Anda di halaman 1dari 94

BABI

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Penyelenggaraan pemerintahan yang baik merupakan suatu tuntutan dalam
kehidupan bernegara dan berbangsa. Kepemerintahan yang baik antara lain
ditandai dengan adanya pemerintah yang akuntabel dan transparan. Untuk
mewujudkan hal tersebut, Pemerintah Indonesia terus-menerus melakukan
berbagai upaya pembaharuan dalam pengelolaan keuangan, antara lain
penyusunan peraturan perundang-undangan, penataan kelemba-gaan, pembenahan
sistem dan prosedur, dan peningkatan profesionalisme sumber daya manusia di
bidang keuangan.
Pembaharuan di bidang keuangan mencakup berbagai aspek, yaitu
perencanaan

dan

penganggaran,

perbendaharaan,

akuntansi

dan

pertanggungjawaban, dan auditing. Semua aspek tersebut diperbarui secara


bertahap dan berkelanjutan disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
Pemerintah Indonesia.
Berdasarkan Pasal 6 Undang-undang No. 17/2003 tentang Keuangan
Negara,

kewenangan

pengelolaan

keuangan

daerah

diserahkan

kepada

gubernur/bupati/walikota. Sejalan dengan semangat otonomi daerah dan


desentralisasi fiskal sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No.
32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 33/2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah maka

daerah mempunyai kewenangan untuk mengelola keuangannya sendiri. Dengan


demikian pemerintah daerah berhak untuk merencanakan, melaksanakan, dan
mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBD ke DPRD masing-masing.
Pembaharuan peraturan tentang pengelolaan keuangan daerah ditandai
dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah, dan ditindaklanjuti dengan adanya petunjuk teknis
pelaksanaan PP 58/2005 dengan disahkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pada akhir tahun 2007 Depdagri juga telah mengeluarkan Permendagri 59 Tahun
2007 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) 13
tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Dan pada tahun
2008 Depdagri mengeluarkan Permendagri 55 tahun 2008 tentang Tata cara
penatausahaan dan penyusunan laporan pertanggung jawaban bendahara serta
penyampaianya.
Pemerintah Daerah merupakan bagian dari Pemerintah Pusat. Peraturan
Pemerintah Daerah didasarkan pada ketentuan pasal 13 UUD 1945, ketentuan
pasal

itu

kemudian

dijadikan

lebih

lanjut

dalam

ketetapan

MPR.

No.XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah dan perimbangan


keuangan antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk memberikan
kemandirian dan tanggung jawab pemerintahan daerah dalam proses perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan. Penjabaran lebih lanjut mengenai peraturan
Pemerintahan Daerah ini ditunjukkan dalam UU No.32 tahun 2004 tentang
pokok-pokok pemerintahan pusat diserahkan pada pemerintahan daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 tentang pengelolaan dan


tanggung jawab keuangan daerah yang kemudian diganti dengan PP Nomor 58
Tahun 2005 tentang Pengelelolaan Keuangan Daerah.

Beberapa perubahan

mendasar dalam peraturan tersebut dikenalkannya kembali Bendahara Penerimaan


dan Bendahara Pengeluaran. Selain itu, pengelompokan jenis belanja lebih
menekankan pada belanja langsung dan belanja tidak langsung. Penegasan
perlunya penyusunan sistem akuntansi keuangan daerah juga merupakan salah
satu perubahan. Selain itu, penerapan konsep Multi Terms Expenditure
Framework (MTEF) merupakan perubahan yang dikehendaki mulai tahun
anggaran 2009. (Abdul Halim, 2007:8)
Perubahan paling akhir adalah diterbitkannya Permendagri Nomor 13
Tahun 2006 sebagai implementasi PP Nomor 58 Tahun 2005 yang merupakan
pelaksanaan amanat UU yang terbaru. Selain itu, PP Nomor 24 Tahun 2005 sudah
resmi dikeluarkan, merupakan standar bagi pemerintah, dalam menjalankan fungsi
akuntansi di pemerintahan.
Dalam konteks Indonesia, Perkembangan sektor publik tidak bisa
dilepaskan dari pesan pemerintah mengingat pemerintah merupakan entitas sektor
publik yang paling besar dan dominan di Negara ini. Terjadinya reformasi
dibanyak Negara khususnya di Indonesia juga memberikan dampak signifikan
dalam perkembangan Akuntansi sektor publik, tuntutan agar pemerintah dikelola
secara profesional dan efisien membuka kesadaran bagi setiap orang, terutama
aparat pemerintah untuk senantiasa tanggap akan tuntutan lingkungannya, dengan
berupaya memberikan pelayanan terbaik, secara transparan dan berakuntabilitas.

Adapun yang dimaksud dengan akuntansi pemerintah menurut Standar Akuntansi


Pemerintah

adalah

Proses

pencatatan,

pengukuran,

pengklasifikasian,

pengikhtisaran transaksi dan kejadian keuangan, penginterprestasian atas hasil,


serta penyajian laporan.
Pengertian akuntansi pemerintahan menurut Indra Bastian (2001:5) adalah
sebagai berikut :
Akuntansi pemerintahan didefinisikan sebagai akuntansi dana masyarakat.
Akuntansi dana masyarakat dapat diartikan sebagai mekanisme teknik dan
analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat.
Akuntansi pemerintahan pada dasarnya akuntansi mikro yang berfungsi
mencermati dan membayarkan realisasi pelaksanaan anggaran suatu negara.
Tetapikarena anggaran negara adalah unsur dari keuangan negara, maka akuntansi
pemerintahan sebenarnya adalah penerapan akuntansi pemerintahan tidak dapat
dipisahkan dari mekanisme pengurusan keuangan dan sistem anggaran suatu
negara. Berbagai undang-undang dan ketentuan mengatur mekanisme pengelolaan
keuangan dan sistem anggaran suatu negara, dengan sendirinya mengikat pula
sifatnya bagi penyelenggaraan akuntansi pemerintahan di negara itu.
Untuk membangun kota besar seperti Bandung, selain masalah
perencanaan, administrasi, tenaga ahli dan persyaratan lainnya, maka masalah
dana menjadi masalah utama. Anggaran daerah merupakan alat untuk mengukur
potensi dan kemampuan daerah dalam pembiayaan berbagai program dan kegiatan
yang telah ditetapkan.

Penyusunan anggaran merupakan dasar untuk menjalankan fungsi dan


tugas dalam menyelenggarakan roda pemerintahan, pembangunan dan pembinaan
serta pelayanan kepada masyarakat. Masalah yang dihadapi sekarang ini adalah
masih lemahnya kemampuan pendapatan asli daerah pada kebanyakan daerah
tingkat II. Kebanyakan daerah tingkat II memiliki penerimaan yang berasal dari
sumbangan dan bantuan dari Pemerintah Daerah Tingkat I, sehingga pencatatan
akuntansi pemerintahan sangat diperlukan guna mengendalikan besarnya belanja
Modal. Di samping itu dalam pengelolaan keuangan daerah masih terdapat
penyelewengan, sebagaimana yang dilaporkan BPK sebagai berikut.
Terdapat transfer dari rekening DKA ke rekening DAU, dan setelah satu
setengah bulan demikian, ditransfer kembali ke rekening DAK. Hal tersebut
sebagai dimuat pada tabel berikut :
Rek. DAK

Rek. DAU

Tgl. Keluar
Jenis Rekening Dalam DAK

Tgl. Keluar dari


dari DAK

Rupiah

Rupiah
DAU ke DAK

ke DAU
03/08/2010

2.599.992.986,00

26/09/2010

2.599.992.986,00

DAK Bidang Pendidikan

03/08/2010

177.135.781,00

26/09/2010

177.135.781,00

Dak Bidang Kelautan dan


Perikanan

03/08/2010

750.000.000,00

26/09/2010

750.000.000,00

Dak Bidang Insfrastruktur

03/08/2010

1.272.975.781,00

26/09/2010

1.272.975.781,00

DAK Bidang Kesehatan

03/08/2010

627.480.986,00

26/09/2010

627.480.986,00

DAK Bidang Pertanian

5.427.585.534,00

Sumber: BPK, 2011.

5.427.585.534,00

Dari Tabel Diatas terlihat bahwa terdapat transfer dari lima rekening DAK
seluruhnya sebesar Rp. 5.427.585.534,00 ke rekening DAU (rek. No. 0022027999-001) yang dilakukan pada tanggal 3 Agustus 2010. Kemudian pada
tanggal 26 Spetember 2010 uang sejumlah tersebut ditransfer kembali ke rekening
DAK.Adapun kasus lain yaitu penyelewengan data APBD di Pemerintah kota
bandung dengan adanya kasus dugaan korusi APBD sebesar 7,95 miliar yang
melibatkan DPRD kota Bandung kasus tersebut merupakan pelanggaran terhadap
PP

110

tahuin

2000

tentang

kedudukan

keuangan

dewan.

(http://m.antikorupsi.org/)
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan PP No. 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah, pasal 4 antara lain menyatakan bahwa keuangan
daerah harus di kelola secara tertib dan taat pada peraturan perundang-undangan.
Keadaan diatas mengakibatkan pengelolaan rekening Dana Alokasi Khusus dan
dana-dana daerah lainnya kurang terkendali dengan baik.
Hal tersebut disebabkan Pemegang Kas Daerah Kota Bandung kurang
maksimal dalam melaksanakan tugasnya, dan pengawasan serta pengendalian
Atasan Langsung belum optimal. (Sumber: BPK, 2011)
Pengawasan belanja Daerah sangat penting dilakukan untuk mengawasi
apakah Pemerintah Daerah telah menggunakan APBD secara ekonomis,efisien
dan efektif. Ada pun beberapa peran BAWASDA (Inspsektorat) dalam
pengawasan Daerah yaitu terdiri dari tugas pokok dan fungsi Badan Pengawasan
Daerah, ruang lingkup pengawasan, jenis pengawasan dan hasil pemeriksaan.
Belanja Daerah perlu memperoleh perhatian yang lebih besar karena belanja

daerah lebih rawan mengalami kebocoran Anggaran dibandingkan kebocoran


pada sisi pendapatan.
Pengertian Pengawasan belanja Modal menurut abdul Halim (2007:21)
adalah :
Pengawasan terhadap pengeluaran daerah dilakukan berdasarkan
ketaatan terhadap tiga unsur, yaitu ketaatan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku, unsur kehematan dan efisiensi,
dan hasil program (untuk proyek-proyek daerah).
Dari pengertian dan penjelasan tersebut maka dapat dijelaskan bahwa
akuntansi pemerintah memiliki pengaruh terhadap pengawasan belanja Modal
daerah, sebagaimana dijelaskan oleh Revrison Baswir dalam bukunya (1999:22)
sebagai berikut:
APBN dan barang-barang milik Negara merupakan obyek
akuntansi pemerintahan.
Sedangkan Indra Bastian (2001:70) menjelaskan pengurusan yang sama
antara belanja modal negara dengan belanja modal daerah, sebagai berikut:
Pelaksanaan anggaran belanja Daerah menganut sistem pengurusan
yang sama dengan sistem pengurusan Keuangan Negara.
Dari pengertian tersebut di atas dapat diinterpretasikan bahwa akuntansi
pemerintah mempunyai pengaruh terhadap belanja Modal, karena baik APBN
maupun APBD merupakan obyek akuntansi pemerintah, dimana pelaksanaan
pengawasan belanja modal menganut sistem pengurusan yang sama dengan
sistem pengurusan keuangan negara. Oleh karena itu, maka penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian lebih jauh tentang penerapan akuntansi pemerintahan yang


ada di Kota Bandung dan bermaksud untuk mengkaji ke dalam skripsi yang
berjudul PENGARUH PELAKSANAAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN
DAERAH TERHADAP PENGAWASAN BELANJA MODAL (Penelitian
pada Pemerintah Daerah Kota Bandung).
Penelitian ini merupakan replikasi dar penelitian ardiles (2006) yang
berjudul Pengaruh akuntansi Pemerintahan terhadap pengawasan Belanja
pembangunan, Penelitian tersebut mengkaji akuntansi pemerintahan terhadap
pengawasan belanja pembangunan, sedangkan yang peneliti lakukan akuntansi
pemerintahan terhadap pengawasan belanja modal, peneliti mengkaji aturan baru
dari pemerintahan yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik indonesia
No. 20 , 24, dan 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan Daerah dan
Aturan lainya yang berlaku pada saat ini.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat diidentifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan Akuntansi Pemerintahan Daerah pada Pemerintah
Daerah Kota Bandung.
2. Bagaimana pengawasan Belanja Modal pada Pemerintahan Daerah Kota
Bandung.

3. Seberapa besar pengaruh pelaksanaan Akuntansi Pemerintahan Daerah


terhadap Pengawasan Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kota
Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian


1.3.1 Maksud Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk dapat memahami peranan
Akuntansi Pemerintahan terhadap pengawasan belanja modal.

1.3.2 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dalam penelian ini adalah sebagai berikut :
1.

Untuk mengetahui pelaksanaan Akuntansi pemerintahan daerah pada


Pemerintahan Daerah Kota Bandung.

2.

Untuk mengetahui mekanisme pengawasan belanja modal daerah yang


dilaksanakan pada Pemerintah Daerah Kota Bandung.

3.

Untuk

mengetahui

besarnya

pengaruh

pelaksanaan

Akuntansi

pemerintahan daerah terhadap pengawasan belanja modal pada


Pemerintah Daerah Kota Bandung.

10

1.4 Kegunaan Penelitian


1.4.1 Kegunaan Praktis
1. Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan pengetahuan dan wawasan berfikir bagi
penulis mengenai pengaruh Akuntansi pemerintahan daerah terhadap
pengawasan belanja modal pada Pemerintah Daerah Kota Bandung.

2. Bagi Instansi
Diharapkan dapat memberikan masukkan yang bermanfaat bagi
Pemerintah Daerah Kota Bandung, terutama bagi pihak-pihak yang
terkait langsung dalam pelaksanaan akuntansi pemerintahan daerah dan
prinsip-prinsip pengawasan belanja modal.
1.4.2 Kegunaan Teoretis
Diharapkan dapat menjadi tambahan sumber pengetahuan dan bahan
kepustakaan atau sejenisnya sebagai dasar informasi bagi pihak-pihak yang
memerlukan.

1.5

Lokasi Penelitian
Penulis melakukan penelitian dan pengambilan data serta informasi yang

diperlukan pada Kantor Pemerintah Daerah tingkat II Kota Bandung yang


khususnya dilakukan pada Dinas Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah
(DPKAD) yang berlokasi di Wastu KencanaNo.2 Bandung dan Kantor
Inspektorat yang berlokasi di Jalan TeraKota Bandung.

11

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1

Kajian Pustaka
Sesuai dengan judul penelitian, maka dalam kajian pustaka ini akan

dipaparkan tentang akuntansi pemerintahan dan pengawasan belanja modal, serta


pengaruh pelaksanaan akuntansi pemerintahan daerah terhadap pengawasan
belanja modal di Pemerintahan Kota Bandung.

