Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Masa nifas
a. Pengertian
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat alat kandungan kembali seperti
pra hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 8 minggu (Mochtar, 2002).
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa dimulai setelah
partus selesai, dan berakhir setelah kira kira 6 minggu
(Wiknjosastro, 2005).
Masa nifas (puerperium) adalah masa dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil selama 6 minggu (Saifudin, A.B 2002).
b. Periode nifas
Menurut Rustam Mochtar nifas dibagi menjadi 3 periode :
1) Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan jalan,
2) Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat alat
genetalia yang lama 6 8 minggu,
3) Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna terutama

bila

selama hamil

atau waktu

persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna


bisa berminggu minggu, bulanan atau tahunan.
c. Perubahan perubahan
1) Perubahan fisik
Terjadi pada uterus yaitu uterus-uterus secara berangsur
angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti
sebelum hamil.
Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa involusi.
Tabel 2.1
Involusi

TFU

Berat uterus

Bayi lahir

Setinggi pusat

1000 gram

Uri lahir

2 jari bawah pusat

750 gram

1 minggu

Pertengahan pusat simfisis

500 gram

2 minggu

Tidak teraba diatas simfisis

350 gram

6 minggu

Bertambah kecil

50 gram

8 minggu

Sebesar normal

30 gram

Bekas Implantasi uri yaitu placenta mengecil karena


kontraksi dan menonjol kekavum uteri dengan diameter 7,5 cm.
Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm, pada minggu ke enam 2,4 cm
dan akhirnya pulih.
Luka luka yaitu Luka pada jalan lahir bila tidak disertai
infeksi akan sembuh dalam 6 7 hari.

Rasa sakit ini disebut after pains, disebabkan kontraksi


rahim. Biasanya rasa sakit ini berlangsung 2 4 hari pasca
persalinan.
Lochia adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan
vagina dalam masa nifas. Ada beberapa tahap atau proses lochia
yaitu :
a) Lochia Rubra yaitu berisi darah segar dan sisa sisa selaput
ketuban. Sel sel desidua, verniks kaseosa, lanugo dan
mekonium, selama 2 hari pasca persalinan.
b) Lochia sanguinolenta yaitu berwarna merah kuning berisi darah
dan lendir. Lochia ini terjadi keluar pada hari ke 3 7 pasca
persalinan.
c) Lochia Serosa yaitu berwarna kuning, cairan tidak berdarah
lagi. Terjadi pada hari ke 7 14 pasca persalinan.
d) Lochia alba yaitu cairan putih, terjadi setelah 2 minggu pasca
persalinan.
e) Lochia purulenta yaitu terjadi infeksi keluar cairan seperti
nanah berbau busuk.
Servik terjadi perubahan setelah persalinan bentuk servik
agak menganga seperti corong berwarna merah kehitaman,
konsistensinya lunak. Kadang kadang terdapat perlukaan,
perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk

rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2 3 jari dan setelah
7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada
waktu persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur angsur
menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus ke
belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamentum rotundum
menjadi kendor.
2) Perubahan Psikologi
Gangguan psikologis yang sering terjadi pada masa nifas
meliputi :
a) Post

partum

blues

adalah

merupakan

kesedihan

atau

kemurungan setelah melahirkan, biasanya hanya muncul


sementara waktu yakni sekitar dua hari hingga dua minggu
sejak kelahiran bayi ditandai dengan cemas tanpa sebab,
menangis tanpa sebab, tidak percaya diri, sensitif, mudah
tersinggung dan merasa kurang menyayangi bayinya.
b) Post partum syndrome (pps) adalah merupakan kesedihan dan
kemurungan yang biasa bertahan dua sampai satu tahun,
Depresi post partum adalah ibu yang merasakan kesedihan
kebebasan, interaksi sosial, dan kemandiriannya berkurang.
2. Perawatan Pasca Persalinan
Menurut Rustam Mochtar (2002) perawatan masa nifas meliputi
berbagai hal yaitu :

