Anda di halaman 1dari 23

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama
MR
Tanggal lahir
Usia
Alamat
Agama
Kewarganegaraan
Suku Bangsa
Tanggal masuk RS
Identitas Orang tua/wali
-

: An. A
: 033065
: 30/05/2002
: 12 tahun
: Panti asuhan buana impian 1 blok D/8
: Islam
: WNI
: Jawa
: 30 April 2014 pk. 13.05 WIB
:

Wali
Nama

: Ny.S

Usia

: 40 tahun

Pekerjaan

: Pengurus panti

B. RIWAYAT PENYAKIT
a)

b)
c)

Anamnesis
Alloanamnesis dengan wali pasien dilakukan di bangsal anak lt.3 RSUD EF pada
tanggal 30 April 2014.
Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan pucat
Riwayat penyakit sekarang
-

Pasien dikeluhkan tampak pucat sejak satu hari yang lalu Pasien datang
dengan tujuan ingin melakukan transfusi. Pasien didiagnosis memiliki
penyakit thalassemia sejak 2 tahun yang lalu, Pasien rutin melakukan control
ke poli tiap bulan, tetapi tidak ditransfusi tiap bulan. Keluhan jantung berdebar
(-), keluhan sering berkeringat (-), keluhan mata berkunang-kunang (-), pusing
(-).Nafsu makan menurun, mual (-), muntah (-), sesak (-), demam (-), batuk
(-), pilek (-), diare (-), BAK normal.
1

d)

Riwayat penyakit sebelumnya


- Keluhan dialami pasien pertama kali sejak berusia 10 tahun 5 bulan. Karena
keluhan tersebut pasien dibawa ke RSUD dan didiagnosis Thalasemia.
- Riwayat tranfusi hingga saat ini pasien tidak ingat.. Frekuensi transfusi tidak
rutin dilakukan tiap bulan, dari pengakuan wali transfuse dilakukan jika ada
anjuran dari dokter saja.

e)

Riwayat kesehatan keluarga


Wali pasien tidak mengetahui apakah di keluarga pasien ada anggota
keluarga yang menderita thalassemia seperti pasien, karena pasien tinggal dipanti
asuhan.

f)

g)

Riwayat prenatal
Lama kehamilan

Riwayat kelahiran

BBL

PB

Masalah neonatus

Tidak diketahui secara pasti karena


wali
maupun
pasien
tidak
mengetahuinya.

Riwayat Imunisasi
-

BCG 1 kali

Hepatitis B 3 kali

DPT 3 kali

Polio 4 kali

Campak 1 kali

Tidak diketahui secara pasti karena


wali
maupun
pasien
tidak
mengetahuinya.

h)

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


-

Tengkurap

Duduk

Merangkak

Berdiri

Berjalan

Tidak diketahui secara pasti karena


wali
maupun
pasien
tidak
mengetahuinya.

C. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda vital
Frekuensi nadi

: 94 x/menit (kuat,teratur)

Frekuensi nafas

: 20 x/menit

Suhu tubuh

: 36,6 C

Status Gizi
BB

: 25 kg

TB

: tidak diukur

BB/U

: (-3 sd -2 SD)

KULIT
Kulit berwarna kehitaman dan pucat.

KEPALA
Bentuk

: Normosefalik

Rambut

: Lebat, hitam dan sukar dicabut

MUKA
Raut muka

: Tidak terlihat Facies Cooley (batang hidung masuk ke


dalam, tulang pipi menonjol, jarak kedua mata agak jauh
seperti Mongoloid, frontal bossing, rodent like
mouth/tonggos, bibir agak tertarik.)