2.1.1 Akuntansi Pemerintahan


Akuntansi pemerintahan, termasuk di dalamnya adalah akuntansi untuk
organsiasi nirlaba lainnya (nonprofit organization), adalah bidang akuntansi yang
berkaitan dengan lembaga pemerintahan dan lembaga-lembaga lainnya yang tidak
bertujuan untuk mencari laba. (Bppk.depkeu.go.id)

2.1.1.1 Pengertian Akuntansi Pemerintahan


Lembaga pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya memerlukan
jasa akuntansi, baik analisis maupun untuk meningkatkan mutu pengawasan,
pendidikan, dan pengelolaan keuangan untuk menghasilkan informasi yang akan
digunakan. Akuntansi demikian dikenal dengan akuntansi pemerintahan. Untuk
dapat memahami pengertian yang lebih jelas mengenai Akuntansi Pemerintahan,
di sini penulis mengemukakan beberapa definisi dari para ahli.
Adapun mengenai pengertian Akuntansi Pemerintahan menurut Revrisond
Baswir (2000,7) adalah sebagai berikut:

12

Akuntansi Pemerintahan (termasuk di dalamnya akuntansi untuk


lembaga-lembaga yang tidak bertujuan mencari laba lainnya), adalah
bidang akuntansi yang berkaitan dengan lembaga pemerintahan dan
lembaga-lembaga yang tidak bertujuan mencari laba.

Berdasarkan pengertian di atas Akuntansi Pemerintahan adalah akuntansi


yang digunakan dalam suatu organisasi pemerintahan / lembaga yang tidak
bertujuan untuk mencari laba, dan merupakan suatu bagian dari disiplin ilmu
akuntansi sebagai yang utuh.

2.1.1.2 Ruang Lingkup dan Karakteristik Akuntansi Pemerintahan


Ruang lingkup akuntansi pemerintahan menurut peraturan pemerintah
Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dijelaskan bahwa
SAP diterapkan di lingkup pemerintahan, yaitu pemerintah pusat, pemerintah
daerah dan satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah, jika menurut
perundang-undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan
keuangan.
Menurut Deddi Nordiawan (2006:30-33) karena koseptual
menekankan

perlunya

mempertimbangkan

ciri-ciri

penting

SAP

lingkungan

pemerintahan dalam menetapkan tujuan akuntansi dan pelaporan keuangan. Ciriciri penting tersebut meliputi :
a. Ciri Utama Struktur Pemerintahan dan Pelayanan yang Diberikan
1. Bentuk Umum Pemerintahan dan Pemisahan Kekuasaan.
2. Sistem Pemerintahan Otonomi dan Transfer Pendapatan Antar
Pemerintah.
3. Adanya Pengaruh Proses Politik
4. Hubungan antar Pembayaran Pajak dengan Pelayanan
Pemerintah

13

b.

Ciri Keuangan Pemerintah yang Penting bagi Pengendalian


1. Anggaran sebagai Pernyataan Kebijakan Publik, Target Fiskal,
dan Alat Pengendalian
2. Investasi dalam Aktiva yang Tidak Langsung
3. Kemungkinan Penggunaan Akuntansi Dana untuk Tujuan
Pengendalian

Sedangkan menurut Peter Gade (2002) dalam bppk.depkeu (2008:14-15),


karakteristik akuntansi pemerintahan sebagai berikut :
1. Memenuhi UUD, UU dan peraturan lainnya
Akuntansi harus dirancang untuk memenuhi ketentuan Undang-Undang
dasar, Undang-Undang dan peraturan lainnya dari Negara
2. Dikaitkan dengan klasifikasi anggaran
Sistem akuntansi harus dikaitkan dengan klasifikasi anggaran. Fungsi
anggaran dan akuntansi merupakan unsur-unsur yang saling melengkapi
dari pengurusan keuangan dan harus di integrasikan secara erat.
3. Harus diselenggarakan perkiraan-perkiraan
Perkiraan-perkiraan harus diselenggarakan dengan cara yang dapat
mengidentifikasikan obyek-obyek dan tujuan-tujuan untuk dana yang
diterima itu digunakan serta dapat pula mengindentifikasikan para
pejabat yang bertanggungjawab atas penyimpangan dan penggunaan
dana-dana dalam pelaksanaan program.
4. Memudahkan pemeriksaan aparat
Sistem akuntansi harus diselanggarakan dengan cara yang
memungkinkan pelaksanaan oleh lembaga pemerintah ekstern, serta
dapat menyediakan informasi-informasi yang diperlukan untuk
pemeriksaan.
5. Perkiraan harus dikembangkan secara efektif
Perkiraan-perkiraan harus dikembangkan agar dapat mengungkapkan
hasil-hasil secara ekonomi dan keuangan dari pelaksanaan programprogram, termasuk pengukuran pendapatan, indentifikasi biaya dan
penetapan hasil operasi (posisi lebih atau kurang) dari pemerintah dengan
program dan organisasinya.
6. Harus dapat melayani kebutuhan dasar informasi keuangan
Sistem akuntansi harus mampu menyediakan informasi keuangan yang
mendasar yang diperlukan dalam penyusunan rencana dan program serta
menelaah dan penilaian terhadap pelaksanaan secara fisik dan
keuangannya.

14

Dari penjelasan tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa karakteristik


akuntansi pemerintah sangat dipengaruhi oleh peraturan dan hukum yang berlaku
dalam suatu Negara, hal ini sesuai juga dengan pernyataan dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 pasal 184 ayat 3 yang mengatakan bahwa: akuntansi
pemerintah diterapkan dengan peraturan pemerintah. Karakteristik Akuntansi
pemerintah sangat tergantung dari sistem pemerintahan dan pelayanan yang
diberikan serta keuangan pemerintah yang penting bagi pengendalian.

2.1.1.3 Tujuan Akuntansi Pemerintahan


Tujuan akuntansi pada sektor publik oleh American Accounting Association
(1970) dalam Glynn (1933) dalam buku Akuntansi Sektor Publik yang
dialihbahasakan oleh Mardiasmo (2002: 14) menyatakan:
1. Pengendalian Manajemen (Manajemen Control)
2. Akuntanbilitas (Accountability)

Sedangkan Menurut Abdul Halim (2007:35) akuntansi pemerintahan


mempunyai beberapa tujuan, yaitu :
1. Pertanggungjawaban (accountability and stewardship).
Tujuan pertanggungjawaban memiliki arti memberikan informasi
keuangan yang lengkap, cermat dalam bentuk dan waktu yang tepat,
yang berguna bagi pihak yang bertanggung jawab yang berkaitan
dengan

operasi

unit-unit

pemerintahan.

Lebih

lanjut,

tujuan

pertanggungjawaban ini mengharuskan tiap orang atau badan yang

15

mengelola keuangan negara harus memberikan pertanggungjawaban


atau perhitungan.

2. Manajerial.
Tujuan

manajerial

berarti

bahwa

akuntansi

pemerintah

harus

menyediakan informasi keuangan yang diperlukan untuk perencanaan,


penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, pengendalian anggaran,
perumusan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan, serta penilaian
kinerja pemerintah.
3. Pengawasan.
Tujuan pengawasan memiliki arti bahwa akuntansi pemerintah harus
memungkinkan terselenggaranya pemeriksaan oleh aparat pengawasan
fungsional secara efektif dan efisien.

Akuntansi sektor publik terkait dengan tiga hal pokok, yaitu penyediaan
informasi, pengendalian manajemen dan akuntabilitas. Akuntanbilitas sektor
publik merupakan alat informasi untuk melaporkan pelaksanaan tanggungjawab
mengelola secara tepat dan efektif, baik bagi pemerintah sebagai manajemen
maupun alat informasi bagi publik. Bagi pemerintah, informasi akuntansi
digunakan dalam

proses pengendalian manajemen mulai dari perencanaan

strategik, pembuatan program, penganggaran, evaluasi kinerja, dan pelaporan


kinerja.

16

2.1.1.4 Akuntansi Pemerintahan di Indonesia


Tahun 1991 merupakan saat mulanya perkembangan dalam bidang
akuntansi pemerintah dengan keputusan menteri keuangan Republik Indonesia No
476/KMK/01/1991. Tanggal 21 Mei 1999 tentang sistem akuntansi pemerintah
pusat telah ditetapkan secara resmi hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan
akuntansi pemerintah. Sistem akuntansi pemerintah daerah didasarkan pada
peraturan perundangan:

Undang-Undang No 32 Tahun 2004 sebagai pengganti dari UndangUndang No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No 33 Tahun 2004 sebagai pengganti dari UndangUndang No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah

Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000

Keputusan Mendagri No. 29 Tahun 2002

Standar Akuntansi Pemerintah yang ditetapkan dengan Peraturan


Pemerintah No 24 tahun 2005. (Sumber:
http://www.fourseasonnews.com/2012/10/sistem-akuntansi-pemerintahdaerah.html)

Perkembangan yang menyangkut masalah tersebut adalah semakin


meningkatnya tugas pemerintah dalam kegiatan pembangunan yang membawa
transaksi pemerintah semakin meningkat. Praktek sistem akuntansi pemerintah

17

dikembangkan bukan untuk memenuhi tujuan pertanggungjawaban saja, tetapi


juga harus dapat menyediakan informasi keuangan yang dibutuhkan untuk
perencanan, penggarapan, pelaksanaan, pemantauan, pengendalian anggaran,
evaluasi pelaksanaan serta untuk perumusan kebijaksanaan dan pengambilan
keputusan.
Dalam pembahasan sistem ini, Gade

(2000:86-87) dalam bukunya

Akuntansi Pemerintah mengemukakan bahwa sistem akuntansi pemerintah


terdiri dari dua sistem utama yang mempunyai hubungan data informasi akuntansi
timbal balik, yaitu sebagai berikut :
1. Sistem akuntansi pusat yang diselenggarakan oleh departemen
keuangan sistem akuntansi pusat dibagi tiga sistem, yaitu:
a. Akuntansi Umum
b. Akuntansi kas umum negara
c. Akuntansi bagian anggaran XVI (pembiayaan dan
perhitungan)
2. Sistem akuntansi instansi yang diselenggarakan oleh departemen
dan lembaga.
Sistem akuntansi instansi dibagi menjadi 5 sub sistem, yaitu:
a. Sistem akuntansi instansi tingkat departemen atau lembaga.
b. Sistem akuntansi tingkat Eselon I.
c. Sistem akuntansi tingkat kantor wilayah.
d. Sistem akuntansi tingkat wilayah.

2.1.1.5 Akuntansi Belanja Modal


Menurut PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah
belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari rekening kas umum daerah.
Sedangkan yang dimaksud dengan belanja modal adalah pengeluaran anggaran
untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu
periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk
perolehan tanah, gedung, dan bangunan, peralatan, dan aset tak berwujud.

18

Deddi Nordiawan (2007:40) belanja modal ada dua macam:


1. Belanja Tidak Langsung adalah belanja yang dianggarkan tapi
tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan
kegiatan, misalnya: belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan
sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak
terduga.
2. Belanja Langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, misalnya:
belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja
modal.Karakteristik belanja langsung adalah input atau alokasi
belanja yang ditetapkan dapat diukur dan diperbandingkan dengan
output yang dihasilkan.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa dalam belaja modal memiliki dua
macam yaitu belanja tidak langsung dan belaja langsung. Sedangkan di dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang belanja daerah
disebutkan sebagai berikut:
1. Menurut urusan pemerintahan terdiri belanja urusan wajib dan
belanja urusan pilihan.
2. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaika dengan susunan
organisasi pada masing-masing pemerintah daerah.
3. Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan
dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
4. Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari :
a. Belanja Tidak Langsung
b. Belanja Langsung
Berdasarkan teori tersebut dapat dijelaskan bahwa secara umum belanja
dikelompokan kepada belanja tidak langsung dan belanja langsung.

2.1.2 Pengawasan Belanja Modal


2.1.2.1 Pengertian Pengawasan
Setiap organisasi baik publik maupun swasta memiliki tujuan yang hendak
dicapai. Untuk mencapaian tujuan organisasi tersebut diperlukan strategi yang

19

dijabarkan dalam bentuk program-program atau aktivitas. Sejalan dengan


pelimpahan wewenang dan tanggung jawab, maka diperlukan suatu alat
pengendalian untuk mengontrol dan mengendalikan jika terjadi penyimpangan.
Pemerintah harus melakukan pengawasan keuangan secara efektif dan efisien agar
tujuan pemerintah dapat dicapai.
Dalam

Kep.Menpan

No.19/1996

yang

diubah

dengan

No.17/Kep/M.Pan/4/2002 Tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka


Kreditnya menyatakan tentang pengawasan sebagai berikut:
Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap
objek pengawasan dan atau kegiatan tertentu dengan tujuan untuk
memastikan apakah pelaksanaan tugas dan fungsi objek pengawasan
dan atau kegiatan tersebut telah sesuai dengan yang telah ditetapkan

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang


Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah BAB XIII tentang Pembinaan dan
Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah dijelaskan bahwa:
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah
kepada pemerintah daerah yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.
Pembinaan

meliputi

pemberian

pedoman,

bimbingan,

supervisi,

konsultasi, pendidikan dan pelatihan, mencakup perencanaan dan penyusunan


APBD,

pelaksanaan,

pertanggungjawaban

penatausahaan,
keuangan

daerah,

dan

akuntansi

pemantauan

keuangan
dan

evaluasi,

daerah,
serta

kelembagaan pengelolaan keuangan dareah Pemberian bimbingan, supervisi, dan


konsultasi sebagaimana mencakup perencanaan dan penyusunan APBD,
pelaksanaan, penatausahaan, dan akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban

20

keuangan daerah yang dilaksanakan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu, baik


secara menyeluruh kepada seluruh daerah maupun kepada daerah tertentu sesuai
dengan kebutuhan. Pendidikan dan pelatihan dilaksanakan secara berkala bagi
kepala daerah atau wakil kepala daerah, pimpinan dan anggota DPRD, perangkat
daerah, dan pegawai negeri disipil daerah serta kepada bendahara penerimaan dan
bendahara pengeluaran.
Pembinaan untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh gubernur selaku
wakil pemerintah. Pengawasan pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengawasan keuangan daerah menurut Abdul Halim dalam bukunya
Manajemen Keuangan Daerah adalah sebagai berikut:
Pengawasan Keuangan Negara dan daerah berdasarkan ruang
lingkupnya dibedakan menurut jenis yaitu pengawasan Intern dan
Pengawasan Ekstern, (Abdul Halim,2004)

Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa pengawasan belanja


modal di daerah juga sama, yaitu untuk menjamin agar pengaturan pengeluaranpengeluaran yang terjadi tidak menyimpang dari rencana atau anggaran yang telah
ditetapkan. Banyak orang beranggapan bahwa kegiatan pengawasan itu sebagai
kegiatan yang semata-mata bertujuan untuk mencari kesalahan, padahal
pengawasan itu bertujuan untuk menilai terhadap kegiatan. Kegiatan Belanja
Modal apakah telah sesuai dengan rencana yang telah digariskan, sehingga dapat
tercapai tujuan yang telah ditetapkan.