a. Mobilisasi karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat,


tidur terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh
miring miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya
trombosis dan tromboemboli.Pada hari ke 2 diperbolehkan duduk, hari
ke 3 jalan jalan, hari ke 4 atau ke 5 sudah diperbolehkan pulang.
Mobilisasi diatas mempunyai variasi, bergantung pada komplikasi
persalinan, nifas dan sembuhnya luka luka.
b. Diet makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya
makan makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur
sayuran dan buah buahan.
c. Miksi hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya.
Kadang kadang wanita mengalami sulit kencing, karena sfingter
uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus
sfingter ani selama persalinan, juga oleh karena adanya edema
kandung kemih yang terjadi selama persalinan. Kandung kemih penuh
dan wanita sulit kencing, sebaiknya dilakukan katererisasi.
d. Defekasi buang air besar harus dilakukan 3 4 hari pasca persalinan.
Bila masih sulit buang air besar dan terjadi obstipasi apalagi berak
keras dapat diberikan obat laksons per oral atau per rektal. Jika masih
belum bisa dilakukan klisma.
e. Perawatan payudara (mammae) telah dimulai sejak wanita hamil
supaya punting susu lemas, tidak keras dan kering, sebagai persiapan
untuk menyusui bayinya. Bila bayi meninggal laktasi harus dihentikan

dengan cara pembalutan mammae sampai tertekan. Pemberian obat


esterogen seperti tablet lynoral. Dianjurkan sekali supaya ibu
menyusukan bayinya karena sangat baik untuk kesehatan bayinya.
f. Laktasi untuk menghadapi masa laktasi (menyusukan) sejak dari
kehamilan telah terjadi perubahan perubahan pada kelenjar mammae
yaitu proliferasi jaringan pada kelenjar kelenjar, alveoli dan jaringan
lemak bertambah,keluar cairan susu jolong dari duktus laktiferus
disebut kolostrum bewarna kuning kuning susu, hipervasularisasi
pada permukaan dan bagian dalam dimana vena vena berdilatasi
sehingga tampak jelas
g. Perawatan luka perineum.
Perawatan luka persalinan selengkapnya akan dijelaskan lebih lanjut
pada penjelasan
3. Luka Perineum
a. Pengertian
Luka perineum adalah luka pada perineum karena adanya robekan
jalan lahir baik maupun karena episiotomi pada waktu melahirkan
janin (Wiknjosastro, 2005). Ruptura perineum adalah robekan yang
terjadi pada perineum sewaktu persalinan (Mochtar, 2002). Robekan
jalan lahir adalah luka atau robekan jaringan yang tidak teratur
(Depkes RI 2004).

10

b. Bentuk Luka Perineum


Bentuk luka perineum setelah melahirkan ada 2 macam yaitu :
1) Rupture
Rupture adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh
rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala
janin atau bahu pada saat proses persalinan. Bentuk rupture
biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan
penjahitan (Hamilton, 2002).
2) Episotomi
Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum
untuk memperbesar muara vagina yang dilakukan tepat sebelum
keluarnya kepala bayi (Eisenberg, A., 2003).
Episiotomi, suatu tindakan yang disengaja pada perineum
dan vagina yang sedang dalam keadaan meregang. Tindakan ini
dilakukan jika perineum diperkirakan akan robek teregang oleh
kepala janin, harus dilakukan infiltrasi perineum dengan anestasi
lokal, kecuali bila pasien sudah diberi anestasi epiderual. Insisi
episiotomi dapat dilakukan di garis tengah atau mediolateral. Insisi
garis tengah mempunyai keuntungan karena tidak banyak
pembuluh darah besar dijumpai disini dan daerah ini lebih mudah
diperbaiki (Jones Derek, 2002).

11

c. Etiologi
1) Penyebab Maternal
a) Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong,
b) Pasien tidak mampu berhenti mengejan,
c) Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan
fundus yang berlebihan,
d) Edema dan kerapuhan pada perineum.
2) Faktor Janin
a) Bayi besar,
b) Posisi kepala yang abnormal,
c) Kelahiran bokong,
d) Ekstraksi forcep yang sukar
e) Distosia bahu.
d. Klasifikasi laserasi perineum menurut Wiknjosastro, (2005).
1) Robekan derajat 1
Meliputi mukosa vagina, kulit perineum tepat dibawahnya.
Umumnya robekan tingkat 1 dapat sembuh sendiri penjahitan tidak
diperlukan jika tidak perdarahan dan menyatu dengan baik.
2) Robekan derajat 2
Meliputi mucosa vagina, kulit perineum dan otot perineum.
Perbaikan luka dilakukan setelah diberi anestesi lokal kemudian
otot-otot diafragma urogenitalis dihubungkan di garis tengah

