KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-nya kami
dapat
menyelesaikan
Hidropneumotoraks.
makalah
diskusi
topik
ini
yang
berjudul
Makalah diskusi topik ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam
kepaniteraan klinik di stase Pulmonologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Jakarta.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini,
terutama kepada :
1. Dr. Linda Nurdewanti, Sp.P selaku pembimbing diskusi topik ini.
2. Semua dokter dan staf pengajar di SMF Pulmonologi Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Pulmonologi Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah diskusi topik ini masih
banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang
membangun guna penyempurnaan makalah diskusi topik
harapkan.
Demikian, semoga makalah presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan bisa membuka wawasan serta ilmu pengetahuan kita, terutama dalam
bidang pulmonologi.
Penyusun
BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.1. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien
: Tn.AF
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tanggal Masuk
: Des 2014
Alamat
Suku
: Indonesia
Pendidikan
: Tamat SD
Pekerjaan
: Lain-lain
1.2. ANAMNESIS
a.
Keluhan Utama
Sesak nafas memberat sejak 3 hari SMRS
P: ekspansi dada simetris, pelebaran sela iga (-), massa (-), vocal
fremitus kiri melemah
P : sonor di kedua lapang paru
A : vesikuler (+)/melemah, rhonki (-)/(-), wheezing (-)/(-)
Belakang
I: bentuk dada normal, pelebaran sela iga (-), pergerakan dada simetris
saat statis dan dinamis, retraksi m.intercostal (-), pelebaran vena (-),
massa (-)
P: ekspansi dada simetris, pelebaran sela iga (-), massa (-), vocal
fremitus kiri melemah
P : sonor di kedua lapang paru
A : vesikuler (+)/melemah, rhonki (-)/(-), wheezing (-)/(-)
Abdomen
I : Datar, dilatasi vena tidak ada, scar tidak ada
A : Bising Usus (+) normal, bruit (-)
P : Defans muscular (-), hepar & lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-)
P : Timpani, shifting dullness (-), tidak ada nyeri ketok CVA
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai (-)/(-), CRT <3s
(9 Desember 2014)
Kekerasan foto cukup, foto simetris kanan-kiri
Tampak area lusens avaskular pada lapang paru kiri disertai perselubungan
homogen pada lapang bawah paru kiri
Jantung sulit dinilai
Aorta baik
Pulmo:
hillus kanan kanan tidak menebal, hillus kiri sulit dinilai
corakan bronkovascular dan parenkim paru kiri normal, kanan sulit
dinilai
Sudut kostofrenikus dan diafragma kiri tertutup perselubungan homogen,
sulit dinilai
Sudut kostofrenikus kanan lancip, diafragma kanan normal
Tulang-tulang costae dan jaringan lunak baik
penurunan berat badan dalam satu bulan terakhir sebesar 30 kg. Saat ini
pasien telah dilakukan pemasangan wsd pada dada kiri sela iga kelima. Selain
itu, pasien telah diberikan obat suntik, obat hirup, infus, dan obat minum.
Saat ini keadaan pasien sudah membaik, pasien sudah tidak mengeluh sesak,
sudah tidak terpasang oksigen melalui nasal kanul, terpasang wsd hari ke-8
sudah tidak ditemukan undulasi dan bubbble batuk sudah menghilang. Pada
foto toraks saat masuk IGD didapatkan adanya gambaran air-fluid level. Foto
toraks setelah dilakukan pemasangan wsd didapatkan pada paru kiri yang
sudah mengembang terdapat perselubungan inhomogen dan bercak infiltrat.