21

2.1.2.2 Jenis - JenisPengawasan


Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 dijelaskan definisi
empat jenis pengawasan yaitu Pengawasan Melekat, Pengawasan Fungsional,
Pengawasan Legislatif, Pengawasan Masyarakat.
Adapun pengertian setiap jenis pengawasan tersebut menurut PP Nomor 20
Tahun 2001 adalah :
1. Pengawasan Melekat adalah serangkain kegiatan yang bersifat sebagai
pengendalian yang terus-menerus dilakukan oleh atasan langsung
terhadap bawahanya secara preventif dan respresif agar pelaksanaan
tugas bawahan tersebut berjalan efektif dan efisien sesuai dengan
rencana kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pengawasan Fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh
aparat pengawasan secara fungsional baik intern pemerintah maupun
ekstern pemerintahan yang dilaksanakan terhadap pelaksanaan tugas
untuk pemerintah dan pembangunan agar sesuai dengan rencana dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pengawasan Legislatif adalah pengawsan yang dilakukan oleh Lembaga
Perwakilan Rakyat terhadap kebijaksanaan dan pelaksanaan tugastugas umum pemerintah dan pembangunan.
4. Pengwasan Masyarakat adalah pengawasan yag dilakukan oleh warga
masyarakat yang disampaikan secara lisan atau tulisan kepada
aparatur pemerintah yang berkepentingan, berupa sumbangan pikiran,
saran, gagasan atau keluhan/pengaduan yang bersifat membangun
yang disampaikan baik secara langsung maupun melalui media.

Menurut Revrison Baswir (1999:12) jenis-jenis pengawasan sebagai berikut:


1. Pengawasan Menurut Sifatnya
a. Pengawasan Preventif, adalah pengawasan yang dilakukan
sebelum dimulainya pelaksanaan suatu kegiatan, atau
sebelumnya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan
kegiatan.
b. Pengawasan Detektif, adalah suatu bentuk pengawasan yang
dilakukan dengan meneliti dan mengevaluasi dokumen-dokumen
laporan pertanggungjawaban bendaharawan. Pengawasan
detektif biasanya dilaksanakan setelah dilakukan tindakan yaitu
dengan membandingkan antara hal yang telah terjadi dengan hal
yang seharusnya terjadi. Di samping itu, pembiayaan yang telah

22

ditentukan itu telah mengetahui kebijakan dan ketentuan yang


telah ditetapkan.
2. Pengawasan Menurut Ruang Lingkup
a. Pengawasan Internal
Pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang berasal dari
lingkungan internal organisasi. Fungsi pengawasan internal ini
diselenggarakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) dan Inspektor Jendral (IRJEN),
Inspektorat Wilayah Daerah Kabupaten (Itwildakap) dan
Inspektorat Wilayah Daerah Kota Madya (Itwildako).
b. Pengawasan Eksternal
Suatu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh suatu unit
pengawasan yang sama sekali berasal dari luar lingkungan
organisasi eksekutif. Di Indonesia pengawasan eksternal ini
diselenggarakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan
Pemeriksaan Keuangan (BPK) dan secara langsung oleh
masyarakat.
Dari jenis pengawasan di atas, akan diuraikan tugas dari :
1. Tugas BPK yaitu:
a. Merumuskan rencana dan program pelaksanaan pengawasan bagi
seluruh aparat pengawasan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah.
b. Melakukan koordinasi teknis pelaksanaan pengawasan yang
diselenggarakan

oleh

aparat

pengawasan

fungsional

di

departemen/lembaga pemerintah non departemen dan instansi


pemerintah lainnya di Pusat maupun di Daerah
2. Tugas Irjen yaitu:
a. Melakukan penelitian dan peninjauan atas pelaksanaan proyek
pembangunan dangan jalan

23

Melengkapi

Laporan

yang

telah

ada

pada

departemen-

departemen/lembaga-lembaga pemerintah non departemen/GubernurGubernur yang membawahi proyek pembangunan.


-

Atas petunjuk Presiden/Wakil Presiden mandapatkan laporan dengan


jalan

melakukan

penelitian

dan

peninjauan

kepada

proyek

pembangunan yang bersangkutan dan atau dengan meminta laporan


khusus dari pimpinan proyek pembangunan yang bersangkutan.
b. Menyampaikan laporan kepada Presiden/Wakil Presiden menganai hasil
penelitian dan peninjauannya dengan menyampaikan tembusan kepada
Menteri/Kepala lembaga pemerintahan non departemen/Gubernur yang
membawahi proyek pembangunan.
Agat tercapai

koordinasi dan tidak terjadi tumpang tindih pelaksanaan

pengawasan antar masing-masing aparat pengawasan fungsional pemerintah,


disusunlah Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) oleh BPKP berdasarkan
usulan program kerja tahunan, pengawasan tahunan yang diajukan oleh seluruh
aparat fungsional pemerintah Pusat dan Daerah. PKPT ini merupakan rencana
kerja seluruh aparat pengawasan fungsional pemerintah yang memuat objek
pemeriksaan, waktu pemeriksaan dan aparat yang melakukan.

2.1.2.3 Pengertian Belanja Modal


Dalam bahasa peraturan perundang-undangan (seperti misalnya PP 58/2005
dan Permendagri 13/2006), investasi diartikan atau didefinisikan sebagai
penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis seperti bunga, deviden,

24

royalti, manfaat sosial/atau manfaat lainya sehingga dapat meningkatkan


kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Dengan
demikian, investasi dalam hal ini ditekankan pada penggunaan aset. Padahal suatu
aset di pemerintah (pusat atau daerah), khususnya aset tetap, diperoleh melalui
proses pengeluaran dana yang disebut Belanja Modal.
Belanja modal menurut Abdul Halim(2008:5) dalam PP 58/2005
menyatakan bahwa:
Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembelian/pengadaan aset tetap dan aset lainya yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 12(dua belas) bulan untuk digunakan dalam
kegiatan pemerintahan.
Sedangkan Belanja modal menurut Abdul Halim(2008:5) dalam
Permendagri 13/2006 menyatakan bahwa:
Belanja Modal adalah sebagian pengeluaran yang dilakukan dalam
rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud
yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk
digunakan dalam kegiatan pemerintahan.

Bentuk dari belanja modal ini dapat berupa proyek-proyek fisik seperti
dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, jalan,
irigasi,buku perpustakaan, hewan dan aset tetap lainya. Belanja modal dapat
berupa proyek-proyek non fisik seperti pendidikan, penataran dan lain-lain.

2.1.2.4 Jenis Belanja Modal


Menurut Syaiful (2009:2-3) belanja modal dapat dikategorikan dalam 5
(lima) kategori utama :
1. Belanja Modal Tanah

25

Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan


untuk pengadaan/pembeliaan/pembebasan penyelesaian, balik nama
dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan
tanah, pembuatan sertipikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan
dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam
kondisi siap pakai.
2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian,
dan
peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor
yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan
sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.
3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/ biaya
yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan
termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan
pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah
kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi
siap pakai.
4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya
yang
digunakan
untuk
pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan
pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk
pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan
irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi
dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
5. Belanja Modal Fisik Lainnya
Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan
untuk
pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatanpembangunan/pe
mbuatan serta perawatan terhadap Fisik lainnya yang tidak dapat
dikategorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan
mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan,
termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli,
pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang
untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal
ilmiah.

2.1.2.5 Pengawasan Belanja Modal

26

Pengawasan belanja modal menurut Perda No. 249 Tahun 2008 dilakukan
oleh Inspektorat Seksi Pembangunan dengan tugas pokok dan fungsi sebagai
berikut:
a. Pengusulan program pengawasan bidang pembangunan;
b. Pengkoordinasian pelaksanaan pengawasan bidang pembangunan;
c. Pelaksanaan

pengawasan

terhadap

penyelenggaraan

urusan

pemerintahan daerah bidang pembangunan;


d. Pelaksanaan pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas
pengawasan di bidang pembangunan; dan
e. Pelaporan pelaksanaan hasil pengawasan bidang pembangunan.
Pengawasan terhadap pengeluaran daerah khususnya belanja modal lebih
kompleks dari pada pengawasan terhadap penerimaan daerah. Hal ini karena
pengawasan pengeluaran daerah tidak hanya dilakukan dengan waktu sebelum
diadakan pengeluaran Pengawasan terhadap pengeluaran daerah dari belanja rutin
dan belanja pembangunan/modal ini pada umumnya ditujukan untuk mengawasi
pelaksanaan APBD. Adapun prinsip-prinsip belanja modal dikemukakan oleh
Abdul Halim (2007:43) adalah sebagai berikut:
a. Wetmatigheid
prinsip pengawasan yang menekankan pentingnya aspek kesesuaian antar
praktek pelaksanaan APBN dengan ketentuan yang berlaku, adalah
sebagai berikut :
-

Adanya realisasi anggaran berdasarkan standar anggaran belanja


pembangunan

27

Dilakukan pelaporan atas hasil realisasi anggaran secara berkala


sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Adanya buktu-bukti yang berhubungan dengan pelaksanaan anggaran


belanja pembangunan.

b. Rechagtigheid
prinsip pengawasan yang menitik beratkan perhatiaanya pada segi legalitas
praktek pelaksanaan APBN, caranya adalah menguji dasar hokum dari
setiap aspek pelaksanaan APBN itu, adalah sebagai berikut:
-

Dilakukan untuk seluruh aktivitas yang menggunakan dana dari


anggaran belanja pembangunan.

Adanya tata usaha dan penyusunan pertanggungjawaban terhadap


pelaksanaan anggaran belanja pembangunan.

Adanya struktur organisasi yang jelas dan pemisahan fungsi dalam


pelaksanaan belanja pembangunan.

c. Doelmatigheid
prinsip pengawasan yang menekankan pentingya penerapan faktor tolak
ukur dalam praktek pelaksanaan APBN, adalah sebagai pelaksanaan
belanja berikut:
-

Adanya efisiensi dalam pelaksanaan belanja pembangunan.

Adanya efektifitas dalam pelaksanaan belanja pembangunan.

Adanya ekonomisasi dalam pembangunan.

28

Syaiful (2009:3) menjelaskan belanja diakui pada saat terjadinya


pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah, khusus pengeluaran
melalui

bendahara

pengeluaran

pengakuannya

terjadi

pada

saat

pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang


mempunyai fungsi perbendaharaan. Belanja dalam tatanan akuntansi pemerintah
diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi, organisasi dan fungsi.

2.1.3 Pengaruh Pelaksanaan Akuntansi Pemerintahan Daerah Terhadap


Pengawasan Belanja Modal
Sesuatu anggaran yang telah direncanakan dengan baik, hendaknya
disertai dengan pelaksanaannya yang tertib dan disiplin, sehingga sasaran dapat
dicapai secara berdaya guna dan berhasil guna.
Revrison Baswir dalam bukunya (1999:22) menjelaskan tentang Anggaran
dan akuntansi pemerintahan sebagai berikut:
APBN dan barang-barang milik Negara merupakan obyek
akuntansi pemerintahan.
Sedangkan Indra Bastian (2001:70) menjelaskan pengurusan yang sama
antara belanja pembangunan negara dengan belanja pembangunan daerah, sebagai
berikut:
Pelaksanaan anggaran belanja Daerah menganut sistem pengurusan
yang sama dengan sistem pengurusan Keuangan Negara.
Dari pengertian tersebut di atas dapat diinterpretasikan bahwa pelaksanaan
akuntansi pemerintah mempunyai pengaruh terhadap belanja modal, dimana
dalam pelaksanaannya harus memperhatikan pengawasan belanja modal.

29

Pengawasan terhadap anggaran merupakan suatu proses untuk mengetahui


tindakan yang dikerjakan dan apakah tindakan telah sesuai dengan anggaran yang
direncanakan sebelumnya. Dengan demikian melalui proses ini dapat ditentukan
keberhasilan atau pun penyimpangan suatu tindakan. Suatu anggaran harus
mempertimbangkan dan memperkirakan yang mungkin terjadi dimasa yang akan
datang

berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data aktual yang tersedia.

Pengawasan anggaran perlu sekali diperhatikan segi tingkah laku manusia, sebab
pada umumnya kegagalan pengawasan ini adalah karena pekerja ( pelaksana)
merasa bahwa mereka dikejar target atau anggaran tertentu tanpa melibatkan
kemampuan dan kesanggupan.

2.2

Kerangka Pemikiran
Akuntansi keuangan (pemerintahan) daerah di Indonesia menurut Abdul

Halim (2007:1) merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang
mendapat perhatian besar dari berbagai pihak semenjak Reformasi tahun 1998.
Perkembangan reformasi terus berlanjut sejalan dengan perubahan dan
penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka salah satu
perubahan mendasar adalah sejajarkanya posisi eksekutif dan legislatif di daerah.
Hal ini ternyata sagat penting guna kelancaran pengelolaan keuangan daerah
secara menyeluruh. Bentuk kesejajaran ini adalah legislatif tidak dapat begitu saja
menjatuhkan posisi kepala daerah karena pengelolaan APBD.

30

Salah satu pergeseran pengelolaan APBD berdasarkan PP Nomor 58


Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Mentri Dalam
Negeri 13 tahun 2006 tentang Pedoman Keuangan Daerah serta aturan-aturan
penerusnya (penggantinya) adalah timbulnya perubahan sistem akuntansi
keuangan pemerintahan. Inti dari perubahan ini adalah tuntutan dilaksanakannya
akuntansi dalam pengelolaan keuangan daerah oleh Pemda, baik provinsi
maupun kabupaten/kota, bukan pembukuan seperti yang dilaksanakan selama
ini.
Pengertian akuntansi pemerintahan menurut Indra Bastian (2001:5) adalah
sebagai berikut :
Akuntansi pemerintahan didefinisikan sebagai akuntansi dana
masyarakat. Akuntansi dana masyarakat dapat diartikan sebagai
mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada
pengelolaan dana masyarakat.
Menurut Abdul Halim (2007:35) akuntansi pemerintahan mempunyai
beberapa tujuan, yaitu:
1. Pertanggungjawaban (accountability and stewardship).
2. Manajerial.
3. Pengawasan.
Berdasarkan penjelasan para ahli tersebut, maka menurut penulis bila tujuan
akuntansi ingin tercapai dengan baik, maka prinsip/karakteristik akuntansi
pemerintah harus dapat dilaksanakan. Prinsip/karakteristik akuntansi pemerintah
menurut menurut Mardiasmo dan Mohamad Gade (2002) adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi UUD, UU dan peraturan lainnya
2. Dikaitkan dengan klasifikasi anggaran
3. Harus diselenggarakan perkiraan-perkiraan

31

4. Memudahkan pemeriksaan aparat


5. Perkiraan harus dikembangkan secara efektif
6. Harus dapat melayani kebutuhan dasar informasi keuangan

Sedangkan Deddi Nordiawan (2006), 30-33) menjelaskan tentang ciri-ciri


akuntansi pemerintah sebagai berikut :
1. Ciri utama Struktur Pemerintahan dan Pelayanan yang Diberikan.
2. Ciri Keuangan Pemerintahan yang Penting bagi Pengendalian.
Selanjutnya penulis memaparkan pengertian pengawasan dari beberapa ahli
sebagai berikut.
Revrisond Baswir (1998 :118) menjelaskan tentang pengawasan adalah
sebagai berukut :
Pengawasan adalah suatu kegiatan untuk memperoleh apakah
pelaksanaan suatu pekerjaan atau kegiatan itu dilakukan sesuai
dengan rencana, aturan-aturan dan tujuan yang telah ditetapkan.
Berkaitan dengan akuntansi pemerintahan Mardiasmo dalam bukunya
Akuntansi Sektor Publik (2002:1) mengatakan:
Akuntansi sektor publik memiliki kaitan yang erat dengan
penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik. Domain
publik sendiri memiliki wilayah yang lebih luas dan kompleks
dibandingkan dengan sektor swasta.

