Anda di halaman 1dari 24

TONGUE NODULES IN CANINE LEISHMANIASIS : A CASE REPORT

(NODUL LIDAH PADA ANJING LEISHMANIASIS)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Leishmaniasis adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa,


menyebabkan spektrum klinis dari yang terendah yaitu ulserasi pada kulit hingga
infeksi yang bersifat sistemik. Lokasi ulkus merupakan tempat tergigitnya kulit
oleh vektor, yaitu lalat betina Phlebotomus. Protozoa ditransmisikan melalui lalat
Phlebotamus dan Lutzomya. Sampai sekarang, sudah 20 spesies patogen telah
teridentifikasi. Beberapanya yaitu tikus, serigala, anjing, dan opossum Salah satu
tipe protozoa yang paling sering disebabkan oleh Leishmaniasis donovani, atau
yang biasa disebut dengan penyakit kala azar. Kala dalam bahasa hindi berarti
hitam ataupun fatal, dan azar berarti demam. Jadi dapat dikatakan menurut
bahasa Hindi, kala azar adalah penyakit demam yang akibatnya fatal.
Pada umumnya penularan Leishmaniasis sebagai zoonosis diperoleh
melalui gigitan dari serangga phlebotomi yang dikenal dengan istilah
phlebotomine sand flies. Leishmania merupakan protozoa yang bersifat obligat
intra makrofag dan endemik pada wilayah tropis, subtropis sampai ke
mediterania zoonotik dan telah tersebar di 61 negara di seluruh dunia. Pada
manusia, kasus Leishmaniasis memiliki bentuk yang berbeda-beda. Leishmania
spp. dapat menyebabkan ulcer dan nodul pada kulit penderita, selain itu
juga membentuk mucus pada membran kulit dan juga lesio pada hidung.
Pada beberapa spesies lain bahkan dapat menyebabkan kerusakan organ internal.
Diantara semua hewan domestik, anjing merupakan spesies paling penting
berkaitan dengan epidemiologi dari penyakit Leishmaniasis. Anjing merupakan
host reservoir dari L. infantum, salah satu spesies penting yang menyebabkan
Leishmaniasis pada manusia.

1
I.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah penanganan leismaniasis pada anjing?

I.3 Tujuan
a. Mengetahui penanganan leismaniasis pada anjing boxer.

I.4 Manfaat
Mahasiswa PPDH mampu menganalisa tinjauan kasus medis veteriner
secara luas meliputi aspek diagnosis, penanganan dan pengobatan.

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Leishmaniasis
Leishmaniasis disebabkan oleh infeksi dari berbagai spesies
Leishmania, parasit protozoa dari family Trypanosomatidae ordo Kinetoplastida.
Sampai saat ini sudah 30 spesies yang menjadi bagian dari Leishmania yang
sudah teridentifikasi, dan 20 spesies diantaranya bersifat patogen bagi mamalia.
Genus Leishmania terdiri dari dua subgenera, yaitu Leishmania dan Viannia,
yang dibedakan berdasarkan tempat berkembang biak di saluran pencernaan dari
vektor serangga. Penyebaran paresis Leishmania disebabkan oleh gigitan
serangga yang terinfeksi. Gejala klinis yang muncul akibat Leishmaniasis sangat
beragam dari gejala ringan pada bagian kulit dan juga gejala yang fatal pada
kasus visceral (Dostlov and Volf, 2012).
Human visceral Leishmaniasis disebabkan oleh Leishmania
donovani dan L. infantum/ L. chagasi. L. donovani merupakan anthroponotik
yang dapat menular diantara manusia, yang bertindak sebagai host reservoir
sedangkan L.infantum memiliki sifat zoonotik. Sebagian besar
spesies Leishmania menyebabkan cutaneous Leishmaniasis pada manusia.
Beberapa strains dari L. infantum dapat menyebabkan cutaneous Leishmaniasis
tanpa merusak organ internal. L. infantum merupakan spesies dari Leishmania
yang banyak dilaporkan terjadi pada hewan domestik serta dapat menyerang
spesies lain. Sebagaimana vector borne disease lainnya, Leishmaniases sangat
erat kaitannya dengn perubahan global serta dinamika dari vektor, reservoir, dan
kondisi populasi manusia itu sendiri (Gonzlez et al. 2010). Lebih lanjut, kondisi
ekologi dan distribusi dari phlebotomine sand flies ini terpengaruh langsung oleh
variasi iklim dan kondisi lingkungan sekitar (Peterson and Shaw, 2003).

