola mata dan kesadaran, (2) temperatur tubuh, dimana umumnya tubuh
tidak mampu mempertahankan temperatur tubuhnya, (3) kardiovaskular melalui
monitoring pulsus dan detak jantung dan (4) respirasi, melalui pemeriksaan tipe
respirasi dan komplikasi sistem respirasi (Sardjana dan Kusumawati, 2004).

Ketamin adalah larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan
relative aman dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistim
somatik tetapi lemah lemah untuk sistim visceral, tidak menyebabkan relaksasi otot
lurik bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Secara kimiawi, ketamin
analog dengan phencyclidine. Ketamin HCl berwarna putih dan berbentuk bubuk
kristal yang mempunyai titik cair 258-261C. Satu gram ketamin dilarutkan dalam 5
ml aquades dan 14 ml alkohol. Ketamin yang digunakan sebagai agen anestesi untuk
injeksi dipasaran biasanya mempunyai pH antara 3,5-5,5 (Anonimus b, 2005).

Ketamin HCl bekerja dengan memutus syaraf asosiasi serta korteks otak dan
thalamus optikus dihentikan sementara, sedangkan sistem limbik sedikit
dipengaruhi. Ketamin HCl merupakan analgesia yang tidak menyebabkan depresi
dan hipnotika pada syaraf pusat tetapi berperan sebagai kataleptika. Setelah
pemberian ketamin, refleks mulut dan menelan tetap ada dan mata masih terbuka.

Menurut Slatter (2003), penggunaan ketamin mempunyai keuntungan dan


kerugian. Keuntungan penggunaan ketamin, yaitu; (1) dalam pengaplikasianya
ketamin sangat mudah, (2) menyebabkan pendepresan kardiovaskuler dan
respirasi minimal, (3) dapat digunakan dalam situasi darurat dimana hewan
belum dipuasakan, karena refleks faring tetap ada, (4) induksi cepat dan tenang,
dan (5) dapat dikombinasikan dengan agen preanestesi atau anestesi lainnya.
Kerugian dari penggunaan ketamin adalah (1) menyebabkan relaksasi otot tidak
maksimal bila penggunaannya secara tunggal, (2) respon yang bervariasi pada
beberapa pasien, (3) dapat menyebabkan hipotermia, (4) dapat menyebabkan
kekejangan ektremitas, (5) menyebabkan konvulsi pada beberapa pasien, dan (6)
recovery yang lama.

Ketamin dapat dipakai oleh hampir semua spesies hewan. Ketamin bersama
xylazine dapat dipakai untuk anastesi pada kucing. Ketamin dengan pemberian
tunggal bukan anastetik yang bagus (Sardjana dan Kusumawati, 2004). Dosis
pada kucing 10-30 mg/kg secara intra muskuler, mula kerja obat 1-5 menit, lama
kerja obat 30-40 jam dan recoverinya 100-150 menit (Lumley, 1990). Menurut

Kumar (1997) dosis ketamin pada anjing dan kucing ialah 10-20 mg/kg diberikan
secara intra muskuler.