Edema

: Tidak ada

Moon face

: Tidak ada

Pucat

: (-)

MATA
Bentuk

: Cekung -/-

Palpebra

: Ptosis -/-

Konjungtiva

: Konjungtiva anemis +/+

Sklera

: Ikterik -/-

Pupil

: Isokor, diameter 2mm/2mm, refleks cahaya + / +

Lensa

: Jernih

Gerakan

: Normal

Strabismus

: -/-

HIDUNG
Bentuk

: Normal

Pernafasan cuping hidung: -/Sekret

: -/-

MULUT
Bibir

: Pucat, mukosa basah

Lidah

: Merah muda, oral hygiene baik

Gigi

: Tidak ada Maloklusi, gigi maju ke depan (rodent like


mouth)

Halitosis

: (-)

Sianosis

: (-)

TENGGOROKAN
Uvula

: Ditengah

Tonsil

: T1/T1, hiperemis (-)

Faring

: hiperemis (-)

LEHER
Trakea

: Ditengah, tanpa deviasi

Kelenjar

: KGB normal, kelenjar tiroid tidak membesar

Lain-lain

: Massa (-)

THORAX
Bentuk

: Normochest, retraksi (-)

Jantung
Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Thrill (-)

Perkusi

: Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi

: Bunyi jantung S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru
Inspeksi

: Pergerakan dada simetris kanan dan kiri

Palpasi

: Vocal fremitus kanan dan kiri

Perkusi

: Sonor

Auskultasi

: Suara nafas vesikular +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

ABDOMEN
Inspeksi

: Simetris, agak cembung, rash (-)

Palpasi

: Supel, turgor baik, hepar teraba membesar 1/3-1/3 BH,


teraba pembesaran lien SI1, nyeri tekan epigastrium (-)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

KELENJAR GETAH BENING


Leher

: Tidak teraba pembesaran

Submandibula

: Tidak teraba pembesaran

Subklavikula

: Tidak teraba pembesaran

Ketiak

: Tidak teraba pembesaran

Lipat paha

: Tidak teraba pembesaran


6

ALAT KELAMIN

: tidak diperiksa

EKSTREMITAS
Bentuk

: Normal, clubbing finger (-), edema (-), ulkus (-)

Suhu akral

: Hangat

Petekiae

: (-) di keempat ekstremitas

Refleks

: tidak diperiksa
Tes

Hasil

Unit

Nilai Rujukan

Hemoglobin

7.9

g/dL

12.0-16.0

Jumlah Lekosit

11700

/uL

5.0-13.0

Hematokrit

22

35.0-45.0

Jumlah Trombosit

267

103/uL

150-400

CRT >2 sec

D.

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (30 April 2014)

Hasil Laboratorium tanggal 02 November 2012


Darah Lengkap

Hb

Nilai

Satuan

Nilai Normal

Kesan

Hemoglobin
Eritrosit (RBC)

6,8
2,61

gr/dl
106/L

10.8 15.6
4.0 5.2

Menurun
Menurun

Leukosit (WBC)

12,0

103/ L

4.5 13.5

Normal

Hematokrit

19,3

33 45

Menurun

Trombosit (PLT)

303

103/ L

184 488

Normal

MCV

73,9

fL

69 93

Normal

MCH

26,1

Pg

22 34

Normal

MCHC

35,2

g/dl

32 36

Normal

2-4

Normal

0-1

Normal

50-70

Normal

25-40

meningkat

2-8

Meningkat

Hitung jenis

Eosinofil

Basofil

Neutrofil

Limfosit

Monosit

1
0
57
30
12

Elektroforesis tanggal 02 November 2012


-

Hb A2
Hb F

: 2,9 % ( 2,0 3,3 )


: 2,5 % (<1)

Kimia Darah
-

SGOT
: 21 U/L ( <51 )
SGPT
: 8 U/L ( <39 )
Bilirubin total : 4,45 mg/Dl (<1,1 )

Imunoserologi
-

HBSAg

: non reaktif

Gambaran Darah Tepi


-

Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Kesan
Saran

: mikrositik hipokrom, anisositosis/ poikilositosis ditemukan sel elips


: kesan jumlah normal, morfologi normal
: kesan jumlah normal, morfologi normal
: anemia mikrositik hipokrom ec?
: SI, TIBC, Feritin

