Anda di halaman 1dari 4

Harapan, antara Celaan dan Dukungan

Baiklah, bila harapan anda dicela oleh agama dan konsep konsepnya melalui para
agamawan dan dikatakan sebagai panjang angan angan dan sebagainya, maka
anda bisa memperinci harapan anda, misal, anda bisa mengungkapkan harapan
anda pada Tuhan dalam bentuk meditatif dalam jiwa anda :"Tuhan, berilah aku
jalan keluar dari yang Engkau ketahui", atau anda bisa membuat afirmasi :"Allah,
berilah aku keberuntungan di bulan ini", dsb. Anda bisa memperinci atau
menentukan suatu target tertentu.
Ya, bentuk afirmasi atau pengharapan dalam jiwa tidak seperti doa. Doa adalah
permintaan kepada Tuhan melalui af'al_Nya, sedangkan harapan adalah gejala
psikis dimana akan terhubung dengan sistem alam semesta, dimana alam adalah
manifestasi maujud sifat Allah. Doa dan harapan pada pembahasan tertentu
benar benar berbeda meski dalam Al QUr'an dinyatakan "Wa ilaa Rabbika
farghab = ... dan kepada Tuhanmu lah kamu berharap". Letak perbedaannya
adalah pada jalur yang digunakan.
Tetapi kenapa ajaran agama terutama hal sufistik mencela harapan?, maka
jawabnya adalah bila agama selalu berfungsi mencambuki manusia untuk

beramal dan berkarya. Karena inilah kebanyakan hal agama selalu terasa keras
dan menuntut, karena agama memang ego Tuhan.
Berbeda dengan sistem alam, maka siapa saja tanpa perduli iman atau kafir,
manusia atau binatang, semua terhubung dengan sistem alam, siapa saja yang
memancarkan permohonan kepada Tuhan melalui sistem alam pasti akan
mendapat imbal balik. Karena inilah banyak muslim heran, kenapa Allah
mengabulkan permohonan orang yang tidak beragama Islam ketika para muslim
meyakini bila kebenaran itu adalah Islam.
Dengan ini saya tidak menganjurkan agar menafikan agama agama terutama
Islam, bukan, bukan begitu. Tetapi memang ada jalur universal dimana semua
mendapat ketersambungan dengan makrokosmos yang dimana itu sebagai
maujud sifat_Nya. Ini artinya juga peluang, bila ada orag yang merasa doanya
tidak dikabulkan Allah, bolehlah dia menggunakan jalur selain agama, yaitu
secara naturally. Ini tidak membutuhkan metode selain gejala kejiwaan saja,
sedangkan hal meditatif hanya untuk menenangkan kondisi psikis dan
penghayatan.
Seandainya ada yang bisa menggabungkan metode agama dan alami secara
bersamaan, tentu akan terbuka banyak hikmah tersembunyi.
Saya juga tidak menganjurkan orang untuk malas dan hanya berkhayal, tetapi
bahasan psikis dan moral itu memang ada perbedaannya dimana kadang tentang
peristilahan juga ada deviasinya. Misal, secara moral bisa dikatakan bila ketika
orang sedang lemah kondisi fisiknya kemudian duduk duduk lalu dikatakan
kepadanya :"Hai kamu ini pemalas hanya duduk duduk saja, sana segeralah ke
pekerjaanmu". Tetapi memang ada juga orang yang malas, yaitu orang yang
tidak mau menggunakan energi hidupnya untuk berkarya dan hanya berniat
menimbun energi. Ya, demikianlah contohnya.
Memang, terkadang imajinasi tak jarang terwujud menjadi kenyataan, sangat
banyak orang mengalami hal itu. Saya sendiri memang pernah sengaja
mengimajinasi suatu hal ditahun 1998 kemudian menjadi terwujud ditahun 2007
secara tepat seperti yang saya visualkan dalam psikis. Karena inilah hendaknya

kita menggunakan daya psikis untuk hal hal yang positif dalam hidup kita, dan
ketika ada gejala yang negatif kita memohon perlindungan kepada Tuhan
dengan afirmasi dalam hati, baik diucapkan maupun tidak, dalam tradisi Islami
biasa dengan mengucap naudzubillahi min dzalik'. Kondisi psikis yang sehat bisa
membawa pada perbaikan hidup kita meski itu kurang begitu dirasa secara
instan. Sedang yang dicela agama adalah hidup dalam khayalan terlebih hingga
penggunaan obat obatan narkotika dan hidup dalam kesemuan, penipuan diri
dan juga orang lain.
Adalah baik, ketika kita sudah terbiasa mengolah psikis diri kita, tetapi memang
harus bijak, ada teman atau pembimbing dalam menempuhnya dan bersharing,
sebab mereka bagai cermin untuk melihat diri sendiri. Selain itu juga sering
memperhatikan pola pola yang ada, baik di dalam diri maupun yang ada pada
alam sebagai pembelajaran yang universal, karena bagaimanapun juga kita
bagian dari alam semesta. Intinya adalah pada hal harmoni diri dengan alam.
Jadi ada dua bentuk ego. Yang pertama adalah "Segala sesuatu haruslah aku",
yang kedua adalah :"Aku haruslah segala sesuatu". Bentuk yang pertama
mungkin dirasa berpower, akan tetapi lingkupnya tidak luas, hanya seputar
eksistensi dirinya saja. Sedangkan bentuk yang kedua adalah keselarasan diri
dengan makrokosmos". Ketika seseorang sudah selaras dengan alam hidupnya
bahagia, sebab antara dia dan alam saling memberi kontribusi. Maka untuk
terjadinya mudah tercapainya harapan dalam psikis akan semakin mudah
terwujudkan

Oleh : Kang Arya


https://www.facebook.com/kang.arya.1800
Kunjungi posting kami yang lain di Blogger The Journey
http://singularination.blogspot.com/

Kategori : Psikologi

Anda mungkin juga menyukai