2.5 Pengobatan pasca operasi


Dalam suatu kegiatan atau prosedur bedah ada tiga hal yang penting untuk
diperhatikan yakni, anastesi, bedah dan pengobatan pasca operasi. Jika salah satu dari
ketiga prosedur ini tidak dijalankan dengan baik maka pasien mengalami komplikasi
dan bahkan kematian. Salah satu dari ketiga aspek itu yakni pengobatan pasca
operasi, hal ini menjadi penting karena lama kesembuhan dan berhasil tidaknya
operasi ditentukan dari tahap terakhir yakni pengobatan.
Pengobatan yang dimaksudkan disini berupa manajemen nutrisi, manajemen
kesehatan, manajemen kebersihan dan restrain terhadap luka pasca operasi. Keempat
aspek ini saling berkaitan satu sama lain dan juga menentukan lama, dan keberhasilan
dari operasi.
Manajemen nutrisi berupa pemberian pakan yang seseuai dengan kondisi
pasien. Jika pasian mengalami gangguan metabolit maka, nutrisi hanya diberikan
pada takaran atau massa tertentu dan pemilihan makanan yang tidak berefek negatif
pada kesembuhan. Selain itu, tekstur pakan baik keras, lembut atau berupa cairan
yang di injeksikan. Ini dilakukan jika organ tertentu dari pasien tidak dapat
menjalankan fungsi normalnya dan perlu jangka waktu untuk mengembalikan
fungsinya semula.
Manajemen kesehatan berupa pemberian obat-obatan baik secara injeksi, oral,
topikal, dll. Ini juga membantu proses kesembuhan dari pasien menjadi cepat dan
maksimal. Aplikasi pengobatan bertujuan menghindarkan dari infeksi sekunder
berupa bakteri dan juga untuk mendukung proses menutupnya luka. Obat yang
digunakan contonya, amoxicillin, dexamethazone, betadine, rivanol. Pengobatan
tersebut harus dilakukan secara rutin.
Manajemen kebersihan yakni berupa kebersihan pasien, luka, badan pasien
dan kebersihan kandang. Ini juga bertujuan mencegah dari infeksi bakteri, jamur dan
agen penyebab infeksi lainnya.

Restrain terhadap luka atau pengendalian terhadap luka pasca operasi


merupakan hal yang juga sangat penting, karena menjelang kesembuhan atau pasca
operasi bekas luka menjadi sangat gatal dan hewan tersebut berusaha untuk
menggaruk hingga akhirnya luka bahkan jahitannya terlepas. Untuk itu perlu teknik
khusus dan tahu kondisi seperti apa perlu digunakan alat restrain dan jenis alat
restrain yang dibutuhkan. Salah satu contonya yakni Elizabeth Collar, yakni berupa
plasti yang berbentuk kerucut atau corong yang berfungsi menghalangi hewan
tersebut menggaru atau menggigit bagian tubuh yang telah mendapat penanganan
operasi.

BAB III
HASIL PRAKTIKUM

3.1 Signalemen
Nama hewan

: Nayla

Jenis hewan

: Kucing

Ras

: Domestik

Warna

: Calico ( belang tiga warna )

Berat badan

: 2 kg

Jenis kelamin

: Betina

Umur

: + 1 tahun

Tanda khusus

: Mata berwarna hijau

3.2 Penghitungan dosis obat


Nama obat

Dosis (mg/kg

Konsentrasi

Rute pemberian

Penghitungan dosis

BB)

(mg/ml)

Betamox

15

150

IM

Amoxicilin

20

125/5

PO

Atropin sulfat

0,04

SC

Ketamin

10

100

IM

Xylazine

20

IM

Castran

0,02

IM

2 x 0,02 = 0,04 ml

Topikal

1 ml

= 0,2 ml
= 1,6 ml

sirup

Vicilin
Tolfedine

40

IM

0,04 x 2 = 0,08 ml
= 0,2 ml
= 0,2 ml

= 0,2 ml

Lidocain

Topikal

1 ml

3.3 Penghitungan pulsus dan suhu


Menit

15

30

45

60

75

90

105

Pulsus/

116

112

100

96

88

92

96

96

38,2

38,2

37,9

37,6

37,1

37,4

37,8

36,7

Menit

120

135

150

165

180

195

210

225

Pulsus/

96

96

96

100

100

100

100

92

36,9

36,2

35,2

35,2

35,1

35,3

34,5

34,5

Menit

240

255

305

320

335

350

365

380

Pulsus/

92

92

88

88

92

92

96

92

34,5

34,5

34,2

34,2

33,8

33,8

34,2

34,5

Menit

395

410

425

440

455

470

485

500

Pulsus/

96

104

100

104

112

116

116

116

34,7

34,5

35,1

35,2

35,4

35,5

35,5

35,6

menit
Temp
(0C)

menit
Temp
(0C)

menit
Temp
(0C)

menit
Temp
(0C)