E. DIAGNOSIS KERJA
Thalasemia
F. PROGNOSIS
-

Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad malam

G. PENATALAKSANAAN

Packed Red Cell 2x250 cc

IVFD NaCl 0,9% 10 tpm

Premedikasi inj dexamethason 1x10mg

Post transfusi inj.Furosemid 1x40mg

H. FOLLOW UP
Awal pasien masuk 30 April 2014, 14.30 WIB
S

: (-)

O : Keadaan umum : baik


Kesadaran

: Compos mentis

Suhu

: 36,4 C

Nadi

: 88 x/menit (kuat, teratur)

Laju napas

: 20 x/menit

Tekanan darah : Tidak diukur


Mata

: Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-

Tenggorokan

: Uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1


T1 hiperemis (-)
9

Cor

: Bunyi jantung I II reguler, gallop (-), murmur (-)

Pulmo

: Suara nafas vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-.

Abdomen

: Tampak sedikit cembung, supel, hepar teraba membesar


1/3-1/3 BH, teraba pembesaran lien SII, bising usus (+) N.

Ekstremitas

: Akral hangat, CRT >2 sec, clubbing finger (-), edema (-)

: Thalasemia

: Cek Lab post transfuse

Tes

Hasil

Unit

Nilai Rujukan

Hemoglobin

11.3

g/dL

12.0-16.0

Jumlah Lekosit

11,8

103/uL

5.0-13.0

Hematokrit

36

35.0-45.0

Jumlah Trombosit

267

103/uL

150-400

16.30

: mulai transfuse kolf 1

20.30

: selesai transfuse kolf I, Reaksi transfuse (-)

03.00

: mulai transfuse kolf II

07.00

: selesai transfuse kolf II, Reaksi transfuse (-)

15.00

: Pasien Pulang ,terapi pulang (-), edukasi (+)

HASIL LABORATORIUM POST TRANSFUSI


01 mei 2014

10

BAB II
ANALISIS MASALAH
PERMASALAHAN
Pasien datang dengan keluhan pucat, dan pasien mengatakan ingin trasnfusi karna penyakit
thalasemia nya. Jadi permasalahan yang pertama bagaimana awal diagnosis thalasemia pada
pasien ini?
1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?
Pada awalnya pasien datang dengan keluhan pucat dan kuning sejak 1 minggu. Jika
anak datang datang keadaan pucat harus dipikirkan adalah adanya anemia. Anemia
adalah kondisi dimana ada penurunan jumlah dari sel darah merah (Red Blood Cell)
atau penurunan jumlah dari Hemoglobin dalam darah, sehingga kapasitas darah
untuk mengikat oksigen menurun juga.1 Anemia dapat disebabkan oleh berbagai
etiologi, dari adanya gangguan yang menyebabkan produksi sel darah merah menjadi
lambat maupun kejadian yang menyebabkan hilangnya darah terlalu cepat atau
pemecahan darah yang berlebihan. Karna keluhan tersebut maka diagnosis banding
saat itu adalah anemia defisiensi besi, thalasemia dan hepatitis.
Saat itu hanya dianjurkan pemeriksaan darah rutin, yang hasilnya terdapat penurunan
Hemoglobin (Hb). Hasil darah rutin 28/10/2012
Tes

Hasil

Hb

8,5 g/dl

Leukosit

9700 /ul

Hematokrit

25 %

Eritrosit

3,2 juta/ul

Trombosit

308 ribu/ul

Pada waktu itu belum dianjurkan transfusi tetapi disarankan untuk dilakukan
pemeriksaan darah lengkap, SGOT/SGPT, elektroforesis Hb dan hapusan darah tepi.
Setelah disarankan pasien control ulang ke poli dan membawa hasil pemeriksaan
yang dianjurkan.
11

Hasil Laboratorium tanggal 02 November 2012


Darah Lengkap

Nilai

Satuan

Nilai Normal

Kesan

Hemoglobin
Eritrosit (RBC)

6,8
2,61

gr/dl
106/L

10.8 15.6
4.0 5.2

Menurun
Menurun

Leukosit (WBC)

12,0

103/ L

4.5 13.5

Normal

Hematokrit

19,3

33 45

Menurun

Trombosit (PLT)

303

103/ L

184 488

Normal

MCV

73,9

fL

69 93

Normal

MCH

26,1

Pg

22 34

Normal

MCHC

35,2

g/dl

32 36

Normal

2-4

Menurun

0-1

Normal

50-70

Normal

25-40

Normal

2-8

Meningkat

Hitung jenis

Eosinofil

Basofil

Neutrofil

Limfosit

Monosit

1
0
57
30
12

Hb

Elektroforesis tanggal 02 November 2012


-

Hb A2
Hb F

: 2,9 % ( 2,0 3,3 )


: 2,5 % (<1)

Gambaran Darah Tepi


-

Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Kesan
Saran

: mikrositik hipokrom, anisopoikilocytosis ditemukan sel elips


: kesan jumlah normal, morfologi normal
: kesan jumlah normal, morfologi normal
: anemia mikrositik hipokrom ec?
: SI, TIBC, Feritin

Kimia Darah
-

SGOT
: 21 U/L ( <51 )
SGPT
: 8 U/L ( <39 )
Bilirubin total : 4,45 mg/dl (<1,1 )

Imunoserologi
12

HBSAg

: non reaktif

Defferential diagnosis dapat disingkirkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang. Hasil SGOT/SGPT masih dalam batas normal dan
HBSAg negative jadi bukan termasuk hepatitis. Kemudian diagnosis banding lainnya
adalah anemia defisiensi besi tetapi pada pemeriksaan darah lengkap hasil Hb, MCV
(Mean Corpuscular Volume), MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) pada anemia
defisiensi besi di bawah normal, tetapi pada thalasemia dapat normal atau dibawah
normal. Namun, nilai RDW (Red Cell Distribution Width) pada anemia defisiensi besi
mengalami peningkatan yang lebih banyak daripada pada thalassemia. Selain itu
retikulosit, serum iron, dan ferritin serum pada anemia defisiensi besi mengalami
penurunan sedangkan pada thalassemia normal. Tetapi pada pasien ini tidak dilakukan
pemeriksaan tersebut. Jadi anemia defisiensi besi dapat disingkirkan dari hasil darah
lengkap MCH dan MCV normal dan hasil Hb elektroforesis dimana terdapat
peningkatan jumlah HbF.
Thalassemia adalah penyakit kelainan sel darah merah yang disebabkan oleh
berkurang atau tidak disintesisnya rantai globin atau , komponen molekul
hemoglobin dewasa (22) yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak
atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal. Akibatnya penderita thalassemia
akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, kuning, badan sering
lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang.2

Masing-masing Hb A yang normal terdiri dari empat rantai globin sebagai rantai
polipeptida, di mana rantai tersebut terdiri dari dua rantai polipeptida dan dua rantai
polipeptida . Empat rantai tersebut bergabung dengan empat komplek heme untuk
membentuk molekul hemoglobin, pada thalasemia sisntesis rantai globin beta
mengalami kerusakan atau tidak terbentuk sama sekali, sehingga kadar HbF nya
meningkat karna tidak adanya rantai yang berikatan dengan rantai . Kelainan dasar
dari semua tipe thalassemia adalah ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Namun,

13

konsekuensi akumulasi dari produksi rantai globin yang berlebihan berbeda-beda


pada tiap-tipe thalassemia.3
Pada pasien dari anamnesis mengeluhkan pucat dan kuning sejak 1 minggu,
riwayat keluarga menderita thalasemi tidak diketahui. Pemeriksaan penunjang anemis
(+),ikterik (+), hepatosplenomegali (+) dan untuk lebih memastikan dilakukan
pemeriksaan penunjang dengan hasil penurunan jumlah Hb, peningkatan Hb F 2,5 %,
gambaran eritrosit mikrositik hipokrom, anisopoikilocytosis

ditemukan sel elips.