Sedangkan

Belanja

modal

menurut

Abdul

Halim(2008:5)

dalam

Permendagri Nomor 13 tahun 2006 menyatakan bahwa:


Belanja Modal adalah sebagian pengeluaran yang dilakukan dalam
rangka pembelian/pengadaan atau pembanguna aset tetap berwujud
yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk
digunakan dalam kegiatan pemerintahan.

32

Belanja Modal disusun atas dasar kebutuhan nyata masyarakat sesuai


dengan tuntutan dinamika yang berkembang untuk meningkatkan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.
Sedangkan Menurut Abdul Halim (2007:21) pengawasan belanja modal
adalah :
Pengawasan terhadap pengeluaran daerah dilakukan berdasarkan
ketaatan terhadap tiga unsur utama, yaitu ketaatan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku, unsur kehematan dan efisien,
dan hasil program (untuk proyek-proyek daerah)

Adapun prinsip-prinsip pengawasan belanja modal ini dikemukakan oleh


(Abdul Halim, 2007:43) adalah sebagai berikut:
a. Wetmatigheid, yaitu prinsip pengawasan yang menekankan
pentingnya aspek kesesuaian antar praktek pelaksanaan APBD
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Rechmatigheid, yaitu prinsip pengawasan yang menitik beratkan
perhatiaanya pada segi legalitas praktek pelaksanaan APBD.
c. Doelmatigheid, yaitu prinsip pengawasan yang menekankan pentingya
penerapan faktor tolak ukur dalam praktek pelaksanaan APBD.

Akuntansi pemerintahan pada hakekatnya merupakan salah satu alat untuk


meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan
tujuan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Pendapatan daerah bersumber dari pendapatan asli daerah itu sendiri,
pendapatan yang berasal dari pemerintah, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Pendapatan daerah dimaksudkan untuk membiayai belanja atau pengeluaran
daerah, karena pembangunan dareah tidak terlaksana dengan baik apabila tidak
didukung oleh biaya yang cukup. Oleh karena itu untuk melaksanakan kewajibankewajiban pemerintah daerah dalam rangka memenuhi pemenuhan tagihan-

33

tagihan dan melaksanakan keadilan sosial diperlukan pengeluaran-pengeluaran


daerah di mana pengeluaran-pengeluaran daerah mempunyai kaitan terhadap
kewajiban-kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang.
Adapun penelitian terdahulu dijelaskan pada Tabel di bawah ini:
No.
1

Nama Peneliti
Diana

Tahun
2009

Sumarjo

(2010)

Judul
Pengaruh
Pelaksanaan
Akuntansi
Pemerintahan
Terhadap
Pengawasan
Belanja
Modal
Daerah
(Penelitian pada
Pemerintah
Daerah
Kota
Bandung).

Hasil Penelitian
Nilai rs hitung dengan
nilai rs tabel pada taraf
signifikan = 0,05. Dari
penghitungan nilai Dari
penghitungan
nilai
statistik didapat rs hitung
adalah
0.643
bila
diinterpretasikan dengan
pedoman
interpretasi
koefisien korelasi dari
Sugiono (2008:250), maka
tingkat hubungan angka
tersebut adalah sangat
kuat karena berada pada
angka 0.80 1.000 untuk
kategori sangat kuat.
Sedangkan rs tabel dengan
taraf nyata/signifikansi (
= 0,05) untuk n = 37
adalah 0.364 (lampiran).
Ini berarti bahwa rs hitung
(0.643) > rs tabel (0.364),
sehingga hipotesis no.
(Ho) ditolak dan hipotesis
alternatif (H1) diterima
berarti Jika akuntansi
pemerintahan
telah
dilaksanakan dengan baik
maka tercipta pengawasan
belanja
modal
pada
Pemerintah Daerah Kota
Bandung.
Pengaruh
menjelaskan
Karakteristik
bahwaPenelitian
ini
Pemerintah
menggunakan
kinerja
Daerah Terhadap keuangan
pemerintah
Kinerja Keuangan daerah sebagai variabel

34

Muhammad
Zunan
Budiharto

2005

Pemerintah
Daerah
Studi
Empiris
pada
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/Kota
di Indonesia

dependen
dan
karakteristik pemerintah
daerah sebagai variabel
independen. Karakteristik
pemerintah daerah dalam
penelitian ini dijelaskan
dengan ukuran (size)
pemerintah
daerah,
kemakmuran
(wealth),
ukuran legislatif, leverage,
dan
intergovermental
revenue. Hasil pengujian
dalam
penelitian
ini
berhasil
membuktikan
secara empiris bahwa
hipotesis pertama, ketiga,
dan
kelima
dalam
penelitian
ini
dapat
diterima.

implementasi
Sistem Akuntansi
Keuangan Daerah
di
Pemerintah
Daerah
Kabupaten Kulon
Progo

Pemerintah Daerah
dalam mengimplementasi
sistem
akuntansi
Keuangan Daerah telah
berhasil dengan baik,
meskipun
masih
ada
kendala-kendala
dalam
penerapannya. Penelitian
ini
juga
bermaksud
memberikan
masukan
kepada penentu kebijakan
atas pengelolaan keuangan
daerah
dan
Sistem
Akuntansi
Pemerintah
Daerah. Metode penelitian
yang digunakan dalam
penelitian adalah diskripsi
kualitatif. Metode ini
adalah
memaparkan,
menelaah,
serta
memberikan
gambaran
dan
penjelasan
yang
komprehensif
tentang
kondisi
yang
sesungguhnya dari obyek
yang diteliti. Penelitian ini

35

dilakukan
dengan
menggunakan data primer
dan data sekunder. Data
primer merupakan data
mengenai kendala-kendala
yang dihadapi oleh Sistem
Akuntansi
Pemerintah
Daerah dan pejabat yang
terkait dengan Sistem
Akuntansi
Pemerintah
Daerah dalam pengelolaan
keuangan
daerah,
sedangkan data sekunder
berupa
arsip
atau
dokumen
meliputi
peraturan daerah yang
berkaitan dengan Sistem
Akuntansi
Pemerintah
Daerah, Peraturan Daerah
tentang
Anggaran
Pendapatan
Belanja
Daerah Kabupaten Kulon
Progo, dokumen atau
formulir dan catatan yang
digunakan
dalam
pengelolaan
keuangan
daerah.
Hasil
menunjukkan
bahwa
implementasi
Sistem
Akuntansi
Pemerintah
Daerah
telah
menggunakan aturan baru,
yaitu Permendagri Nomor
13 Tahun 2006 tentang
Pedoman
Pengelolaan
Keuangan Daerah yang
telah
diubah
dengan
Permendagri Nomor 59
Tahun 2007. Faktor-faktor
yang menjadi kendala
dalam
mengimplementasikan
Sistem
Akuntansi
Pemerintah Daerah adalah
sumber daya manusia,
sarana
prasarana,

36

Ardiles

Dalam

(2006)

penulisan

asistensi, mekanisme kerja


satuan kerja perangkat dan
struktur
organisasi
(kelembagaan)..
Pelaksanaan
Akuntansi
Akuntansi
pemerintahan
pada
Pemerintahan
hakekatnya
merupakan
terhadap Belanja salah satu alat untuk
Pembangunan
meningkatkan pelayanan
publik dan kesejahteraan
masyarakat sesuai denga
tujuan otonomi daerah
yang luas, nyata dan
bertanggung
jawab.
Adapun hasil penelitian
yang
dilakukan
menyatakan bahwa Jika
akuntansi pemerintahan
telah
dilaksanakan
dengan
baik
maka
tercipta
pengawasan
belanja pembangunan
pada
Pemerintahan
Daerah Kota Bandung.

skripsi

ini

akan

dibahas

mengenai

akuntansi

pemerintahan yang menitik beratkan pada pelaksanaan akuntansi pemerintah


daerah terhadap prinsip-prinsip pengawasan belanja modal pada Pemerintah
Daerah Kota Bandung.
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut:
Abdul Halim, (2007:35)
Akuntansi Pemerintahan (X)
Akuntansi pemerintahan
didefinisikan sebagai akuntansi
dana masyarakat. Akuntansi dana
masyarakat dapat diartikan
sebagai mekanisme teknik dan
analisis akuntansi yang diterapkan
pada pengelolaan dana
masyarakat.
Dimensi Akuntansi Pemerintahan:

Pengawasan Belanja Modal


(Y)
Adalah Pengawasan terhadap
pengeluaran daerah yang dilakukan
berdasarkan ketatan terhadap tiga
unsur utama, yaitu ketatan pada
peraturan perundang-undangan yang
berlaku, unsur kehematan dan
efisiensi, dan hasil program
(untuk proyek-proyek daerah)

37

\\

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian


Paradigma 2.1 tersebut menunjukkan bahwa akuntansi pemerintahan
berpengaruh terhadap pengawasan belanja modal, sebagai mana pendapat Abdul
Halim (2007:35) yang menyatakan bahwa akuntansi pemerintah berpengaruh
terhadap pengawasan.

2.3. Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas penulis mencoba merumuskan hipotesis sebagai
berikut :
Jika akuntansi pemerintahan daerah telah dilaksanakan dengan baik
maka tercipta pengawasan belanja modal yang baik pada Pemerintah
Daerah Kota Bandung.

38

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian yang digunakan


Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode asosiatif.Menurut
Sugiyono (2008:5) metode asosiatif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini
mempunyai tingkatan yang tertinggi bila dibandingkan dengan penelitian
deskriptif dan komparatif. Dengan penelitian ini maka akan dapat dibangun suatu
teori yang dapat berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu
gejala.
Penelitian yang dilakukan mempunyai maksud memberikan penjelasan
dengan cara

melakukan pengukuran terhadap fenomena dan menjelaskan

39

pengaruh akuntansi pemerintahan daerah dalam menerapkan prinsip-prinsip


pengawasan belanja pembangunan daerah melalui pengujian hipotesis.

3.2 Definisi variable dan Operasionalisasi Variabel


3.2.1 Defenisi variabel
Sesuai dengan judul skripsi ini yaitu Pengaruh Pelaksanaan Akuntansi
Pemerintahan Daerah Terhadap Pengawasan Belanja Modal Daerah, maka penulis
melakukan suatu penelitian dengan tujuan untuk mencari hubungan antar variabel
independen dengan variabel dependen. Adapun variabel dalam penelitian ini
terdiri dari:
1. Variabel bebas (variabel independent), yaitu Akuntansi Pemerintahan Daerah
dengan indikator variabel pada tabel operasionalisasi variabel.
2. Variabel Terikat (Variabel Dependen), yaitu prinsip-prinsip pengawasan
belanja modal daerah dengan indikator variabelnya pada tabel operasionalisasi
variabel.

3.2.2 Operasionalisasi Variabel


Operasionalisasi kedua variabel dalam penelitian ini dijabarkan pada
masing-masing tabel di bawah ini :
Tabel 3.1
Operasional Variabel X
(Pelaksanaan Akuntansi Pemerintahan Daerah)
Variabel X

defenisi

Dimensi

Indikator

Pengukuran

Skala

No
item

40

Akuntansi
Pemerintah
Daerah
(Sumber:
Abdul
Halim,
2007,
Deddi
Nordiawan,
2006 dan
Muhamad
Gade,
2002)

Akuntansi - Tujuan
pemerinta
Akuntansi
han
Pemerintah
didefinisi
kan
sebagai
akuntansi
dana
- Prinsip/Kara
masyarak
kteristik
at.
akuntansi
Akuntansi
pemerintah
dana
masyarak
at dapat
diartikan
sebagai
mekanism
e teknik
dan
analisis
akuntansi
yang
diterapkan
pada
pengelola
an dana
masyarak
at

- Ruang
lingkup

- Akuntanbilitas
(Accountability)
- Manajerial
- Pengawasan

- Memenuhi
UUD, UU dan
peraturan
lainnya
- Dikaitkan
dengan
klasifikasi
anggaran
- Harus
diselenggarakan
perkiraanperkiraan
- Memudahkan
pemeriksaan
aparat

- Perkiraan harus
dikembangkan
secara efektif

Penetapan akan
wewenang
Keberadaan
fungsi manajer
Standar
prosedur operasi

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ketaatan atas
peraturan

Ordinal

Ketetapan
mengenai
anggaran

Ordinal

Ada tidaknya
akun-akun
akuntansi

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

10

Ordinal

11

Kualitas
perkiraan
akuntansi yang
di buat
Kejelasan
tentang
perkiraan yang
di buat
Bahan
penyusunan
laporan
keuangan

- Harus dapat
melayani
kebutuhan dasar
informasi
keuangan
- Ciri Utama
Struktur
Keberadaan
Pemerintahan
struktur
dan Pelayanan
pemerintahan
yang Diberikan
- Ciri Keuangan
Pemerintah yang
Penting bagi
Kualitas
Pengendalian
pengendalian

41

Operasional Variabel Y
(Pengawasan Belanja Modal)
Variabel
Pengawasan
Belanja modal

Definisi

Pengawasan
terhadap
pengeluaran
(sumber
: daerah yang
dilakukan
Abdul Halim, berdasarkan
ketatan
2007)
terhadap tiga
unsur utama,
yaitu ketatan
pada
peraturan
perundangundangan
yang berlaku,
unsur

Dimensi
Aspek
kesesuaian antar
pelaksanaan
dengan
peraturan yang
berlaku

Indikator

Pengukura
n
Keberadaan
anggaran

Adanya
realisasi
anggaran
berdasarkan
rencana
anggaran yang
telah ditetapkan
Kewajiban
Dilakukan
pelaporan atas pelaporan
hasil realisasi keuangan
anggaran secara
berkala sesuai
dengan
peraturan yang
berlaku.
Pencatatan

Skala
Ordinal

No
Item
12

Ordinal

13

42

kehematan
dan efisiensi,
dan
hasil
program
(untuk
proyekproyek
daerah)

Adanya buktibukti
yang
berhubungan
dengan
anggaran
belanja
pembangunan
Dilakukan untuk
seluruh aktivitas
yang
menggunakan
dana
dari
anggaran
belanja
pembangunan
Adanya
administrasi
keuangan dan
penyusunan
pertanggungjaw
aban terhadap
pelaksanaan
Anggaran
Belanja
Pembangunan
Adanya struktur
organisasi yang
jelas
dan
pemisahan
fungsi
dalam
pelaksanaan
anggaran
belanja

akan akunakun
Transaksi

Ketepatan
Pengalokasia
n anggran

Pertanggung
jawaban
aliran dana

Pembagian
tugas dan
Fungsi dari
Sruktur
organisasi

Kehematan

43

pembangunan
Adanya efisiensi
dalam
pelaksanaan
belanja
pembangunan
Adanya
efektivitas
dalam
pelaksanaan
Belanja
Pembangunan

dari realisasi
anggaran

Adanya
peningkatan
dalam
hal
positif

44

45

Legalitas
pelaksanaan
anggaran

Peranan faktor
ketentuan/peratu
ran yang ada
dalam
pelaksanaan
belanja modal

Adapun struktur variabel dapat digambarkan sebagai berkut:

Ordinal

14

Ordinal

15

Ordinal

16

Ordinal

17

Ordinal

18

Ordinal

19

46

y
yx
X

Gambar 3.1
Struktur Pengaruh Variable X terhadap Variabel Y
Keterangan :
X

Variabel Akuntansi Pemerintahan Daerah

Variabel Pengawasan belanja modal

(Epsilon) Faktor-faktor lain yang tidak diteliti

Bersama nilai pengaruh X dan Y

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2008:115) populasi wilayah generalisasi yang terdiri
atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam
lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang
dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek
atau obyek itu.
Berdasarkan pengertian di atas, maka sesuai dengan judul penelitian ini
yaitu, Pengaruh Pelaksanaan Akuntansi Pemerintahan Daerah Terhadap
Pengawasan Belanja Modal yang menjadi populasi sasaran adalah aktivitas

47

seluruh pegawai dari Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota
Bandungsebanyak 20 orang, dan Inspektorat Kota Bandung bagian pemeriksaan
sebanyak 20 orang, jumlah 40 orang.