3
Gambar 2.1 Leismania spp

Leishmaniasis dibawa oleh lalat pasir (sandfly) betina terutama jenis


Phlebotomus dan Lutzomyia yang menghisap darah karena lalat pasir betina
membutuhkan darah untuk membiakkan telurnya. Lalat pasir hidup di daerah
tropis dan subtropis (Peterson and Shaw, 2003).

Gambar 2.2 Lalat Lutzomyia (1) dan Lalat Phlebotomus (2)

Lalat pasir memiliki ukuran 1,5-4 mm dengan warna kuning atau


kelabu, bulu atau rambut di seluruh tubuh lalat. Sayap lalat akan terbuka ke atas
jika lalat pasir hinggap di suatu tempat atau tubuh manusia. Lalat ini memiliki

4
kaki yang panjang. Tubuhnya terbagi menjadi 3 bagian yaitu kepala, thoraks, dan
abdomen. Kepala lalat terdapat sepasang mata faset besar, sepasang antena
dengan 16 segmen, dan proboscis. Thoraks lalat pasir terdapat sepasang halter, 3
pasang kaki dan sepasang sayap dengan vena sejajar, dan berbentuk bengkok.
Abdomen merupakan segmen terakhir yang terdiri dari cerci dan hypopogium

(Peterson and Shaw, 2003.


Gambar 2.3 Siklus Hidup Lalat Pasir (Sandfly)

Penyebab Leishmaniasis adalah protozoa yang termasuk dalam kelas


Mastigophora atau Flagelata, ordo Leishmaniae, family Trypanosomatidae, dan
genus Leishmania. Pada genus Leishmania hanya terdapat tiga spesies yang
penting bagi manusia, yaitu:
1. Leishmania donovani yang menyebabkan Leishmaniasis viseral atau kala
azar;
2. Leishmania tropica yang menyebabkan Leishmaniasis kulit atau oriental
sore;
3. Leishmania brasiliensis yang menyebabkan Leishmaniasis mukokutis
atau Espundia.
Leshmania mempunyai 2 stadium, yaitu:

5
a. Stadium amastigote atau stadium leismania yang terdapat pada manusia
atau hospes reservoir;
b. Stadium promastigote atau stadium leptomonas yang terdapat pada
hospes perantara (lalat Phlebotomus atau lalat Lutzomyia) (Peterson and
Shaw, 2003).

2.2 Leishmaniasis Pada Hewan


Leishmania dilaporkan telah tersebar di semua benua kecuali
Antartika. Pada dasarnya parasit ini endemis ditemukan pada daerah tropis dan
subtropis seperti benua Afrika, sebagian dari Asia, Asia Tengah, Amerika Latin,
dan daerah mediteranian. Di wilayah Eropa, Leishmaniasis muncul dan menyebar
dengan gejala sederhana (Gonzlez et al. 2010).
Anjing adalah hewan yang paling sering terkena, penyebab yang
paling umum adalah L.infantum, meskipun spesies yang lain juga ditemukan.
Kasus juga kadang-kadang ditemukan di kucing, kuda, keledai, dan bagal.
Dampak Leishmaniasis pada ternak tidak sehebat pada kuda, kasus cutaneus
Leishmaniasis pernah diisolasi di domba, kambing, dan sapi di Afrika.
Leishmania pada babi pernah dilaporkan di Amerika Selatan. Antibodi terhadap
Leishmania pernah dilaporkan pada keledai, sapi, dan kambing di Afrika dan babi
di Brasil. Pada sapi dan babi yang diinfeksi, tidak dilaporkan adanya gejala
klinis. Kasus Leishmaniasis pernah dilaporkan secara sporadis di satwa liar
seperti non-human primates, bush dogs (Speothos venaticus), hoary zorros
(Lycalopex vetulus), gray wolves (Canis lupus) dan beberapa serigala
(Chrysocyon brachyurus). Di Australia, Leishmania spp. juga dilaporkan
menyebabkan lesio cutaneous di captive kangaroos, wallaroos and wallabies
(Macropus spp.) (Gonzlez et al. 2010).
Setiap spesies Leishmania mempunyai satu atau lebih reservoar
primer, walaupun mampu menginfeksi spesies lainnya. Jenis canidae adalah
reservoar L.infantum dan anjing adalah spesies yang mampu mempertahankan
siklus hidupnya, serts ditemukan juga di satwa liar dari famili Canidae seperti
cats, equids, wild agouti (Dasyprocta agouti), white-eared opossums (Didelphis

6
albiventris), Egyptian mongooses (Herpestes ichneumon), genets (Geneta
geneta), Iberian lynxes (Lynx pardinus), rodensia dan kelelawar (Carollia
perspicillata) (Gonzlez et al. 2010).

2.3 Periode Inkubasi


Biasanya asimptomatis, periode inkubasi L.infantum pada anjing
antara 3 bulan sampai 7 tahun. Pada beberapa anjing, gejala klinis yang parah
terjadi sesaat setelah terinfeksi. Akan tetapi anjing lain tetap tidak menunjukkan
gejala klinis sepanjang hidupnya, dan baru memunculkan gejala klinis dalam
keadaan imunosupresi (Gonzlez et al. 2010).

2.4 Gejala Klinis


Pada anjing, tipe visceral dan cutaneus dapat terjadi secara bersamaan
pada anjing, berbeda dibandingkan dengan manusia. Gejala klinis bervariasi dan
mirip gejala penyakit lain. Infeksi yang asimptomatis juga dapat muncul. Gejala
visceral yang biasanya muncul adalah lethargy, penurunan berat badan,
penurunan nafsu makan, anemia, splenomegali, dan limpadenopanthy. Demam
yang intermitent dapat muncul. Gejala pendarahan seperti epistaksis, hematuria
dan melena juga kadang kadala ditemukan. Gangguan ginjal kronis umum
ditemukan pada anjing yang terinfeksi L.infantum. Beberapa hewan memiliki
ocular, skin ataupun mucosal lesions, sneezing, diare kronis, muntah, chronic
relapsing colitis, chronic hepatitis, osteolytic dan osteoproliferative bone lesions,
meningitis, gangguanautoimun, dan gangguan kardiovascular dari pericarditis,
thromboembolism, dan vasculitis (Peterson and Shaw, 2003).
Lesio pada kulit umum ditemukan pada anjing yang terinfeksi tipe
visceral, tapi dapat juga terjadi secara terpisah. Bentuk umum lesio cutaneus
adalah non-pruritic exfoliative dermatitis pada mata, wajah, telinga dan kaki.
Terdapat juga alopecia sekitar mata. Pada beberapa kasus, ditemukan lesio yang
menyebar ke seluruh permukaan tubuh. Tipe cutaneus dicirikan dengan nodul,
ulkus, dan kerak (scrab) pada anjing. Infeksi sekunder bakteri umum terjadi.

7
Pada anjing dengan lesio cutaneus, kukunya panjang abnormal dan rapuh
(Peterson and Shaw, 2003).

2.5 Tes dan Diagnosa


Pada hewan, Leishmaniasis dapat didiagnosa melalui pengamatan
langsung pada parasite menggunakan Giemsa, Wrights, Leishmans atau
pewarna lain. Leishmania amastigotes biasanya berbentuk oval, dengan
basophilic nucleus dan rod-like kinetoplast ukuran kecil. Biasanya ditemukan
dalam makrofag atau pada sel-sel rupture. Pada anjing, amastigotes dapat
ditemukan pada limfonodus, limpa, aspirasi sumsum tulang, atau kerokan kulit.
Selain itu diagnosa juga dapat menggunakan polymerase chain reaction (PCR)
yang dapat mendeteksi Leishmanis spp. pada darah, biopsi kulit, limfonodus,
sumsum tulang, dan swab konjungtiva (Gonzlez et al. 2010).