Peningkatan jumlah HbF pada usia 10 tahun termasuk tidak wajar, karna HbF ( , )
termasuk Hb pada saat janin dan pada usia 3-6 bulan sintesis rantai digantikan
dengan rantai menjadi HbA (2,2). Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang saat itu disimpulan diagnosis pasien ini adalah thalasemia beta.
Tabel 1 Perbedaan thalasemia beta beda secara genotype dan phenotype4

Untuk mengetahui jenis thalasemi nya sendiri pada pasien ini tidak dapat diketahui
karna untuk mengetahui hal tersebut harus dilakukan pemeriksaan Gen/DNA. Tetapi
berdasarkan tabel diatas secara klinis pasien ini adalah thalasemia beta intermedia.

2. Bagaimana beta thalasemia diwariskan?5

14

Orang tua dengan thalasemia trait dan orang tua yang normal akan mendapatkan 50%
anak dengan thalasemia trait dan 50% normal tanpa thalasemia trait.

Gambar 03 satu orang tua dengan thalasemia beta


Jika kedua orang tua mempunyai sifat genetic beta thalasemi trait, maka 25%
anaknya akan mengalami thalasemia mayor, 50 % menjadi beta thalasemi trait
dan 25% normal tanpa thalasemia.

Gambar 04 pewarisan sifat dari kedua orang tua dengan beta thalasemi trait
3. Mengapa terjadi anemia dan splenomegali?

15

Pada thalasemia beta sisntesis rantai globin beta mengalami kerusakan.


Eritropoesis menjadi tidak efektif, hanya sebagian kecil eritrosit yang mencapai
sirkulasi perifer dan timbul anemia. Rantai yang terakumulasi di dalam prekursor
sel darah merah bersifat tidak larut (insoluble), terpresipitasi di dalam sel,
berinteraksi dengan membran sel (mengakibatkan kerusakan yang signifikan), dan
mengganggu divisi sel. Kondisi ini menyebabkan terjadinya destruksi intramedular
dari prekursor sel darah merah. Sebagai tambahan, sel-sel yang bertahan yang sampai
ke sirkulasi darah perifer dengan intracellular inclusion bodies (rantai yang berlebih)
akan mengalami hemolisis; hal ini berarti bahwa baik hemolisis maupun eritropoesis
inefektif menyebabkan anemia pada penderita dengan thalassemia-.6
Anemia berat yang berhubungan dengan thalasemia menyebabkan ginjal
melepaskan erythropoietin yaitu hormon yang menstimulasi bone marrow untuk
menghasilkan lebih banyak sel darah merah, sehingga hematopoesis menjadi tidak
efektif. Eritropoiesis yang meningkat mengakibatkan hiperplasia dan ekspansi
sumsum tulang, sehingga timbul deformitas pada tulang. Eritropoietin juga
merangsang jaringan hematopoesis ekstra meduler di hati dan limpa sehingga timbul
hepatosplenomegali. Akibat lain dari anemia adalah meningkatnya absorbsi besi
dari saluran cerna menyebabkan penumpukan besi berkisar 2-5 gram pertahun.

16

Gambar 3 mekanisme anemia dan splenomegali


Peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap anemia berat,
menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah merah pada penderita
dengan thalassemia-. Peningkatan level Hb F akan meningkatkan afinitas oksigen,
menyebabkan terjadinya hipoksia, dimana bersama-sama dengan anemia berat akan
menstimulasi produksi dari eritropoetin. Akibatnya, ekspansi luas dari massa eritroid
yang inefektif akan menyebabkan ekspansi tulang berat dan deformitas. Baik
penyerapan besi dan laju metabolisme akan meningkat, berkontribusi untuk
menambah gejala klinis dan manifestasi laboratorium dari penyakit ini. Sel darah
merah abnormal dalam jumlah besar akan diproses di limpa, yang bersama-sama
dengan adanya hematopoesis sebagai respon dari anemia yang tidak diterapi, akan
menyebabkan splenomegali masif yang akhirnya akan menimbulkan terjadinya
hipersplenisme.