3.3.2 Sampel
Sugiyono (2008:116) Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak
mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, Pada dasarnya ukuran
sampel adalah merupakan langkah untuk menentukan besar sampel yang akan
diambil dalam melaksanakan penelitian suatu objek, kemudian besarnya sampel
tersebut bisa dilakukan dengan menggunakan cara statistik ataupun besarnya
estimasi penelitian. Selain itu perlu juga diperhatikan bahwa sampel yang dipilih
harus representative artinya segala karakteristik populasi hendaknya tercermin
dalam sampel yang dipilih.
Jumlah sampel yang akan diambil 50% dari jumlah populasi 40 yaitu 20
orang. Hal ini berdasarkan pendapat Sugiyono (2009:100), menyatakan pedoman
umum penarikan sampel adalah:bila populasi dibawah 100 orang maka dapat
digunakan sampel 50% dan jika diatas 100 orang sebesar 15%.

Berdasarkan pengertian tersebut penulis mengambil sampel di Dinas


Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung (DPKAD) dan Inspektorat
yang berkaitan dengan pelaksanaan APBD sebanyak 20 orang.
Adapun data demografi tingkat pendidikan responden sebagai berikut:

48

No.

Tingkat Pendidikan

Banyaknya

D3

5 orang

S1

10 orang

S2

5 orang

Sumber: DPKAD, 2011.

3.3.3Teknik Sampling
Sugiyono (2008:117) Teknik sampling adalah merupakan teknik
pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam
penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. secara skematis,
teknik sampling dalam penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua yaitu :
NonProbability

Samplingdan

Probability

Sampling.

NonProbability

Samplingyaitu sampling yang tidak memberi peluang atau kesempatan yang sama
bagi setiap unsur atau anggaran populasi yang dipilih menjadi sampel. sedangkan
Probability Samplingadalah teknik sampling yang memberikan peluang yang
sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.
Pada metode ini Penulis menggunakan pendekatan sampel Purposive, yaitu
merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, sehingga data
yang diperoleh lebih representatif dengan melakukan proses penilaian kepada
objek penelitian yang kompeten di bidangnya. Sampel Purposive (Teknik
penentuan

sampel

dengan

pertimbangan

Pendidikan

D3

Bidang

Akuntansi/Ekonomi, Pendidikan S1 bidang akuntansi/ekonomi, Pendidikan S2,


danbidang pengawasan khusus pembangunan/modal di kantor inspektorat.

49

Alasan Memilih sampel dengan menentukan kriteria dari kompetensi


pendidikan ialah agar sesuai dengan kebutuhan peneliti yaitu yang memahami
tentang Akuntansi Pemerintahan, di mana yang akan dijadikan responden dari
sampel tersebut dapat mewakili dari populasi yang ada sesuai dengan kriteria
kompetensi pendidikan yang peneliti tentukan.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara untuk memperoleh data,
baik data primer maupun data sekunder,memperoleh data secara primer adalah
sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Dan
sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data, dapat dilakukan dengan cara :
1. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian

lapangan

dimaksudkan

untuk

memperoleh

gambaran

sebenarnya mengenai masalah yang diteliti. Dalam penelitian lapangan ini,


penulis memperoleh data primer dari PemkotBandung. Langkah-langkah
dalam pengumpulan data ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :
-

Observasi,

yaitu

mengamati

secara

langsung

rancangan,

pengoperasian, dan pengendalian pada dokumen yang telah diteliti.


-

Wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab masalah-masalah yang


sedang diteliti.

2. Penelitian Kepustakaan(Library Research)

50

Yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang


berfungsi landasan teoritis yang dilakukan dengan cara mempelajari bukubuku literatur, peraturan-peraturan dan sumber lainnya yang berkaitan
dengan masalah yang dipilih. Data ini didapat dari buku-buku
perpusatakaan yang berkaitan dengan akuntansi pemerintahan dan aturan
aturan-aturan yang berlaku saat ini di pemerintahan.

3.5 Metode Analisis Yang Digunakan


Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang
lebih mudah diinterpretasikan. Dalam penelitian ini digunakan stasistik non
parametik karena teknik ini digunakan skor yang bukan skor eksak dan pengertian
keangkaan, melainkan dikumpulkan selama penelitian berada dalam kategori
tersebut. Teknis Statistik non parametik tersebut sebagai statistik bebas
didistribusikan, karena tidak membutuhkan pola distribusi populasi dan sampel.
Skala yang digunakan untuk mengatur kedua variabel tersebut di atas
adalah skala ordinal, skala tersebut dimaksudkan dalam jenjang-jenjang atau rank
sehingga dapat diukur dengan menggunakan statistik non parametik. Berdasarkan
korelasi rank Sperman, dengan rumus sebagai berikut :
6 di 2
i=1

rs = 1 - ---------N3-N
di mana
rs = koefisien korelasi rank pertama
di = selisih rank data variabel x dengan variabel y

51

= banyaknya pasangan rank


Dalam hasil perhitungan di atas, maka didapat harga rs yang bergerak

antara +1 sampai -1, yang diatur dengan ketentuan sebagai berikut :


1. Apabila rs

+ 1 Atau mendekati +1, maka hubungan antar kedua variabel

sangat kuat dan mempunyai hubungan searah.


2. Apabila rs = 1 atau mendekati -1, maka hubungan antar kedua variabel sangat
kuat atau cukup kuat dan mempunyai hubungan yang terbaik.

3.5.1 Uji validitas


Validitas (validity) berkaitan dengan permasalahan apakah instrumen yang
dimaksudkan untuk mengukur sesuatu itu memang dapat mengukur secara tepat
sesuatu yang diukur tersebut, secara singkat dapat dikatakan bahwa validitas alat
mempersoalkan apakah alat itu dapat mengukur apa yang diukur. Pengujian
validitas dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment yang
dikemukakan olehSugiyono dalam bukunya Statistik untuk penelitian (2004:182),
yaitu sebagai berikut :
rxy =

{n X

n. xy ( x )(
. y)
2

( X )

} {nY

( Y )

Atau
Rxy =

xy
( x ) ( y )
2

52

Dimana :
r

= koefisien validitas butir pertanyaan yang dicari

= banyak responden (diluar sampel penelitian sebenarnya)

= skor yang diperoleh subjek dari seluruh item

x = jumlah skor dalam distribusi X


y = jumlah skor dalam distribusi Y
x2 = jumlah kuadrat masing-masing distribusi X
y2 = jumlah kuadrat masing-masing distribusi Y
Jika koefisien korelasi ( r ) yang diperoleh dari pada koefisien di tabel
nilai kritis r, yaitu dari taraf signifikan 5 % instrumen test yang diuji cobakan
tersebut dapat dinyatakan valid. Namun, harus dicatat bahwa salah satu alat yang
tes yang dipergunakan sebagai pembanding. Jadi bukan alat yang sedang
diujicobakan, harus terlebih dahulu telah dinyatakan valid. Menurut Sugiono
(2003:109) mendefinisikan valid dalam bukunya menyatakan bahwa Valid
berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur yang seharusnya
diukur.
Sebuah instrumen dikatakan sahih apabila dapat mengukur apa yang diukur.
Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Tinggi
rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul
tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud ( Ari Kunto,
1998:160 ).
3.5.2 Uji reliabilitas

53

Reliabilitas

(reliability,

kepercayaan)

menunjukkan

apakah

sebuah

instrumen dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu
kewaktu, jadi kata kunci untuk syarat kualifikasi suatu instrumen pengukur adalah
konsistensi, keajegan, atau tidak berubah-ubah (Burhan Nurgiyantoro, Gunawan
dan Marzuki, 2000:298)
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil suatu
pengukuranbila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan
menghasilkan data yang sama. Metode yang digunakan untuk menghitung
reliabilitas adalah dengan menggunkan metode Split Half(belah dua) dimana data
dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah tabel penjumlahan item
pertanyaan ganjil dan kedua adalah tablel penjumlahan item pertanyaan genap.

r=

n( AB ) ( A)( B )

((n A

)(

( A) 2 n B 2 ) ( B ) 2

Rumus Spearman Brown, (Sugiyono, 2004:122)

ri =

2 . rb
1 + rb

Dimana :
ri = Reliabilitas internal seluruh instrumen
rb = Korelasi belahan pertama dan kedua

3.6 Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis

))

54

Pengujian korelasi rank Spearman dapat dilakukan dengan langkah-langkah


sebagai berikut :
1. Merumuskan hipotesis statistik (Ho) dan hipotesis (1) pengujian hipotesis ini
dilakukan dengan ada atau tidak adanya hubungan antar variabel x dengan
variabel y.
Hipotesis ini adalah sebagai berikut :
Ho = = 0, Pelaksanaan akuntansi pemerintahan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap pengawasan belanja modal.
H1 =

0, Pelaksanaan akuntansi pemerintahan berpengaruh secara

signifikan terhadap pengawasan belanja modal.


a. Memberikan rank terhadap variabel x dan variabel y.
Untuk menilai variabel X dan variabel Y, maka analisis yang digunakan
berdasarkan rata-rata ( Mean ) dari masing-masing variabel, yaitu dengan
menjumlahkan data keseluruhan dalam setiap variabel kemudian dibagi dengan
jumlah responden.
Rumus rata-rata ( Mean ) adalah sebagai berikut :
Untuk Variabel X
Xi
X =____Y
n

Untuk Variabel Y
Yi

=____

Keterangan :
= Sigma

Xi = Nilai X ke i sampai ke n
Yi = Nilai Y ke i sampai ke n

55

Setelah didapat rata-rata dari

masing-masing variabel

kemudian

dibandingkan dengan kriteria yang penulis tentukan berdasarkan nilai terendah


dan nilai tertinggi dari hasil kuesioner.
Nilai terendah dan nilai tertinggi dari masing-masing skor, penulis ambil
dari banyaknya pertanyaan dalam kuesioner dikalikan dengan skor terendah (1)
untuk nilai terendah dan skor tertinggi ( 5 ) untuk nilai tertinggi. Sedangkan
kelas interval diperoleh dengan rumus :
1 + 3,3 log n

Keterangan :
N = Jumlah responden.
Untuk variabel X nilai terendahnya adalah ( 1 x 11 ) = 11, dan nilai
tertingginya adalah ( 5 x 11 ) =55. Sedangkan untuk variabel Y, nilai
terendahnya adalah ( 1 x 8 ) = 8 dan nilai tertingginya adalah ( 5 x 8) = 40.
Atas dasar nilai terendah dan nilai tertinggi maka dengan demikian kriteria
untuk menilai variabel-variabel tersebut penulis tentukan sebagai berikut :
Ukuran Pelaksanaan Akuntansi Pemerintahan Daerah (Variabel X) :
-

Nilai 11 17, Untuk kriteria Sangat Tidak Memadai

Nilai 18 24, Untuk kriteria Tidak Memadai

Nilai 25 31, Untuk kriteria Netral

Nilai 32 38, Untuk kriteria Memadai

Nilai 39 55, Untuk kriteria Sangat Memadai

Ukuran Pengawasan Belanja Modal (Variabel Y) :

56

Nilai 8 14, Untuk kriteria Sangat Tidak Memadai

Nilai 15 21, Untuk kriteria Tidak Memadai

Nilai 22 28, Untuk kriteria Netral

Nilai 29 35, Untuk kriteria Memadai

Nilai 36 40, Untuk kriteria Sangat Memadai.

b. Menentukan nilai di untuk setiap subjek dengan mengurangkan

ranking

variabel x dengan ranking variabel y, kuadratkan nilai tersebut untuk


menentukan di untuk ke n khusus guna mendapatkan.

d12
c. Menghitung nilai korelasi rank Spearman (rs) sebagai berikut :
6 d i 2
i=1

rs = 1 - ---------N3-N
di mana
rs = koefisien korelasi rank pertama
di = selisih rank data variabel x dengan variabel y
N

= banyaknya pasangan rank

setelah dimasukkan dalam korelasi rank Spearman dan diperoleh koefisien


korelasi rs :
rs hitung >rs tabel : Ada hubungan antara peranan akuntansi pemerintahan dalam
menerapkan prinsip-prinsip belenja pembangunan daerah.
Dengan kata lain Ho ditolak dan Hi diterima.

57

rs hitung <rs tabel : Tidak ada hubungan antara penerapan akuntansi pemerintah
dalam menerapkan prinsip-prinsip belanja pembangunan daerah. Dengan kata lain
Ho diterima dan Hi ditolak.
d. Jika terdapat dua subjek atau lebih pada variabel x maupun variabel
yperangkat sama tersebut diberikan ranking teratas maka perlu dimasukkan
faktor korekasi sebagai berikut :
t3 t
T= 12

di mana
T = Koreksi nilai yang sama
t = Jumlah rangking yang sama
Berdasarkan banyaknya T menunjukkan jumlah variabel nilai t dari semaua
kelompok nilai kembar perhitungan nilai korelasi adalah sebagai berikut :

X2 + Y2 - d2i
rs = -----------------------------2 X2Y2
di mana:
n3 - n
Xi2 = --------- - Tx
n
3
n -n
Yi2 = --------- - Ty
n

Di mana: Tx = jumlah rangking yang sama dalam variabel X


Ty = jumlah rangking yang sama dalam variabel Y
(Sumber: Siegel, 1997,257)

58

e. Mengukur sampai sejauh mana pengaruh variabel x terhadap y, di sini akan


ditemukan beberapa nilai kontribusi yang diberikan oleh variabel x terhadap
naik turunnya variabel y, untuk itu akan dihitung koefisien determinasi dengan
rumus berikut :
Kd = rs2 X 100 %
( Sugiyono : 2007, 190 )
Di mana :
KD = Koefisien determinasi rank Spearman

f. Menentukan tingkat signifikansi


Tingkat signifikansi yang dipilih dalam penelitian ini adalah 0,005% (5%)
dengan jumlah sampel N < 30, karena dinilai cukup ketat untuk mewakili
hubungan antar kedua variabel dan merupakan tingkat signifikansi yang
umumnya digunakan dalam penelitian ilmu sosial.

g. Penarikan kesimpulan
Yaitu dari hasil pengujian ditarik suatu kesimpulan apakah data primer yang
dikumpulkan dapat mendukung analisis yang telah ditentukan sebelumnya.
Untuk mempermudah dalam pengolahan data penulis menggunakan
software SPSS versi for window 18.0

59

Tabel 3.5
Pedoman Untuk memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisisen

Tingkat Hubungan

0,00 0,199

Sangat Rendah

0,20 0,399

Rendah

0,40 0,599

Sedang

0,60 0,799

Kuat

0,80 1,000

Sangat kuat

Sumber : Sugiono, 2008,250.

