iba juga pada edisi kedua, kali ini TUN Project mencoba bermain dengan tema Tata Ruang
Kota. Suatu tema yang barangkali terdengar asing, klise, serius, utopis, atau mengawang
awang. Haha, ya barangkali memang benar juga, ketika kami mencoba untuk merespon
tema ini, tentu terbayang bakal muncul permainan wacana yang berkeliaran dari opini kawan
kawan. Dominan karya memang lahir dari opini, karena kami bukanlah pakar tata kota yang
mengambil pandangan dari pijakan pengetahuan, data, dan riset. Melalui TUN ini, kami sekadar
mencoba untuk berbagi, mengenai transformasi rupa kota, dimana kita berada dan hidup di
dalamnya. Menjadi saksi atas perubahan wajah kota yang cenderung kurang bersahabat bagi
publik kebanyakan. Perubahan inilah yang memicu terbentuknya opini, yang dominan bernada
mempertanyakan, atas apa yang berlangsung. Imaji ini muncul dari apa yang kami alami, sebagai
penghuni, yang tentu saja juga diwarnai dan dipengaruhi beragam wacana dominan. Tapi itu
tidaklah mengapa, karena kami pun sadar, tidak ada yang ideal, ideal cuma berada di alam teks
yang akan terus diupayakan. Dan disitulah kami mencoba berposisi, terus berupaya, meski
sekadar wacana, hahae.
Karena kuasa ruang dalam struktur sebuah kota berada dalam wewenang suatu pihak pemberi
hak. Maka, upaya paling sederhana (bisa dibaca:klise) ya memang bersuara, dalam arti
mengingatkan dan mewacanakan perubahan dan peruntukan ruang yang tidak sesuai fungsi dan
kebutuhan keseimbangannya. Tapi setidaknya (semoga) hal itu bisa dicatat sebagai wujud
kepedulian. Syukur jika ada kawan yang punya solusi, sangat terbuka untuk berbagi. Agar suatu
ruang tidak dipandang sebatas dari kacamata ekonomi, tapi bisa diintip dari teleskop sosial,
budaya, ekologi, atau bidang pemanfaatan lain. Berharap tetap seimbang dalam memperlakukan
ruang dan memaknai kata nyaman.
Anung P | Fitria NS | Reza Ferdiand | HD Putri | Saiful B | BS Wirawan | Bondan P | Danny Garjito |
Roni Robert | Yunanta C Buana | Daya RA | N AlRezki | Putro Setyonegoro | Prima NP
OPEN SUBMISSION
08995164822
userUGM@gmail.com
@kmmsUGM
1.Niat dulu,
2.Karya orisinil, berangkat dari opini pribadi mengenai sesuatu (apa saja,
terserah)
3.Tema bebas, dianjurkan yang menantang kebakuan sudut pandang &
olah logika haha
4.Wujud karya bisa berupa gambar (visual) atau kata (tulisan),
- jika gambar bisa berwujud : drawing, komik, ilustrasi, sketsa,
atau pun coretan lain yang tertoreh di bukumu (pokok e gambar).
- jika kata bisa berwujud : puisi, cerpen, esay pendek, curhatan di
binder, diary dan
sebagainya (pokok e tulisan).
5.Se ap karya diberi judul
6.Jika gambar, ukuran A5, warna hitam pu h, jika tulisan maksimal
sekitar 500 kata (1hal. A5).
Dany Garjito
Ceritane Demo
Menurut saya terkadang banyak aspirasi yang sebenarnya baik disampaikan secara buruk, kasar, dan
tidak mempedulikan efek negatif bagi orang lain. Seperti dalam karya ini, terdapat seorang
demonstran yang menuntut adanya perubahan ke arah yang baik (Penataan Kota). Namun yang
keluar justru lebih banyak kata kata dan gestur tidak senonoh, padahal di depannya ada anak kecil.
FIKSI MINI
oleh:
Yunanta Chandra Buana
Randhu
Seorang pria paruh baya turun dari bus kota,
berjalan menuju taman di dekat halte. Degan
sigapnya menuntun gadis yang seumuran yang
matanya ditutup pita merah. Pak tua mencoba
memberi kejutan di fase akhir kehidupannya.
"Kita dimana to pakne?"
