pembangunan kita. Hal ini masih belum di konsepsikan oleh bangsa kita. Berbagai
suku bangsa, berbagai aliran, dan berbagai golongan dalam negara kita yang
demikian banyaknya itu mungkin sudah mempunyai konsepsinya masing-masing
yang belainan satu sama lain, tetapi suatu konsepsi konkrit untuk dituju bersama
belum ada. Jelaslah bahwa model dari masyarakat-masyarakat yang sekarang
sudah maju tidak mungkin dapat dicontoh begitu saja karena memang sukar untuk
mengajar suatu hal yang sudah terlampau jauh di depan. Bahkan, model
masyarakar Jepang pun tidak dapat kita tiru karena lingkungan alam, komposisi
penduduk negara, struktur masyarakat, aneka warna kebudayaan, sisten nilaibudaya, dan agama-agama di negara kita memang berbeda dengan di Jepang.
Menurut Koentjaraningrat (1992) dalam bukunya Kebudayaan, Mentalitas
dan Pembangunan, untuk dapat mencapai suatu keadaan yang agak lebih
makmur dari sekarang, sudah tentu perlu suatu intensitas usaha di segala lapangan
yang jauh lebih besar daripada apa yang biasa kita gerakkan sampai kini. Sebagai
contoh, coba kita perhatikan keterangan para ahli ekonomi sebagai berikut :
penduduk Indonesia bertambah 2,8% tiap tahun. Agar kita dapat merasakan akibat
dari kenaikan produksi, maka laju pertumbuhan ekonomi harus lebih besar dari
2,8%. Katakanlah 4% dari GNP tiap tahun, tetapi kita juga harus
memperhitungkan faktor kebutuhan yang terus meningkat. Hal itu berarti laju
pertumbuhan ekonomi harus beberapa kali lipat di atas laju pertambahan
penduduk.
Dengan memperhatikan contoh di atas, untuk menjadi sedikit lebih
makmur kita harus dapat berusaha bekerja, menghemat, dan sebagainya. Untuk
itu, kita harus mengubah beberapa sifat dari mentalitas kita untuk meningkatkan
tekanan intensitas usaha. Salah satu mentalitas yang sangat penting yaitu nilai
budaya yang berorientasi ke masa depan. Selain itu, nilai budaya lain yang
dibutuhkan yaitu nilai budaya yang berhasrat untuk mengeksplorasi lingkungan
alam dan kekuatan-kekuatan alam. Nilai semacam itu akan menambah
kemunkinan inovasi, terutama inovasi dalam teknologi. Pembangunan yang
memerlukan usaha mengintensifkan produksi tentu tak bisa tidak harus
memanfaatkan teknologi yang makin lama makin disempurnakan. Mungkin ada
yang beranggapan bahwa kita tidak perlu mengembangkan suatu mentalitas yang
menilai tinggi inovasi, karena kita tak perlu lagi mengembangkan teknologi.
Di samping itu, kita juga harus menumbuhkan sikap yang dapat
mengapresiasi tinggi usaha seseorang yang dengan jerih payah sendiri dapat
mencapai tujuan dan hasil. Suatu nilai itu jika diekstrimkan tentu akan berpotensi
menuju arah individualisme, dan parahnya dapat menjadi isolisme. Nah, kita harus
mencegah perkembangan pola pikir secara ekstrim tersebut karena nilai itu akan
menghilangkan dasar dari rasa keamanan hidup kita.
Di Indonesia sendiri nilai budaya kita sangat kontras dengan
individualisme, yaitu nilai yang terlampau berorientasi vertikal ke arah atasan.
Nilai yang terlalu berorientasi vertikal ke arah atasan akan mematikan jiwa yanng
ingin berdiri sendiri dan menyebabkan timbulnya krisis kepercayaan pada diri
sendiri. Nilai itu juga akan menghambat tumbuhnya rasa disiplin pribadi karena
dia hanya taat ketika dibawah pengawasan dari yang berwenang. Akhirnya, hal itu
akan akan mematikan rasa tanggungjawab terhadap diri sendiri. Dengan singkat,
suatu bangsa yang hendak mengintensifkan usaha untuk pembangunan harus
berusaha untuk lebih menilai tinggi orientasi ke masa depan dan bersifat hemat
untuk lebih teliti memperhitungkan hidupnya di masa depan, lebih menilai tinggi
hasrat eksplorasi, dapat menghargai karya dari orang lain dan akhirnya menilai
tinggi mentalitas berusaha dengan kemampuan sendiri, percaya pada diri sendiri,
berdisiplin murni dan berani bertanggungjawab atas semua yang dikerjakan.
sebagai suatu sistem (sistem nilai) merupakan salah satu wujud kebudayaan,
disamping sistem sosial dan karya.