2.6 Epidemiologi Canin Leishmaniasis


Canin leismaniaisis merupakan masalah medis veteriner dengan
anjing berperan sebagai reservoir penyakit pada manusia. Meskipun diketahui
bahwa manifestasi canin cutaneus dan viceral leishmaniasis sering didiagnosisdi
seluruh dunia, kejadian leishmaniasis pada area oral cukup langkah. Kejadian
pertama dilaporkan oleh Font et al., 1996 yang mendeskribsikan tentang
Leinsmania menginfeksi anjing dengan lesi proliferasi pada lidah mukosa cavum
oral. Sari et al., 2000 melaporkan anjing mongrel atau anjing campuran berumur
7 tahun dengan nodul menonjol pada permukaan ventral lidah. Amastigot
teramati setelah dilakukan pemeriksaan histology terhadap nodul.
Blavier et al., 2001mendeskripsikan seekor anjing giant poodle
berumur 3 tahun dengan beberapa nodul lingual sebagian mengalami ulserasi,
hyperkeratosis dan luka yang tidak kunjung sembuh pada daerah bantalan kaki
dan amastigot terdeksi pada aspirasi nodul. Lamothe and Poujade (2002)
melaporkan kasus ulserasi glostitis pada anjing mongrel 10 tahun juga
menunjukan pembesaran peripheral limfonodul dan splenomegali. Bentuk

8
amstigot ditemukan dari biopsi sampel yang diperoleh dari hewan tersebut.
Manzilo et al., 2009 menggambarkan beberapa lesi nodular berwarna merah
pada dorsal dan permukaan lateral lidah. Diagnosis dibuat atas dasar hasil positif
pada pemeriksaan IFAT dan observasi amastigote pada lesi lingual dan sumsum
tulang.

9
BAB III STUDI KASUS

3.1 Signalmen
Jenis Hewan : Anjing
Ras : Labrador Retriver
Jenis Kelamin : Betina
Berat : 29 kg
Umur : 3 tahun

3.2 Anamnesa
Seekor anjing Labradror Retriver betina steril dibawa ke salah satu
departemen kesehatan hewan dengan keluhan anjing mengalami kesulitan
menelan dan mengunyah makanan. 2 tahun sebelumnya anjing tersebut telah
didiagnosis mengidap penyakit lesmaniasis.

3.3 Temuan Klinis


Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan pada pemeriksaan rongga mulut
tercium bau halitosis, nampak adanya gingivitis, glositis ulseratif dan beberapa
kemerahan, terlihat pula nodul lembut dengan diameter 2-9 mm pada dorsal
lingual yang dapat dilihat pada

Gambar 3.1 Temuan Nodul Pada Permukaan Lidah


3.4 Diagnosa Banding

10
Diagnosa banding berdasarkan gejala yang ada antara lain penyakit
nodular dan ulseratif lidah termasuk proses neoplastik, calcinosis circumscripta,
suryaglositis, vaskulitis, amiloidosis, eosinophilic granuloma, kimia dan luka
bakar, uremik glositis dan penyakit autoimun (Systemic lupus erythematosus,
pemfigus vulgaris) dan kejadian Leishmaniasis berulang sesuai dengan diagnosa
sebelumnya.

3.5 Pemeriksaan Penunjang


Berdasakan anamnesa dan temuan klinis yang ditemukan, maka
dilakukan beberapa pemeriksaan antara lain IFAT (Immunofluorescence
Antibody Test) menggunakan antibody leismania, antibody anti-nuclear (ANA),
Real Time PCR, hematologi dan kimia darah dan mikroskopis sediment urin.
Hasil IFAT dengan mengunakan antibodi lesmania menunjukkan hasil
negatif. Hasil CBC (Complete Blood Count) menunjukkan adanya leucopenia
berat yaitu sebesar 1,4 x109/L dengan kisaran normal 6-17x109/L, hal tersebut
terkait dengan terjadinya neutropenia yaitu sebesar 0,68x109/L dengan kisaran
normal 3-11x109/L. tampak pula adanya tromositopenia sebesar 182x109/L
dengan kisaran normal 250-500x109/L. Hasil kimia darah menunjukkan
peningkatan alanin aminotransferase (ALT) sedang yaitu sebesar 157 IU/L
dengan kisaran normal 0-130 IU/L. Protein urinaria sedang juga ditemukan
sebesar 10 mg/L dan untuk level kreatinin urin yaitu sebesar 1076 mg/L dengan
rasio perbandingan [UP:C] 0,009 dengan kisaran normal <0,2). Pemeriksaan
mikroskopis menunjukkan hasil normal atau tidak ditemukannya sediment pada
urin. Level serum protein ditunjukkan normal yaitu level albumin sebesar 2,8
g/dl dengan kisaran normal 2,8-3,02 g/dl, globulin 3,4 g/dl dengan kisaran
normal 2,8-3,6 g/dl. Pengukuran antibodi antinuclear (ANA) menunjukkan titer
di bawah 1:40, yang dianggap normal. Lesi pada lingual tidak menghilang
setelah tujuh hari pengobatan dengan mengunakan antibiotik broad spectrum
yaitu spiramisin ditambah dengan metronidazol dengan dosis 75.000 IU / kg dan
12,5 mg / kg per oral masing-masing, sekali sehari. Dilakukan aspirasi terhadap
nodul lingual untuk selanjutnya dibuat apusan dan diwarnai serta diamati