17

4. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini?7,8,9


Penatalaksanaan pada thalasemia umumnya diberikan transfuse darah untuk
mempertahankan Hb, asam folat diberikan jika asupan diet buruk, terapi khalesi besi
diberikan untuk mengatasi kelebihan besi, vitamin C diberikan untuk meningkatkan
ekskresi besi yang disebabkan oleh desferioksamin, splenectomi mungkin perlu
dilakukan untuk mengurangi kebutuhan darah, transplantasi sumsum tulang. Tidak
semua pasien mendaptkan terapi tersebut kembali lagi melihan kondisi dan keadaan
pasien.
Pada pasien diberikan

Packed Red Cell 2x250 cc

IVFD NaCl 0,9% 10 tpm

Premedikasi inj dexamethason 1x10mg

Post transfusi inj.Furosemid 1x40mg


Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan Hb diatas 10 g/dl.

Pemberian transfusi sel darah merah yang teratur, mengurangi komplikasi anemia dan
eritropoiesis yang tidak efektif, membantu pertumbuhan dan perkembangan selama
masa anak-anak dan memperpanjang ketahanan hidup pada thalasemia. Keputusan
untuk memulai transfuse didasarkan pada kadar hemoglobin <6 g/dl dalam interval 1
bulan selama 3 bulan berturut atau hemoglobin dibawah 7 g/dl dalam dua kali
pemeriksaan selama 2 minggu, kemudian dapat diberikan transfuse darah. Pada
pasien ini datang dengan Hb 7,9 g/dl berdasarkan teori nilai Hb tersebut boleh tidak
diberikan transfuse tetapi pasien dapat pulang dan kembali control minggu depan, jika
Hb masih 7 atau dibawah 7 baru dapat diberikan transfuse. Tetapi terkadang
orangtua/wali khawatir melihat keadaan anak nya yang pucat sehingga biasanya
mereka langsung meminta untuk di transfuse.
Pada pasien diberikan transfuse 2x250 cc, berdasarkan literature transfuse dengan
dosis 15-20 ml/kg Packed red cell (PRC) biasanya diperlukan 4-5 minggu. Jadi, 375
500 cc PRC yang dibutuhkan oleh pasien dan ini sesuai dengan tatalaksana yang
diberikan. Uji silang harus dikerjakan untuk mencegah alloimunisasi dan mencegah
reaksi transfuse, PRC yang diberikan adalah yang relative segar (kurang dari 1
18

minggu dalam antikoagulan), walaupun dengan kehati-hatian yang tinggi, reaksi


demam akibat transfuse lazim ada. Hal ini dapat diminimalkan dengan penggunaan
eritrosit yang direkonstitusi dari darah beku atau penggunaan filter leukosit dan
pemberian antipiretik sebelum transfuse. Pada pasien diberikan dexamethason 1x10
mg untuk pencegahan reaksi transfuse seperti alergi.
Infuse yang diberikan adalah Natrium clorida 0,9%, cairan NS merupakan cairan
kristaloid yang dapat diberikan sebelum transfuse untuk mencegah hemolisis, tidak
boleh dipakai cairan infuse Dekstrose 5% atau Ringer laktat karna dapat
mengakibatkan hemolisis dan karana RL mengandung kalium akan menyebabkan
koagulasi. Pada post trasnfusi diberikan furosemid untuk mencegah kelebihan cairan
akibat transfuse, furosemid menghambat penyerapan kembali natrium dan klorida
pada tubulus distal lengkung henle. Dosis furosemid Intravena 1-2 mg/kg jadi 25-50
mg dosis furosemid yang dapat diberikan pada pasien ini.
5. Mengapa tidak diberikan khalesi besi?
Setiap 500 ml darah membawa kira-kira 200 mg besi kejaringan yang tidak dapat
diekskresikan secara fisiologis. Keadaan ini dapat diturunkan atau bahkan dicegah
dengan pemberian parenteral obat pengkhalesi besi seperti deferoksamin (Desferal).
Obat ini termasuk obat golongan iron chelating agent yang digunakan sebagai
pengikat Fe dan biasanya diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000
g/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. 1
Desferoxamine memiliki dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui
pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut-turut
setiap selesai transfusi darah. Pasien juga diberitahu supaya tidak kaget ketika air
seni menjadi merah karena Fe yang diikat oleh Desferoxamine diekskresi melalui
urin.1
Pentingnya obat golongan iron chelating agent bagi penderita Thalassemia
yang mendapatkan transfusi adalah guna mencegah adanya komplikasi jangka
panjang dari pemberian transfusi seperti hemosiderosis dan hemokromatosis.
Hemosiderosis adalah perubahan warna kulit menjadi kehitaman akibat penimbunan
hemosiderin pada kutan, sedangkan hemokromatosis adalah penimbunan hemosiderin
19