Cita-cita, gagasan, konsep, ide tentang sesuatu adalah wujud kebudayaan
sebagia sistem nilai. Oleh karena itu nilai dapat dihayati ada di persepsikan dalam
konteks kebudayaan, atau sebagai wujud kebudayaan yang abstrak. Dalam
menghadapi alam sekitarnya, manusia didorong untuk membuat hubungan yang
bermakna melalui budinya. Budi manusia menilai benda-benda itu, serta kejadian
yang beraneka ragam di sekitarnya dan dipilihnya menjadi kelakuan
kebudayaannya. Proses pemilihan itu dilakukan secara terus-menerus. Alport
mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat pada
enam macam, yaitu nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai
politik dan nilai religi. Dalam memilih nilai-nilai, manusia menempuh berbagai
cara yang dapat dibedakan menurut tujuannya, pertimbangannya, penalarannya,
dan kenyataannya.
Tujuan penilaian itu untuk mengetahui identitas benda serta kejadian yang
terdapat di sekitarnya, maka terlihat proses penilaian teori yang menghasilkan
pengetahuan yang disebut nilai teori. Jika tujuannnya untuk menggunakan bendabenda atau kejadian, manusia dihadapkan pada proses penilaian ekonomi, yang
mengikuti nalar efisiensi untuk memenuhi kebutuhan hidup, disebut nilai
ekonomi. Perpaduan antara nilai teori dan nilai ekonomi itu merupakan aspek
progresif dari kebudayaan manusia.
Manusia menilai alam sekitar sebagai wujud rahasia kehidupan dan alam
semesta, disitulah tampak nilai religi, yang dipersepsikan sebagai sesuatu yang
suci. Jika manusia mencoba memahami yang indah, kita berhadapan dengan
proses penilaian estetik. Perpaduan antara nilai religi dan nilai estetik yang lebih
menekan pada intuisi, rasa, dan imajinasi, merupakan aspek ekspresif dari
kebudayaan. Nilai estetik mempunyai kedudukan yang khusus karena nilai itu
bukan hanya menyangkut keindahan yang dapat memperkaya batin, tetapi juga
berfungsi sebagai media yang memperhalus budi pekerti.
Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antar manusia dan menekankan
pada segi-segi kemanusiaan yang luhur. Sedangkan nilai politik berpusat kepada
Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia.
Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan
aktivitas.
c.
Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai kerohanian dapat di rinci menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut.
1) Nilai kebenaran, yaitu bersumber kepada unsur rasio manusia, budi, dan cipta.
2) Nilai keindahan, yaitu bersumber pada unsur rasa dan intuisi.
3) Nilai moral, yaitu bersumber pada unsur kehendak manusia atau kemauan
(karsa, estetika).
4) Nilai religi, yaitu bersumber pada nilai ketuhana, merupakan nilai kerohanian
yang tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber kepada keyakinan dan
keimanan manusia terhadap tuhan. Nilai religi itu berhubungan dengan nilai
penghayatan yang bersifat transedental, dalam usaha manusia untuk
memahami arti dan makna kehadirannya di dunia. Nilai ini berfungsi sebagai
sumber moral yang dipercayai sebagai rahmat dan ridha Tuhan.
Dalam pelaksanaannya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma, ukuran dan
kriteria sehingga merupakan suatu keharusan anjuran atau larangan, tidak
dikehendaki, atau tercela. Oleh karena itu, nilai berperan sebagai dasar pedoman
yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai berada dalam hati nurani, kata
hati, dan fikiran sebagai suatu keyakinan, dan kepercayaan yang bersumber dari
berbagai sumber nilai.
b.
Moral
Moral berasal dari kata mos (mores)= kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral
adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan
perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat pada aturan-aturan, kaidah-kaidah
dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak
benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi, maka pribadi itu dianggap tidak
bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip
yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan
terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, negara, dan
bangsa. Sebagaimana nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan seperti moral
ketuhanan atau agama, moral filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan
sebaginya. Nilai, norma, dan moral secara bersama mengatur kehidupan
kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya.
c.
Norma
Manusia
cenderung
untuk
memelihara
hubungan
dengan
tuhan,
d.
Nilai dasar
Sekalipun nilai bersifat abstrak, yaitu tidakdapat diamati melalui
tersebut.