11
dibawah mikroskop. Hasil pengamatan menunjukkan adanya amastigote dari
leismania spp yang ditunjukkan pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Amastigote Leismania spp

Berdasarkan hasil kimia darah kemungkinan penyakit glossitis uremik


dapat dieliminasi. Pemeriksaan antibody antinuclear (ANA) juga menunjukkan
hasil negatif yang mengindikasikan tidak adanya penyakit autoimun.

3.6 Diagnosa
Berdasarkan temuan klinis dan hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa
anjing menderita leismaniasis. Prognosa dari kasus tersebut adalah dubius,
dikarenakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit biasanya dapat
berulang kembali meskipun sebelumnya telah dinyatakan sembuh.

3.7 Pengobatan

Tindakan pengobatan yang diberikan pada anjing Labrador retriver


untuk memperbaiki kondisi anjing adalah dengan menggunakan menggunakan
antimoniate meglumine dengan dosis 75 mg/kg BB SC sehari sekali selama 30
hari dan allopurinol 10 mg/kg BB per oral 2 kali sehari selama periode 6 bulan.

12
13
BAB IV PEMBAHASAN

Canine leishmaniosis (Canl) disebabkan oleh Leishmania infantum yang


merupakan penyakit parasit zoonosis endemik di negara-negara Eropa selatan.
Patogenesa dari Canl terutama disebabkan peradangan pseudo granulomatous dan
deposisi kompleks imun di kulit dan jaringan visceral, dengan presentasi klinis
penyakit kronis dan imunosupresif. Anjing yang terinfeksi L. infantum jarang
menunjukkan gejala dari Lesmaniasis. Ini termasuk beberapa laporan kasus dari tipe
nodul lidah tunggal atau multipel dan ulkus pada mukosa lingual atau lidah
(Manzilo et al.,2009).
Laporan ini menjelaskan kasus nodul lidah pada anjing betina steril ras
Labrador Retriver berusia 3 tahun dengan diagnosis leishmaniosis. Diagnosis
dilakukandua tahun sebelumnya dan didasarkan pada hasil positif (titer dari 1:80
dengan hasil positif ditunjukkan) imunofluoresensi antibodi test (IFAT) untuk
Leishmania dan deteksi amastigotes di sumsum tulang. anjing diobati dengan
antimoniate meglumine (75 mg / kg subkutan sekali hari) ditambah allopurinol (10
mg / kg secara oral dua kali sehari) untuk 30 hari dan dengan allopurinol saja (dosis
sama) selama enam bulan berikutnya. Tanda-tanda klinis yang mucul antara lain
munculnya gejala okular, adanya alopesia dan seboroa kering. Tanda-tanda klinis
yang mucul antara lain munculnya gejala okular, adanya kerontokan parah dan
seboroa kering (Habibzadeh., 2005). Pada pemeriksaan patologi klinik terlihat adanya
peningkatan BUN sebesar 52 mg/dl dengan kisaran normal (7-32 mg/dl). peningkatan
kreatinin sebesar 1.99 mg / dl dengan kisaran normal r 0.5-1,4 mg / dl dan terjadi
peningkatan rasio protein urine: kreatinin [UP: C] yaitu sebesar 2.4 dengan kisaran
normal <0,2 yang diketahui setelah pengobatan diberikan. selama 2 tahun
pengobatan pasca diagnosis anjing menunjukan progres kesembuhan yang cukup baik
seperti tidak demam, rambut rontok ringan, ada seborea kering ringan, dan dan tidaka
ada tanda-tanda gejala sistemik lainnya. Pemilik menyebutkan anjing mengalami
kesulitan menelan dan mengunyah makanan. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan
pada pemeriksaan rongga mulut tercium bau halitosis, nampak adanya gingivitis,

