Kelelahan Otot Rangka
Kelelahan Otot Rangka
kerusakan
inilah
yang
biasanya
diistilahkan
dengan
keluhan
faktor tersebut di atas juga karena faktor-faktor antara lain umur, jenis kelamin,
ukuran anthropometri, kesegaran jasmani, sosial dan mental (Susetyo,dkk., 2008).
Kelelahan umum dapat diakibatkan oleh efek dari berbagai stress berupa
monotony, intensitas atau durasi dari beban kerja mental atau mental dan fisik,
iklim lingkungan termasuk penerangan dan kebisingan, penyebab mental berupa
tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik-konflik, penyakit dan perasaan sakit
dan faktor nutrisi yang dialami sepanjang hari kerja berakumulasi pada organisme
dan secara bertahap meningkatkan perasaan lelah dimana perasaan lelah ini
merupakan keadaan yang dapat dihilangkan dengan berbaring dan istirahat
(Susetyo,dkk., 2008).
Kondisi kelelahan pada pekerja perlu diukur agar dapat dilakukan upayaupaya penanggulangan secara dini dan lebih rasional. Dengan mengetahui lebih
awal kondisi kelelahan pada pekerja mengalami fatigue accumulation maupun
kelelahan kronis yang dapat terjadi akibat pemulihan tidak memadai.
Dari
beberapa literatur dikatakan bahwa sampai saat ini tidak ada suatu campuran yang
dapat mengukur secara langsung suatu kelelahan itu sendiri. Untuk membuat
interpretasi dari hasil-hasil pemeriksaan agar lebih reliabel, saat ini dalam
beberapa studi dapat dipakai kombinasi dari bebrapa indikatordari kelelahan
(Susetyo,dkk., 2008).
Menurut Susetyo,dkk. (2008), ada beberapa cara yang saat ini dipakai untuk
mengetahui kelelahan, yang sifatnya hanya mengukur manifestasi-manifestasi
atau indikator-indikator kelelahan yaitu :
a. Kualitas dan kuantitas dari penampilan kerja
b. Mencatat persepsi subyektif dari kelelahan
c. EEG (Electroencepalhography)
d. Uji flicker fusion
e. The Blink Apparatus
f. Tes Psikomotor. Tes ini mengukur fungsi-fungsi yang melibatkan persepsi,
interpretasi dan reaksi motorik: simple dan selektif reaction times test,
tachistoscopic test.
g. Tes mental : aritmatic problem, tes konsentrasi misalnya tes Bourdon
wiersma.
Meskipun ada banyak macam alat ukur untuk mengevaluasi kelelahan seperti
disebutkan diatas, jenis alat ukur (tes) yang mudah untuk dilakukan adalah
kuesioner yang mencatat persepsi subyektif dari kelelahan umum (the subyektif
sysmtoms test yang terdiri dari 30 item gejala kelelahan umum). Kuesioner 30-an
item gejala kelelahan umum diadopsi dari IFRC (Industrial Fatigue Research
Commitee Of Japanese Association Of Industrial Health) yang dibuat pada tahun
1967. Disosialisasikan dan dimuat dalam Prosiding Symposium on Methodology
of Fatgue Assesment. Symposium ini diadakan di Kyoto Jepang pada tahun 1969.
Sepuluh item pertama mengindikasikan adanya pelemahan aktifitas, 10 item
kedua pelemahan motifasi kerja dan 10 item ketiga atau terakhir mengindikasikan
kelelahan fisik atau kelelahan pada bagian tubuh (Susetyo,dkk., 2008).
Semakin tinggi frekuensi gejala kelelahan muncul dapat diartikan semakin
besar pula tingkat kelelahan. Dikatakan bahwa kelemahan dari kuesioner ini
adalah tidak dilakukannya evaluasi terhadap setiap item pertanyaan secara
tersendiri. Kuesioner ini kemudian dikembangkan dimana jawaban jawaban
kuesioner diskoring sesuai empat skala Likert. Interpretasi dibuat berdasrkan skor
yang akan didapat. Kategori tidak lelah ditentukan jika skor yang diperoleh lebih
kecil dari 40. Kategori lelah ditentukan dari skor total lebih besar atau sama
dengan 40. Dalam studi-studi eksperimen interpretasi biasanya dibuat hanya
berdasarkan adanya perbedaan skor sebelum dan sesudah suatu perlakuan
(Susetyo,dkk., 2008).