12

dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum
ditutupi dengan mengikut sertakan jaringan jaringan dibawahnya.
3) Robekan derajat 3
Meliputi mucosa vagina, kulit perineum, otot perineum dan
otot spingterani eksternal. Pada robekan partialis denyut ketiga
yang robek hanyalah spingter pada robekan yang total spingter
recti terpotong dan laserasi meluas sehingga dinding anterior
rectum dengan jarak yang bervariasi. Keadaan ini disebut dengan
robekan derajat keempat.
Perbaikan pada robekan tingkat tiga harus dilakukan
dengan teliti mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit
kemudian pada muskulus spingter ani eksternus yang robek dijahit.
Selanjutnya dilakukan penutupan robekan seperti diuraikan untuk
robekan perineum derajat dua. Untuk mendapatkan hasil yang baik
harus diberikan terapi pada robekan perineum total dan perlu
diadakan penanganan pasca pembedahan yang sempurna.
e. Perawatan luka perineum
Perawatan luka perineum adalah membersihkan daerah vulva
dan perineum pada ibu yang telah melahirkan sampai 42 hari pasca
salin dan masih menjalani rawat inap di rumah sakit (Wiknjosastro,
2005).
Menurut Halminton perawatan perineum adalah pemenuhan
kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva

13

dan anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran placenta sampai
dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil
(Setiady, 2006).
f. Lingkup Perawatan
Menurut Feerer lingkup perawatan perineum ditujukan untuk
pencegahan infeksi organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh
masuknya mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang terbuka
atau akibat dari perkembangbiakan bakteri pada peralatan penampung
(pembalut) lochea (Setiady, 2006).
Sedangkan menurut Hamilton, lingkup perawatan perineum
adalah Mencegah kontaminasi dari rektum, menangani dengan lembut
pada jaringan yang terkena trauma, bersihkan semua keluaran yang
menjadi sumber bakteri dan bau (Setiady, 2006).
g. Waktu Perawatan
Menurut Feerer waktu perawatan perineum adalah
1) Saat mandi
Pada saat mandi ibu post partum pasti melepas pembalut
setelah terbuka maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri
pada cairan yang tertampung pada pembalut untuk itu maka perlu
dilakukan penggantian pembalut demikian pula pada perineum ibu
untuk itu diperlukan pembersihan perineum.

14

2) Setelah buang air kecil


Pada saat buang air kecil pada saat buang air kecil
kemungkinan besar terjadi kontaminasi air seni pada rektum
akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum untuk
itu diperlukan pembersihan perineum.
3) Setelah buang air besar.
Pada saat buang air besar diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran
disekitar anus untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari
anus ke perineum yang letaknya bersebelahan maka diperlukan
proses pembersihan anus dan perineum secara keseluruhan.
h. Tujuan perawatan luka perineum
1) Mencegah iritasi dan infeksi
2) Meningkatkan rasa nyaman ibu
3) Mengurangi rasa nyeri.
i. Alat-alat yang digunakan untuk perawatan luka perineum
1) Kapas.
2) Air Dekonstaminasi Tingkat Tinggi
3) Betadine
4) Kassa steril
5) Pembalut bersih
6) Celana dalam yang bersih
7) Air cebok dan septik / rebusan daun sirih.

15

j. Cara kerja
1) Melakukan cuci tangan.
2) Mengatur posisi ibu yang nyaman jika di tempat tidur posisi semi
fowler / fowler, lutut ditekuk.
3) Membuka baju bagian bawah.
4) Membersihkan paha bagian atas dan keringkan (kiri dan kanan).
5) Bersihkan lipatan bagian atas (labia mayora) dengan tangan kiri
menarik lipatan ke atas, tangan kanan membersihkan dengan hatihati lipatan vulva. Usap dari perineum ke arah atas, ulangi pada sisi
yang berlawanan.
6) Regangkan lipatan bagian atas (labia mayora) dengan tangan kiri.
Tangan kanan yang lain membersihkan dari area bagian atas
lipatan (pubis) ke lubang tempat buang air besar (anus) dengan satu
kali usapan gunakan kapas yang berbeda. Area yang dibersihkan
yaitu lipatan bagian dalam (labia minora, kriteria dan oripicium
vagina).
7) Tuangkan air hangat ke area perineum dan keringkan.
8) Merubah posisi dengan posisi miring.
9) Bersihkan area anus dari kotoran dan feses jika ada bersihkan dari
arah depan (vagina) ke belakang (anus) dengan satu ucapan ulangi
dengan kapas yang berbeda sampai bersih.
10) Keringkan dengan handuk. Pasang pembalut pada celana dalam..