yang terjadi pada organ-organ dalam seperti misalnya jantung sehingga dapat
menggangu kontraktilitas otot jantung (kardiomiopati), pada liver, pankreas, lien,
sumsum tulang, hingga renal.7
Gejala hemokromatosis bergantung pada organ apa yang terkena. Gejala awal
hemokromatosis dapat berupa fatigue, penurunan berat badan, nyeri abdomen dan
sendi-sendi. Selanjutnya pasien dapat menopause lebih awal pada wanita, penurunan
libido, impotensi, sesak napas, peningkatan enzim hati. Dan jika dibiarkan selama
bertahun-tahun dapat berakibat fatal. Pada kasus-kasus lanjut ditemukan artritis pada
pasien, fibrosis hati, diabetes, gagal jantung, dan lain-lain.
Hanya sedikit pedoman yang digunakan menentukan waktu yang tepat untuk
memulai terapi pengikat besi, pendekatan yang praktis adalah dengan menentukan
konsentrasi serum feritin setelah pemberian transfuse yang teratur. Pada pasien ini
dari awal terdiagnosis menderita thalasemia belum pernah sekalipun diperiksa kadar
ferritin dan pemberian transfuse pun tidak rutin setiap satu bulan. Dari pengakuan
wali pasien dari pertama terdiagnosis pasien tidak rutin transfuse dan hanya ketika
dianjurkan saja oleh dokter yang memeriksa dan wali maupun pasien tidak ingat
sudah berapa kali diberikan transfuse sehingga pada pasien ini belum diberikan
khalesi besi. Dan anjuran untuk pasien ini adalah pemeriksaan serum ferritin agar
dapat segera diberikan khalesi besi.
6. Apa edukasi yang harus diberikan pada pasien thalasemia?
Pada pasien dianjurkan untuk menghindari makanan yang banyak mengandung
zat besi seperti hati, daging merah, telur, sereal, apel, anggur, sayuran hijau seperti
bayam agar Fe dalam serum darah tidak tinggi. Serta dapat juga disarankan untuk
minum teh hijau, sehingga besi yang berada di tubuh dapat diikat dan membantu
ekskresi dari besi sehingga besi yang ada di tubuh dapat berkurang.
7. Bagaimana prognosis pada pasien?
Pasien dengan kasus thalasemia intermedia umumnya memiliki prognosis baik,
akan tetapi, setelah beberapa tahun dari stabil, banyak pasien berkembang menjadi
kondisi yang parah dan menjadi ketergantungan dengan transfuse. Pasien dengan
bentuk yang berat mempunyai prognosis yang sama dengan thalasemia mayor.
20

Dibanyak

kasus,

perubahan

dari

keadaan

stabil

menjadi

keadaan

yang

ketergantungan dengan transfuse secara bertahap. Pasien dengan Hb 7 -8 g/dl untuk