Menit

515

530

545

... (10.05 WIB)

Pulsus/

116

120

120

128

35,5

35,8

36,8

38,6

menit
Temp
(0C)

Mulai operasi : 14.10 WIB


Selesai operasi : 17.30 WIB
Mulai anestesi : 13.38 WIB
Suhu kucing kembali normal pukul 10.05 WIB

3.3 Prosedur pre operasi


Sebelum dilakukan operasi, perlu adanya pemeriksaan preoprasi untuk
memastikan

kondisi pasien. Empat hari sebelum dilakukan operasi kami

memeriksakan kucing yang akan disterilisasi. Pemeriksaan meliputi kondisi fisik


kucing, berat badan, warna dan konsistensi feses, respirasi, suhu, pulsus, membran
mukosa, kebuntingan, laktasi, CRT, dan hidrasi. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang
dilakukan, kucing dalam kondisi yang sehat dan tidak terlihat sedang mengalami
kebuntingan atau laktasi. Kucing tidak menunjukan gejala sakit dan sikapnya tidak
agresif ketika diperiksa. Oleh karena itu kucing dapat disterilisasi. Sebelum operasi
juga dilakukan penghitungan dosis obat yang akan digunakan seperti obat sedatif,
anestesi, antibiotik, dan analgesik. 8-12 jam sebelum operasi, kucing dipuasakan
makan dan 6 jam sebelum operasi hewan dipuasakan minum. Puasa ini bertujuan agar
mencegah terjadinya muntah dan makanan masuk ke organ respirasi yang dapat
menyebabkan hewan tersedak.
Sebelum operasi dimulai, kami mempersiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan yaitu 1 set alat bedah minor, duk clamp, IV catheter, jarum ujung bulat dan
ujung segitiga, silet, spuit 1 ml dan 3 ml, senter, tali kekang, duk, obat-obat anestesi,
premedikasi, analgesik dan antibiotik, seekor kucing betina, benang catgut chromic,
benang catgut plain, benang silk, sabun cair, alkohol 70 %, povidone iodine, tampon,

kasa, cairan infus, koran, plester, hipafix, Alat-alat yang digunakan disterilisasi
menggunakan autoklaf selama kurang lebih 1 jam kecuali gunting tidak diautoklaf
supaya tidak tumpul.

3.4

Prosedur operasi
Kucing yang sudah ditimbang berat badannya diberi antibiotik Betamox

secara IM kemudian diberi sedative Castran 5 menit setelah Betamox. 15 menit


kemudian, kucing diinduksi obat premedikasi Atropin melalui Sub Cutan agar hewan
merasa tenang sehingga memudahkan pemberian anestesi. Setelah pemberian
premedikasi hewan kemudian diberi anestesi berupa campuran Xylazine dan
Ketamine yang diinjeksikan lewat IM. Setelah hewan mulai tidak sadar hewan
direbahkan dengan posisi terlentang dan keempat kakinya difikasi dengan tali kekang
untuk meminimalisir gerakan saat operasi. Dilakukan pencukuran rambut di kaki
depan untuk memasang IV Kateter dan di daerah abdomen tempat dilakukan incisi.
Setelah dicukur daerah tersebut dibersihkan dengan alkohol 70 % sebagai antiseptik.
Hal ini untuk menjaga kesterilan daerah yang akan dioperasi dan untuk mencegah
kontaminasi. Pemasangan IV Kateter dilakukan untuk mecegah hewan mengalami
dehidrasi saat operasi berlangsung. Namun pada saat operasi berlangsung kucing
tidak diberi cairan infus karena pembuluh darah tidak dapat dibendung. Walaupun
begitu, untuk meminimalisir resiko yang dapat terjadi, kondisi kucing selalu diamati
dengan cermat pada saat operasi berlangsung.
Incisi dilakukan pada caudal dari umbilicalis dengan jarak 2 jari sepanjang
kurang lebih 5 cm dengan batas puting terakhir. Incisi dilakukan mulai dari kulit, sub
cutan, musculus hingga peritoneum. Kemudian luka dibuka menggunakan retractor
untuk memudahkan pengambilan organ reproduksi didalamnya. Pencarian ovarium
dan uterus dilakukan dengan menggunakan jari telunjuk yang dimasukkan kedalam
rongga abdomen. Setelah dilakukan pencarian ternyata ditemukan 2 fetus didalam
uterus yang diperkirakan umurnya sekitar 3 minggu. Dengan berbagai pertimbangan
akhirnya fetus tersebut diangkat beserta ovarium, tuba fallopi serta uterusnya.
Dikarenakan kucing sedang bunting maka diketemukan banyak sekali pembuluh