16

11) Celupkan pada kasa steril ke dalam larutan betadine, peras dan
tempelkan di daerah perineum (bila ada jahitan) atau bila ada salep
dioleskan.
12) Pasang celana dalam yang sudah dipasang pembalut, kemudian
dirapikan.
13) Pakai pakaian dalam.
14) Cuci tangan.
k.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perawatan luka perineum


1) Untuk mengurangi rasa sakit saat buang air besar yaitu ibu
dianjurkan banyak mengkonsumsi serat seperti buah-buahan dan
sayur
2) Dengan kondisi robekan yang terlalu luas pada anus hindarkan
banyak bergerak pada minggu pertama karena bisa merusak otototot perineum, ibu harus banyak duduk dan berbaring. Hindari
berjalan karena akan membuat otot perineum tergeser
3) Hindari penggunaan obat obat tradisional pada perineum
4) Cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3-4 kali
perhari.
5) Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan. Ibu
harus kembali lebih awal jika gejala-gejala seperti demam
mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau
jika daerah luka menjadi nyeri.

17

6) Menasehati pasien untuk membersihkan daerah perineum setiap


hari. Periksa daerah jahitan untuk tanda-tanda perdagangan atau
pembengkakan, bila resiko infeksi besar (misalnya pada robekan
tingkat 3 dan 4 atau penjahitan tidak sepenuhnya steril), berikan
amoksilin 3 x 500 mg/hari (Depkes RI, 1999).
7) Memberikan antibiotika (ampisilin 2 gram dan metranidazol 1
gram peroral). Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila
luka tampak kotor atau dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat
tanda-tanda infeksi yang jelas (Saifudin,A.B, 2002).
l. Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Perineum
1) Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap
proses penyembuhan luka pada perineum karena penggantian
jaringan sangat membutuhkan protein.
2) Obat-obatan yaitu steroid dapat menyamarkan adanya infeksi
dengan menggangu respon inflamasi normal, antikoagulan dapat
menyebabkan hemoragi, antibiotik spektrum luas / spesifik efektif
bila diberikan segera sebelum pembedahan untuk patolagi spesifik
atau kontaminasi bakteri. Jika diberikan setelah luka ditutup, tidak
efektif karena koagulasi intrvaskular.
3) Keturunan

sifat

genetik

seseorang

akan

mempengaruhi

kemampuan dirinya dalam penyembuhan luka. Salah satu sifat


genetik yang mempengaruhi adalah kemampuan dalam sekresi

18

insulin dapat dihambat sehingga menyebabkan glukosa darah


meningkat. Dapat terjadi penipisan protein-kalori.
4) Sarana prasarana merupakan kemampuan ibu dalam menyediakan
sarana dan prasarana dalam perawatan perineum akan sangat
mempengaruhi penyembuhan perineum misalnya kemampuan ibu
dalam menyediakan antiseptik.
5) Budaya dan Keyakinan akan mempengaruhi penyembuhan
perineum misalnya kebiasaan makan telur, ikan dan daging ayam
akan

mempengaruhi

asupan

gizi

ibu

yang

akan

sangat

mempengaruhi penyembuhan luka.


m. Dampak Dari Perawatan Luka Perinium
Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat
menghindarkan hal berikut ini :
Infeksi merupakan kondisi perineum yang terkena lokia dan
lembab akan sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat
menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum.
Komplikasi merupakan munculnya infeksi pada perineum
dapat merambat pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir
yang dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung
kemih maupun infeksi pada jalan lahir.
Menurut Suwiyoga kematian ibu post partum apabila
penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya

19

kematian pada ibu post partum mengingat kondisi fisik ibu post partum
masih lemah (Setiady, 2006).
n. Infeksi luka perineum
Infeksi bisa terjadi karena ibu kurang telaten melakukan
perawatan pasca persalinan. Ibu takut menyentuh luka yang ada
diperineum sehingga memilih tidak membersihkannya padahal dalam
keadaan luka perineum rentang didatangi kuman dan bakteri sehingga
mudah terinfeksi. Gejala gejala infeksi yang dapat diamati adalah :
1) Suhu tubuh tinggi melebihi 37,50C.
2) Menggigil, pusing dan mual.
3) Keputihan.
4) Keluar cairan seperti nanah dari vagina.
5) Cairan yang keluar disertai bau yang menyengat.
6) Keluarnya cairan disertai dengan rasa nyeri.
7) Terasa nyeri diperut.
8) Perdarahan kembali banyak padahal sebelumnya sudah sedikit.
Misalnya

seminggu

sesudah

melahirkan

perdarahan

mulai

berkurang tiba-tiba darah kembali keluar banyak sekali.


4. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
(Notoatmodjo, 2007). Penginderaan terjadi melalui panca indera

20

manusia, yakni : indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa


dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga. (Notoatmodjo, 2007)
b. Pentingnya Pengetahuan (Notoatmodjo, 2007)
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Over Behaviour).
Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru didalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan
yakni:
1) Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut.
Disini sikap subjek sudah mulai timbul
3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya.
4) Trial, sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yang kehendaki oleh stimulus.
5) Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui
proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran

21

dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng
(long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Jadi,
pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam
merubah perilaku sehingga perilaku itu langgeng. (Notoatmodjo, 2007)
c. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan

yang

dicakup

didalam

domain

kognitif

mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2007), yaitu :


1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik,
dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu, "tahu" ini adalah merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain :
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan
sebagainya.
Contoh : dapat menyebutkan tanda-tanda kanker leher rahim.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara

benar

tentang

objek

yang

diketahui,

dan

dapat

menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah

22

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,


menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramaikan dan sebagainya
terhadap objek yang telah dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan
mengapa harus makan makanan yang bergizi.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang riil
(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau
penggunaan

hukum-hukum,

rumus,

metode,

prinsip

dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat


menggunakan rumus statistik dalam Penghitungan-penghitungan
hasil

penelitian, dapat

menggunakan prinsip-prinsip

siklus

pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam pemecahan


masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk Menjabarkan materi atau
objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama
lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata-kata kerja : dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

23

5) Sintesis (Syntesis)
Sintesis Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau

menghubungkan

bagian-bagian

didalam

suatu

bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu


kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi

yang

merencanakan,

ada.
dapat

Misalnya

dapat

menyusun,

meringkas,

dapat

menyesuaikan

dapat
dan

sebagainya.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan
sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin
kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatantingkatan diatas. (Notoatmodjo, 2007)
d. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku
Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme
yang bersangkutan. Perilaku manusia adalah suatu aktivitas daripada
manusia itu sendiri. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu
respon seseorang (organisme) terhadap stimulasi yang berkaitan

24

dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta


lingkungan.

Blum

(1986)

menyatakan

ada

faktor

yang

mempengaruhi derajat kesehatan pada manusia yaitu genetik


(hereditas),

lingkungan,

pelayanan

kesehatan,

dan

perilaku.

(Notoatmodjo, 2007)
Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007) ada
3 faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku individu maupun
kelompok sebagai berikut:
1) Faktor yang mempermudah (Predisposing factor) yang mencakup
pengetahuan, sikap, kepercayaan, norma sosial, dan unsur lain
yang terdapat dalam diri individu maupun masyarakat.
2) Faktor pendukung (Enabling factor) antara lain umur, status sosial
ekonomi, pendidikan, dan sumber daya manusia.
3) Faktor pendorong

(Reinforcing

factor)

yaitu

faktor

yang

memperkuat perubahan perilaku seseorang yang dikarenakan


adanya sikap suami, orang tua, tokoh masyarakat atau petugas
kesehatan.
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
1) Pengalaman
Pengetahuan

dapat

diperoleh

dari

pengalaman

baik

dari

pengalaman pribadi maupun dari pengalaman orang lain.


Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh
kebenaran suatu pengetahuan.

25

2) Ekonomi (pendapatan)
Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan
sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih lebih
tercukupi bila dibandingkan keluarga dengan status ekonomi
rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan
informasi pendidikan yang termasuk kedalam kebutuhan sekunder.
3) Lingkungan sosial ekonomi
Manusia adalah makhluk sosial dimana didalam kehidupan saling
berinteraksi satu dengan yang lainnya. Individu yang dapat
berinteraksi lebih banyak dan baik, maka akan lebih besar ia
terpapar informasi.
4) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam pemberian
respon terhadap sesuatu yang datangnya dari luar. Orang yang
berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional
terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana
keuntungan yang akan mereka dapatkan.
5) Paparan media massa atau informasi
Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik berbagai
informasi dapat diterima oleh masyarakat sehingga seseorang
yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah, dan
lain- lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak

26

dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi


media massa.
6) Akses layanan kesehatan atau fasilitas kesehatan
Mudah atau sulitnya dalam mengakses kesehatan tentunya akan
berpengaruh terhadap pengetahuan khususnya dalam hal kesehatan.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).
5. Penyuluhan
a. Pengertian
Menurut Azrul Azwar dalam (Effendy, 1998) penyuluhan
kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara
menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat
tidak saja sadar, tahu atau mengerti, tetapi juga mau dan bisa
melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.
Menurut Wood (dalam Effendy, 1998) pendidikan kesehatan
adalah sejumlah pengalaman yang berpengaruh secara menguntungkan
terhadap kebiasaan, sikap dan pengetahuan yang ada hubungannya
dengan kesehatan seseorang, masyarakat dan bangsa. Dari pengertian
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penyuluhan kesehatan adalah
kegiatan menyebarkan pesan atau pengetahaan sehingga masyarakat
menjadi lebih tahu dan mengerti serta mau dan bisa melakukan anjuran
yang ada hubungannya dengan kesehatan.

27

b. Tujuan Penyuluhan Kesehatan


Menurut Effendy (1998) tujuan penyuluhan kesehatan yaitu :
1) Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat
dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan lingkungan
sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal.
2) Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik,
mental dan sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan
kematian.
3) Menurut WHO adalah untuk merubah perilaku perseoranganan
atau masyarakat dalam bidang kesehatan.
c. Proses Pendidikan Kesehatan
Menurut Effendy (1998) di dalam kegiatan belajar terdapat tiga
persoalan pokok, yakni:
1) Masukan (input)
Persoalan masuk menyangkut subjek atau sasaran belajar itu
sendiri dengan berbagai latar belakangnya.
2) Proses
Persediaan proses adalah mekanisme atau proses terjadinya
perubahan kemampuan pada diri subjek belajar. Di dalam proses
ini terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai faktor, antara lain

28

subjek belajar, pengajar atau fasilitator belajar, metode yang


digunakan, alat bantu belajar dan materi atau bahan yang dipelajari.
3) Keluaran (output)
Keluaran merupakan hasil belajar itu sendiri, yang terdiri dari
kemampuan baru atau perubahan baru pada diri subjek belajar.
d. Sasaran Penyuluhan Kesehatan
Menurut

Effendy

(1998)

sasaran

penyuluhan

kesehatan

mencakup individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.


1) Individu
Individu yang mempunyai masalah keperawatan dan kesehatan,
yang dapat dilakukan di rumah sakit, klinik, puskesmas, rumah
bersalin, posyandu, keluarga binaan dan masyarakat binaan.
2) Keluarga
Keluarga binaan yang mempunyai masalah kesehatan dan
keperawatan yang tergolong dalam keluarga risiko tinggi,
diantaranya adalah :
a) Anggota keluarga yang menderita penyakit menular
b) Keluarga-keluarga

dengan

kondisi

sosial

ekonomi

dan

pendidikan yang rendah.


c) Keluarga-keluarga dengan masalah sanitasi lingkungan yang
buruk.
d) Keluarga-keluarga dengan keadaan gizi yang buruk.

29

e) Keluarga-keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang


banyak di luar kemampuan kapasitas keluarga.
3) Kelompok
Kelompok khusus yang menjadi sasaran dalam penyuluhan
kesehatan masyarakat, salah satunya adalah kelompok ibu nifas.
4) Masyarakat
a) Masyarakat binaan puskesmas
b) Masyarakat nelayan
c) Masyarakat pedesaan
d) Masyarakat yang datang ke institusi pelayanan kesehatan
seperti puskesmas, posyandu yang diberikan penyuluhan
kesehatan secara massal.
e) Masyarakat luas yang terkena masalah kesehatan seperti wabah
DHF, muntah berak dan sebagainya.
e. Materi
Menurut Effendy (1998) pesan yang akan disampaikan kepada
masyarakat hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan dan
keperawatan dari individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Sehingga materi yang disampaikan dapat dirasakan langsung
manfaatnya.
Materi yang disampaikan sebaiknya :
1) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti masyarakat dalam
bahasa kesehariannya.

30

2) Materi yang disampaikan tidak terlalu sulit untuk dimengerti oleh


sasaran.
3) Dalam penyampaian materi sebaiknya menggunakan alat peraga
untuk mempermudah pemahaman dan untuk menarik perhatian
sasaran.
4) Materi atau pesan yang disampaikan merupakan kebutuhan sasaran
dalam masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi.
f. Metode penyuluhan kesehatan.
Metode yang dipakai dalam penyuluhan kesehatan hendaknya
metode yang dapat mengembangkan komunikasi dua arah antara yang
memberikan penyuluhan terhadap sasaran, sehingga diharapkan tingkat
pemahaman sasaran terhadap pesan yang disampaikan akan lebih jelas
dan mudah dipahami.
Metode yang dapat digunakan dalam penyuluhan kesehatan
masyarakat dapat dikelompokkan dalam dua macam metode, yaitu :
1) Metode Didaktik
Pada metode didaktik yang aktif adalah orang yang melakukan
penyuluhan kesehatan, sedangkan sasaran bersifat pasif dan tidak
diberikan

kesempatan

untuk

ikut

serta

mengemukakan

pendapatnya atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan apapun.


