KUSTA
Penyaji:
dr.Ramona Dumasari Lubis,SpKK
NIP.132 308 599
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2008
1
Ramona Dumasari Lubis : Anemia Pada Penyakit Kusta, 2008
USU e-Repository 2009
Pendahuluan
Kusta adalah penyakit infeksi yang bersifat kronis disebabkan oleh
Mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama menyerang syaraf tepi dan
selanjutnya dapat menyerang kulit , mukosa mulut, saluran nafas bagian atas , sistem
retikulo endotelial, mata ,otot, tulang dan testis. (1)
Penyakit infeksi yang bersifat kronis seperti halnya dengan kusta, dalam
perkembangan penyakitnya dapat menimbulkan anemia yang sering disebut anemia
penyakit kronik. (2)
Gambaran klinis dari anemia penyakit kronik, seringkali asimptomatis dan
sering tertutupi oleh gejala klinis penyakit dasarnya, sehingga memerlukan evaluasi
lebih lanjut.
Penyebab anemia yang lain pada penyakit kusta adalah disebabkan pemberian
dapson, yang menimbulkan anemia hemolitik. Dapson merupakan preparat sulfon ,
yang dipergunakan untuk pertama kalinya untuk pengobatan kusta pada tahun 1941
dan diberikan secara monoterapi.
Pada tahun 1965 ditemukan kuman kusta yang resisten terhadap dapson,
sehingga WHO merekomendasikan penggunaan obat secara kombinasi untuk semua
kasus kusta pada tahun 1977 dan pada tahun 1982 pengobatan kusta di Indonesia
mengikuti keputusan WHO Expert Committee Meeting (Oktober 1981) di Geneva,
menggunakan MDT (Multi Drug Therapy) terdiri atas rifampisin, clofazimin
(lampren) dan dapson. (3)
2
Ramona Dumasari Lubis : Anemia Pada Penyakit Kusta, 2008
USU e-Repository 2009
Anemia berat
: Hb < 8 g/dl
Anemia makrositik
Menekan
secara
tidak
langsung
erythropoiesis
dengan
menghambat
Anemia penyakit kronis dapat disertai anemia defisiensi besi dengan karakteristik :
Ferritin serum : normal atau meninggi (N- pria : 30 ng/ml 300 ng/ml)
(N- wanita : 15 ng/ml 150 ng/ml)
Kapasitas total ikatan besi (TIBC) : menurun (N : 230 g/ml 410 g/ml)
5
Ramona Dumasari Lubis : Anemia Pada Penyakit Kusta, 2008
USU e-Repository 2009
antikusta yang sangat aktif dengan konsentrasi hambat minimal (MIC) 0,003mg/ml,
kadar obat pada jaringan sama dengan kadar obat pada plasma.
Waktu paruh eliminasi berkisar antara 10-50 jam dengan rata-rata 28 jam.
Dapson tersebar luas keseluruh jaringan dan cairan tubuh , cenderung tertahan dalam
kulit dan otot , tetapi lebih banyak didalam ginjal dan hati. Dapson mengalami
metabolisme di hepar dan diekskresi melalui urin
Dosis : 50- 100 mg / hari (1-2mg / kg BB)
Dapson dengan dosis 100 mg / hari atau kurang, dapat ditoleransi dengan baik
atau dapat menimbulkan anemia hemolitik yang ringan. Anemia hemolitik sering
terjadi pada pemberian dapson dosis tinggi sekitar 200-300 mg / hari ataupun pada
penderita defisiensi glucose-6-phosphate dehydrogenase.
Penelitian yang dilakukan pada sel darah merah tikus diketahui bahwa
metabolit dapson yaitu dapson hydroxylamin merupakan agen hemolitik yang
bertanggung jawab secara langsung terhadap terjadinya anemia hemolitik akibat
dapson. Penelitian selanjutnya yaitu membandingkankan respon yang terjadi pada sel
darah merah tikus dan sel darah merah manusia terhadap perubahan selluler yang di
induksi oleh dapson.
Dapson hydroxilamin menimbulkan dengan cepat penurunan konsetrasi
eritrosit
disertai
penurunan
kadar
glutathion,
seiring
dengan
peningkatan
pembentukan protein glutathion mixed disulfide yang terdapat pada suspensi sel darah
merah manusia dan tikus. Kecepatan pembentukan mixed disulfide lebih lambat pada
sel manusia dibandingkan pada sel tikus yang kemudian diikuti peningkatan
pembentukan glutathion teroksidasi (glutathion disulfide).
Konsentrasi dapson hydroxylamine yang diperlukan untuk dapat menimbulkan
kerusakan pada sel darah merah manusia (175-750 M) lebih tinggi dibandingkan
6
Ramona Dumasari Lubis : Anemia Pada Penyakit Kusta, 2008
USU e-Repository 2009
pada sel darah merah tikus (50-175 M), diduga penyebabnya adalah sel darah merah
manusia kurang sensitif dibandingkan sel darah merah tikus terhadap dapson
hydroxylamine, yang menyebabkan kerusakan sel darah merah akibat proses oksidasi.
Penatalaksanaan (3,7,9,12)
Anemia
hemolitik
pada
penderita
defisiensi
glucose-6-phosphat
Kesimpulan
8
Ramona Dumasari Lubis : Anemia Pada Penyakit Kusta, 2008
USU e-Repository 2009
Daftar Pustaka
1. Amirudin DM, Hakim Z, Darwis RE. Diagnosis penyakit kusta dalam: Kusta
Diagnosis dan Penatalaksanaan.Jakarta : Penerbit FK-UI, 1997 :1-2.
2. Rea HT.Decrease in Mean Hemoglobin and Serum Albumin Values in
Erythema Nodosum and Lepromatous Leprosy.in : International Journal of
Leprosy ,Vol 9 No 4 : 1999: 318-325.
3. Jacobson RR. Treatment in : Medicine in the Tropics Leprosy, editor Hasting
CR: 1st ed, Churchill Livingstone, 1989 : 193 99.
4. Kresno BS. Pengantar Hematologi dan Immunohematologi,FK-UI,1988 :1-60.
5. Supandiman I. Hematologi Klinik. 2nd ed, Penerbit Alumni, edisi 2, Jakarta,
1997: 1-15,39-50.
6. Hoffbrand
AV,
Pettit
JE.
Kapita
Selekta
Haematology
(Essential
s The
10.
11.
12.
10
Ramona Dumasari Lubis : Anemia Pada Penyakit Kusta, 2008
USU e-Repository 2009