darah besar disekitar fetus. Untuk meminimalisir terjadinya perdarahan pada saat
pemotongan ovarium, tuba fallopi serta uterusnya, semua pembuluh-pembuluh darah
besar disekitar fetus diligasi dengan menggunakan catgut chromic , setelah semua
pembuluh darah diligasi, fetus beserta organ reproduksinya dipotong. Setelah itu,
dipastikan kembali dan diamati dengan cermat apakah pembuluh-pembuluh darah
tersebut sudah terligasi dengan baik dan tidak terjadi adanya perdarahan. Selanjutnya
sisa saluran reproduksi yang telah dipotong dikembalikan lagi ke tempat semula dan
siap dilakukan penjahitan.
Selama dilakukan operasi, setiap 15 menit hewan diperiksa suhu dan
pulsusnya untuk mencegah hewan mengalami kematian. Vicilin diberikan secara
topikal pada organ dalam.
Penjahitan pertama dilakukan pada peritoneum dan musculus dengan pola
jahitan terputus sederhana dengan benang catgut chromic menggunakan jarum ujung
bulat kemudian diberi Vicilin lagi. Penjahitan kedua yaitu pada sub cutan dengan tipe
jahitan menerus sederhana menggunakan catgut chromic dan jarum ujung bulat. Saat
opersi berlangsung kucing menunjukkan kondisi hendak sadar sehingga diberikan
anestesi dari dosis awal. Setelah pennjahitan kedua selesai, pada derah subkutan
ditambahkan lagi jahitan horizontal matres untuk memperkuat penutupan luka.
Penjahitan paling luar yaitu kulit menggunakan pola jahitan terputus sederhana
dengan benang silk menggunakan jarum ujung segitiga kemudian diberi Vicilin lagi
untuk mencegah kontaminasi dan infeksi. Saat penjahitan kulit, diberi injeksi
Lidocain HCl disekitar luka secara intra cutan karena hewan mulai merasakan sakit
saat dijahit. Setelah penjahitan selesai, luka diberi povidone iodine dan ditutup
dengan kasa dan hypafix kemudian hewan dipakaikan grito agar luka tidak dijilat dan
digigiti. Kucing kemudian ditunggu hingga sadar dan diberi lampu karena suhunya
yang dibawah normal.
3.5

Prosedur post-operasi
Kucing yang sudah sadar, diberi analgesik tolfedine yang diinjeksikan secara

IM dan diberi Sangobion sebanyak 1 ml PO. Kondisi kucing setiap hari diamati mulai
dari fisik, suhu, pulsus, defekasi, urinasi dan nafsu makan Setiap hari dilakukan

penggantian kasa dan hypafix dan luka diberi antibiotik topikal Nebacetin bubuk.
Berikut adalah tabel pemeriksaan pasca operasi :
Tanggal
22-10-2014

Pemeriksaan

Terapi

Suhu (0C) : 38,6

Appetice : ++

Amoxicilin sirup 1,6 ml jam 7

Pulsus :

Defekasi :-

pagi dan 5 sore.

