TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Masa nifas
a. Pengertian
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat alat kandungan kembali seperti
pra hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 8 minggu (Mochtar, 2002).
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa dimulai setelah
partus selesai, dan berakhir setelah kira kira 6 minggu
(Wiknjosastro, 2005).
Masa nifas (puerperium) adalah masa dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil selama 6 minggu (Saifudin, A.B 2002).
b. Periode nifas
Menurut Rustam Mochtar nifas dibagi menjadi 3 periode :
1) Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan jalan,
2) Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat alat
genetalia yang lama 6 8 minggu,
3) Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna terutama
bila
selama hamil
atau waktu
TFU
Berat uterus
Bayi lahir
Setinggi pusat
1000 gram
Uri lahir
750 gram
1 minggu
500 gram
2 minggu
350 gram
6 minggu
Bertambah kecil
50 gram
8 minggu
Sebesar normal
30 gram
rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2 3 jari dan setelah
7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada
waktu persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur angsur
menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus ke
belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamentum rotundum
menjadi kendor.
2) Perubahan Psikologi
Gangguan psikologis yang sering terjadi pada masa nifas
meliputi :
a) Post
partum
blues
adalah
merupakan
kesedihan
atau
10
11
c. Etiologi
1) Penyebab Maternal
a) Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong,
b) Pasien tidak mampu berhenti mengejan,
c) Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan
fundus yang berlebihan,
d) Edema dan kerapuhan pada perineum.
2) Faktor Janin
a) Bayi besar,
b) Posisi kepala yang abnormal,
c) Kelahiran bokong,
d) Ekstraksi forcep yang sukar
e) Distosia bahu.
d. Klasifikasi laserasi perineum menurut Wiknjosastro, (2005).
1) Robekan derajat 1
Meliputi mukosa vagina, kulit perineum tepat dibawahnya.
Umumnya robekan tingkat 1 dapat sembuh sendiri penjahitan tidak
diperlukan jika tidak perdarahan dan menyatu dengan baik.
2) Robekan derajat 2
Meliputi mucosa vagina, kulit perineum dan otot perineum.
Perbaikan luka dilakukan setelah diberi anestesi lokal kemudian
otot-otot diafragma urogenitalis dihubungkan di garis tengah
12
dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum
ditutupi dengan mengikut sertakan jaringan jaringan dibawahnya.
3) Robekan derajat 3
Meliputi mucosa vagina, kulit perineum, otot perineum dan
otot spingterani eksternal. Pada robekan partialis denyut ketiga
yang robek hanyalah spingter pada robekan yang total spingter
recti terpotong dan laserasi meluas sehingga dinding anterior
rectum dengan jarak yang bervariasi. Keadaan ini disebut dengan
robekan derajat keempat.
Perbaikan pada robekan tingkat tiga harus dilakukan
dengan teliti mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit
kemudian pada muskulus spingter ani eksternus yang robek dijahit.
Selanjutnya dilakukan penutupan robekan seperti diuraikan untuk
robekan perineum derajat dua. Untuk mendapatkan hasil yang baik
harus diberikan terapi pada robekan perineum total dan perlu
diadakan penanganan pasca pembedahan yang sempurna.
e. Perawatan luka perineum
Perawatan luka perineum adalah membersihkan daerah vulva
dan perineum pada ibu yang telah melahirkan sampai 42 hari pasca
salin dan masih menjalani rawat inap di rumah sakit (Wiknjosastro,
2005).
Menurut Halminton perawatan perineum adalah pemenuhan
kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva
13
dan anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran placenta sampai
dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil
(Setiady, 2006).
f. Lingkup Perawatan
Menurut Feerer lingkup perawatan perineum ditujukan untuk
pencegahan infeksi organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh
masuknya mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang terbuka
atau akibat dari perkembangbiakan bakteri pada peralatan penampung
(pembalut) lochea (Setiady, 2006).
Sedangkan menurut Hamilton, lingkup perawatan perineum
adalah Mencegah kontaminasi dari rektum, menangani dengan lembut
pada jaringan yang terkena trauma, bersihkan semua keluaran yang
menjadi sumber bakteri dan bau (Setiady, 2006).
g. Waktu Perawatan
Menurut Feerer waktu perawatan perineum adalah
1) Saat mandi
Pada saat mandi ibu post partum pasti melepas pembalut
setelah terbuka maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri
pada cairan yang tertampung pada pembalut untuk itu maka perlu
dilakukan penggantian pembalut demikian pula pada perineum ibu
untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
14
15
j. Cara kerja
1) Melakukan cuci tangan.
2) Mengatur posisi ibu yang nyaman jika di tempat tidur posisi semi
fowler / fowler, lutut ditekuk.
3) Membuka baju bagian bawah.
4) Membersihkan paha bagian atas dan keringkan (kiri dan kanan).