60

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1

Hasil penelitian

4.1.1 Karakteristik Responden

Pada analisis responden berikut ini, penulis akan menggambarkan


karakteristik responden berdasarkan data yang diperoleh, meliputi karakteristik
berdasarkan jenis kelamin , usia, masa kerja dan pendidikan terakhir.
Tabel 4.1
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Usia
20 tahun 25

Frekuensi

Persentase (%)

20%

15

75%

5%

20

100%

tahun
26 tahn 30
tahun
31 tahun ke
atas
Jumlah

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa responden 20% yang


berusia 20 tahun 25 tahun, sedangkan 75% respondenyang berusia 26 tahun
30 tahun dan 5% responden yang berusia diatas 31 tahun.

61

Tabel 4.2
Karakteristik Responden Berdasarkan jenis Kelamin
Jenis Kelamin

Frekuensi

Persentase (%)

Laki-laki

12

60%

Perempuan

40%

Jumlah

20

100%

Berdasarkan tabel 4.2 diatas, mayoritas karyawan di Bagian Keuangan


Kota Bandung sebanyak 60% adalah laki-laki dan 40% perempuan

Tabel 4.3
Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja

Masa Kerja

Frekuensi

Persentase (%)

15

75%

15%

5 tahun ke atas

10%

Jumlah

20

100%

1 tahun 2
tahun
3 tahun 4
tahun

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa 75% karyawan dengan
masa kerja 1 s/d 2 tahun dan 15% karyawan dengan masa kerja 3 s/d 4 tahun,
sedangkan 10% karyawan dengan masa kerja 5 tahun ke atas.

62

Tabel 4.4
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Akhir

Pendidikan
Frekuensi

Persentase (%)

D3

15%

S1

10

70%

S2

15%

Akhir

Jumlah

20

100%

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa responden yang


berpendidikan

D3 sebanyak 3 orang dengan persentase 15%, sedangkan

responden yang berpendidikan S1 sebanyak 14 orang dengan persentase 70% dan


S2 sebanyak 3 orang dengan persentase 15%.

4.1.2 Deskripsi Pelaksanaan Akuntansi Pemerintahan Daerah pada


Pemerintah Daerah Kota Bandung

Pelaksanaan akuntansi pemerintahan pada Pemerintah Daerah Kota


Bandung dapat dijelaskan berdasarkan hasil jawaban 20 responden dengan
jumlah11 item sebagai berikut :

63

Tabel 4.5
Pembagian Tugas di Pemerintahan Kota Bandung menuntut adanya kejelasan
penetapan wewenang dan tanggung jawab
No
1
2
3
4
5

Kriteria
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat Setuju

Frekuensi
0
0
1
17
2
Jumlah
20
Sumber: Hasil olah data 2012.

%
0
0
5
85
10
100

Berdasarkan Tabel 4.5 tersebut diketahui bahwa jawaban responden


terhadap item tersebut yaitu menjawab ragu-ragu 5%, setuju 85% dan sangat
setuju 10%. Jawaban responden yang paling dominan adalah setuju dan sangat
setuju, menunjukkan bahwa telah terlaksananya pembagian tugas yang baik
sehingga menghasilkan penetapan wewenang dan tanggung jawab yang telah
terkoordinir sesuai dengan torsinya masing-masing. Sedangkan 5% yang
menjawab ragu-ragu menunjukan bahwa, masih adanya ketidak mengertian dari
sebagian kecil SDM tentang pentingnya pembagian tugas yang sesuai dengan
fungsi nya masing-masing yang di akibatkan dari masih kurangnya kepahaman
tentang tugas dan fungsi masing-masing dari pegawai tersebut. Di sarankan untuk
menghindari hal tersebut perlu adanya komunikasi antara atasan dan staf pegawai,
maupun antara pegawai bagian tertentu dan bagian lainnya tentang fungsi dan
tugasnya masing-masing agar tidak keluar dari tanggung jawabnya.

64

Tabel 4.6
Keberadaan Penetapan fungsi Manajer mempermudah pencapaian tujuan
dari kegiatan pelaksanaan Akuntansi di Pemda Kota Bandung
No
1
2
3
4
5

Kriteria
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat Setuju

Frekuensi
0
0
0

16

80
20
100

Jumlah

%
0
0

20

Sumber: Hasil olah data 2012.


Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa jawaban responden terhadap item
tersebut yaitu menjawab setuju 80% dan sangat setuju 20%. Jawaban responden
yang paling dominan adalah setuju dan sangat setuju, menunjukkan bahwa Fungsi
Manajer telah di terapkan dengan baik di Pemda Kota Bandung, karena setiap
yang menjadi tujuan dari organisasi telah tercapai dan sesuai dengan sasarannya.

Tabel 4.7
Penentuan rekomendasi dari hasil pengawasan menghasilkan perbedaan baik atau
buruknya dari suatu pelaksanaan Akuntansi Di Pemda Kota Bandung
No
1
2
3
4
5

Kriteria
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat Setuju

Frekuensi
0
0

%
0
0

1
17
2

5
85
10

Jumlah
20
Sumber: Hasil olah data 2012.

100

Berdasarkan Tabel 4.7 tersebut diketahui bahwa jawaban responden


terhadap item tersebut yaitu menjawab ragu-ragu 5%, setuju 85% dan sangat

65

setuju 10%. Jawaban responden yang paling dominan adalah setuju dan sangat
setuju, menunjukkan bahwa baik buruknya pelaksanaan akuntansi di Pemda Kota
Bandung sangat tergantung dari penentuan rekomendasi dari hasil pengawasan
yang telah di lakukan. Sedangkan yang menjawab 5% yang menjawab ragu-ragu
menunjukan bahwa, sebagian kecil SDMkurang menerima, tidak mengertidan
masih ragunya terhadap penentuan rekomendasi tersebut. di sarankan dalam hal
ini penentuan rekomendasi dari hasil pengawasan harus di jelasakan secara detil
agar mudah di mengerti selain itu harus sesuai dengan standar prosedur operasi
dan benar-benar dapat di terima oleh semua pihak.
Tabel 4.8
Dengan adanya UUD, UU, dan dan Peraturan yang berubah-ubah terkadang
mempersulit pelaksanaan akuntansi di Pemda Kota Bandung
No
1
2
3
4
5

Kriteria
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat Setuju

Frekuensi
0
0
0
17
3
Jumlah
20
Sumber: Hasil olah data 2012.

%
0
0
0
85
15
100

Berdasarkan Tabel 4.8 tersebut diketahui bahwa jawaban responden


terhadap item tersebut yaitu menjawab setuju 85% dan sangat setuju 15%.
Jawaban responden yang paling dominan adalah setuju dan sangat setuju,
menunjukkan bahwa Dengan adanya UUD, UU, dan Peraturan yang berubahubah terkadang mempersulit pelaksanaan akuntansi di Pemda Kota Bandung hal
ini di sebabkan karena setiap pegawai di Pemda Kota Bandung kurang mengikuti
perkembangan peraturan baru yang berlaku saat ini, sedangkan dalam pelaksanaan

66

akuntansi Pemerintahan, setiap peraturan itu ditentukan dari perkembangan dan


keadaan saat ini.
Tabel 4.9
Adannya ketetapan mengenai Klasifikasi Anggaran, lebih di pengaruhi oleh
Peraturan Pemerintah pusat dari pada peraturan Pemerintah daerah
No
1
2
3
4
5

Kriteria
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat Setuju

Frekuensi
0
0
1
16
3
Jumlah
20
Sumber: Hasil olah data 2012.

%
0
0
5
80
15
100

Berdasarkan Tabel 4.9 tersebut diketahui bahwa jawaban responden


terhadap item tersebut yaitu menjawab ragu-ragu 5%, setuju 80% dan sangat
setuju 15%. Jawaban responden yang paling dominan adalah setuju dan sangat
setuju, menunjukkan bahwa ketetapan Klasifikasi Anggaran di Pemda Kota
Bandung,

lebih

condong

dan

telah

dilaksanakan

sesuai

dengan

peraturanPemerintah Pusat di banding peraturan Pemerintah Daerah. Sedangkan


5% yang menjawab ragu-ragu menunjukan bahwa sebagian kecil SDMkurang tau
akan isi dari setiap peraturan tentang ketetapan Klasifikasi Anggaran yang
berlaku, baik itu aturan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Di sarankan
dalam hal ini setiap pegawai di bagian keuangan di wajibkan untuk mengetahui
peraturan tentang klasifikasikasi Anggaran yang berlaku di Pemerinah Pusat
maupun Pemerintah Daerah.

67

Tabel 4.10
Pencatatan akun-akun Akuntansi, baik itu akun kas, akun belanja Pembangunan,
dan akun lainnya, sangat berpengaruh terhadap penyusunan pembukuan Pelaporan
Keuangan
No
1
2
3
4
5

Kriteria
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat Setuju

Frekuensi
0
0
0
17
3
Jumlah
20
Sumber: Hasil olah data 2012.

%
0
0
0
85
15
100

Berdasarkan Tabel 4.10 tersebut diketahui bahwa jawaban responden


terhadap item tersebut yaitu menjawab setuju 85% dan sangat setuju 15%.
Jawaban responden yang paling dominan adalah setuju dan sangat setuju,
menunjukkan bahwaPencatatan akun-akun Akuntansi telah dilaksanakan dengan
baik dan setiap pegawai menguasai tentang pembukuan pencatatan akun-akun
Akuntansi.
Tabel 4.11
Perkiraan anggaran dan realisasi anggaran di Pemda Kota Bandung memudahkan
pemeriksaan aparat
No
1
2
3
4
5

Kriteria
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat Setuju

Frekuensi
0
0
0
17
3
Jumlah
20
Sumber: Hasil olah data 2012.

%
0
0
0
85
15
100

68

Berdasarkan Tabel 4.11 tersebut diketahui bahwa jawaban responden


terhadap item tersebut yaitu menjawab setuju 85% dan sangat setuju 15%.
Jawaban responden yang paling dominan adalah setuju dan sangat setuju,
menunjukkan bahwaPerkiraan anggaran dan realisasi anggaran di Pemda Kota
Bandung telah terlaksana dengan baik karena hal tersebut telah memudahkan
pemeriksaan bagiaparat.
Tabel 4.12
Perkiraan yang di susun di Pemda Kota Bandung bisa memberikan kejelasan
tentang benar tidaknya realisasi Anggaran
No
1
2
3
4
5

Kriteria
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat Setuju

Frekuensi
0
0
1
16
3
Jumlah
20
Sumber: Hasil olah data 2012

%
0
0
5
80
15
100

Berdasarkan Tabel 4.12 tersebut diketahui bahwa jawaban responden


terhadap item tersebut yaitu menjawab ragu-ragu 5%, setuju 80% dan sangat
setuju 15%. Jawaban responden yang paling dominan adalah setuju dan sangat
setuju, menunjukkan bahwa Perkiraan yang di susun di Pemda Kota Bandung
telah dilaksnakan dengan baik, karena hal tersebut telah memberikan kejelasan
tentang benar atau tidaknya realisasi Anggaran. Sedangkan 5% yang menjawab
ragu-ragu menunjukan bahwa ketidak tahuan wawasan tentang pencatatan
perkiraan di karenakan pendidikan yang bukan dari bidang Akuntansi. Di
sarankan bagi setiap pegawai bagian keuangan di Pemda Kota Bandung, di
wajibkan untuk mengikuti dan menimba wawasan pendidikan bidang Akuntansi.

69

Tabel 4.13
Bisa atau tidak penyusunan realisasi Anggaran merupakan bahan penyusunan
Pelaporan Keuangan
No
1
2
3
4
5

Kriteria
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat Setuju

Frekuensi
0
0
0
16
4
Jumlah
20
Sumber: Hasil olah data 2012

%
0
0
0
80
20
100

Berdasarkan Tabel 4.13 diketahui bahwa jawaban responden terhadap item


tersebut yaitu menjawab setuju 80% dan sangat setuju 20%. Jawaban responden
yang paling dominan adalah setuju dan sangat setuju, menunjukkan bahwa yang
menjadi tolak ukur bahan dari penyusunan pelaporan keuangan, yaitu dilihat dari
bagaimana penyusunan dari realisasi anggaran.
Tabel 4.14
Keberadaan dari struktur organisasi Pemerintahan di tujukan untuk keperluan
pelayanan
No
1
2
3
4
5

Kriteria
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat Setuju

Frekuensi
0
0

%
0
0

1
17
2

5
85
10

20
Sumber: Hasil olah data 2012

100

Jumlah

70

Berdasarkan Tabel 4.14 tersebut diketahui bahwa jawaban responden


terhadap item tersebut yaitu menjawab ragu-ragu 5%, setuju 85% dan sangat
setuju 10%. Jawaban responden yang paling dominan adalah setuju dan sangat
setuju, menunjukkan bahwa Keberadaan dari struktur organisasi Pemerintahan
benar-benar di buat guna di tujukan untuk keperluan pelayanan. Sedangkan 5%
yang menjawab ragu-ragu menunjukan bahwa sebagian SDM tidak mengerti akan
fungsi dan tugas dari struktur organisasi pemerintahan dibuat untuk tujuan apa. Di
sarankan setiap SDM mengerti bahwa fungsi dari struktur organisasi
pemerintahan di tujukan untuk apa, dengan cara harus di adakannya sosialisai
pengertian dan penjelasan tentang tugas dan fungsi dari setiap bagian struktur
organisasi.
Tabel 4.15
Keberadaan catatan mengenai keuangan mendorong baik buruknya kualitas
pengendalian
No
1
2
3
4
5

Kriteria
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat Setuju

Frekuensi
0
0

%
0
0

1
17
2

5
85
10

20
Sumber: Hasil olah data 2012

100

Jumlah

Berdasarkan Tabel 4.15 tersebut diketahui bahwa jawaban responden


terhadap item tersebut yaitu menjawab ragu-ragu 5%, setuju 85% dan sangat
setuju 10%. Jawaban responden yang paling dominan adalah setuju dan sangat
setuju, menunjukkan bahwa dengan adanya catatan mengenai keuangan di Pemda
Kota Bandungdapat diketahui apakah pengendalian telah terlaksana dengan baik

71

atau terlaksana dengan buruk. Sedangkan 5% menjawab ragu-ragu menunjukan


bahwa sebagian kecil SDM di Pemda Kota Bandung masih kurang mengerti akan
kegunaan

dari

catatan

mengenai

keuangan.

Di

sarankan

diadakannya

pembelajaran akan wawasan tentang pencatatan keuangan dan di harapkan dari


pembelajaran tersebut dapat meningkatkan wawasan mengenai pencatatan
keuangan bagi seluruh SDM di Bagian Keuangan Pemerintah Kota Bandung.