Faktor Resiko Sikap Kerja Terhadap Gangguan Muskuloskeletal
Sikap kerja yang sering dilakukan oleh manusia dalam melakukan
pekerjaan antara lain berdiri, duduk, membungkuk, jongkok, berjalan, dan lainlain. Sikap kerja tersebut dilakukan tergantung dari kondisi dari sistem kerja yang
ada. Jika kondisi sistem kerjanya yang tidak sehat akan menyebabkan kecelakaan
kerja, karena pekerja melakukan pekerjaan yang tidak aman. Menurut Bridger
(1995) dalam Astuti (2007), sikap kerja yang salah, canggung, dan di luar
kebiasaan akan menambah resiko cidera pada bagian sistem muskuloskeletal.
Salah satu sikap kerja yang tidak nyaman untuk diterapkan dalam pekerjaan
adalah membungkuk. Posisi ini tidak menjaga kestabilan tubuh ketika bekerja.
Pekerja mengalami keluhan nyeri pada bagian punggung bagian bawah bila
dilakukan secara berulang dan periode yang cukup lama. Sikap kerja
membungkuk dapat menyebabkan slipped disk, bila dibarengi dengan
pengangkatan beban berlebih. Prosesnya sama dengan sikap kerja membungkuk,
tetapi akibat tekanan yang berlebih menyebabkan ligamen pada sisi belakang
lumbar rusak dan penekanan pembuluh syaraf. Kerusakan ini disebabkan oleh
keluarnya material pada akibat desakan tulangbelakang bagian lumbar (Astuti,
2007).
3. Sikap Kerja Duduk Statis
Sikap kerja duduk di kursi menghadap meja kerja, dimana kerja dilakukan
dengan menggunakan tangan dan mata yang membutuhkan ketrampilan khusus
termasuk sikap kerja statis dalam waktu yang relatif lama dibandingkan sikap
kerja yang dinamis. Semua aktifitas kerja otot ini dilakukan oleh sekelompok otototot secara simultan yang dikoordinasikan oleh saraf baik saraf pusat maupun
perifer secara efisien dan menimbulkan keterampilan tertentu. Kekuatan
maksimum otot atau kelompok otot tergantung dari umur, jenis kelamin,
konstitusi tubuh, latihan dan motivasi. Beban statis pada otot merupakan sebab
utama nyeri dan lelah oleh karena itu tata ruang sikap kerja harus dibuat
sedemikian rupa sehingga beban kerja seminimal mungkin. Menurut Grandjean
(1998) dalam Susetyo,dkk. (2008), ada tujuh petunjuk ergonomis yang membuat
beban minimized adalah:
1) Mencegah semua bentuk sikap kerja yang tidak alamiah, misalnya badan
selalu membungkuk, kepala lebih banyak menoleh kesamping daripada ke depan.
2) Mencegah tangan atau lengan terlalu lama pada posisi ke depan atau ke
samping. Misalnya: operator yang mengoperasikan mesin yang sedang berjalan.
3) Kerja duduk yang terlalu lama.
4) Gerak satu tangan/lengan yang statis, merupakan beban otot.
5) Lingkungan kerja dengan meja. Jarak mata dengan pekerjaan harus baik,
jangan terlalu dekat.
6) Alat-alat yang dipakai kerja harus mudah dijangkau bila perlu. Jarak dengan
mata dan alat-alat tadi adalah 25-30 cm.
7) Kerja dengan tangan dapat dipergunakan penopang di bawah lengan dan
siku.
4. Pengangkatan Beban
Kegiatan ini menjadi penyumbang terbesar terjadinya kecelakaan kerja pada
bagian punggung. Pengangkatan beban yang melebihi kadar dari kekuatan
manusia menyebabkan penggunaan tenaga yang lebih besar pula atau over
exertion. Adapun pengangkatan beban akan berpengaruh pada tulang belakang
bagian lumbar. Pada wilayah ini terjadi penekanan pada bagian L5/SI (lempeng
antara lumbarke-5 dan sacral ke-1). Penekanan pada daerah ini mempunyai batas
tertentu untuk menahan tekanan. Invetebratal disc
7. Menarik Beban
Kegiatan ini biasanya tidak dianjurkan sebagai metode pemindahan beban,
karena beban sulit untuk dikendalikan dengan anggota tubuh. Beban dengan
mudah akan tergelincir keluar dan melukai pekerjanya. Kesulitan yang lain adalah
pengawasan beban yang dipindahkan serta perbedaan jalur yang dilintasi. Menarik
beban hanya dilakukan pada jarak yang pendek dan bila jarak yang ditempuh
lebih jauh biasanya beban didorong ke depan (Astuti, 2007).