5) Bersihkan lipatan bagian atas (labia mayora) dengan tangan kiri
menarik lipatan ke atas, tangan kanan membersihkan dengan hatihati lipatan vulva. Usap dari perineum ke arah atas, ulangi pada sisi
yang berlawanan.
6) Regangkan lipatan bagian atas (labia mayora) dengan tangan kiri.
Tangan kanan yang lain membersihkan dari area bagian atas
lipatan (pubis) ke lubang tempat buang air besar (anus) dengan satu
kali usapan gunakan kapas yang berbeda. Area yang dibersihkan
yaitu lipatan bagian dalam (labia minora, kriteria dan oripicium
vagina).
7) Tuangkan air hangat ke area perineum dan keringkan.
8) Merubah posisi dengan posisi miring.
9) Bersihkan area anus dari kotoran dan feses jika ada bersihkan dari
arah depan (vagina) ke belakang (anus) dengan satu ucapan ulangi
dengan kapas yang berbeda sampai bersih.
10) Keringkan dengan handuk. Pasang pembalut pada celana dalam..
16
11) Celupkan pada kasa steril ke dalam larutan betadine, peras dan
tempelkan di daerah perineum (bila ada jahitan) atau bila ada salep
dioleskan.
12) Pasang celana dalam yang sudah dipasang pembalut, kemudian
dirapikan.
13) Pakai pakaian dalam.
14) Cuci tangan.
k.
17
sifat
genetik
seseorang
akan
mempengaruhi
18
mempengaruhi
asupan
gizi
ibu
yang
akan
sangat
19
kematian pada ibu post partum mengingat kondisi fisik ibu post partum
masih lemah (Setiady, 2006).
n. Infeksi luka perineum
Infeksi bisa terjadi karena ibu kurang telaten melakukan
perawatan pasca persalinan. Ibu takut menyentuh luka yang ada
diperineum sehingga memilih tidak membersihkannya padahal dalam
keadaan luka perineum rentang didatangi kuman dan bakteri sehingga
mudah terinfeksi. Gejala gejala infeksi yang dapat diamati adalah :
1) Suhu tubuh tinggi melebihi 37,50C.
2) Menggigil, pusing dan mual.
3) Keputihan.
4) Keluar cairan seperti nanah dari vagina.
5) Cairan yang keluar disertai bau yang menyengat.
6) Keluarnya cairan disertai dengan rasa nyeri.
7) Terasa nyeri diperut.
8) Perdarahan kembali banyak padahal sebelumnya sudah sedikit.
Misalnya
seminggu
sesudah
melahirkan
perdarahan
mulai
20
21
dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng
(long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Jadi,
pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam
merubah perilaku sehingga perilaku itu langgeng. (Notoatmodjo, 2007)
c. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan
yang
dicakup
didalam
domain
kognitif
benar
tentang
objek
yang
diketahui,
dan
dapat
22
hukum-hukum,
rumus,
metode,
prinsip
dan
penelitian, dapat
menggunakan prinsip-prinsip
siklus
23
5) Sintesis (Syntesis)
Sintesis Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau
menghubungkan
bagian-bagian
didalam
suatu
bentuk
yang
merencanakan,
ada.
dapat
Misalnya
dapat
menyusun,
meringkas,
dapat
menyesuaikan
dapat
dan
sebagainya.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan
sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin
kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatantingkatan diatas. (Notoatmodjo, 2007)
d. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku
Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme
yang bersangkutan. Perilaku manusia adalah suatu aktivitas daripada
manusia itu sendiri. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu
respon seseorang (organisme) terhadap stimulasi yang berkaitan
24
Blum
(1986)
menyatakan
ada
faktor
yang
lingkungan,
pelayanan
kesehatan,
dan
perilaku.
(Notoatmodjo, 2007)
Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007) ada
3 faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku individu maupun
kelompok sebagai berikut:
1) Faktor yang mempermudah (Predisposing factor) yang mencakup
pengetahuan, sikap, kepercayaan, norma sosial, dan unsur lain
yang terdapat dalam diri individu maupun masyarakat.
2) Faktor pendukung (Enabling factor) antara lain umur, status sosial
ekonomi, pendidikan, dan sumber daya manusia.
3) Faktor pendorong
(Reinforcing
factor)
yaitu
faktor
yang
dapat
diperoleh
dari
pengalaman
baik
dari
25
2) Ekonomi (pendapatan)
Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan
sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih lebih
tercukupi bila dibandingkan keluarga dengan status ekonomi
rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan
informasi pendidikan yang termasuk kedalam kebutuhan sekunder.
3) Lingkungan sosial ekonomi
Manusia adalah makhluk sosial dimana didalam kehidupan saling
berinteraksi satu dengan yang lainnya. Individu yang dapat
berinteraksi lebih banyak dan baik, maka akan lebih besar ia
terpapar informasi.
4) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam pemberian
respon terhadap sesuatu yang datangnya dari luar. Orang yang
berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional
terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana
keuntungan yang akan mereka dapatkan.
5) Paparan media massa atau informasi
Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik berbagai
informasi dapat diterima oleh masyarakat sehingga seseorang
yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah, dan
lain- lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak
26
27
28
Effendy
(1998)
sasaran
penyuluhan
kesehatan
dengan
kondisi
sosial
ekonomi
dan
29
30
kesempatan
untuk
ikut
serta
mengemukakan
31
32
pendidikan
(pendekatan)
massa
cocok
untuk
ekonomi, tingkat
pendidikan dan
dan
memperagakan
sesuatu
pendidikan/pengajaran.
2) Manfaat
a) Menimbulkan minat sasaran pendidikan
b) Mencapai sasaran yang lebih banyak
33
di
dalam
proses
c) Membantu
dan
mengatasi
banyak
hambatan
dalam
pemahaman.
d) Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesanpesan yang diterima pada orang lain.
e) Mempermudah penyampaian bahan pendidikan/informasi oleh
para pendidik/pelaku pendidikan.
f) Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan.
g) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih
mendalami, dan akhirnya medapat pengertian yang lebih baik.
h) Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.
3) Macam-macam alat bantu pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2003) pada garis besar hanya ada tiga
macam alat bantu pendidikan (alat peraga) yaitu :
a) Alat bantu lihat (visual aids) yaitu alat yang dapat membantu
untuk menstimulasi indera mata (penglihatan) pada waktu
terjadinya proses pendidikan.
b) Alat-alat bantu dengar (audio aids) yaitu alat yang dapat
membantu untuk menstimulasikan indera pendengar pada
waktu proses penyampaian bahan pendidikan/pengajaran.
Misalnya : piring hitam, radio, pita suara, dan sebagainya.
c) Alat bantu lihat dengar, seperti televisi, radio cassette. Alat-alat
bantu pendidikan ini lebih dikenal dengan Audio Visual Aids
(AVA).
34
sasaran
seperti
kelompok
umur,
35
bantu/peraga
tersebut
sedapat
mungkin
dapat
dipergunakan oleh:
(1). Petugas-petugas puskesmas/kesehatan.
(2). Kader kesehatan.
(3). Guru-guru sekolah dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya.
(4). Pamong desa.
h. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Penyuluhan
Menurut Effendy (1998) banyak faktor yang mempengaruhi
keberhasilan suatu penyuluhan kesehatan masyarakat, apakah itu dari
penyuluh, sasaran atau dalam proses penyuluhan itu sendiri.
1) Faktor penyuluh
a) Kurang persiapan
b) Kurang menguasai materi yang akan dijelaskan
c) Penampilan kurang meyakinkan sasaran
d) Bahasa yang digunakan kurang dapat dimengerti oleh sasaran
karena terlalu banyak menggunakan istilah-istilah asing.
e) Suara terlalu kecil dan kurang dapat didengar.
f) Penyampaian materi penyuluhan terlalu monoton sehingga
membosankan.
36
2) Faktor Sasaran
a) Tingkat pendidikan terlalu rendah sehingga sulit mencerna
pesan yang disampaikan.
b) Tingkat sosial ekonomi terlalu rendah
c) Kepercayaan dan adat kebiasaan yang telah tertanam sehingga
sulit untuk mengubah.
d) Kondisi lingkungan tempat tinggal sasaran yang tidak mungkin
terjadi perubahan perilaku.
3) Faktor Proses dalam Penyuluhan
a) Waktu penyuluhan tidak sesuai dengan waktu yang diinginkan
sasaran.
b) Tempat penyuluhan dilakukan dekat dengan tempat keramaian.
c) Jumlah sasaran yang mendengarkan penyuluhan terlalu banyak
sehingga sulit untuk menarik perhatian dalam memberikan
penyuluhan.
d) Alat peraga dalam memberikan penyuluhan kurang dapat
mempermudah pemahaman sasaran.
e) Metode yang digunakan kurang tepat.
f) Bahasa yang dipergunakan kurang dimengerti oleh sasaran.
37
B. Kerangka Teori
Paparan informasi
petugas
Interverensi
pendidikan kesehatan,
penyuluhan
Media
Paparan info keluarga
Proses terjadinya
pengetahuan :
1. Kesadaran
2. Merasa tertarik
3. Menimbang
nimbang
4. Mencoba
5. Melakukan
Pengetahuan
Latar belakang
pendidikan
Gambar 2.1 Kerangka Teori penelitian pengetahuan ibu nifas tentang perawatan
luka perineum.
Sumber :: Notoatmodjo, 2003
38
C. Kerangka Konsep
Penyuluhan
Pengetahuan
Variabel Independen
Variabel Dependent
D. Hipotesis
Ada perbedaan pengetahuan ibu nifas tentang perawatan luka
perineum sebelum dan sesudah diberi penyuluhan .
39