Pemeriksaan fisik
Paru Depan
I: bentuk dada normal, pelebaran sela iga (-), pergerakan dada simetris
saat statis dan dinamis, retraksi m.intercostal (-), pelebaran vena (-),
massa (-)
P: ekspansi dada simetris, pelebaran sela iga (-), massa (-), vocal
fremitus kiri melemah
P : sonor di kedua lapang paru
A : vesikuler (+)/melemah, rhonki (-)/(-), wheezing (-)/(-)
Paru Belakang
I: bentuk dada normal, pelebaran sela iga (-), pergerakan dada simetris
saat statis dan dinamis, retraksi m.intercostal (-), pelebaran vena (-),
massa (-)
P: ekspansi dada simetris, pelebaran sela iga (-), massa (-), vocal
fremitus kiri melemah
P : sonor di kedua lapang paru
A : vesikuler (+)/melemah, rhonki (-)/(-), wheezing (-)/(-)
1.6. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja:
- Hidropneumotoraks sinistra spontan sekunder e.c susp TB paru BTA (-)
DD/Non TB
- Diabetes Mellitus Tipe II
1.6. RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN
- Pemeriksaan BTA cairan Pleura
- Analisis cairan pleura
- Pemeriksaan rontgen toraks PA ulang setelah pemberian OAT 2 bulan
1.7. TATALAKSANA
Yang sudah diberikan :
- RL/24 jam IV
- Novorapid kelipatan 5 SC
- Ciprofloxacin 2x1tab PO
- PCT 3x1 tab PO
- Salbutamol 3x1tab PO
- Glimepiride PO ac
Anjuran tatalaksana :
- OAT (4 FDC)
- Ambroxol 3x1 tab PO
- Konsul IPD untuk tatalaksana DM tipe II
1.8.
PROGNOSIS
-
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanasionam
: bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan
cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA
Pleura adalah suatu membran serosa yang melapisi permukaan dalam
dinding toraks kanan dan kiri,melapisi permukaan superior diafragma kanan dan
kiri, melapisi mediastinum kanan dan kiri yang semuanya disebut pleura
parietalis. Kemudian pada pangkal paru, membran serosa ini berbalik melapisi
paru dan disebut pleura viseralis yang berinvaginasi mengikuti fisura yang
membagi tiap lobusnya.
Diantara pleura parietal dan viseral terdapat ruang yang disebut rongga
pleura yang didalamnya terdapat cairan pleura seperti lapisan film karena
jumlahnya sangat sedikit yang hanya berfungsi memisahkan pleura parietal dan
viseral. Cairan pleura masuk ke dalam rongga pleura dari dinding dada yaitu
bagian pleura parietalis dan mengalir meninggalkan rongga pleura menembus
pleura viseralis untuk masuk ke dalam aliran limfa. melumasi permukaan pleura
sehingga memungkinkan gesekan kedua lapisan tersebut pada saat pernafasan.
Arah aliran cairan pleura tersebut ditentukan oleh tekanan hidrostatik dan tekanan
osmotik di kapiler sistemik.
Proses inspirasi jika tekanan paru lebih kecil dari tekanan atmosfer.
Tekanan paru dapat lebih kecil jika volumenya diperbesar. Membesarnya volume
paru diakibatkan oleh pembesaran rongga dada. Pembesaran rongga dada terjadi
akibat 2 faktor, yaitu faktor thoracal dan abdominal. Faktor thoracal (gerakan otototot pernafasan pada dinding dada) akan memperbesar rongga dada ke arah
transversal dan anterosuperior, sementara faktor abdominal (kontraksi diafragma)
akan memperbesar diameter vertikal rongga dada. Akibat membesarnya rongga
dada dan tekanan negatif pada kavum pleura, paru-paru menjadi terhisap sehingga
mengembang dan volumenya membesar, tekanan intrapulmoner pun menurun.
Oleh karena itu, udara yang kaya O2 akan bergerak dari lingkungan luar ke
alveolus. Di alveolus, O2 akan berdifusi masuk ke kapiler sementara CO2 akan
berdifusi dari kapiler ke alveolus.
Sebaliknya, proses ekspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal lebih besar
dari tekanan atmosfer. Kerja otot-otot ekspirasi dan relaksasi diafragma akan
mengakibatkan rongga dada kembali ke ukuran semula sehingga tekanan pada
kavum pleura menjadi lebih positif dan mendesak paru-paru. Akibatnya, tekanan
intrapulmoner akan meningkat sehingga udara yang kaya CO2 akan keluar dari
peru-paru ke atmosfer.
C. EPIDEMIOLOGI
Pencatatan insiden dan prevalensi hidropneumothorak belum ada
dilkakukan, namun insiden dan prevalensi pneumotoraks berkisar antara 2,4
17,8 per 100.000 penduduk per tahun. Menurut Barrie dkk, seks ratio laki-laki
dibandingkan dengan perempuan 5:1. Ada pula peneliti yang mendapatkan 8:1.
Pneumotoraks lebih sering ditemukan pada hemitoraks kanan daripada hemitoraks
kiri. Pneumotoraks bilateral kira-kira 2% dari seluruh pneumotoraks spontan.
Insiden dan prevalensi pneumotoraks ventil 3 5% dari pneumotoraks spontan.
Kemungkinan berulangnya pneumotoraks menurut James dan Studdy 20% untuk
kedua kali,dan 50% untuk yang ketiga kali. Insiden empiema di bagian Paru
RSUD Dr. Soetomo Surabaya, pada tahun 1987 dirawat 3,4% dari 2.192 penderita
rawat inap. Dengan perbandingan pria:wanita = 3,4:1.
D. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Keadaan fisiologi
dalam
menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi daripada
tekanan udara alveol atau di bronkus akibatnya udara akan ditekan keluar melalui
bronkus.
Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran
pernafasan dan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin atau
mengejan. Peningkatan tekanan intrabronkial akan mencapai puncak sesaat
sebelumnya batuk, bersin, dan mengejan. Apabila di bagian perifer bronki atau
alveol ada bagian yang lemah, maka kemungkinan terjadinya robekan bronki atau
alveol akan sangat mudah.
Dengan cara demikian dugaan terjadinya pneumotoraks dapat dijelaskana
yaitui jika ada kebocoran di bagian paru yang berisi udara melalui robekan atau
pleura yang pecah. Bagian yang robek tersebut berhubungan dengan bronkus.
Pelebaran alveol dan septa-septa alveol yang pecah kemudian membentuk suatu
bula yang berdinding tipis di dekat daerah yang ada proses non spesifik atau
fibrosis granulomatosa. Keadaan ini merupakan penyebab yang paling sering dari
pneumothoraks.
Ada beberapa kemungkinan komplikasi pneumotoraks, suatu bleb yang
bocor yang menyebabkan tekanan pneumotoraks bergeser ke mediastinum.
Sirkulasi paru dapat menurun dan mungkin menjadi fatal. Apabila kebocoran
tertutup dan paru tidak mengadakan ekspansi kembali dalam beberap minggu ,
jaringan parut dapat terjadi sehingga tidak pernah ekspansi kembali secara
keseluruhan. Pada keadaan ini cairan serosa terkumpul di dalam rongga pleura
dan menimbulkan suatu hidropneumotoraks.
Hidropneumothoraks spontan sekunder bisa merupakan komplikasi dari
TB paru dan pneumothoraks yaitu dengan rupturnya fokus subpleura dari jaringan
nekrotik perkejuan sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalam masuk rongga
pleura dan udara dapat masuk dalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat
keluar paru ketika proses ekspirasi, semakin lama tekanan udara dalam rongga
pleura akan meningkat melebihi tekana atmosfer, udara yang terkumpul dalam
rongga pleura akan menekan paru sehingga sering timbul gagal napas.
Pneumothorax merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum
pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru
dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini
dapat ditimbulkan oleh :
a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai
closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai
katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum
pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak
sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan
terjadinya tension pneumothorax.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara
kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3
diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding
traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga
dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi
dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga
dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang
tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax.
E. KLASIFIKASI
Pneumotoraks tertutup
Pneumotoraks terbuka
Pneumotoraks ventil
F. DIAGNOSIS
Biasanya ditemukan anamnesis yang khas, yaitu rasa nyeri pada dada
seperti ditusuk, disertai sesak nafas dan kadang-kadang disertai dengan
batukbatuk. Rasa nyeri dan sesak
nafas ini makin lama dapat berkurang atau bertambah hebat. Berat ringannya
perasaan sesak nafas ini tergantung dari derajat penguncupan paru, dan apakah
paru dalam keadaan sakit atau tidak. Pada penderita dengan PPOK, pneumotoraks
yang minimal sekali pun akan menimbulkan sesak nafas yang hebat. Sakit dada
biasanya datang tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk se tempat pada sisi paru yang
terkena, kadang-kadang menyebar ke arah bahu, hipokondrium dan skapula. Rasa
sakit bertambah waktu bernafas dan batuk. Sakit dada biasanya akan berangsurangsur hilang dalam waktu satu sampai empat hari.