"Sek sek bentar Bu, ojo dibuka dulu. Kamu di sini
saja, jangan kemanamana." Pak tua itu clingak
clinguk mendekati kolam dengan wajah
sepertnyadulutaksepertiini kemudian
melanjutkan mencari sesuatu, mendatangi orang
orang yang lewat untuk bertanya tentang hal yang
Ia cari. Setelah beberapa menit berlalu Ia
menyerah. Pak tua melepas penutup mata.
"Maaf yo Bune, Niatnya aku mau mengajakmu
nostalgia di taman ini seperti saat aku melamarmu
dulu. tapi aku sepertinya salah tempat. Atau
tempatnya memang sudah berubah. Seingatku
dulu di dekat kolam ada pepohonan rimbun. Tapi
ini, duh, kolame saja aneh begini bune."
"Lho ini kan benar tempatnya. Pakne lupa to? Pas
ulang tahun perak kan pakne merenovasi tanaman
pagarnya jadi lampion, terus pohon randu yang di
sini Pakne tebang, sebagai gantinya Pakne bangun
monumen ini. Supaya matching sama apartemen
di depan."
Nomer 65
FIKSI MINI
"Lewat saja le, tapi jangan pegangpegang rak
bajunya. Nanti glundung." kata pemilik toko.
Mereka kemudian berlarian satusatu sambil
mendorong2 rak baju. Untuk mereka, dilarang
adalah disuruh.
"Yah, jalanya buntu lagi." Kali ini tambal ban
lengkap dengan pasiennya menghadang jalan
mereka.
"Lewat saja le, tapi satusatu. Hatihati alatnya
panas. Jam semene kok wis mulih to?"
"Gurune rapat pak. Hehehe."
Mereka terus berlarian menyusuri jalanan menuju
rumah sambil bermain narutonarutoan. Dio
melompat, ibnu melempar shuriken sisanya
merapal jurus gabungan antara naruto dan saras
008.
"Terus ini lewat mana?" didepan mereka sekarang
pedagang sayur dijejali dengan pembeli yang
hampir semuanya perempuan. Tak ada yang
mebagi perhatian dengan anakanak kecil,
FIKSI MINI
Bis si Eneng
CERPEN
Prima N.P.
1.
2.
1.
2.
1.
Mendatar:
1. Kepanjangan R dalam istilah RTH
2. Kepanjangan T dalam istilah RTH
Menurun :
1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (disingkat)
2. Suatu keadaan menyedihkan yang dicirikan dengan terlihatnya banyak genangan.
(Ingat...terlihatnya banyak genangan bukan kenangan)
Mendatar Independen:
1. Salah satu transportasi massal yang masih perlu banyak dikritisi yakni .....
Jogja. (isilah titik-titiknya sekarang juga.Cepat.Sekarang.CEPAT DEK.CEPAAAT !!!)
jawaban dikirim ke userugm@gmail.com
sertakan biodata singkat
paling lambat 30 April 2014 pukul 23:59 WIB
1 pemenang utama akan mendapatkan bingkisan menarik
Sang Penari
HD Putri
Apakah di jaman modern ini budaya sudah terlupakan? Hal tersebut bisa dilihat dari dua sudut
pandang. Di satu sisi mungkin iya. Tapi di sisi lain orang akan mengatakan bahwa budaya masih
dipegang teguh. Penari adalah salah satu representasi dari bagian kebudayaan kita. Sampai saat ini
kebudayaan masih merupakan salah satu hal yang lekat dengan bangsa indonesia. Kita mempunyai
beratus jenis tari tarian yang masih setia diturunkan dan diajarkan kepada penerusnya. Di tengah
modernitas yang semakin menderu, masih ada sebagian orang yang mencintai dunia tari dengan terus
menarikan imajinasi mereka pada gerak yang dinamis. Mungkin juga mengikuti aturan lama,
mengontemporerkan pakem atau membuat gerakan baru yang lebih modern. Semua sah sah saja karena
manusia memang tidak akan pernah lepas dari hal bernama budaya.