Proses penyuluhan yang terjadi bersifat satu arah (one way
method), yang termasuk dalam metode ini adalah :
a) Secara langsung : ceramah

31

b) Secara tidak langsung : poster, media cetak (majalah, buletin,


surat kabar), media elektronik (radio, televisi)
2) Metode Sokratik
Menurut Effendy (1998) pada metode ini sasaran diberikan
kesempatan mengemukakan pendapat, sehingga mereka ikut aktif
dalam proses belajar mengajar, dengan demikian terbinalah
komunikasi dua arah antara yang menyampaikan pesan disatu
pihak dengan yang menerima pesan di lain pihak (two way metod).
Yang termasuk dalam metode ini adalah :
a) Langsung: diskusi, curah pendapat, demonstrasi, simulasi,
bermain peran (role playing), sosiodrama, simposium, seminar,
studi kasus, dan sebagainya.
b) Tidak langsung: penyuluhan kesehatan melalui telepon, satelit
komunikasi (Effendy, 1998).
Sedangkan menurut Notoatmodjo

(2003) metode pendidikan

kesehatan dikelompokkan menjadi 3, yaitu :


1) Metode Pendidikan Individual (Perorangan)
Metode ini digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina
seseorang yang mulai tertarik kepda suatu perubahan-perubahan
perilaku atau inovasi.
2) Metode Pendidikan Kelompok
Dalam memilih metode pendidikan kelompok, harus diingat
besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal dari

32

sasaran. Untuk kelompok yang besar metodenya akan lain dengan


kelompok yang lebih kecil. Efektivitas suatu metode akan
tergantung pula pada besarnya sasaran pendidiakan.
3) Metode Pendidikan Massa
Metode

pendidikan

(pendekatan)

massa

cocok

untuk

mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada


masyarakat. Oleh karena sasaran pendidikan ini bersifat umum,
dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin,
pekerjaan, status sosial

ekonomi, tingkat

pendidikan dan

sebagainya, maka pesan-pesan kesehatan yang akan disampaikan


harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh
massa tersebut.
g. Alat Bantu Penyuluhan Kesehatan
1) Pengertian
Alat bantu pendidikan adalah alat-alat yang digunakan oleh
pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran. Alat
bantu ini sering disebut sebagai alat peraga karena berfungsi untuk
membantu

dan

memperagakan

sesuatu

pendidikan/pengajaran.
2) Manfaat
a) Menimbulkan minat sasaran pendidikan
b) Mencapai sasaran yang lebih banyak

33

di

dalam

proses

c) Membantu

dan

mengatasi

banyak

hambatan

dalam

pemahaman.
d) Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesanpesan yang diterima pada orang lain.
e) Mempermudah penyampaian bahan pendidikan/informasi oleh
para pendidik/pelaku pendidikan.
f) Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan.
g) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih
mendalami, dan akhirnya medapat pengertian yang lebih baik.
h) Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.
3) Macam-macam alat bantu pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2003) pada garis besar hanya ada tiga
macam alat bantu pendidikan (alat peraga) yaitu :
a) Alat bantu lihat (visual aids) yaitu alat yang dapat membantu
untuk menstimulasi indera mata (penglihatan) pada waktu
terjadinya proses pendidikan.
b) Alat-alat bantu dengar (audio aids) yaitu alat yang dapat
membantu untuk menstimulasikan indera pendengar pada
waktu proses penyampaian bahan pendidikan/pengajaran.
Misalnya : piring hitam, radio, pita suara, dan sebagainya.
c) Alat bantu lihat dengar, seperti televisi, radio cassette. Alat-alat
bantu pendidikan ini lebih dikenal dengan Audio Visual Aids
(AVA).

