b. Gangguan Sirkulasi
Lesi plasenta yang paling sering dijumpai, walaupun sebabnya
berbeda-beda, secara kolektif mengarah pada infark plasenta. Gambaran
histopatologik yang utama antara lain meliputi degenerasi fibrinoid
trofoblas, kalsifikasi, dan infark iskemik akibat oklusi arteri-arteri spiralis.
Sampai seperempat plasenta pada kehamilan aterm non-komplikata
memiliki lesi-lesi infark. Insiden ini jauh lebih tinggi pada perempuan
dengan penyakit hipertensi (Gant, 2010).
Fokus-fokus degenerasi subkorionik dan marginal kecil dijumpai
pada semua plasenta. Lesi-lesi ini hanya bermakna secara klinis jika
jumlahnya banyak, yang dalam kondisi ini dapat mengganggu fungsi
sebagian besar plasenta sehingga sangat menghambat nutrisi janin dan
kadang menyebabkan kematian janin (Gant, 2010).
Kalsifikasi Plasenta
Nodus atau plak kalkareosa kecil sering dijumpai di permukaan
maternal plasenta dan kadang-kadang sedemikian banyak sehingga organ
ini teraba seperti kertas amplas yang kasar. Karena luasnya perubahan
degeneratif
pada
plasenta
matur,
adanya
kalsifikasi
tidaklah
c. Penyakit Amnion
Perubahan
warna
hijau-kecoklatan
pada
selaput
ketuban
ke
korion,
gambaran
mikroskopis
yang
disebut
Insiden
Hidramnion ringan sampai sedang (2 3 liter) agak sering dijumpai,
tetapi hidramnion yang lebih besar jarang ditemukan. Karena kesulitan
mengumpulkan seluruh cairan amnion, diagnosis biasanya berdasarkan
pada gambaran klinis atau pada perkiraan sonografik. Dengan demikian,
kekerapan diagnosis berbeda-beda karena pemeriksa yang berbeda-beda
(Gant, 2010).
Hidramnion sering berkaitan dengan malformasi janin, terutama
kelainan susunan saraf pusat dan saluran pencernaan. Sebagai contoh,
hidramnion menyertai sekitar separuh kasus anensefalus dan atresia
esofagus. Insiden hidramnion juga meningkat pada kehamilan yang
dipersulit oleh diabeter atau hidropsimun dan nonimun. Kelebihan cairan
amnion sering terjadi pada kehamilan kembar dua, dan lebih sering serta
biasanya lebih berat pada kembar dua monozigotit daripada dizigotik
(Gant, 2010).
Etiologi
Gejala
Gejala yang terjadi terutama disebabkan oleh tekanan pada organorgan di dalam dan di sekitar uterus yang meregang. Peregangan
berlebihan dapat menyebabkan dispnea berat dan pada kasus yang ekstrem
ibu hanya dapat bernapas sewaktu posisi duduk. Edema sering terjadi
terutama di ekstremitas bawah, vulva, dan dinding abdomen akibat
penekanan sistem vena utama oleh uterus yang sangat besar. Walaupun
jarang, dapat terjadi oliguria berat akibat obstruksi ureter oleh uterus yang
sangat besar. Pada hidramnion kronik, penimbunan cairan berlangsung
secara bertahap dan perempuan yang bersangkutan dapat menoleransi
peregangan abdomen tanpa banyak mengalami kesulitan. Namin, pada
hidramnion akut, peregangan dapat menyebabkan gejala-gejala yang
mengganggu. Hidramnion akut, cenderung terjadi pada usia kehamilan
lebih dini daripada hidramnion kronik sering dimulai sejak 16 20
minggu dan proses ini dapat dengan cepat mengubah uterus hipertonik
menjadi berukuran sangat besar (Gant, 2010).
Diagnosis
Pembesaran uterus yang disertai dengan kesulitan dalam memalpasi
bagian-bagian kecil janin dan mendengar bunyi jantung janin merupakan
tanda diagnostik utama pada hidramnion. Pada kasus yang parah, dinding
uterus menjadia sedemikian tegang sehingga tidak memungkinkan
memalpasi bagian-bagian janin. Temuan seperti ini mengharuskan
Pengobatan
Hidramnion derajat ringan jarang memerlukan pengobatan. Bahkan
hidramnion derajat sedang termasuk kasus-kasus ketika ibu yang
bersangkutan merasa tidak nyaman biasanya dapat diatasi tanpa intervensi
sampai tiba saat partus atau sampai selaput ketuban pecah spontan. Jika
timbul dispnea atau nyeri abdomen atau jika pergerakan menjadi sulit,
pasien perlu dirawat-inapkan (Gant, 2010).
Tidak ada pengobatan yang memuaskan untuk hidramnion simtomatik
selain pengeluaran sebagian cairan amnion. Amniosentesis dapat
dilakukan untuk mengurangi distres ibu, dan sampai tahap itu tindakan ini
berhasil sementara waktu (Gant, 2010).
(2) Oligohidramnion
Pada keadaan yang jarang, volume cairan amnion dapat turun di bawah
batas normal dan kadang-kadang berkurang sampai hanya beberapa
mililiter cairan kental. Penyebab kelainan ini tidak diketahui secara pasti.
Jumlah cairan amnion yang sangat sedikit relatif sering dijumpai pada
kehamilan yang terus berlanjut selama beberapa minggu setelah aterm.
Resiko kompresi tali pusat dan selanjutnya distres janin meningkat sebagai
konsekuensi sedikitnya volume cairan (Gant, 2010).
Oligohidramnion hampir selalu jelas tampak jika terdapat obstruksi
saluran kemih janin atau agenesis ginjal. Dengan demikian, anuria pasti
memiliki peran etiologik pada kasus-kasus oligohidramnion tersebut.
Kebocoran kronik dari suatu defek di selaput ketuban dapat mengurangi
volume cairan amnion, tetapi pada umumnya tidak lama kemudian terjadi
partus. Oligohidramnion pada awal kehamilan biasanya berkaitan dengan
prognosis janin yang buruk, baik sebagai penyebabnya maupun sebagai
akibatnya. Jika cairan amnion sedikit, sering terjadi hipoplasia paru (Gant,
2010).
e. Kelainan Tali Pusat
Panjang tali pusat (korda umbilikalis, funis) sangat bervariasi,
dengan rat-rata sekitar 55 cm. Panjang tali pusat yang ekstrem dalam
keadaan abnormal berkisar dari tanpa tali pusat (akordia) hingga mencapai
300 cm. Oklusi vaskular oleh trombus dan simpul sejati lebih sering terjadi
pada tali pusat yang terlalu panjang, demikian juga kemungkinan untuk
prolaps melalui serviks. Walaupun jarang, tali pusat yang terlalu pendek
menjadi pemicu abrupsio plasenta dan inversi uterus. Tali pusat juga dapat
mengalami
ruptur
disertai
perdarahan
intrafunikulus
yang dapat
Vasa Previa
Pada vasa previa, sebagian pembuluh janin di membran dengan
insersi vilamentosa melewati daerah ostium internum dan menempati
posisi di bagian terbawah janin. Vasa previa mengisyaratkan adanya
bahaya yang cukup besar bagi janin karena pecahnya ketuban dapat
disertai oleh ruptur pembuluh yang menyebabkan eksanguinasi (Gant,
2010).
DAFTAR PUSTAKA
Gant, N. 2010. Dasar-dasar Ginekologi & Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta