SEPTEMBER
UVEITIS
DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD IDRIS AIZAT BIN ADAM
C 111 09 842
PEMBIMBING :
dr. ANDI PRATIWI
SUPERVISOR:
dr. MARLIYANTI N. AKIB,SpM,M.KES
UVEITIS
Laporan Kasus
Identitas Pasien
Nama
: Nn.S
Umur
: 16Tahun
JenisKelamin
: Perempuan
Suku Bangsa
: Bugis
Agama
: Islam
No. RekamMedik
: 677292
Tempat Pemeriksaan
: RSWS
Pemeriksa
: dr. R
Anamnesis
Keluhanutama : Pasien tidak dapat melihat pada keduamata
Anamnesis terpimpin :.Pasien tidak bias melihat awalnya pada mata kiri sejak 8 bulan
yang lalu, pada mata kanan tidak bisa melihat dialami sejak 2 bulan yang lalu secara
perlahan-lahan, awalnya pandangan berbayang dan kabur lalu tidak bias mellihat. Riwayat
matamerah (+) dan air mata berlebih (+), rasa berpasir (+) kotoran mata berlebih (-), nyeri (-).
Riwayat trauma (-), riwayat alergi (-), riwayat keluhan yang sama pada keluarga (-), riwayat
berobat di poli RSUH dengan diagnose uveitis kronik. Riwayat HT (-), riwayat DM (-)
FotoKlinis
Pemeriksaan
A. Inspeksi
Palpebra
Apparatus Lakrimalis
Silia
Konjungtiva
Bola mata
Mekanisme muscular
Kornea
Bilik mata depan
Iris
Pupil
Lensa
OD
Edema (-)
Lakrimasi (+)
Secret (-)
Hiperemis (+)
Normal
Normal
Sikatriks (+)
Dangkal
Coklat,kriple (+)
Bulat,sentral,RC(-)
Afakia
OS
Edema (-)
Lakrimasi (+)
Sekret (-)
Hiperemis (+)
Normal
Normal
Sikatriks (+)
Dangkal
Coklat,kriple (+)
Dilatasi,sentral,RC(-)
Afakia
`OD
Tn
Tidak ada pembesaran
OS
Tn
Tidak ada pembesaran
B. Palpasi
Tensi ocular
Nyeritekan
Massa tumor
Glandula pre-aurikuler
C. Tonometri
Tidak dilakukan pemeriksaan
D. Visus
VOD :1/
VOS : 0
E. Campus visual
Tidak dilakukan pemeriksaan
F. Color sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
G. Light sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
H. Penyinaran optik
`OD
Hiperemis (+)
Sikatriks (+)
Dangkal
Coklat,neovaskularisai(+),
kriple (+)
Bulat,sentral,RC(-)
Konjungtiva
Kornea
BMD
Iris
Pupil
OS
Hiperemis (+)
Sikatriks (+)
Dangkal
Coklat,kriple (+)
Dilatasi,sentral,RC(-)
I. Diafanoskopi
Tidak dilakukan pemeriksaan
J. Oftalmoskopi
Tidak dilakukan pemeriksaan
K. Slit Lamp
SLOD
SLOS
L. Laboratorium
Dilakukanpada27/8/2014
WBC
RBC
HGB
HCT
PLT
CT
BT
7,7 x 103
3,85 x 106
12,1
35,9
372
800
200`
5
PT
APTT
HBsAg
AntiHCV
Resume
Seorang perempuan 16 tahun, datang ke poli mata RSWS dengan keluhan tidak bisa melihat
awalnya pada mata kiri sejak 8 bulan yang lalu, pada mata kanan tidak bisa melihat dialami
sejak 2 bulan yang lalu secara perlahan-lahan, awalnya pandangan berbayang dan kabur lalu
tidak bisa mellihat. Riwayat mata merah (+) dan air mataberlebih (+),rasaberpasir
(+)kotoranmataberlebih (-), nyeri (-).Riwayat trauma (-), riwayat alergi (-), riwayat keluhan
yang sama pada keluarga (-), riwayat berobat di poli RSUH dengan diagnose uveitis kronik.
Riwayat HT (-), riwayat DM (-)
Pada pemeriksaan oftalmologi pada inspeksi tampak ocular dextra pasien
konjungtiva hiperemis, kornea sikatriks, bilik mata depan dangkal dan lensa afakia, pada
ocular sinistra tampak konjuungtiva hiperemis, kornea sikatriks, bilik mata depan dangkal,
pupil dilatasi dan lensa afakia. Pada pemeriksaan visus VOD 1/ dan VOS 0.
Diagnosis
ODS Uveitis Anterior Bilateral + Afakia
Prognosis
Qua ad vitam
Qua ad visam
Qua ad sanam
Qua ad cosmeticam
: Dubia et Bonam
: Dubia et Bonam
: Dubia et Bonam
: Dubia et Bonam
Terapi
Flamicort vial 40 mg
Diskusi
Pasien ini didiagnosis dengan OS Susp. Selulitis orbita berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisis serta pemeriksaan penunjang lainnya. Pada kasus ini,
pasien datang dengan keluhan utama yaitu bengkak pada mata kiri yang dialami sejak
+- 2 minggu yang lalu dan memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Awalnya sebelum mata kiri bengkak pasien merasa tidak enak badan, tidak beberapa
lama setelah itu pasien demam selama 2 hari. Hal ini sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa pasien dengan selulitis orbita seringkali datang dengan keluhan
bengkak pada mata, yang berlanjutan seterusnya dengan terjadinya demam.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan oculi sinistra palpebra udem superior et
inferior dan hiperemis, yang disertai dengan gerakan bola mata yang terbatas dan
nyeri. Inilah yang membedakan diagnosis selulitis orbita dengan selulitis preseptal.
Hal ini dikarenakan peradangan pada selulitis orbita melibatkan jaringan lemak dan
otot-otot di bagian posterior dari septum orbita.
Visus pada pasien ini terganggu, hal ini dimungkinkan karena selulitis orbita
yang dialami oleh pasien telah memberikan komplikasi berupa penekanan pada
nervus optik. Sehingga menimbulkan keluhan berupa penurunan visus.
Antibiotik merupakan terapi utama pada pasien dengan selulitis orbita. Pada
pasien ini diberikan terapi berupa Ceftazidine 2x1 / 12 jam/ iv serta kortikosteroid
sebagai antiinflamasi berupa dexametahsone 1/3 amp/ 8 jam/ iv dan terapi topikal
c.xytrol EO/zalf 3x1 gs OS.
SELULITIS ORBITA
I.
PENDAHULUAN
pir,
meruncing
Segmenorbitaldarisaraf
ke
arah
posterior
menuju
apeks
optiksedikitmelengkungdanbergerak
dankanaloptik.
denganmata.
II.
ANATOMI
Rongga orbita digambarkan sebagai piramida dengan apeks posteriomedial
menuju nervus optik. Lingkaran orbita terbuat dari
dindingnya lebih tipis dan lebih sering terjadi fraktur dengan dorongan langsung ke
bola mata. Dinding orbita terdiri dari 7 tulang yaitu; ethmoid, frontal, lacrimal,
maxilla, palatina, sphenoid dan zygomaticum. Atap dari orbita disusun oleh os frontal,
dinding lateral dibentuk oleh os zygomaticum dan os sphenoid greater wing. Dinding
medial orbita tersusun atas os ethmoidal, os lacrimal, os maxilla, dan os sphenoidal.
Sedangkan dasar orbita disusun oleh os maxillaris, os palatina, dan os zygomaticum. 1,3
Struktur jaringan lunak pada daerah anterior orbita yaitu kulit, otot-otot
orbicularis, septum, preaponeurotic fat, retraktor palpebra, tarsus dan konjungtiva.
Septum merupakan lapisan fibrous yang melekat pada daerah perifer periosteum
lingkaran orbita serta pada tarsus palpebra superior dan inferior.1
Os ethmoid pada dinding medial sangatlah tipis dan memiliki banyak foramen
sebagai pintu masuk pembuluh darah serta pembuluh saraf. Disinilah umumnya
infeksi dapat masuk dari sinus ethmoidal dan menyebabkan selulitis orbita, melalui
loamina papyracea. 1, 3
III.