Batuk-batuk biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak disertai
penyakit paru lain; biasanya tidak berlangsung lama dan tidak produktif.
Keluhan.keluhan tersebut di atas dapat terjadi bersama-sama atau sendirisendiri,
bahkan ada penderita pneumotoraks yang tidak mempunyai keluhan sama sekali.
Pada penderita pneumotoraks ventil, rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama
makin hebat, penderita gelisah, sianosis, akhirnya dapat mengalami syok karena
gangguan aliran darah akibat penekanan udara pada pembuluh darah
dimediastinum.
a) Inspeksi, mungkin terlihat sesak nafas, pergerakan dada berkurang, batukbatuk,
sianosis serta iktus kordis tergeser kearah yang sehat.
b) Palpasi, mungkin dijumpai spatium interkostalis yang melebar Stemfremitus
melemah, trakea tergeser ke arah yang sehat dan iktus kordis tidak teraba atau
ergeser ke arah yang sehat.
c) Perkusi; Mungkin dijumpai sonor, hipersonor sampai timpani.
d) Auskultasi; mungkin dijumpai suara nafas yang melemah, sampai menghilang.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan Rontgen foto toraks. Pada
rontgen foto toraks P.A akan terlihat garis penguncupan paru yang halus seperti
rambut. Apabila pneumotoraks disertai dengan adanya cairan di dalam rongga
pleura, akan tampak gambaran garis datar yang merupakan batas udara dan caftan.
Sebaiknya rontgen foto toraks dibuat dalam keadaan ekspirasi maksimal.
G. TATALAKSANA
Tindakan Nonbedah
Observasi
Indikasi : penderita tanpa keluhan, luas pneumotoraks < 20%.
Apabila 7 hari pengamatan masih terdapat pneumotoraks, maka
diperlukan tindakan aspirasi atau pemasangan WSD.
Aspirasi
Menggunakan abbocath nomor 14 yang dihubungkan dengan three
way dengan menggunakan spuit 50 cc dilakukan aspirasi
Pemasangan WSD
Merupakan tindakan invasif yang dialakukan untuk mengeluarkan udara, cairan
(darah, pus) dari rongga pleura, rongga thoraks, dan mediastinum dengan
menggunakan pipa penghubung.
Pada pemasangan WSD penderita harus dirawat agar dapat dievaluasi. Jika tidak
didapatkan selang WSD, maka dapat dilakukan menggunakan selang infus yang
disambungkan ke botol sehingga menjadi sebuah WSD mini. Bila dengan
pemasangan WSD paru kondisi pasien tidak juga membaik, maka dapat dilakukan
pengisapan yang terus menerus (continous suction).
Indikasi dan tujuan pemasangan WSD
1. Indikasi :
Pneumotoraks, hemotoraks, empyema
Bedah paru :
-
dengan
jalan
Nyeri
Perdarahan
Infeksi
Malposisi WSD mengenai organ yang berdekatan
Emfisema subkutis
Pneumotoraks kontralateral
Penumpukan cairan terutama jika pemakaian WSD dalam jangka panjang
Syok kardiogenik karena kompresi ventrikel kanan
Kerusakan syaraf, misalnya pada n.intercostalis dan frenikus
Fistel bronkopleura
Pneumotoraks dapat muncul berulang, pada pneumotoraks berulang
dapat
dilakukan
tindakan
pleurodesis.
Pleurodesis
dapat
dilkukan
selang WSD
Sumbatan pada selang WSD oleh gumpalan darah, fibrin, atau secret. Hal
ini dapat diatasi dengan mengganti selang WSD dengan yang baru.
Pleura viseralis menebal. Hal ini membutuhkan tindakan bedah.
Tindakan Bedah
Torakotomi
Indikasi operasi :
- Pneumotoraks berulang pada pasien pneumotoraks
-
terjadinya pneumotoraks
Torakoskopi
Torakoskopi merupakan terapi alternatif untuk penderita
pneumotoraks berulang atau pneumotoraks lebih dari 5 hari.
Kelainan yang didapatkan dari torakoskopi pada penderita
pneumotoraks spontan dapat berupa normal, perlekatan pleura,
blebs kecil (<2 cm) atau bula besar (>2 cm).