waktu yang lama dapat menurun ke level 6 g/dl atau kurang dari itu. Akan tetapi,
pada pasien yang lain sebulan setelah transfuse Hb turun kembali dan waktu ini lah
lien akan membesar atau lebih aktif bagaimanpun spleenectomy menjadi
pertimbangan.
Meskipun penyakit thalassemia ini diderita seumur hidup dan prognosisnya
kurang baik, namun prognosis pada pasien secara keseluruhan dubia ad bonam
mengingat wali pasien sangat peduli pada kesehatan anaknya, sehingga rutin datang
ke rumah sakit baik untuk menjalani transfusi maupun untuk control dan kalau ada
keluhan.
8. Bagaimana tumbuh kembang pasien?
Gangguan tumbuh kembang pada anak thalasemia dapat diakibatkan karna
beberapa faktor,diantaranya adanya anemia kronis, toksisitas dari terapi kelasi besi
deferoxamine, peningkatan konsumsi energi karena digunakan untuk hematopoesis
dan kerja jantung, defisiensi zat gizi seperti kalori, asam folat, zinc, dan vitamin A,
gangguan homeostasis kalsium, dan kelainan pada tulang, serta disfungsi hepar dan
pancreas.
Kriteria keterlambatan tumbuh dari anak thalassemia terlihat dari tinggi badan
anak yang berada di bawah dari 2SD (standar deviasi) atau anak tumbuh kurang
dari 4 cm/tahun. Sedangkan pubertas yang terlambat tampak dari keterlambatan
perkembangan payudara (telarche) atau menstruasi pertama (menarche) pada anak
perempuan umur 13 tahun.1
Pada pasien tumbuh kembang terjadi gangguan tumbuh kembang dimana nilai
status gizi berada dibawa -2SD untuk usia nya, karna pasien masih berumur 12 tahun
belum dapat dinilai perkembangan payudara atau menstruasi pertama.

21

BAB III
KESIMPULAN

A seorang anak Perempuan umur 12 tahun datang ke poliklinik Anak diantar oleh
walinya dengan keluhan pucat dan mau transfusi darah. A mempunyai riwayat thalasemia
sejak usia 10 tahun 5 bulan. Keadaan umum pasien tampak baik, kesadaran
komposmentis, tanda-tanda vital : N (94 x/i), R (20x/i), T (36,60C). Berat badan 25 Kg,
Anemis(+), spleenomegali (SII), Hepar (1/3-1/3BH). Hasil Laboratorium Hb 7,9 g/dl.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan
diagnosis A adalah Thalasemia Beta.
Pengobatan pada thalasemia adalah transfuse darah secara rutin, tetapi transfuse
ini dapat menimbulkan serum besi meningkat yang akhirnya dapat menyebabkan
berbagai masalah. Prognosis pada pasien ini umumnya baik, tetapi seiring perjalanan nya
dapat menjadi thalasemia mayor yang prognosisnya menjadi buruk jika terdapat banyak
komplikasi.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M. Buku ajar


hematologi-onkologi anak. 3rd ed. Badan Penerbit IDAI: 2010.
2. Richard E, Behrman, Robert M, Kliegman, Hal B. Md. Jenson. Nelson Textbook of
Pediatrics: Sindrom thalasemia. Edisi ke-19,USA: WB Saunders Publications. 2011.
3. Pediatric

thalasemia.

2013.

[Diunduh

14

Mei

2014].

Tersedia

dari:

http://emedicine.medscape.com/article/958850-overview
4. Taher A,Vichinsky E, Mussalam K, Cappellini DM, Viprakasit V. Guidelines for thr
management of non transfusion dependent thalassemia (NTDT). Thalasemia international
federation:2008
5. Pediatric

thalasemia.

2013.

[Diunduh

14

Mei

2014].

Tersedia

dari:

http://emedicine.medscape.com/article/958850-overview
6. Yaish MH, Arceci JR, Harper LJ. Thalasemia intermedia. 2013[Diunduh 14 Mei 2014]
tersedia dari: http://emedicine.medscape.com/article/959122-overview#showall
7. Richard E, Md. Behrman, Robert M, Md. Kliegman, Hal B., Md. Jenson. Nelson
Textbook of Pediatrics: Sindrom thalasemia. Edisi ke-19,USA: WB Saunders
Publications. 2011.
8. Cappelini DM, Cohan A, Eleftherlou A, dkk. Guidelines for the clinical management of
thalasemia. Edisi ke-2. Thalasemia international federation:2008
9. Hoffbrand,A. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC. 2005.

23

Anda mungkin juga menyukai