EPIDEMIOLOGI
Peningkatan insiden selulitis orbita terjadi di musim dingin nasional dan
internasional, karena peningkatan kejadian sinusitis akibat cuaca dingin.Di Amerika
Serikat, peningkatan frekuensi kejadian selulitis orbita terjadi akibat infeksi S. aureus
dan resistensi terhadap methicillin. 6, 7
Pada anak-anak, selulitis orbitadilaporkan dua kali lebih umumterjadi pada lakilakidibanding perempuan. Pada orang dewasa, tidak adaperbedaanfrekuensikejadian
selulitis orbitaberdasarkan jenis kelamin, kecualiuntuk kasus-kasusyang disebabkan
oleh resistensi terhadapmethicillinserta infeksi S. aureus, yanglebih sering terjadi
padawanita dibandingkan pada priadengan rasio4:1.6, 7
Selulitis orbita, secara umum, lebih sering terjadi padaanak-anakdibandingkan
pada orang dewasa.
sakitdenganselulitis orbitaadalah7-12tahun.6, 7
Hanya
terdapat
sedikitdata
mengenai
orbita.Berdasarkandepartemenpediatrikemergensi,
tahunkemungkinan
manajemenrawat
akanadasatu
anakper
bulan
angka
tercatat
nya
inap.Sebelumpengenalanvaksinpada
Haemophilusinfluenzaeadalahpatogen
yang
kejadian
selulitis
dari20.000anakper
yang
tahun
memerlukan
1985,
paling
10
umummenyebabkanperiorbitalatauselulitis
orbita,
infeksisering
dikaitkandengan
ETIOLOGI
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif yang menyerang jaringan
ikat di sekitar mata, dan kebanyakan disebabkan oleh beberapa jenis bakteri normal
yang hidup di kulit, jamur, sarkoid, dan infeksi ini biasa berasal dari infeksi dari wajah
secara lokal seperti
11
( NAD dan NADP ). Di laboratorium di tanam dalam agar darah cokelat yang
sebelumnya media tanam tersebut dipanaskan dalam suhu 80 o C untuk melepaskan
faktor pertumbuhan tersebut. Bakteri dapat tumbuh dengan baik pada suhu 35 o C- 38o
C dengan PH optimal sebesar 7,6. Bakteri ini dapat tumbuh pada kondisi aerobik
( sedikit CO2). Bakteri ini sekarang sudah jarang untuk menyebabkan selulitis akibat
banyaknya tipe vaksinasi untuk strain ini.
b. Staphylococcus aureus
Merupakan bakteri gram positif yang berkelompok seperti anggur dan
merupakan bakteri normal yang ada di kulit manusia terutama hidung dan kulit. S
aureus dapat menyebabkan berbagai penyakit kulit ringan
khususnya selulitis,
impetigo, furunkel, karbunkel dan penyakit kulit lainnya. S aureus ini sangat bersifat
fakultatif anaerobik yang tumbuh oleh respirasi aerobik atau melalui fermentasi asam
laktat. Bakteri ini memiliki sifat katalase (+), dan oksidase (-) dan dapat tumbuh pada
suhu antara 15-45 derajat celcius pada konsentrasi NaCl setinggi 15 persen. Oleh
karena bakteri ini memiliki enzim koagulase yang dapat menyebabkan gumpalan
protein yang berbentuk bekuan, maka bakteri ini memiki sifat patogen yang sangat
potensial sekali.
c. Streptococcus pneumoniae
Merupakan bakteri gram positif yang berbentuk seperti bola yang secara khas
hidup berpasangan atau rantai pendek. Bagian ujung belakang tisap sel berbentuk
tombak ( runcing tumpul ), tidak membentuk spora, dan tidak bergerak, namun yang
galur ganas memiliki kapsul, bersifat alpha hemolisis pada agar darah dan akan
terlisis oleh garam empedu.