14
glositis ulseratif dan beberapa kemerahan, terlihat pula nodul lembut dengan
diameter 2-9 mm pada dorsal lingual yang dapat dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Bagian Dorsal Permukaan lidah sebelum pengobatan

Diagnosa banding berdasarkan gejala yang ada antara lain penyakit nodular
dan ulseratif lidah termasuk proses neoplastik, calcinosis circumscripta, suryaglositis,
vaskulitis, amiloidosis, eosinophilic granuloma, kimia dan luka bakar, uremik glositis
dan penyakit autoimun (Systemic lupus erythematosus, pemfigus vulgaris)dan
kejadian Leishmaniasis berulang sesuai dengan diagnosa sebelumnya.
Hasil IFAT dengan mengunakan antibodi lesmania menunjukkan hasil negatif.
Hasil CBC (Complete Blood Count) menunjukkan adanya leucopenia berat yaitu
sebesar 1,4 x109/L dengan kisaran normal 6-17x109/L, hal tersebut terkait dengan
terjadinya neutropenia yaitu sebesar 0,68x109/L dengan kisaran normal 3-11x109/L.
tampak pula adanya tromositopenia sebesar 182x10 9/L dengan kisaran normal 250-
500x109/L. Hasil kimia darah menunjukkan peningkatan alanin aminotransferase
(ALT) sedang yaitu sebesar 157 IU/L dengan kisaran normal 0-130 IU/L. Protein
urinaria sedang juga ditemukan sebesar 10 mg/L dan untuk level kreatinin urin yaitu
sebesar 1076 mg/L dengan rasio perbandingan [UP:C] 0,009 dengan kisaran normal

15
<0,2). Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan hasil normal atau tidak ditemukannya
sediment pada urin. Level serum protein ditunjukkan normal yaitu level albumin
sebesar 2,8 g/dl dengan kisaran normal 2,8-3,02 g/dl, globulin 3,4 g/dl dengan kisaran
normal 2,8-3,6 g/dl. Pengukuran antibodi antinuclear (ANA) menunjukkan titer di
bawah 1:40, yang dianggap normal. Lesi pada lingual tidak menghilang setelah tujuh
hari pengobatan dengan mengunakan antibiotik broad spectrum yaitu spiramisin
ditambah dengan metronidazol dengan dosis 75.000 IU / kg dan 12,5 mg / kg per
oral masing-masing, sekali sehari. Dilakukan aspirasi terhadap nodul lingual untuk
selanjutnya dibuat apusan dan diwarnai serta diamati dibawah mikroskop. Hasil
pengamatan menunjukkan adanya amastigote dari leismania spp yang ditunjukkan
pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Amastigote Leismania spp

Berdasarkan hasil kimia darah kemungkinan penyakit glossitis uremik dapat


dieliminasi. Pemeriksaan antibody antinuclear (ANA) juga menunjukkan hasil negatif
yang mengindikasikan tidak adanya penyakit autoimun.
Setelah diketahui adanya manifestasi Lesmania pada anjing pengobatan
diubah dengan menggunakan antimoniate meglumine dengan dosis 75 mg/kg BB SC
sehari sekali selama 30 hari dan allopurinol 10 mg/kg BB per oral 2 kali sehari
selama periode 6 bulan. Antimoniate meglumine merupakan obat yang digunakan

16
untuk mengobati leismaniasis termasuk visceral, mucocutaneus dan cutaneus
Leishmaniasis. Dapat diberikan secara injeksi (SC atau Im) atau pada daerah
terinfeksi. Efek samping dari penggunaan obat ini antara lain, kehilangan nafsu
makan, mual, batuk, mudah lelah, nyeri, aritmia jantung, dang gangguan ginjal.
Allopurinol adalah analog purin dalam bentuk oral. Metabolisme dari allopurinol
adalah mengganggu sintesis protein patogen oleh parasit Leishmania, karena mereka
tidak dapat mensintesis purin. Efek samping penggunaan allopurinol pada anjing
jangka panjang adalah terbentuknya uroliths xanthine. Keuntungan dari allopurinol
adalah: tidak bersifat toksik, efisiensi dalam meningkatkan status klinis, murah, dan
kemungkinan pemberian oral.Obat dapat diberikan sebagai sebagai mono terapi atau
terapi kombinasi dengan antimonials pentavalent. Dalam kombinasi terapi-terapi
allopurinol umumnya diterapkan selama berbulan-bulan atau bahkan seumur hidup
(Viegas et al., 2012).
Sepuluh hari pasca pengobatan tampak adanya peningkatan lesi.
Namun level hematologi dan kimia darah anjing normal. peningkatan lesi dapat
dilihat pada Gambar 4.3