CERPEN
Gorilla Langit
BS. Wirawan
Akisah, di sebuah negeri antah berantah terdapat sebuah desa yang tenang dan
makmur
Masyarakat yang ramah dan sederhana lagi bersahaja
Rumput hijau, pohonpohon perindang, dan hewanhewan yang saling
bersahutan menjadikan
Anakanak kecil berlarian dengan riang, terlarut dalam permainan dan tawa
merekadesa tersebut terasa semakin asri dan tenang
Tidak nampak adanya kesenjangan antar masyarakat karena mereka saling
memberi dan berbagi
Yang berlebihan membantu yang kekurangan, yang mampu membantu yang
membutuhkan
Betapa makmur dan damai terasa di tiap sudutnya
Tak jauh dari sana, terdapat sebuah kota besar
Gedunggedung dan rumahrumah besar berpagar tinggi berderet sepanjang
jalan, bagaikan semut yang sedang berbaris hendak memusnahkan mangsa
mereka
Bersepuh emas dan bertahta berlian pakaian yang mereka kenakan
Kesuksesan diukur berdasarkan kepemilikikan harta yang paling melimpah di
kota tersebut
Hingga akirnya mereka menjadi makhluk yang tidak pernah merasa puas dengan
apa yang dimilikinya
Terlalu sibuk dengan kegiatan sendiri, tawa kecil beriringan dengan tatapan pada
layar kecil bercahaya, persetan dengan sekitar
Saling menjatuhkan dan berbuat licik untuk mengalahkan lawan
Serta melakukan berbagai cara untuk menjadi yang terhebat
Sungguh kota yang terasa angkuh dan menyebalkan
Akhirnya yang tertuang di atas hanyalah sebuah alkisah di negeri antah berantah
yang entah berada di mana
Entah berada di dunia nyata, fana, maya, atau sekedar imagi dan khayalan si
penulis
Selamat merasakan dan menertawakan
Esai Foto
KOTA ADALAH PERANGKAP bagi pengertian baku atas kesatuan identitas para penghuninya. Baik
oleh pemahaman dalam diri masingmasing warga yang tinggal di suatu kota, ataupun pemikiran
yang disodorkan ahli sosial perkotaan mutakhir manapun. Siapakah kami, sebuah kumpulan warga
yang menempati sepetakdua petak tanah di sinidi belakang pusat pertokoan, di sebelah gedung
kantor pemerintahan, ini? Waktu yang membersamai kehadiran kami di kota ini, kata batin mereka
suatu kali, ialah saksi bahwa kami adalah Warga Kota X. Sungguhpun jika X boleh diisi Jakarta atau
Yogyakarta, misalnya, identikasi penduduk suatu kota akan selalu melahirkan pertanyaan baru,
selaras perjalanan waktu.
Siapakah aku di dalam kerumunan yang pada suatu malam menghadap panggung hiburan di pusat
kota ini? Kali lain, aku dan mereka basah kuyup oleh cemas lantaran aliran air deras, meluap tapi
tersendat. Padahal sebulan lalu aku masih bebas memarkir kendaraan di bahu jalan seberang suatu
kantor kementerian. Tak jauh sepelemparan batu dari persimpangan terpadat di kotaku, kutangkap
bayangbayang dua petugas perlindungan masyarakat. Sungguh, tak ada siapapun yang hendak
menegurku, mereka berdua pun tidak.
Banjir besar tahun ini di ibukota barangkali masih kiriman dari kota tetangga. Tapi anakanak seakan
tak fasih memungkiri perasaan. Kami tetap ceria meski genangan air di manamana, tutur tiga
sekawan. Sebab air yang menghanyutkan segelintir barang kesayangan mereka jauh lebih kecil
nilainya dibanding tegursapa di antara teman sepermainan. Dan air di sekeliling mereka semacam
wahana untuk kebersamaan. Ya, sebelum diriku kian pekat dalam jejalan kota nan padat, setidaknya
aku bisa memperingatisebab terasa mewah untuk merayakananugerah hidup. Dan sebelum
aku tertunduk lesu suatu waktu nanti, menua berpaku pada daun pintu hati Ilahi.
Yogyakarta, 20 Februari 2014.
Foto 1: Rambu Tak Sampai, Patuh Tak Sudah
Foto 2: Den Mas Linmas
Foto 3: Throng
Foto 4: Noah Canal
Foto 5: It's Not The Sea, Just Meeting on the Puddle
Foto 6: (Bukan) Bermain
Foto 7: Bila Umurku Panjang, di Pintumu Aku Tak Dapat Berpaling
IDENTITAS PENGKARYA:
Putro Setyo Negoro, mahasiswa yang masih mencari jatidiri.
Roni Robert, mahasiswa yang belajar keaktoran dan penulisan seni.
Saiful B SMS
BS WirawanSemrawut