4.1.3 Pelaksanaan Pengawasan Belanja Modal pada Pemerintahan Daerah


Kota Bandung

Pelaksanaan pengawasan belanja modal pada Pemerintahan Daerah Kota


Bandung dapat diketahui berdasarkan hasil jawaban 20 responden terhadap 8 item
pernyataan sebagai berikut.
Tabel 4.16
Bahwa perencanaan Realisasi Anggaran akan Pengelolaan Keuangan yang di
buat sekarang merujuk pada realisasi anggaran yang di buat sebelumnya
No
1
2
3
4
5

Kriteria
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat Setuju

Frekuensi
0
0

%
0
0

18

90

Jumlah
20
Sumber: Hasil olah data 2012

100

Berdasarkan Tabel 4.15 tersebut diketahui bahwa jawaban responden


terhadap item tersebut yaitu menjawab ragu-ragu 5%, setuju 90% dan sangat
setuju 5%. Jawaban responden yang paling dominan adalah setuju, menunjukkan
bahwa Bahwa setiap realisasi anggaran yang di buat oleh Pemda Kota bandung

72

selalu merujuk pada realisasi anggaran pada tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan


5% yang menjawab ragu-ragu menunjukan bahwa sebagian kecil SDM di Pemda
Kota Bandung berpendapat bahwa tidak setiap anggaran harus merujuk pada
tahun-tahun sebelumnya, tetapi harus merujuk kepada perkembangan yang ada
saat ini. Di sarankan untuk ketidak cocokan dalam hal ini setiap SDM yang masih
ragu harus di beri pengarahan bahwa perencanaan dari realisasi anggaran untuk
pengelolaan keuangan harus merujuk pada realisasi anggran sebelumnya, namun
dapat berubah dan dilakukan sedikit perubahan jika perkembangan dan situasi saat
ini tidak sesuai apabila merujuk pada anggran sebelumnya.
Tabel 4.17
Adanya aturan UU, UUD, dan Peraturan lainnya mendorong agar pelaporan atas
hasil realisasi anggaran dilaporkan sesuai pada waktunya
No
1
2
3
4
5

Kriteria
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat Setuju

Frekuensi
0
0

%
0
0

1
17
2

5
85
10

20
Sumber: Hasil olah data 2012

100

Jumlah

Berdasarkan Tabel 4.17 tersebut diketahui bahwa jawaban responden


terhadap item tersebut yaitu menjawab ragu-ragu 5%, setuju 85% dan sangat
setuju 10%. Jawaban responden yang paling dominan adalah setuju dan sangat
setuju, menunjukkan bahwa dengan adanya aturan UU, UUD, dan Peraturan
lainnya mendorong agar pelaporan atas hasil realisasi anggaran yang di laporkan
oleh Pemda Kota Bandung, dilaporkan secara berkala secara tepat dan sesuai pada
waktunya. Sedangkan 5% yang menjawab ragu-ragu menunjukan bahwa ketidak

73

tahuan sebagian kecil SDM akan peraturan yang berlaku tentang pelaporan atas
laporan keuangan. Di sarankan dalam hal ini setiap SDM di bagian keuangan
Pemda Kota Bandung di wajbkan mengetahui tentang peraturan yang berlaku
sekarang yang berhubungan dengan pelaporan atas laporan keuangan.
Tabel 4.18
Pembelian aset merupakan bagian dari pengalokasian belanja modal yang
merupakan investasi jangka panjang dan harus tercantum di dalam Pelaporan
neraca.
No
1
2
3
4
5

Kriteria
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat Setuju

Frekuensi
0
0
0
16
4
Jumlah
20
Sumber: Hasil olah data 2012

%
0
0
0
80
20
100

Berdasarkan Tabel 4.18 diketahui bahwa jawaban responden terhadap item


tersebut yaitu menjawab setuju 80% dan sangat setuju 20%. Jawaban responden
yang paling dominan adalah setuju dan sangat setuju, menunjukkan bahwa
Pembelian aset memang harus di catat dalam bagian dari pengalokasian belanja
modal yang merupakan investasi jangka panjang dan harus tercantum di dalam
Neraca. Dalam hal ini terlihat bahwa SDM dibagian keuangan Pemda Kota
Bandung telah melakukan pencatatan Akuntansi dengan baik dan benar
Tabel 4.19
Anggaran dana yang digunakan untuk kegiatan atau aktrivitas tertentu bersumber
dari APBD

74

No
1
2
3
4
5

Kriteria
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat Setuju

Frekuensi
0
0

%
0
0

1
17
2

5
85
10

20
Sumber: Hasil olah data 2012

100

Jumlah

Berdasarkan Tabel 4.19 tersebut diketahui bahwa jawaban responden


terhadap item tersebut yaitu menjawab ragu-ragu 5%, setuju 85% dan sangat
setuju 10%. Jawaban responden yang paling dominan adalah setuju dan sangat
setuju, menunjukkan bahwa setiap anggaran dana yang digunakan untuk kegiatan
atau aktrivitastertentu di Pemda Kota Bandungialah harus bersumber dari APBD.
Sedangkan 5% yang menjawab ragu-ragu menunjukan bahwa masih adanya
ketidak tahuan sebagian kecil SDM tentang dana yang di gunakan untuk aktivitas
tertentu bersumber dari mana, apakah dari APBD, Pendapatan, atau lainnya.
Disarankan dalam hal ini, harus diadakan penjelasan secara rinci dari mana
sumber dana yang di gunakan untuk aktivitas tersebut.

Tabel 4.20
Dengan adanya Penyusunan pertanggung jawaban akan memudahkan
pemeriksaan bagi pengalokasian dari rencana anggaran
No
1
2
3
4
5

Kriteria
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat Setuju

Frekuensi
0
0
0
17
3
Jumlah
20
Sumber: Hasil olah data 2012.

%
0
0
0
85
15
100

75

Berdasarkan Tabel 4.20 tersebut diketahui bahwa jawaban responden


terhadap item tersebut yaitu menjawab setuju 85% dan sangat setuju 15%.
Jawaban responden yang paling dominan adalah setuju dan sangat setuju,
menunjukkan bahwaPenyusunan pertanggung jawaban di Pemda Kota Bandung
telah dilakukan dengan baik, sehingga menghasilkan kemudahan pemeriksaan
bagi pengalokasian dari rencana anggaran.
Tabel 4.21
Keberadaan Struktur Organisasi dan pemisahan fungsi yang jelas akan
meminimalisasi terjadinya salah sasaran dari pengalokasian anggaran
No
1
2
3
4
5

Kriteria
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat Setuju

Frekuensi
0
0
1
16
3
Jumlah
20
Sumber: Hasil olah data 2012

%
0
0
5
80
15
100

Berdasarkan Tabel 4.21 tersebut diketahui bahwa jawaban responden


terhadap item tersebut yaitu menjawab ragu-ragu 5%, setuju 80% dan sangat
setuju 15%. Jawaban responden yang paling dominan adalah setuju dan sangat
setuju, menunjukkan bahwa Struktur Organisasi dan pemisahan fungsi yang jelas
di Pemda Kota Bandung telah benar-benar meminimalisasi terjadinya salah
sasaran dari pengalokasian anggaran. Sedangkan 5% yang menjawab ragu-ragu
menunjukan bahwa sebagian kecil SDM di Pemda Kota Bandung masih kurang
paham akan fungsinya masing-masing dan mereka berpendapat bahwa sasaran
dari pengalokasian anggaran tergantung dari rekomendasi pimpinan. Di sarankan

76

dalam hal ini pimpinan harus memberi pengarahan tentang apa fungsi dan tugas
dari masing-masing bagian tertentu.

Tabel 4.22
Penggunaan belanja pembangunan atau penggunaan realisasi dari APBD di
harapkan dapat di gunakan dengan sehemat-hematnya sesuai tujuan sasaran dari
perencanaan anggaran
No
1
2
3
4
5

Kriteria
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat Setuju

Frekuensi
0
0

%
0
0

18

90

Jumlah
20
Sumber: Hasil olah data 2012

100

Berdasarkan Tabel 4.22 tersebut diketahui bahwa jawaban responden


terhadap item tersebut yaitu menjawab ragu-ragu 5%, setuju 90% dan sangat
setuju 5%. Jawaban responden yang paling dominan adalah setuju dan sangat
setuju, menunjukkan bahwa penggunaan belanja pembangunan atau penggunaan
realisasi dari APBD di Pemda Kota Bandung telah di gunakan dengan sehemathematnya sesuai dengan tujuan sasaran dari perencanaan anggaran. Sedangkan
5% yang menjawab ragu-ragu menunjukan bahwa sebagian kecil SDM
berpendapat realisasi APBD yang di gunakan tidak bisa di gunakan dengan hemat,
karena realisasi APBD harus di sesuaikan dengan penyusunan anggaran yang
telah di buat, dengan kata lain apa yang di realisasikan dari perencanaan harus

77

sama dengan realisasi yang sebenarnya di lakukan. Di sarankan diadakanya


penjelasan secara detil dan rinci

tentang realiasasi dari APBD, dan APDB

tersebut telah di pergunakan secara tepat dan jika memang ada sisa dari APBD
tersebut, harus di jelaskan bahwa sisa dari anggaran tersebut dapat untuk hal-hal
lain yang memang di pergunakan semata-mata untuk keperluan yang penting.
Tabel 4.23
Setiap pelaksanaan dari belanja pembangunan menuntut adanya perubahan
peningkatan yang lebih signifikan di bandingkan dari pelaksanaan sebelumnya
No
1
2
3
4
5

Kriteria
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat Setuju

Frekuensi
0
0
0
12
8
Jumlah
20
Sumber: Hasil olah data 2012.

%
0
0
0
60
40
100

Berdasarkan Tabel 4.23 tersebut diketahui bahwa jawaban responden


terhadap item tersebut yaitu menjawab setuju 60% dan sangat setuju 40%.
Jawaban responden yang paling dominan adalah setuju dan sangat setuju,
menunjukkan bahwaSetiap pelaksanaan dari belanja pembangunan telah di
laksnanakan dengan baik, karena di Pemda Kota Bandung setiap tahunnya
mengalami perubahan peningkatan hal positif yang sangat signifikan.

4.2

Pembahasan

4.2.1 Analisis Pengaruh Pelaksanaan Akuntansi Pemerintahan Daerah


terhadap Pengawasan Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kota
Bandung

78

Dalam pelaksanaan pelaksanaan akuntansi pemeirntahan daerah (Variabel


X) pada Pemerintah Kabupaten Bandung diketahui melalui hasil penghitungan
kuesioner, di mana dari hasil penghitungan tersebut dapat diketahui nilai rataratanya. Kemudian nilai rata-rata tersebut dibandingkan dengan kriteria yang telah
penulis tetapkan sebelumnya di BAB III. Berdasarkan kuesioner yang diajukan,
diperoleh jawaban dengan skor variabel X terlihat pada tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.24
Total Skor Variabel (X)
N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

1
4
4
4
4
3
4
4
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

2
4
4
4
5
4
4
4
5
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

3
4
3
4
4
4
4
4
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

4
4
4
4
4
4
4
4
5
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

5 6
4 4
3 4
4 4
5 4
4 4
4 4
4 4
5 5
5 5
4 5
4 4
4 4
4 4
4 4
4 4
4 4
4 4
4 4
4 4
4 4
JUMLAH

7
4
4
4
4
4
4
4
5
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

8
4
3
4
5
4
4
4
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

9 10
4 4
4 3
4 4
5 4
4 4
4 4
4 4
5 5
5 5
5 4
4 4
4 4
4 4
4 4
4 4
4 4
4 4
4 4
4 4
4 4

11
4
4
4
4
3
4
4
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

44
40
44
48
42
44
44
55
55
49
44
44
44
44
44
44
44
44
44
44
905
48,75

Sumber: Hasil data diolah, 2012.


Nilai rata-rata (mean) dari skor penghitungan pada tabel adalah :

79

Xi
X= ----n

905
--------- = 48.75
20

Maka rata-rata (mean) variabel X = 48.75


Jika dibandingkan nilai rata-rata tersebut dengan kriteria yang telah
penulis tetapkan (lihat di bab III) maka nilai rata-rata variabel X yaitu 48.75
terletak di antara nilai 45 s.d 49 yang dirancang untuk kriteria Sangat Memadai
sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan akuntansi pemerintah daerah
telah dilaksanakan dengan baik di Pemerintah Daerah Kota bandung, hal ini
disebabkan telah terpenuhinya indikator dalam penelitian ini, di antaranya yaitu:
1. Tujuan Akuntansi Pemerintah telah dilaksanakan dengan baik.
2. Telah sesuai dengan prinsip/karakteristik akuntansi pemerintah, dan
3. Telah memenuhi ruang lingkup akuntansi pemerintah.
Berdasarkan hasil kuesioner tersebut dapat dianalisis keunggulan dan
kelemahan pelaksanaan akuntansi pemerintahan, keunggulannya akuntansi
pemerintah selalu direvisi sesuai dengan perkembangan di pemerintahan.
Sedangkan kelemahannya penyesuaian setiap peraturan membutuhkan
waktu yang lama, sehingga untuk beradaptasi dengan system yang baru
membutuhkan pegawai yang memiliki kompetensi di bidang akuntansi.
Solusi dari kelemahan tersebut Pemerintah kota harus sering mengirimkan
pegawainya khususnya staf bidang akuntansi untuk selalu meningkatkan wawasan
di bidang akuntansi pemerintah.

80

4.2.2 Pengelolaan Pengawasan Belanja Modal pada Pemerintahan Daerah


Kota Bandung

Dalam pengawasan belanja modal pada pemerintahan daerah Kota Bandung


(Variabel Y) dapat diketahui melalui hasil penghitungan kuesioner, di mana dari
hasil penghitungan tersebut dapat diketahui nilai rata-ratanya. Kemudian nilai
rata-rata tersebut dibandingkan dengan kriteria yang telah penulis tetapkan
sebelumnya di BAB III. Berdasarkan kuesioner yang diajukan, diperoleh jawaban
dengan skor variabel Y terlihat pada tabel 4.2 berikut ini:
Tabel 4.25
Total Skor Jawaban Variabel (Y)

81

N 12
1 5
2 4
3 4
4 4
5 4
6 3
7 4
8 4
9 4
10 4
11 4
12 4
13 4
14 4
15 4
16 4
17 4
18 4
19 4
20 4

13
4
4
4
4
3
4
4
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

14
4
4
4
5
4
4
4
5
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

15
4
3
4
4
4
4
4
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

16
4
4
4
4
4
4
4
5
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

17
4
3
4
5
4
4
4
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

18
5
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

19
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
5
4
4
4
5
5
5
5
5
5

34
30
32
35
31
30
32
37
37
34
33
32
32
32
33
33
33
33
33
33
659
29,5

Sumber: Hasil data diolah, 2012


Nilai rata-rata ( mean ) dari skor penghitungan pada tabel adalah :
Yi
659
Y = ------------- = 29.5
n
20

Maka rata-rata ( mean ) variabel Y = 29.5


Jika dibandingkan nilai rata-rata tersebut dengan kriteria yang telah
penulis tetapkan (lihat di bab III) maka nilai rata-rata variabel Y yaitu 29.5
terletak di antara nilai 26 s.d 31 dirancang untuk kriteria Memadai sehingga
dapat disimpulkan bahwa pengawasan belanja modal di Pemerintah Daerah Kota

82

Bandung telah dilaksanakan dengan baik, hal ini disebabkan telah terpenuhinya
indikator dalam penelitian ini, yaitu:
1. Telah terpenuhi aspek-aspek kesesuaian antara pelaksanaan dengan
peraturan yang berlaku.
2. Telah sesuai dengan legalistas pelaksanaan anggaran
3. Telah memenuhi peranan faktor ketentuan/peraturan yang ada dalam
pelaksanaan belanja modal.
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut pengawasan belanja modal memiliki
keunggulan dan sekaligus kelemahan, karena aturan pemerintah selalu bergantiganti sehingga aturan-aturan terdahulu selalu diadakan perbaikan-perbaikan sesuai
kebutuhan dan perkembangan pemerintahan. Kelemahannya dari sumber daya
yang ada harus terus mengikuti perkembangan peraturan baik itu Peraturan
Pemerintah maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Solusi dari permasalahan tersebut harus senantiasa ada waktu yang memadai
untuk sosialisasi aturan baru tentang pengelolaan keuangan daerah khususnya
kepada bagian keuangan dan yang ada kaitannya dengan pengelolaan keuangan
daerah Kota Bandung.