Gambar 4.3 Terjadi Peningkatan Lesi Pada Dorsal Permukaan Lidah Setelah 10 Hari
Pengobatan
Setelah pengobatan selama 30 hari menggunakan antimoniate meglumine dan
allopurinol, teramati telah terjadi regresi makroskopik nodul lidah, tetapi beberapa

17
lesi masih bertahan. Dua bulan setelah diagnosis, beberapa erosi lesi masih terlihat,
terutama di tepi lidah.
Gambar 4.4 Penampakan Lidah Setelah 30 Hari Pengobatan

Pemeriksaan histopatologi insisi biopsi dari lesi menunjukkan adanya

infiltrasi inflamasi ringan, yang terdiri dari sel-sel plasma, makrofag, beberapa
eosinofil dan neutrofil, dan tidak ditemukann bentukan leishmania.
Gambar 4.5 Gambaran histopatologi lesi 30 hari pasca pengobatan

Berdasarkan pemeriksaan histopatologi maka dapat dieliminasi beberapa


diagnosis yang sebelunya dicurigai anatara lain neoplastik, calcinosis circumscripta,
suryaglositis, vaskulitis, amiloidosis, eosinophilic granuloma, kimia dan luka bakar,
uremik glositis. Pemeriksaan menggunakan Real-Time PCR yang kedua pada anjing
Labrador retriever pada daerah jaringan lidah dan sumsum tulang belakang
menunjukkan hasil yang negatif. Pada akhir pengobatan menggunakan Allopurinol
yaitu tepat setelah 7 bulan setelah diagnosis, penampakan lidah tampak kembali
normal dan pemeriksaan IFAT menunjukkan hasil negatif (dengan titer <1:20). 15
bulan setelah diagnosis hasil yang ditunjukkan dari pemeriksaan IFAT menunjukkan
hasil yang stabil (Viegas et al., 2012).

18
Hal ini dapat dihipotesiskan bahwa anjing yang diilaporkan dalam kasus ini
menderita kekambuhan dari canin leishmaniasis (Canl), seperti yang disarankan
dalam kasus serupa oleh penulis lain. Parasit bisa langsung menyerang mukosa lidah
melalui gigitan atau tidak sengaja memakan phlebotomine yang merupakan vektor
leishmania bukan setelah menyebar dari kulit atau organ visceral (Manzilo, et al.,
2005). Leukopenia dan neutropenia mungkin dijelaskan oleh permintaan dari sel
darah putih tyang erkait dengan peradangan mulut parah.Dengan mempertimbangkan
perubahan patologi klinis dan kemungkinan kekambuhan , hipotesisdari hasil negatif
palsu untuk titer IFAT(01:40) pada saat diagnosis harus dipertimbangkan. Pengobatan
yang diberikan menunjukkan anjing mengalami perbaikan kondisi klinis pada area
lidah dengan baik.
Meskipun telah dinyatakan sembuh, kejadian penyakit Leishmaniasis masih
dapat muncul kembali. Hal ini disebabkan karena vektor dari penyakit tidak mungkin
untuk diberantas. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian
Leishmaniasis berulang adalah dengan meningkatkan system imunitas anjing dan
menjaga kebersihan lingkungan untuk mengedalikan adanya vektor penyakit (Viegas
et al., 2012).