128/menit

Urinasi :++

Luka

CRT : <2 sec

SL :+++

NaCl, diberi Nebacetin topikal

dibersihkan

dengan

dan perban diganti


23-10-2014

24-10-2014

25-10-2014

26-10-2014

27-10-2014

28-10-2014

Suhu (0C) : 38,1

Appetice : +++

Amoxicilin sirup 1,6ml jam 7

Pulsus :

Defekasi :++

pagi dan 5 sore.

120/menit

Urinasi :+++

Diberikan

CRT : <2 sec

SL:++++

dan tolfedine 0,2 ml IM

Suhu (0C) : 38,4

Appetice : ++++

Amoxicilin sirup 1,6ml jam 7

Pulsus :

Defekasi :+++

pagi dan 5 sore.

128/menit

Urinasi :++++

Diberikan nebacetin topikal

CRT : <2 sec

SL: ++++

Suhu (0C) : 38,1

Appetice : ++++

Amoxicilin sirup 1,6ml jam 7

Pulsus :

Defekasi :++++

pagi dan 5 sore.

120/menit

Urinasi :++++

Diberikan

CRT : <2 sec

SL: +++

dan tolfedine 0,2 ml IM

Suhu (0C) : 38,9

Appetice : ++++

Amoxicilin sirup 1,6 ml jam 7

Pulsus :

Defekasi :++++

pagi dan 5 sore.

128/menit

Urinasi :++++

Diberikan nebacetin topikal

CRT : <2 sec

SL: ++++

Suhu (0C) : 39,2

Appetice : +++

Luka dibersihkan dengan Nacl

Pulsus :

Defekasi :++++

dan

132/menit

Urinasi :++++

topikal dan Tolfedin 0,2 ml IM

CRT : <2 sec

SL: ++++

Suhu (0C) : 39

Appetice : ++++

nebacetin

nebacetin

diberikan

topikal

topikal

Bioplacenton

Luka dibersihkan dengan Nacl

29-10-2014

Pulsus :

Defekasi :+++

dan

diberikan

128/menit

Urinasi :++++

topikal

CRT : <2 sec

SL: ++++

Suhu (0C) : 37,2

Appetice : ++++

Luka dibersihkan dengan Nacl

Pulsus :

Defekasi :++++

dan

88/menit

Urinasi :++++

topikal

CRT : <2 sec

SL: ++++

diberikan

Bioplacenton

Bioplacenton

1 minggu pasca operasi kucing diperiksakan ke klinik yaitu pada tanggal 29 Oktober
2014 untuk dilakukan pelepasan jahitan pada daerah operasi, namun karena ada
beberapa bagian luka jahitan yang belum kering, jahitan baru dilepas seluruhnya pada
tanggal 31 Oktober 2014. 2 minggu pasca operasi, terlihat luka sudah menutup
sempurnadan hewan terlihat sudah sehat dan tidak merasakan kesakitan pada daerah
operasi ketika dipegang.

BAB IV
PEMBAHASAN

Ovariohisterektomi adalah tindakan bedah yang dilakukan untuk mengangkat


dan membuang uterus dan ovariumnya sekaligus dari tubuh hewan betina. Berbagai
kasus yang memungkinkan diambilnya tindakan bedah ini diantaranya adanya tumor
atau kista pada ovarium. Indikasi dilakukannya ovariohisterectomy adalah
a) Sterilisasi, penyembuhan penyakit saluran reproduksi (pyometra, tumor ovary,
cyste ovary) tumor uterus (leiomyoma, fibroma, fibroleiomyoma). b)Tumor
mammae, veneric sarcoma, prolapsus uterus dan vagina. c) Hernia inguinalis,
modifikasi tingkah laku agar mudah dikendalikan.d)Penggemukan. e)Modifikasi
tingkah laku yaitu, lebih mudah dikendalikan, lebih jinak, membatasi jumlah populasi
Obat yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain:
1.

Antibiotik (Betamox Injeksi)


Antibiotik ini disuntikkan secara Intra Muscular dengan dosis 15 mg/kg BB.
Konsentrasi Betamox Injeksi 150 mg/ml sehingga jumlah obat yang
diinjeksikan sebesar 0.2 ml disuntikan pada pukul 13.05 WIB

2.

Sedatif (Castran)
Sedatif ini diberikan secara intramuscular sebagai penenang agar hewan
tidak agresif sehingga memudahkan restrain dan pemberian obat selanjutnya.
Dosis Castran untuk kucing 0,02 mg/kg BB sehingga jumlah obat yang
diinjeksikan sebesar 0,04 ml. Sedatif ini diberikan pada pukul 13.08 WIB

3.

Premedikasi (Atropin sulfat)


Premedikasi diberikan sebelum pemberian anestesi. Manfaat dari pemberian
premedikasi adalah untuk membuat hewan menjadi lebih tenang,
mengurangi dosis anestesi, dan mengurangi efek samping dari anestesi yang
digunakan. Atropin sulfat bekerja sebagai anti kolinergik dengan fungsi
utama mengurangi sekresi kelenjar saliva

dan mengurangi motilitas

gastrointestinal. Dosis atropin sulfat yang digunakan 0,04mg/kg BB


sehingga jumlah obat yang diiinjeksikan sebanyak 0,08 ml. Obat ini
diinjeksikan secara sub cutan. Premedikasi ini diberikan pada pukul 13.23
WIB
4.

Anestesi (Xylazine dan Ketamine)


Kombinasi antara xylazine dan ketamine sebagai anestesi memberikan
manfaat yang lebih baik daripada pemberian obat secara tunggal. Xylazine
menimbulkan relakasasi muskulus sentralis dan juga mempunyai efek
analgesik. Sedangkan ketamine jika diberikan secara tunggal tidak
merelaksasi

muskulus

bahkan

kadang-kadang

meningkatkan

tonus.

Kombinasi xylazine dan ketamine dapat meningkatkan potensi xylazine


sampai dengan 50% Dosis xylazine yang digunakan yaitu 2 mg/kg BB,
jumlah yang diijeksikan sebesar 0,2 ml. Dosis Ketamine yang digunakan
sebesar 10 mg/kg BB, konsentrasinya 100 mg/ml jadi jumlah yang
diinjeksikan sebesar 0,2 ml. Campuran xylazine dan ketamine diberikan
secara intramuscular. Anestesi ini diberikan 15 menit pasca pemberian
premedikasi pada pukul 13.48 WIB
5.

Analgesik (Tolfedine)
Tolfedine diberikan pasca operasi berfungsi sebagai antiinflamasi dan
analgesik. Dosis yang digunakan adalah 4 mg/kg BB dengan konsentrasi
obat 4 % sehingga jumlah obat yang diinjeksikan adalah 0,2 ml.

6.

Antibiotik (Vicilin)
Antibiotik berbentuk cairan bening yang diberikan saat penjahitan, dengan
cara disemprotkan pada luka incisi. Dosis obat ini 1 ml. Tujuan diberi
antibiotik topikal adalah mencegah terjadinya infeksi sekunder.

7.

Lidocain HCl
Lidocain diberikan secara intra cutan saat penjahitan kulit. Lidocain
berfungsi sebagai anestesi local. Jumlah Lidocain yang digunakan sebanyak
1 ml.

8.