12
d. Streptococcus pyogenes
Merupakan bakteri gram positif yang berbentuk kokus berantai, tidak
bergerak, bersifat katalase negatif, fakultatif anaerobik, serta sangat membutuhkan
media untuk hidupnya berupa medium yang mengandung darah.
Streptokokus grup A biasanya memiliki sebuah kapsul yang terdiri dari asam
hialuronat dan menunjukkan hemolisis beta pada agar darah.
13
terjadi. Selulitis yang disebabkan oleh bakteri ini sering bersifat lokal, bukan melalui
suatu penyebaran.
Selulitis orbita merupakan infeksi yang sering terjadi melalui fokus infeksi
sinus paranasal, khususnya sinus etmoidalis. Penyebarannya disebabkan oleh karena
tipisnya tulang untuk menghalangi tersebarnya fokus infeksi dan penyebaran masuk
melalui pembuluh darah kecil yang menuju jaringan ikat di sekitar bola mata.
V.
PATOFISIOLOGI
Selulitis orbita biasanya terjadi sebagai akibat dari :7, 8
Infeksi dari struktur periorbital (biasanya sinus paranasal , sinusitis terutama
ethmoid) dan juga dari wajah, bola mata, glandula lakrimal dan infeksi gigi
(melalui perantara sinusitis maksilaris).
Kadang-kadang, hal itu mungkin terjadi sebagai perkembangan dari selulitis
preseptal, terutama pada anak-anak dimana septum orbital belum sepenuhnya
berkembang.
Inokulasiorbita langsung dari trauma (kecelakaan atau bedah - termasuk orbital ,
lakrimal , strabismus dan operasi vitreoretina). Selulitis orbita post-traumatic
cenderung berkembang dalam waktu 72 jam dari cedera.
Bakterimia melalui hematogen.
Patogen yang paling sering terlibat adalah aerobik antara lain Streptococcus
pneumoniae, Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes dan Haemophilus
influenzae ( yang terakhir terutama ditemukan pada anak-anak).
VI.
DIAGNOSIS
Anamnesis
menyeluruh
dan pemeriksaan
menegakkan diagnosis selulitis orbita. Pasien dengan selulitis orbita sering mengeluh
demam, malaise, dan riwayat sinusitis baru atau infeksi saluran pernapasan atas.
Pertanyaan mengenai trauma yang terjadi di wajah atau operasi, perawatan gigi, atau
infeksi di tempat lain dalam tubuh adalah penting.Gejala umum lainnya,
berupa chemosis konjungtiva, penurunan visus,peningkatan tekanan intraokular, serta
nyeri pada gerakan bola mata. 3, 6
Tanda-tanda di atas dapat disertai dengan hal-hal berikut:3, 6, 9
Demam
Edema jaringan lunak
Terbatasnya pergerakan bola mata
Sakitkepala
14
Edema
Rhinorrhea
Malaise
Pemeriksaan Fisik
Proptosis dan oftalmoplegia adalah tanda dan gejala kardinal dari selulitis
orbita. Gejala tersebut dapat disertai dengan:3, 6
Chemosis konjungtiva
Penurunan visus
Peningkatan tekanan intraokular
Nyeri pada gerakan mata
Nyeri pada mata, umumnya muncul diawal
Warna merah tua pada kelopak mata, chemosis , hiperemia konjungtiva , dan
Tesdarah
X-ray
CT-Scan
Kultur dan sensitifitas
VII.
DIAGNOSA BANDING
Diagnosa banding bagiselulitisorbitaadalahselulitisperseptal.
VIII. PENATALAKSANAAN
Terapi antibiotik spektrum luas harus segera diberikan, karena orbital selulitis
pada orang dewasa umumnya melibatkan beberapa organisme sekaligus termasuk
bakteri gram positif seperti H. Influenzae dan Moraxella Catarrhalis, serta anaerob.