Nilai
dasar
itu
bersifat
universal,
karena
Nilai instrumental
Nilai instrumental ialah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari
nilai dasar. Nilai dasar belum dapt bermakna sepenuhnya apabila nilai dasar
tersebut belum memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas
dan konkret. Apabila nilai instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku
manusia dalam kehidupan sehari-hari, maka nilai tersebut akan menjadi
norma moral. Akan tetapi, jika nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu
organisasi atau Negara, maka nilai-nilai instrumental itu merupakan suatu
arahan kebijakan atau strategi yang bersumber pada nilai dasar, sehingga
dapat juga dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu
eksplitasidari nilai dasar.
Dalam kehidupan ketatanegaraan kita, nilai instrumental itu dapat kita
temukan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan
penjabaran dari nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila. Tanpa
ketentuan dalam pasal-pasal UUd 1945, maka nilai-nilai dasar yang termuat
dlam Pancasilabelum memberikan makna yang konkret dalam praktik
ketatanegaraan kita.
3.
Nilai praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental
b.
Ketetapan MPR-RI
c.
Undang-Undang
d.
e.
Peraturan pemerintah
f.
Keputusan presiden
g.
Peraturan daerah
Berdasarkan ketetapan MPR-RI No. 1/MPR/2003 tentang peninjauan
2.
3.
4.
5.
nilai dasar tersebut terdapat dalam UUd 1945, yaitu dalam pembukaannya.
Sedangkan nilai instrumental dapat ditemukan dalam peraturan perundangundangan berikutnya, yaitu dalam undang-undang sampai kepada peraturan
dibawahnya.
Maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan yang tidak dapat
dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu kepercayaan
yang berakar pada pengetahuan yang benar dan dapat diuji atau dibuktikan
melalui kaidah-kaidah logika. Atas keyakinan yang demikianlah, maka Negara
Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Negara memberi
jaminan sesuai dengan keyakinannya dan untuk beribadat menurut agama
memberi jaminan sesuai denagn keyakinannya dan untuk beribadat menurut
agam adan kepercayaan itu.
Bagi kita dan di dalam Negara Indonesia, tidak boleh ada pertentangan
dalam hal Ketuhana Yang Maha Esa. Tidak boleh ada sikap dan perbuatan
yang anti-Ketuhanan Yang Maha Esa antikeagamaan. Dengan perkataan lain,
di dalam Negara Indonesia tidak boleh ada paham yang meniadakan atau
mengingkari adanya Tuhan (atheisme), tetapi apa yang seharusnya ada ialah
Ketuhanan Yang Maha Esa (monotheisme) dengan toleransi beribadat
menurut agama dan kepercayaannya masing-masing.
Sebagai sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi sumber pokok
nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai dan mencari serta
membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan
persatuan Indonesia yang telah membentuk Negara kesatuan Indonesia yang
telah berdaulat penuh, yang bersifat kerakyatan dan dipimpin oleh hikmah
kebijaksaan dalam permusyawaratan / perwakilan guna mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hakikat pengertian di atas sesuai dengan:
a) Pembukaan UUD 1945 yan berbunyi, Atas berkat rahmat allah Yang
Maha Kuasa. . .,
b) Pasal 29 UUD 1945.
3. Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu, artinya utuh tidak terpecah-pecah.
Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang
beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga
ini, mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi, sosial budaya,
dan keamanan. Persatuan Indonseia ialah persatuan bangsa yang mendiami
wilayah Indonesia yang bersatu karena di dorong untuk mencapai kehidupan
kebangsaan yang bebas, dalam wadah Negara yang merdeka dan berdaulat.
Persatuan Indonesia merupakan factor yang dinamis dalam kehidupan bangsa
Indonesia, bertujuan untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaanInbdonesia
yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, serta kemanusiaan yang adil
dan beradab. Karena itu, paham kebangsaan Indonesia tidak sempit
(chauvinistis), tetapi menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia
mengatasi paham golongan, suku bangsa, serta keturunan. Hal ini sesuai
dengan alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, Kemudian
dari pada itu untuk membentuk suatu suatu pemerintahan negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia. . .. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya dalam Batang Tubuh
UUD 1945.
4.