19
BAB V KESIMPULAN

Canine leishmaniosis (Canl) disebabkan oleh Leishmania infantum yang


merupakan penyakit parasit zoonosis endemik di negara-negara Eropa selatan.
Patogenesa dari Canl terutama disebabkan peradangan pseudo granulomatous dan
deposisi kompleks imun di kulit dan jaringan visceral, dengan presentasi klinis
penyakit kronis dan imunosupresif. Anjing yang terinfeksi L. infantum jarang
menunjukkan gejala dari Lesmaniasis. Ini termasuk beberapa laporan kasus dari tipe
nodul lidah tunggal atau multipel dan ulkus pada mukosa lingual atau lidah.
Pengobatan yang dapat diberikan pada anjing dengan Leishmaniasis yaitu
antimoniate meglumine dan allopurinol. Canin Leishmaniasis merupakan penyakit
parasit yang dapat disembuhkan namun kemungkinan kejadian penyakit berulang
masih dapat terjadi dimasa depan karena vektor penyakit tidak dapat diberantas.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatan imunitas dari
anjing agar tidak mudah terserang penyakit serta menjaga lingkungan sebagai upauya
untuk mengendalikan vektor penyakit.

20
DAFTAR PUSTAKA

Blavier, A., Keroack, S., Denerolle, P., Goy-Thollot, I., Chabanne, L., Cadore, J.L.,
Bourdoiseau, G. 2001. Atypical forms of canine leishmaniosis. Vet J, 162:108120.

Dostlov A, Volf P. 2012. Leishmania Development In Sand Flies: Parasite-Vector


Interactions Overview. Parasites and Vectors 5:276. Terhubung
berkala:http://www.parasitesandvectors.com/content/5/1/276 [26 Desember 2016].

Font, A., Roura, X., Fondevila, D., Closa, J.M., Mascort, J., Ferrer. L: Canine mucosal
leishmaniasis. J Am Anim Hosp Assoc 1996, 32:131137.

Gonzlez C, Wang O, Strutz SE, Gonzlez SC, Snchez CV, Sarkar S. 2010. Climate
Change And Risk Of Leishmaniasis In North America: Predictions From Ecological
Niche Models Of Vector And Reservoir Species. Trop. Dis. 4: 5-85.

Habibzadeh, F., Sajedianfard, J., Yadollahie, M. 2005. Isolated lingual leishmaniasis. J


Postgrad Med, 51:218219.

Lamothe, J., Poujade, A. 2002. Ulcerative Glossitis In A Dog With Leishmaniasis. Vet Rec
151:182183.

Manzillo, V.F., Pagano, A., Paciello, O., Di Muccio, T., Gradoni, L., Oliva, G. 2005.
Papularlike Glossitis In A Dog With Leishmaniosis. Vet Rec 156:213215.

Manzillo,V.F., Paparcone, R., Cappiello, S., De Santo, R., Bianciardi, P., Oliva, G. 2009.
Resolution Of Tongue Lesions Caused By Leishmania Infantum In A Dog Treated
With The Association Miltefosine-Allopurinol. Parasit Vectors, 2:14.

Peterson, C.A., Shaw, R. 2003. New Means Of Canine Leishmaniasis Transmission In


North America: The Possibility Of Transmission To Humans Still
Unknown.Interdiscip Perspect Infect Dis. 4:51-58.

Saari, S., Rasi, J., Anttila, M. 2000. Leishmaniosis Mimicking Oral Neoplasm In A Dog:
An Unusual Manifestation Of An Unusual Disease In Finland. Acta Vet Scand ,
41:101104.

Vargas Laguna E, Aguilar Martinez A, Fernndez Cogolludo E, Martn L, Merano F,


Gallego Valds MA: Leishmaniasis of the tongue due to Leishmania infantum. Eur J
Dermatol 2008, 18:472473.

21
Viegas, C., Requicha, J., Albuquerque, C., Sargo, Teresa., Machado, J., Dias, I., Pires, M.
A., Campino, L., Cardoso, L. 2012.Tongue Nodules In Canine Leishmaniasis. Eur J
dermatol. 5: 120

22
LAPORAN KEGIATAN PPDH
ROTASI INTERNA HEWAN KECIL
yang dilaksanakan di
KLINIK HEWAN DAN RUMAH SAKIT HEWAN PENDIDIKAN
FKH UB

Gangguan Sistem Pencernaan


Tongue Nodules in Canin Leishmaniasis

Oleh
HENI HERWIYANTI, S.KH
NIM. 150130100011027

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

23
MALANG
2016

24

Anda mungkin juga menyukai