4.2.3 Pengaruh Pelaksanaan Akuntansi Pemerintahan Daerah terhadap


Pengawasan Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kota Bandung

Untuk

mengetahui

adanya

pengaruh

pelaksanaan

akuntansi

pemerintahandaerah (Variabel X) terhadap pengawasan belanja modal (Variabel Y


) dapat diketahui dengan melakukan pembuktian terhadap hipotesis sebelumnya

83

Jika pelaksanaan akuntansi pemeirntahan telah dilaksanakan dengan baik maka


tercipta pengawasan belanja modal yang baik pada Pemerintah Daerah Kota
Bandung.
Ho = = 0, tidak terdapat pengaruh pelaksanaan akuntansi pemerintahan
daerah secara signifikan terhadap pengawasan belanja modal.
H1 = 0, terdapat pengaruh pelaksanaan akuntansi pemerintahan daerah
secara signifikan terhadap pengawasan belanja modal.
Hipotesis ini akan diuji dengan menggunakan analisis korelasi rank
spearman, dengan rumus sebagai berikut :
6 d2i
rs = 1 - ---------n3-n
Di mana :
rs = koefisien korelasi rank Spearman
di = xi - yi
n = jumlah responden.

Dalam

melaksanakan

penghitungan

statistik

tersebut,

penulis

menggunakan software SPSS for windows versi 18, dengan langkah-langkah


sebagai berikut:

1.

Uji Validitas Data

Validitas digunakan untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat pembeli itu
mampu mengukur apa yang ingin diukur. Dalam pengujian validitas setiap butir

84

menggunakan analisis item yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor
total merupakan skor tiap butir.
Item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta
korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang
tinggi pula.
Untuk mencari nilai validitas dari sebuah item maka kita mengkorelasikan
skor item tersebut dengan total skor item-item dari validitas tersebut. Apabila nilai
korelasi diatas 0,3 maka dikatakan bahwa item tersebut memberikan tingkat
kevalidan yang cukup, sedikitnya apabila nilai korelasi dibawah 0.3 maka
dikatakan item tersebut kurang valid.
Validitas untuk variabel X yaitu Pelaksanaan Akuntansi Pemerintahan
Daerah adalah sebagai berikut.

Tabel 4.26
Uji Validitas Data Variabel X (Pelaksanana Akuntansi Pemerintahan
Daerah)
Item
Correlation
Keterangan
Pertanyaan
Pearson
1
Valid
0.781
2
Valid
0.865
3
Valid
0.858
4
Valid
0.868
5
Valid
0.835
6
Valid
0.868
7
Valid
0.868
8
Valid
0.835
9
Valid
0.865
10
Valid
0.858
11
Valid
0.781
N
20

85

Validitas untuk variabel Y yaitu pengawasan belanja modal adalah sebagai


berikut:
Tabel 4.27
Uji Validitas Data Variabel Y (Pengawasan Belanja Modal)

Item
Pertanyaan
1
2
3
4
5
6
7
8
N

Correlation
Pearson
0.868
0.829
0.802
0.829
0.811
0.797
0.078
0.829
20

Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid

Dari tabel tersebut diketahui jawaban responden atas pernyataan


pelaksanaan akuntansi pemerintah daerah (11 soal) dan pengawassan belanja
modal (8 soal), dapat dikatakan seluruhnya telah valid karena nilai korelasi yang
didapatkan lebih besar dari nilai standar valid 0.3.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menurut Sevila yang dikutip Husein Umar (2000 :176),


reabilitas digunakan untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil jawaban relatif
konsisten apabila jawaban diulangi dua kali atau lebih.
Dalam pengujian reabilitas instrumen dapat dilakukan dengan beberapa cara
bisa menggunakan teknik belah dua (split half) atau cronbach alpha yang
dianalisis dengan rumus Spearman brown.

86

Validitas

memiliki tingkat reabilitas yang baik sehingga penulis dapat

melakukan pengolahan dan menganalisis data dari kuisioner tersebut, dan hasil
dari analisis reliabilitas tersebut adalah sebagai berikut.
Case Processing Summary

%
100,0

Cases

Valid
20
Excluded
0
,0
(a)
Total
20
100,0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics X1

Cronbach's
Alpha
0,777

N of
Items
11

Reliability Statistics Y

Cronbach's
Alpha
0,783

N of
Items
8

Dari hasil uji reliabilitas dengan SPSS for window versi 18 ternyata kedua
variabel telah reliabel karena telah melebihi dari r tabel untuk N 20 adalah 0.364
untuk kesalahan 5%.
Karena dari uji validitas dan reabilitas telah valid, maka dilanjutkan
dengan uji statistik berikutnya yaitu uji Rank Spearman.
3. Perhitungan Rank Spearman.

Dari hasil jawaban kuesioner terhadap Pelaksanaan akuntansi pemerintah


daerah (variabel X ) dan Pengawasan belanja modal (variabel Y ) penulis

87

melakukan pengujian hipotesis menggunakan perhitungan nilai statistik yang pada


penilitian ini menggunakan analisis korelasi rank Spearman dengan rumus :
n

6 di 2
rs = 1

t 1

n3 n

Dimana :
rs = Koefisien korelasi Rank Spearman
di = Rank Xi Rank Yi (setelah diranking )
n = Jumlah Responden
Dari hasil uji statistik yang telah dilakukan yaitu dengan menggunakan
SPSS for Window maka dapat diketahui Rank Spearman sebagai berikut.
Tabel 4.28
Uji Rank Spearman
Correlations

Spearman's rho Akuntansi


pemerintahan

Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Pengawasan belanja
Correlation
modal
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Akuntansi
pemerintahan
1.000

Pengawasan
belanja
modal
.880**

.
20
.880**

.000
20
1.000

.000
20

.
20

Dari perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa rs hitung tersebut


dibandingkan dengan nilai rs tabel dapat diketahui bahwa nilai rs hitung > rs
tabel (0,880 0.3). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang penulis ajukan

88

dapat diterima (Ho

ditolak dan Ha

diterima), artinya terdapat pengaruh

pelaksanaan akuntansi pemerintah daerah terhadap pengawasan belanja modal.


Nilai tersebut terdapat pada kategori sangat kuat, antara 0.800 1.000.

4. Koefisien Determinasi

Koefisien diterminasi adalah analisis statistik yang digunakan untuk


mengetahui seberapa besar pengaruh pelaksanaan akuntansi pemerintah daerah
terhadap pengawasan belanja modal pada Pemerintah Daerah Kota Bandung.
Kd

= R2 X 100%
= (0,880)2 X 100 %
= 77.44 % dibulatkan menjadi 77%.

Jadi besarnya koefisien determinasi adalah 77%, nilai ini menunjukkan


besar pengaruh dari variabel bebas pelaksanaan akuntansi pemerintah daerah
terhadap pengawasan belanja modal. Jadi dalam penelitian ini 77% pengawasan
belanja modal dipengaruhi oleh pelaksanaan akuntansi pemerintah daerah,
sedangkan sisanya 23 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini yaitu Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan Satuan Audit Internal
(SAI).

5. Hasil Pengujian

89

Hasil pengujian dibuat sesuai dengan kriteria pengujian yang telah


ditetapkan pada Bab III yaitu dengan membandingkan nilai rs hitung dengan nilai
rs tabel pada taraf signifikan = 0,05
Dari penghitungan nilai statistik didapat rs hitung adalah 0.880 dan
berdasarkan interpretasi hubungannya sangat kuat antara 0,800 1.000.
Sedangkan rs tabel dengan taraf nyata/signifikansi (
= 0,05) untuk n = 20 adalah
0.364 (lampiran). Ini berarti bahwa rs hitung (0.880) >rs tabel (0.364), sehingga
hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (H1) diterima berarti Jika
pelaksanaan akuntansi pemerintahan daerah telah dilaksanakan dengan
baik maka tercipta pengawasan belanja modal yang baik pada Pemerintah
Daerah Kota Bandung.

90

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penelitian ini dapat


disimpulkan sebagai berikut.
5.1 Kesimpulan

1. Pelaksanaanakuntansipemerintahandaerah di Pemerintah Daerah Kota Bandung


bedasarkan hasil Pengolahan Data mempunyai nilai rata-rata diangka 48,75
dimana terletak diantara nilai 45 s.d 49, berarti termasuk kedalam kriteria
sangat memadai. Jadi dapat di simpulkan bahwa Pelaksanaan Akuntansi
Pemerintahan daerah telah dilaksanakan dengan baik, karena telah
terpenuhinya indikator dalam penelitian ini, di antaranya yaitu:
a. Tujuan Akuntansi Pemerintah telah dilaksanakan dengan baik.
b. Telah sesuai dengan prinsip/karakteristik akuntansi pemerintah, dan
c. Telah memenuhi ruang lingkup akuntansi pemerintah.
Namun ada sedikit kelamahan dari pelaksanaan akuntansi pemerinhan daerah
tersebut yaitu penyesuaian setiap peraturan membutuhkan waktu yang lama,
sehingga untuk beradaptasi dengan sistem yang baru membutuhkan pegawai
yang memiliki kompetensi di bidang akuntansi
2.

Pengawasan belanja modal pada Pemerintah Daerah Kota Bandung


berdasarkan hasil pengolahan data mempunyai nilai rata-rata diangka 29,5
dimana terletak diantara nilai 26 s.d 31, berarti termasuk kedalam kriteria

91

memadai, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengawasan belanja modal di


Pemerintah Daerah Kota Bandung telah dilaksanakan dengan baik, hal ini
disebabkan telah terpenuhinya indikator dalam penelitian ini, yaitu:
a. Telah terpenuhi aspek-aspek kesesuaian antara pelaksanaan dengan
peraturan yang berlaku.
b. Telah sesuai dengan legalistas pelaksanaan anggaran
c. Telah memenuhi peranan faktor ketentuan/peraturan yang ada dalam
pelaksanaan belanja modal.
3. Pengaruh pelaksanaan akuntansi pemerintah darah terhadap pengawasan
belanja modal pada Pemerintah Daerah Kota Bandung berdasarkan hasil
perhitungan SPSS diperoleh besarnya koefisien determinasi adalah 77%,
nilai ini menunjukkan besar pengaruh dari variabel bebas pelaksanaan
akuntansi pemerintah terhadap pengawasan belanja modal. Jadi dalam
penelitian ini 77% pengawasan belanja modal dipengaruhi oleh
pelaksanaan akuntansi pemerintah daerah, sedangkan sisanya 23 %
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian iniSistem
Pengendalian Intern (SPI) dan Satuan Audit Internal (SAI).

92

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti memberikan saran


bagi penelitian ini sebagai berikut.
1. Untuk lebih meningkatkan Pelaksanaan Akuntansi Pemerintahan daerah,
di Pemerintah daerah Kota Bandung maka Pemerintah Kota tersebut harus
sering mengirimkan pegawainya, khususnya staf bidang akuntansi untuk
selalu meningkatkan wawasan di bidang akuntansi pemerintah, guna
mengimbangi sistem akuntansi pemerintah yang selalu di revisi sesuai
dengan perkembangan yang terjadi di pemerintahan.
2. Untuk meningkatkan Pengawasan Belanja modal di pemerintahan daerah
kota bandung, maka pemerintah tersebut harus senantiasa mengadakan
waktu yang memadai untuk sosialisasi aturan baru tentang pengelolaan
keuangan daerah, khususnya kepada bagian keuangan dan yang ada
kaitannya dengan pengelolaan keuangan daerah kota bandung, agar lebih
cepat beradaptasi dengan aturan-aturan yang selalu mengalami perbaikan
dan berubah-ubah sesuai dengan peraturan pemerintah dan peraturan
Menteri Dalam Negeri.

93

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim, (2007). Akuntansi Keuangan Daerah: sector publik, Jakarta:


Salemba Empat.
........, (2004). Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPPAMP YKPN.

Deddy Noerdiawan, (2006) Akuntansi Sektor Publik, Jakarta:Salemba Empat


Indra Bastian, (2001). Manual Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah.
Yogyakarta: BPFE.
Mardiasmo, (2002). Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta:
Andi.
Mohamad Gade (2002). Akuntansi Pemerintahan, Jakarta: LPFEUI.
Revrisond Baswir, (2000). Akuntansi Pemerintah Indonesia, Yogyakarta:
BPFE.
Syaiful (2009). PENGERTIAN DAN PERLAKUAN AKUNTANSI
BELANJA BARANG DAN BELANJA MODAL DALAM KAIDAH
AKUNTANSI PEMERINTAHAN
Sugiyono (2008).MetodePenelitianBisnis. Bandung: Alfabeta.
BPPK.DepKeu.go.Id.
Penyelewengan Dana APBD http://m.antikorupsi.org/?q=node/563
Undang-undang No. 17/2003 tentang Keuangan Negara
Undang-undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 20 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 24 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.

94

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 58 Tahun 2005 tentang


Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Keputusan Menteri Pandayagunaan Aparatur Negara 96 / No. 17 Kep / Menpan /
Tahun 2002
Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005 Tentang Standar Akuntansa
Pemerintahan
Peraturan Menteri Keuangan No. 59 /PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Peraturan Menteri Keuangan No. 13/PMK.06/2005 tentang Bagan Perkiraan
Standar.
Peraturan Menteri Keuangan No. 96/PMK.06/2005 tentang Petunjuk, Penelaahan,
Pengesahan dan Revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun
Anggaran
2006.
Peraturan Menteri Keuangan No. 54/PMK.02/2005 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL Tahun 2006.

Diana 2009. Pengaruh Akuntansi Pemerintah terhadap Pengawasan Belanja


Modal. Bandung: Fakultas Ekonomi Unpas Program Studi Akuntansi,
Sumardjo, 2010. Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah Studi Empiris pada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota di Indonesia.
Muhammad Zunan Budiharto, 2005. Sistem Akuntansi Keuangan Daerah di
Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo.

Anda mungkin juga menyukai