34

Disamping pembagian tersebut, alat peraga juga dapat dibedakan


menjadi dua macam menurut pembuatannya dan penggunaannya,
yaitu:
a) Alat peraga yang complicated (rumit) seperti film-film strip
slide dan sebagainya yang memerlukan listrik dan proyektor.
b) Alat peraga yang sederhana, yang mudah dibuat sendiri,
dengan bahan-bahan setempat yang mudah diperoleh seperti
bambu, karton, kaleng bekas, bekas koran dan sebagainya.
4) Sasaran yang dicapai alat bantu pendidikan
a) Yang perlu diketahui tentang sasaran, antara lain :
(1). Individu atau kelompok.
(2). Kategori-kategori

sasaran

seperti

kelompok

umur,

pendidikan, pekerjaan dan sebagainya.


(3). Bahasa yang mereka gunakan.
(4). Adat istiadat serta kebiasaan.
(5). Minat dan perhatian.
(6). Pengetahuan dan pengalaman mereka tentang pesan yang
akan diterima.
b) Tempat memasang (menggunakan) alat-alat bantu/peraga :
(1). Di dalam keluarga, antara lain di dalam kesempatan
kunjungan rumah, waktu menolong persalinan dan merawat
bayi, atau menolong orang sakit, dan sebagainya.
(2). Di masyarakat misalnya pada waktu perayaan hari-hari

35

besar, arisan-arisan, pengajian dan sebagainya serta juga


dipasang di tempat-tempat umum yang strategis.
(3). Di instansi-instansi, antara lain puskesmas, rumah sakit,
kantor-kantor, sekolah-sekolah dan sebagainya.
c) Alat-alat

bantu/peraga

tersebut

sedapat

mungkin

dapat

dipergunakan oleh:
(1). Petugas-petugas puskesmas/kesehatan.
(2). Kader kesehatan.
(3). Guru-guru sekolah dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya.
(4). Pamong desa.
h. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Penyuluhan
Menurut Effendy (1998) banyak faktor yang mempengaruhi
keberhasilan suatu penyuluhan kesehatan masyarakat, apakah itu dari
penyuluh, sasaran atau dalam proses penyuluhan itu sendiri.
1) Faktor penyuluh
a) Kurang persiapan
b) Kurang menguasai materi yang akan dijelaskan
c) Penampilan kurang meyakinkan sasaran
d) Bahasa yang digunakan kurang dapat dimengerti oleh sasaran
karena terlalu banyak menggunakan istilah-istilah asing.
e) Suara terlalu kecil dan kurang dapat didengar.
f) Penyampaian materi penyuluhan terlalu monoton sehingga
membosankan.

36

2) Faktor Sasaran
a) Tingkat pendidikan terlalu rendah sehingga sulit mencerna
pesan yang disampaikan.
b) Tingkat sosial ekonomi terlalu rendah
c) Kepercayaan dan adat kebiasaan yang telah tertanam sehingga
sulit untuk mengubah.
d) Kondisi lingkungan tempat tinggal sasaran yang tidak mungkin
terjadi perubahan perilaku.
3) Faktor Proses dalam Penyuluhan
a) Waktu penyuluhan tidak sesuai dengan waktu yang diinginkan
sasaran.
b) Tempat penyuluhan dilakukan dekat dengan tempat keramaian.
c) Jumlah sasaran yang mendengarkan penyuluhan terlalu banyak
sehingga sulit untuk menarik perhatian dalam memberikan
penyuluhan.
d) Alat peraga dalam memberikan penyuluhan kurang dapat
mempermudah pemahaman sasaran.
e) Metode yang digunakan kurang tepat.
f) Bahasa yang dipergunakan kurang dimengerti oleh sasaran.

37

B. Kerangka Teori
Paparan informasi
petugas

Interverensi
pendidikan kesehatan,
penyuluhan

Media
Paparan info keluarga

Proses terjadinya
pengetahuan :
1. Kesadaran
2. Merasa tertarik
3. Menimbang
nimbang
4. Mencoba
5. Melakukan

Pengetahuan

Latar belakang
pendidikan

Sumber info lain

Gambar 2.1 Kerangka Teori penelitian pengetahuan ibu nifas tentang perawatan
luka perineum.
Sumber :: Notoatmodjo, 2003

38

C. Kerangka Konsep

Penyuluhan

Pengetahuan

Variabel Independen

Variabel Dependent

Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian perbedaan pengetahuan ibu nifas


tentang perawatan luka perineum sebelum dan sesudah
penyuluhan

D. Hipotesis
Ada perbedaan pengetahuan ibu nifas tentang perawatan luka
perineum sebelum dan sesudah diberi penyuluhan .

39

Anda mungkin juga menyukai