Fisiologi Kerja
Fisiologi kerja adalah studi tentang fungsi organ manusia yang
dipengaruhi stress otot. Saat seseorang melakukan kerja fisik diperlukan gaya
otot, dan aktivitas otot ini memerlukan energi dimana suplai energi memberi
beban kepada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskular. Sistem pernafasan
dibebani oleh kerja fisik karena adanya peningkatan ventilation (inhalation
exhalation) untuk mensuplai kebutuhan oksigen pada otot yang melakukan
pekerjaan. Sedangkan pembebanan pada sistem kardiovaskular dikarenakan
jantung harus memompa lebih cepat untuk memberikan oksigen pada otot yang
terlibat melalui pembuluh darah. Kesimpulannya bahwa saat tubuh melakukan
kerja fisik akan terjadi perubahan pada kecepatan denyut jantung dan konsumsi
oksigen. Ketika seseorang mulai bekerja, denyut jantung dan tingkat konsumsi
oksigen meningkat sampai memenuhi kebutuhan. Peningkatan ini tidak terjadi
tiba-tiba, sehingga kebutuhan ini akan dipenuhi terlebih dahulu oleh energi yang
tersimpan di otot. Dengan cara yang sama, ketika seseorang berhenti bekerja,
kecepatan denyut jantung dan konsumsi oksigen akan menurun secara perlahanlahan sampai kondisi normal. Untuk melakukan penilaian beban fisik dalam
bekerja dengan metode fisiologi maka pengukuran harus dimulai sebelum pekerja
melakukan pekerjaannya. Pengukuran terus dilakukan selama waktu bekerja
sampai sebelum variablevariable fisiologi kembali ke level awal. Selain
mengukur secara langsung dengan mengetahui tingkat konsumsi oksigen, dapat
juga dilakukan pengukuran secara tidak langsung yaitu dengan mengukur
kecepatan denyut jantung seseorang. Kecepatan denyut jantung akan meningkat
saat seseorang bekerja, karena jantung harus memompa lebih cepat untuk
memberikan oksigen pada otot yang terlibat melalui pembuluh darah (Astuti,
2007).
Performansi
kerja
dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor
diantaranya
karakteristik manusia pekerja itu sendiri. Salah satunya adalah rentangan umur.
Rentangan umur ini merupakan rentangan umur yang produktif seperti yang
dinyatakan dalam Undang Undang Tenaga Kerja Indonesia bahwa usia produktif
tenaga kerja berkisar antara 15 60 tahun. Rentangan umur subyek tersebut sesuai
fisik optimal untuk melakukan pekerjaan. Grandjean (1988) dalam Susetyo,dkk.
(2008), mengatakan bahwa kondisi umur berpengaruh terhadap kemampuan kerja
fisik atau kekuatan otot seseorang. Kemampuan fisik maksimal seseorang dicapai
pada umur antara 25 39 tahun dan akan terus menurun seiring dengan
bertambahnya umur. Pengalaman kerja juga akan dapat membedakan pengaruh
kondisi kerja terhadap dampak yang mungkin timbul terhadap dirinya sendiri.
Lingkungan juga ikut berpengaruh, seperti suhu dan kelembapan. Batas
kenyamanan lingkungan kerja untuk di luar ruangan, suhu antara 22OC 28OC
dengan kelembaban relatif antara 70 80 % (Manuaba, 1992 dalam Susetyo,dkk.,
2008).
Daftar Pustaka :
Astuti, Rahmaniyah Dwi. 22007. Analisa Pengaruh Aktivitas Kerja dan Beban
Angkat Terhadap Kelelahan Muskuloskeletal. Jurnal Gema Teknik No. 2
Susetyo, Joko ; Titin Isna Oes & Suyasning Hastiko Indonesiani. 2008. Prevalensi
Keluhan Subyektif atau Kelelahan Karena Sikap Kerja yang Tidak
Ergonomis Pada Pengerajin Perak. Jurnal Teknologi, Volume. 1 Nomor 2 ,
Desember 2008, 141-149