Anda di halaman 1dari 4

Senyum dalam Sujud

Malam itu langit hitam pekat. Tak ada kedipan cahaya bintang. Udara dingin
menusuk kulit Mohammad Nataor bin Ahmad. Dia adalah seorang anak Palestina,
dia penghapal quran yang berumur 12 tahun. Dia berjalan seorang diri. Tak ada
ayah dan tak ada ibu. Wajahnya pucat dan pakaiannya lusuh.
Ketika

dia

sampai

di

puing-puing

reruntuhan

rumahnya.

Ia

duduk,

memandangi keadaan sekitarnya yang porak poranda. Bukan hancur karena


bencana alam, melainkan hancur akibar kekejaman manusia. Tas hitam kumalnya
dia lepas. Dia letakan di samping kirinya. Perlahan dia keluarkan mushaf quran
pemberian kedua orang tuanya. Dia membukanya. Bibirnya mengalunkan ayat suci
dengan indah.
Tentara Israel merampas keluarga dari dirinya. Tak sedikit, anak sebayanya
kehilangan nafas mereka. Saat dia memejamkan mata. Pikirannya membawa dirinya
akan kenangan percakapan terakhir kemarin malam bersama keluarganya.
Nataor, anakku. Ayah ingin mengingatkan, bahwa semua manusia akan diuji
keimanannya. Ujar Ahmad, ayah Nataor.
Iya, ayah jawab Nataor singkat.
Kamu perlu tahu sebagai umat muslim di Palestina kita mendapat ujian
berupa serangan Israel. Kita harus dapat mempertahankan Negara kita dan Islam !
lanjut ayah.
Mengapa harus ayah ? tanya Nataor.
Karena Allah berjanjiakan memberikan rahmat-Nya bagi orang yang berjihad
membela agama-Nya. Kamu dapat membacanya dalam surat Al-Baqarah ayat 2
jelas ayah.

Tiba-tiba terdengar suara gaduh mesin dan derap kaki.


Tentara Israel datang ! Cepatlah cari tempat persembunyian ujar Ummi
Ummi menutup semua jendela dan mengunci semua pintu dengan tergesa-gesa
dan dengan sigap ayah menggendong Nataor menuju sebuah lemari di bagian
belakang.
Cepatlah

masuk,

bersembunyi

hingga

keadaanya

aman

kata

ayah

Karena takut, Nataor pun menangis. Tiba-tiba Ummi memeluk Nataor dan berkata,
Janganlah menangis anakku. Surga dipelupuk matamu. Bila tentara Israel
mendapatimu, sambut peluru itu dengan dadamu, bukan punggungmu. Supaya
Ummi bangga menghadap Allah dan Rasul kelak.
Sebelum kain kafan menutupi tubuh. Semangat tak boleh padam lanjut
ayah.
Nataor memandang wajah mereka yang teduh. Mata mereka tak memancarkan rasa
takut sedikitpun. Nataor hanya melihat harapan untuk syahid yang memancar
keluar. Dengan cepat, mereka mencium pipi Nataor dan membekali dia sebuah
mushaf quran. Karena lemari hanya cukup untuk diri Nataor, maka adiknya Syifa
yang berada dalam gendongan ibu dan Zahid yang berada dalam gendongan ayah
pergi

mencari

tempat

persembunyian

lainnya.

Keadaan lemari gelap. Badannya bermandikan peluh karena sirkulasi lemari sangat
kecil. Suara mencekam di luar tetap dapat kurasakan. Tiba-tiba terdengar suara
pointu rumahku yang dibuka paksa. Badannya gemetar, dia membuka mushaf
quran dan membacanya sebagai obat penenang. Dia melatunkan aya-ayat Allah
hingga

ia

tertidur

karena

letih.

Setelah beberapa lama, Nator terbangun. Tak ada suara rentetan dan dentuman
meriam di luar. Hanya sunyi yang Nataor dapat. Nataor berprasangka keadan di luar
sudah aman. Dia memutuskan untuk keluar.
Allahu Akbar ! Nataor terisak, tersungkur ke atas tanah. Yaa Rabb, beri
hamba kekuatan!

Nataor sangatlah terkejut. Di hadapannya hanyalah lautan mayat. Dia melihat


dengan

jelas

kedua

adiknya

syahid

dalam

dekapan

kedua

orang

tuanya.

Dengan cepat Nataor tersadar dari ingatannnya karena ia mendengar derap


langkah kaki yang menuju ke arahnya. Dengan cepat, ia bangun dan berlari. Ia
berprasangka bahwa itu adalah tentara Israel. Tetapi dengan kuat tangannya ditarik.
hei, tunggu dulu ! ujar Mohammad al-Durra.
Tak lama kemudian datanglah 3 orang lainnya. Mereka adalah Khaled Hamad,
Muhaqqiq Mustafa dan Ilhan al-Sadid. Meraka berempat sebaya dengn Nataor.
Mereka mengajak dia untuk berjihad.
Jangan khawatir Allah bersama orang yang berbuat baik. Kau dapat
melihatnya dalam quran surat ke 30 ayat 69 ujar muhaqqiq.
apakah kamu tahu, mengapa tentara Israel menjadikan kita yang masih
kanak-kanak sebagai sasaran tembakan dan rudal meraka ? tanya Ilhab
Mereka takut kalau nanti kita besar, kita akan melawan mereka dengan otak
dan kekuatan yang lebih jawab Khaled.
Nataor akhirnya yakin. Dengan latar belakang yang sama, yakni pengalaman
menyaksikan begitu banyak darah, luka, kematian dan kehilangan. Mereka
mengubah tantangan menjadi keberanian yang lahir dari aqidah Islam yang kuat
dan bersih. Bagi mereka, hidup tak selamanya bias memilih. Mereka bertekad untuk
tetap tegar dan tersenyum dalam mengibarkan bendera Palestina dan Islam.
***
Keesokan harinya. Mereka ingin menghambat laju tank Israel dengan cara
melempari dengan batu seraya mengucapkan tahlil dan takbir. Dengan kuasa Allah
mereka berhasil. Peluh yang menetes karena panas dan letih tak mereka hiraukan.
Mendengar hal itu, Sang Jenderal marah dan mempersiapakn rencana jahat.
Ketika malam tiba. Mereka bersembunyi di dalam masjid yang letaknya sedikit
tersembunyi. Malam hari mereka pergunakan untuk menyerahkan segalanya

kepada Allah. Mereka pergunakan untuk beribadah, dzikir, membaca quran, dan
shalat. Tepat di sepertiga malam, mereka melaksanakan shalat tahajjud. Mereka
berdiri tegap menghadap qiblat, menghiraukan hawa dingin yang menderu, .
mereka memandang teduh kearah tempat sujud. Mereka membaca Al-Fatihah
dengan merdu, tetapi pada saat akan ruku, tentara Israel datang dan menembak
meraka berlima. Dengan Kuasa Allah mereka masih bisa melanjutkan shalat. Mereka
masih bisa melatunkan Al-Fatihah dengan khusyuk. Mereka tidak merasakan sakit
walaupun sebenarnya darah tercucur dari perut mereka. Melihat hal itu, tentara
Israel menembak mereka yang kedua kalinya. Allah menunjukkan kekuasaan-Nya
lagi. Mereka masih bisa melanjutkan shalat. Tetapi pada saat sujud terakhir, tentara
Israel menghujami mereka dengan hujan peluru. Pada keadaan tersebut, mereka
sedang sujud dengan senyum penuh keyakinan atas janji Allah bagi orang yang
berjihad.

Anda mungkin juga menyukai