15
Walaupun pemberian nasal dekongestan dapat membantu drainase spontan dari sinus
yang terinfeksi, intervensi bedah untuk drainase tetap diperlukan, terutama jika gejala
klinis memberat bahkan setelah pemberian antibiotik. Sebaliknya, selulitis orbita pada
anak umumnya disebabkan oleh satu macam bakteri gram positif dan seringkali tidak
membutuhkan intervensi bedah untuk drainase sinus yang terinfeksi. 1
Anitibiotik yang umum digunakan adalah golongan sefalosporin generasi ke-3,
seperti cefotaxime 50mg/kgBB/iv setiap 6 jam selama 14 hari. Umumnya pasien
dengan
KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi diantaranya : abses orbita, abses subperiosteal,
trombosis sinus kavernosus, gangguan pendengaran, septikemia, meningitis dan
kerusakan saraf optic dan gangguan penglihatan
16
X.
PROGNOSIS
Sebelum ketersediaan antibiotik, pasien dengan selulitis orbital memiliki angka
kematian 17 % , dan 20 % menjadi buta pada mata yang terinfeksi. Sebagai hasil dari
diagnosis yang tepat dan penggunaan yang tepat dari antibiotik, angka ini telah
berkurang secara signifikan , meskipun kebutaan masih terjadi di hingga 11 % kasus. 6
Morbiditas dan mortalitas
Selulitis orbital dapat mengakibatkan komplikasi orbital dan intrakranial.
Pembentukan abses Subperiorbital atau orbital dapat terjadi ( 7-9 % ), sedangkan
kehilangan penglihatan permanen bisa terjadi akibat kerusakan kornea sekunder
akibat paparan atau keratitis neurotropik, kerusakan jaringan intraokular, glaukoma
sekunder, neuritis optik, atau oklusi arteri retina sentral . Kebutaan juga dapat terjadi
sekunder akibat tekanan intraorbital tinggi atau akibat langsung dari infeksi ke saraf
optik dari sinus sphenoid.6
Keterlibatan langsung dari saraf motorik okuler atau otot-otot ekstraokular dapat
menyebabkan
penurunan
motilitas
okular.Komplikasi
intrakranial
termasuk
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Skuta, G. L. 2011. Orbital Inflammatory and Infectious Disorders. In: Orbit, Eyelids,
and Lacrimal System. American Academy of Ophthalmology: Singapore.
2. Lang, G. K. 2006. Orbital Cavity. In: Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas 2nd Ed.
Thieme: New York.
3. Daniel, C., Sundaram, V., Uddin, J. Orbit. 2009. In: Training in Ophtalmology, The
Essential Clinical Curriculum. Oxford University Press: United States.
4. Rassbach, C. 2011. Periorbital and Orbital Cellulitis Summary. LPCH Pediatric
Hospitalist
5. Preseptal and Orbital Cellulitis. Online. [cited on Dec 28th, 2013]. Available from:
http://www.merckmanuals.com/professional/eye_disorders/orbital_diseases/preseptal_
and_orbital_cellulitis.html
6. Harrington, J. 2012. Orbital Cellulitis Clinical Presentation. [cited on Dec 28th,
2013]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1217858-overview
7. Buchanan, M. A., Muen, W., Heinz, P. 2012. Management of Periorbital and Orbital
Cellulitis. Elsevier.
8. Scott, O. Orbital and Preseptal Cellulitis. 2013. Online. [cited on Dec 28th, 2013].
Available from: www.patient.co.uk/doctor/orbital-and-preseptal-cellulitis.
9. Pavan-Langston, D. 2008. Orbital Disorders. In: Manual Ocular Diagnosis and
Therapy, 6th Ed. Lippincott Williams&Wilkins: Massachusetts.
10. Orbital Cellulitis. 2013. Harvard Medical School. Online. [cited on Dec 28, 2013].
Available
from:
http://www.childrenshospital.org/health-topics/conditions/orbital-
cellulitis
11. Clinical Practice Guidelines, Periorbital and Orbital Cellulitis. 2013. The Royal
Childrens Hospital Melbourne. Online. [cited on Dec 28, 2013]. Available from:
19
http://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/Periorbital_and_Orbital_Celluliti
s/
12. Vorvick, L, J., 2012. Orbital Celluitis. Online. [cited on Dec 28th, 2013]. Available
from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001012.htm
20