Kerakyatan
yang
Dipimpin
oleh
Hikmat
Kebijaksanaan
dalam
Permusyawaratan / Perwakilan
Kerakyatan berasal dari kata rakyat, yaitu sekelompok manusia yang
berdiam dalam satu wilayah Negara tertentu. Rakyat meliputi seluruh
Indonesia itu tudak dibedakan fungsi dan profesinya. Kerakyatan adalah
rakyat yang hidup dalam ikatan Negara. Dengan adanya sila keempat, berarti
bangsa Indonesia menganut demokrasibaik secara langsung maupun secara
tidak langsung. Demokrasi tidak langsung (Perwakilan) sangat penting dalam
wilayah Negara yang luas serta penduduk yang banyak. Pelaksanaan
demokrasi langsung sekalipun sulit diwujudkan dalam alam modern, namun
dalam beberapa hal tertentu dapat dilaksanakan, seperti dalam memilih kepala
Negara atau system referendum.
Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
Indonesia
merdeka,bersatu,berdaulat,adil,dan
Negara
makmur.
Indonesia
Selanjutnya
dapat
yang
dilihat
Tidak boleh satu sila pun ditiadakan, melainkan merupakan satu kesatuan.
Bentuk susunanya adalah hierarkis pyramidal (kesatuan bertingkat di mana
Sila ketiga
: didliputi dan dijiwai sila pertama dan sila kedua, meliputi dan
menjiwai sila keempat dan sila kelima.
Sila keempat : diliputi dan dijiwai sila pertama, sila kedua, dan sila ketiga,
meliputi dan menjiwai sila kelima.
Sila kelima
b.
c.
Semangat persatuan
d.
Musyawarah
e.
Ide pokok bangsa dan kebangsaan Indonesia dapat dilihat dari sifat
keseimbangan Pancasila, yaitu sebagai berikut.
a. Keseimbangan antara antara golongan agama (Islam) dan golongan
nasionalis (Negara theis demokrasi)
b. Keseimbangan antara sifat individu dan sifat sosial ( aliran monodualisme)
c. Keseimbangan antara ide-ide asli Indonesia (paham dialektis).
Paham Integralistik
Paham integralistik (paham Negara persatuan) tercermin dalam nilai-nilai
dasar paham kekeluargaan, yaitu sebagai berikut.
a. Persatuan dan kesatuan serta saling ketergantungan satu sama laindalam
masyarakat.
b. Bertejad dan berkehendak sama untuk kehidupan kebangsaan yang
bebas,merdeka,dan bersatu.
c. Cinta tanah air dan bangsa serta kebersamaan.
d. Kedaulatan rakyat dengan sikap demokratis dan tolern.
e. Kesetiakawanan sosial, nondiskriminatif.
f. Berkeadilan sosial dan kemakmuran masyarakat
g. Menyadari bahwa bangsa Indonesia berada dalm tata pergaulan dunia dan
universal.
h. Menghargai harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa.
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu
mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau
bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa
Indonesia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik,
adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda
budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa
budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks,
abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku
komunikatif. Unsur - unsur social - budaya ini tersebar dan meliputi banyak
kegiatan sosial manusia.
Beberapa
alasan
mengapa
orang
mengalami
kesulitan
ketika
berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya:
Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai - nilai yang dipolarisasikan oleh
suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri. Citra
yang memaksa itu mengambil bentuk - bentuk berbeda dalam berbagai budaya
seperti individualisme kasar di Amerika, keselarasan individu dengan alam
di Jepang dan kepatuhan kolektif di Cina.Dengan demikian, budayalah yang
menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas
seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
Kebudayaan Nasional
Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas
nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998,
yakni:Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan
cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya
upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai
bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada
pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan
demikian
Pembangunan
Nasional
merupakan
pembangunan
yang
berbudaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan PuncakPuncak Kebudayaan Lama dan Asli bagi Masyarakat Pendukungnya,
Semarang: P&K, 199
Kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah
puncak - puncak dari kebudayaan daerah. Kutipan pernyataan ini merujuk
pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin
lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan,
ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Definisi yang
diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya: yang khas
dan
bermutu
dari
suku
bangsa
mana
pun
asalnya,
asal
bisa
memilah - milah atau menyaring mana yang positif dan negatif, mana yang
sesuai dan mana yang tidak sesuai dengan karakter dan nilai - nilai budaya
Bangsa Indonesia yang beralaskan Pancasila. Masyarakat perlu diberikan
pemahaman, agar dapat menghayati dan mengamalkan dengan tepat
mengenai nilai luhur Pancasila dalam kebudayaan Bangsa.
Indikator
SUMBER :
(Makalah Geografi Sosial 2012) Koentjaraningrat.1992. Kebudayaan, Mentalitas
dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
http://ekanj92.blogspot.com/2012/06/makalah-ciri-ciri-budaya-indonesia.html
http://anitafeldas.blogspot.com/2012/11/pancasila-sebagai-roh
kebudayaan-bangsa.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Indonesia