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien didiagnosis pneumotoraks spontan sekunder berdasarkan beberapa
pertimbangan, antara lain pada hasil anamnesis didapatkan keluhan pasien saat
datang ke IGD RSUP. Fatmawati karena sesak tiba-tiba yang memberat sejak 3
hari SMRS. Hal ini diperkuat dengan hasil anamnesis pasien yang mengeluh
batuk berdahak dengan dahak berwarna putih sejak 2 minggu SMRS, keringat
malam, demam yang hilang timbul serta adanya penurunan berat badan dalam 1
bulan terakhir sebesar 30 kg yang mengarah kepada adanya infeksi TB paru.
Sesak yang diderita oleh pasien dapat disebabkan oleh pneumotoraks spontan
sekunder akibat penyakit TB paru yang diderita. Berbagai mekanisme masih
diajukan terkait pneumotoraks spontan sekunder akibat TB paru, namun penyebab
tersering adalah ruptur kavitas ke dalam rongga pleura. Hal ini menyebabkan
udara memasuki rongga pleura, menekan pleura viseral hingga akhirnya jaringan
paru menjadi kolaps akibat tertekan udara pada rongga pleura. Kolapsnya jaringan
paru menyebabkan pengembangan paru yang tidak maksimal. Hal tersebut
menyebabkan gangguan ventilasi berupa restriksi, sehingga menimbulkan gejala
berupa sesak tiba-tiba yang semakin memberat. Ketika udara dalam rongga pleura
semakin banyak dan tekanan dalam rongga pleura semakin positif maka akan
menarik cairan kedalam rongga pleura sehingga terjadi hidropneumotoraks.
Sesak yang muncul terus-menerus dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas
menggambarkan bahwa sesak yang dirasakan pasien diduga bukan berasal dari
kelainan jantung, namun gangguan restriksi pada paru. Selain itu, pasien tidak
merasa terdapat bunyi ngik-ngik ketika sedang bernapas, hal ini dapat
menunjukkan bahwa gangguan ventilasi pasien kemungkinan bukan gangguan
obstruksi, melainkan gangguan restriksi.
Pada pemeriksaan fisik pasien kini didapatkan kondisi paru dalam batas
normal, sedangkan berdasarkan teori seharusnya pada inspeksi didapatkan
pergerakan dada pada bagian dada yang sakit tertinggal, dada yang sakit lebih
menonjol, pada palpasi didapatkan vocal fremitus lebih lemah dibandingkan dada
yang sehat. Pada didapatkan suara napas pada lapang paru yang sakit melemah.
Sedangkan pada perkusi seharusnya didapatkan hipersonor pada lapang paru yang
sakit. Hal ini disebabkan oleh pasien telah dilakukan pemasangan WSD pada
bagian paru yang sakit, sehingga paru dapat mengembang kembali dan
gejalasesaknya kini telah menghilang.
Pada
hasil
pemeriksaan
penunjang
penegakkan
diagnosis
hidropneumotoraks spontan sekunder pada kasus ini adalah berdasarkan hasil foto
rontgen pasien. Pada foto rontgen pertama (tanggal 9 Desember 2014) didapatkan
adanya gambaran air-fluid level. kesan hidropneumotoraks sinistra yang ditandai
dengan gambaran area lusen di lapang paru kiri. Selain itu didapatkan pula kesan
TB paru yang ditandai dengan gambaran infiltrat pada perihilar paru kanan.
Tatalaksana utama yang dilakukan adalah pemasangan WSD. Saat
dipasang WSD, tampak adanya undulasi dan bubble. Hal ini menandakan terdapat
udara yang mengalir keluar dari rongga pleura pasien ke dalam tabung WSD.
Tatalaksana yang sudah diberikan untuk pasien, yaitu :
RL/24 jam untuk koreksi cairan.
Salbutamol 3x1 PO untuk mengurangi sesak yang dikeluhkan pasien.
Ciprofloxacin diberikan dikarenakan pada pasien dicurigai adanya infeksi
bakteri.
Novorapid dan glimepiride untuk mengatasi DM tipe II yang diderita oleh
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arief,
Nirwan.
Kegawatdaruratan
Paru.
Jakarta:
Departemen