Amoksisilin sirup

Antibiotik berbentuk sirup yang diberikan setelah operasi, 5 hari berturut-turut


dengan selang waktu 12 jam lewat peroral. Dosis obat ini adalah 20 mg/ kg
BB dengan konsentrasi 125mg/5ml. Jadi jumlah obat yang diberikan sebanyak
1,6 ml. Tujuan diberi antibiotik peroral adalah mencegah terjadinya infeksi
sekunder pasca operasi.
Selama operasi berlangsung, hewan sempat menunjukkan gejala sadar. Hal ini
mungkin dikarenakan efek obat anestesi yang mulai habis dikarenakan proses operasi
yang berjalan cukup lama dikarenakan hewan bunting sehingga harus dilakukan
pengangkatan fetus yang cukup memakan waktu. Akhirnya ditambahkan anestesi lagi
sebanyak dosis anestesi awal.
Setelah operasi, hewan dipantau status kesehatannya dan keadaan lukanya.
Pada minggu pertama terlihat disekitar luka terjadi pembengkakan. Namun
pembekakan yang terjadi tidak terlalu besar sehingga kami meyakini bahwa
pembengkakkan ini merupakan efek samping dari operasi dan bukan merupakan efek
patologis akibat adanya infeksi. Hari ke 7 terlihat luka masih belum menutup
sempurna dan terlihat masih kemerahan sehingga dilakukan dua kali proses buka
jahitan, setelah buka jahitan, selama beberapa hari luka operasi belum kunjung kering
pada beberapa bagian. Walaupun begitu, pembengkakkan sudah tidak tampak dan
tidak tersa sakit pada daerah luka operasi pada saat dilakukan perabaan. Pada hari ke
11 luka tampak mulai kering namun belum menutup.

Pada hari ke 14, hewan

diperiksakan kembali dan terlihat luka sudah kering dan menutup


hewan siap untuk dilepaskan.

dan hasilnya

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Prosedur Ovariohisterectomy dilakukan dengan cara mengangkat organ
reproduksi betina ovarium serta salurannya uterus. Kucing yang akan dilakukan
tindakan bedah harus dengan kondisi yang sehat dan dipuasakan sekitar 8-12 jam
agar mencegah terjadinya muntah dan makanan masuk ke organ respirasi yang
dapat menyebabkan hewan tersedak. Faktor yang penting dalam melakukan bedah
tersebut ada preoperasi, operasi, dan postoperasi. Faktor yang penting dalam
anastesi, dosis yang tepat dan monitoring efek anstesi selama operasi. Hal yang
perlu diperhatikan pasca operasi yakni, manajemen kesehatan, manajemen nutrisi,
manajemen kebersihan, restrain pasca operasi. Hal-hal tersebut yang nantinya akan
menentukan tingkat kecepatan kesembuhan luka sehingga pasien dapat segera
kembali sehat.

5.2 Saran
Semoga praktikum selanjutnya dapat berjalan lebih lancar dan terarah.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Ovariohisterctomy. Hills Pet Nutrition, Inc.
Anonim.2012.Kastrasikucing.http://web.ipb.ac.id/~bedahradiologi/images/pdf/Ovario
histerectomy.pdf, diakses 6 November 2014
Frandson, R. D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta : UGM press
Hickman, Jhon.dkk.1995.An Atlas of Veterinary Surgery. University press,
cambridge:Great Britain
M. Yusuf. 2012. Buku Ajar Ilmu Reproduksi Ternak. Universitas Hasanuddin,
fakultas peternakan : makassar.
Meyer K. 1957. Canine Surgery. American Veterinary Publication, Inc. Santa
Barbara California.
OMeara, Shauna. Spaying Cats A Complete veterinary guide to feline spay surgery.
http://www.pet informed-veterinary-advice-online.com/index.html.
Osborne dan Polzin D.J. 1979. Canine Estrogen-ResponsiVe Incontinance.
Pearson.1973. The Complication of Ovariohysterectomy in the Bitch. Jurnal Small
aminal Practices 14:257.
Rice, Dan. 1996. The Complete Book of Dog Breeding. China: BarronEducational
Series.
Tilley LP dan Smith FWJ. 2000. The 5 Minute Veterinary Consult Canine and Feline.
Williams & Wilkins. USA.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai