Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

LAPORAN KASUS & REFARAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
2014
UNIVERSITAS HASANUDIN

SEPTEMBER

UVEITIS

DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD IDRIS AIZAT BIN ADAM
C 111 09 842
PEMBIMBING :
dr. ANDI PRATIWI
SUPERVISOR:
dr. MARLIYANTI N. AKIB,SpM,M.KES

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

UVEITIS
Laporan Kasus
Identitas Pasien
Nama

: Nn.S

Umur

: 16Tahun

JenisKelamin

: Perempuan

Suku Bangsa

: Bugis

Agama

: Islam

No. RekamMedik

: 677292

Tempat Pemeriksaan

: RSWS

Pemeriksa

: dr. R

Anamnesis
Keluhanutama : Pasien tidak dapat melihat pada keduamata
Anamnesis terpimpin :.Pasien tidak bias melihat awalnya pada mata kiri sejak 8 bulan
yang lalu, pada mata kanan tidak bisa melihat dialami sejak 2 bulan yang lalu secara
perlahan-lahan, awalnya pandangan berbayang dan kabur lalu tidak bias mellihat. Riwayat
matamerah (+) dan air mata berlebih (+), rasa berpasir (+) kotoran mata berlebih (-), nyeri (-).
Riwayat trauma (-), riwayat alergi (-), riwayat keluhan yang sama pada keluarga (-), riwayat
berobat di poli RSUH dengan diagnose uveitis kronik. Riwayat HT (-), riwayat DM (-)

FotoKlinis

Pemeriksaan
A. Inspeksi
Palpebra
Apparatus Lakrimalis
Silia
Konjungtiva
Bola mata
Mekanisme muscular
Kornea
Bilik mata depan
Iris
Pupil
Lensa

OD
Edema (-)
Lakrimasi (+)
Secret (-)
Hiperemis (+)
Normal
Normal
Sikatriks (+)
Dangkal
Coklat,kriple (+)
Bulat,sentral,RC(-)
Afakia

OS
Edema (-)
Lakrimasi (+)
Sekret (-)
Hiperemis (+)
Normal
Normal
Sikatriks (+)
Dangkal
Coklat,kriple (+)
Dilatasi,sentral,RC(-)
Afakia

`OD
Tn
Tidak ada pembesaran

OS
Tn
Tidak ada pembesaran

B. Palpasi
Tensi ocular
Nyeritekan
Massa tumor
Glandula pre-aurikuler
C. Tonometri
Tidak dilakukan pemeriksaan
D. Visus
VOD :1/
VOS : 0
E. Campus visual
Tidak dilakukan pemeriksaan

F. Color sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
G. Light sense
Tidak dilakukan pemeriksaan

H. Penyinaran optik
`OD
Hiperemis (+)
Sikatriks (+)
Dangkal
Coklat,neovaskularisai(+),
kriple (+)
Bulat,sentral,RC(-)

Konjungtiva
Kornea
BMD
Iris
Pupil

OS
Hiperemis (+)
Sikatriks (+)
Dangkal
Coklat,kriple (+)
Dilatasi,sentral,RC(-)

I. Diafanoskopi
Tidak dilakukan pemeriksaan
J. Oftalmoskopi
Tidak dilakukan pemeriksaan
K. Slit Lamp
SLOD

: Konjungtiva hiperemis (+), mixed injection (+) kornea sikatriks (+),


BMD kesan dangkal, koagulum (+), membrane (+), iris coklat,
neovaskularisasi (+),kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (-),
lensaafakia.

SLOS

: Konjungtiva hiperemis (+), kornea sikatriks (+), BMD kesan dangkal,


iris coklat, neovaskularisasi (+),kripte (+), pupil bulat dilatasi, RC (-),
lensaafakia.

L. Laboratorium
Dilakukanpada27/8/2014
WBC
RBC
HGB
HCT
PLT
CT
BT

7,7 x 103
3,85 x 106
12,1
35,9
372
800
200`
5

PT
APTT
HBsAg
AntiHCV

13,8 (control 12,7)


29,8 (control 26,7)
Non Reactive
Non Reactive

Resume
Seorang perempuan 16 tahun, datang ke poli mata RSWS dengan keluhan tidak bisa melihat
awalnya pada mata kiri sejak 8 bulan yang lalu, pada mata kanan tidak bisa melihat dialami
sejak 2 bulan yang lalu secara perlahan-lahan, awalnya pandangan berbayang dan kabur lalu
tidak bisa mellihat. Riwayat mata merah (+) dan air mataberlebih (+),rasaberpasir
(+)kotoranmataberlebih (-), nyeri (-).Riwayat trauma (-), riwayat alergi (-), riwayat keluhan
yang sama pada keluarga (-), riwayat berobat di poli RSUH dengan diagnose uveitis kronik.
Riwayat HT (-), riwayat DM (-)
Pada pemeriksaan oftalmologi pada inspeksi tampak ocular dextra pasien
konjungtiva hiperemis, kornea sikatriks, bilik mata depan dangkal dan lensa afakia, pada
ocular sinistra tampak konjuungtiva hiperemis, kornea sikatriks, bilik mata depan dangkal,
pupil dilatasi dan lensa afakia. Pada pemeriksaan visus VOD 1/ dan VOS 0.

Diagnosis
ODS Uveitis Anterior Bilateral + Afakia

Prognosis
Qua ad vitam
Qua ad visam
Qua ad sanam
Qua ad cosmeticam

: Dubia et Bonam
: Dubia et Bonam
: Dubia et Bonam
: Dubia et Bonam

Terapi

Rencana OD membranektomi + inj triamcinolon

POSOP EDMD 4x1 gtt ODS

Imunos tab 1x1

Flamicort vial 40 mg

Diskusi
Pasien ini didiagnosis dengan OS Susp. Selulitis orbita berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisis serta pemeriksaan penunjang lainnya. Pada kasus ini,
pasien datang dengan keluhan utama yaitu bengkak pada mata kiri yang dialami sejak
+- 2 minggu yang lalu dan memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Awalnya sebelum mata kiri bengkak pasien merasa tidak enak badan, tidak beberapa
lama setelah itu pasien demam selama 2 hari. Hal ini sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa pasien dengan selulitis orbita seringkali datang dengan keluhan
bengkak pada mata, yang berlanjutan seterusnya dengan terjadinya demam.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan oculi sinistra palpebra udem superior et
inferior dan hiperemis, yang disertai dengan gerakan bola mata yang terbatas dan
nyeri. Inilah yang membedakan diagnosis selulitis orbita dengan selulitis preseptal.
Hal ini dikarenakan peradangan pada selulitis orbita melibatkan jaringan lemak dan
otot-otot di bagian posterior dari septum orbita.
Visus pada pasien ini terganggu, hal ini dimungkinkan karena selulitis orbita
yang dialami oleh pasien telah memberikan komplikasi berupa penekanan pada
nervus optik. Sehingga menimbulkan keluhan berupa penurunan visus.
Antibiotik merupakan terapi utama pada pasien dengan selulitis orbita. Pada
pasien ini diberikan terapi berupa Ceftazidine 2x1 / 12 jam/ iv serta kortikosteroid
sebagai antiinflamasi berupa dexametahsone 1/3 amp/ 8 jam/ iv dan terapi topikal
c.xytrol EO/zalf 3x1 gs OS.

SELULITIS ORBITA
I.

PENDAHULUAN

Rongga orbita merupakan sebuah cavitas pada tulang yang melindungibola


mata, otot-otot ekstraokuler, saraf optik, glandula lakrimalis,danpembuluh darah.
Struktur ini juga dikelilingi oleh jaringan lemak. Setiaptulang orbitaberbentuk seperti
buah

pir,

meruncing

Segmenorbitaldarisaraf

ke

arah

posterior

menuju

apeks

optiksedikitmelengkungdanbergerak

dankanaloptik.
denganmata.

Lengkungan inimemungkinkanmatauntuk bergerak maju denganproptosistanpa


merusaksaraf.1, 2
Septum orbital adalah struktur berserabut yang kuat dan mampu menghentikan
penyebaran infeksi dari kulit dan jaringan subkutan untuk menginvasi struktur orbita.
Namun hal ini tidak berlaku pada anak-anak dimana infeksi dapat menyebar luas dan
mengakibatkan terjadinya selulitis orbita. 3
Selulitis orbita adalah peradangan pada jaringan orbita di posterior septum
orbita. Dapat disebabkan oleh infeksi dari luar, infeksi yang berasal dari sinus nasal
dan gigi. Selulitis orbita merupakan masalah serius dan dapat mengancam jiwa jika
terjadi penyebaran hingga ke meninges. Selulitis orbita seringkali sulit dibedakan
dengan selulitis preseptal karena keduanya secara klinis memiliki gejala berupa mata
merah, membengkak dan nyeri. Namun patofisiologi serta penatalaksanaan dari
keduanya berbeda, oleh karena itu ketepatan diagnosis sangatlah penting.3-5

II.

ANATOMI
Rongga orbita digambarkan sebagai piramida dengan apeks posteriomedial
menuju nervus optik. Lingkaran orbita terbuat dari

tulang yang tebal, tetapi

dindingnya lebih tipis dan lebih sering terjadi fraktur dengan dorongan langsung ke
bola mata. Dinding orbita terdiri dari 7 tulang yaitu; ethmoid, frontal, lacrimal,
maxilla, palatina, sphenoid dan zygomaticum. Atap dari orbita disusun oleh os frontal,
dinding lateral dibentuk oleh os zygomaticum dan os sphenoid greater wing. Dinding
medial orbita tersusun atas os ethmoidal, os lacrimal, os maxilla, dan os sphenoidal.
Sedangkan dasar orbita disusun oleh os maxillaris, os palatina, dan os zygomaticum. 1,3
Struktur jaringan lunak pada daerah anterior orbita yaitu kulit, otot-otot
orbicularis, septum, preaponeurotic fat, retraktor palpebra, tarsus dan konjungtiva.
Septum merupakan lapisan fibrous yang melekat pada daerah perifer periosteum
lingkaran orbita serta pada tarsus palpebra superior dan inferior.1
Os ethmoid pada dinding medial sangatlah tipis dan memiliki banyak foramen
sebagai pintu masuk pembuluh darah serta pembuluh saraf. Disinilah umumnya
infeksi dapat masuk dari sinus ethmoidal dan menyebabkan selulitis orbita, melalui
loamina papyracea. 1, 3

Dikutip dari kepustakaan (1)

Dikutip dari kepustakaan (3)

III.

EPIDEMIOLOGI
Peningkatan insiden selulitis orbita terjadi di musim dingin nasional dan
internasional, karena peningkatan kejadian sinusitis akibat cuaca dingin.Di Amerika
Serikat, peningkatan frekuensi kejadian selulitis orbita terjadi akibat infeksi S. aureus
dan resistensi terhadap methicillin. 6, 7
Pada anak-anak, selulitis orbitadilaporkan dua kali lebih umumterjadi pada lakilakidibanding perempuan. Pada orang dewasa, tidak adaperbedaanfrekuensikejadian
selulitis orbitaberdasarkan jenis kelamin, kecualiuntuk kasus-kasusyang disebabkan
oleh resistensi terhadapmethicillinserta infeksi S. aureus, yanglebih sering terjadi
padawanita dibandingkan pada priadengan rasio4:1.6, 7
Selulitis orbita, secara umum, lebih sering terjadi padaanak-anakdibandingkan
pada orang dewasa.

Rentang usiarata-rataanak-anak yangdirawat di rumah

sakitdenganselulitis orbitaadalah7-12tahun.6, 7
Hanya

terdapat

sedikitdata

mengenai

orbita.Berdasarkandepartemenpediatrikemergensi,
tahunkemungkinan
manajemenrawat

akanadasatu

anakper

bulan

angka
tercatat
nya

inap.Sebelumpengenalanvaksinpada

Haemophilusinfluenzaeadalahpatogen

yang

kejadian

selulitis

dari20.000anakper
yang
tahun

memerlukan
1985,
paling
10

umummenyebabkanperiorbitalatauselulitis

orbita,

infeksisering

dikaitkandengan

infeksiSSP.Sejak itutelah terjadi perubahandalam spektrummikrobiologi,dengankasus


positifyang paling umumadalah karenaStaphylococcusaureusdanspesiesstreptokokus.7
IV.

ETIOLOGI
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif yang menyerang jaringan
ikat di sekitar mata, dan kebanyakan disebabkan oleh beberapa jenis bakteri normal
yang hidup di kulit, jamur, sarkoid, dan infeksi ini biasa berasal dari infeksi dari wajah
secara lokal seperti

trauma kelopak mata, gigitan hewan atau serangga,

konjungtivitis, kalazion serta

sinusitis paranasal yang penyebarannya melalui

pembuluh darah (bakteremia) dan bersamaan dengan trauma yang kotor.


Pada anak-anak infeksi selulitis sering disebabkan oleh karena sinusitis
etmoidalis yang mengenai anak antara umur 2-10 tahun. Ada Beberapa bakteri
penyebab, diantaranya :
a. Haemophilus influenzae
Merupakan bakteri yang bersifat gram negatif dan termasuk keluarga
Pasteuracella. Haemophilus influenzae yang tidak berkapsul banyak diisolasi dari
cairan serebrospinalis, dan morfologinya seperti Bordetella pertussis penyebab batuk
rejan, namun bakteri yang didapat dari dahak besifat pleomorfik dan sering berbentuk
benang panjang dan filamen.

Gambar Haemophilus influenzae yang diperoleh dari dahak.


(DIkutipdarikepustakaan 10)

Haemophillus influenzae dapat tumbuh dengan media heme oleh karena


media ini merupakan media kompleks dan mengandung banyak prekursor-prekursor
pertumbuhan khususnya faktor X (hemin) dan faktor V

11

( NAD dan NADP ). Di laboratorium di tanam dalam agar darah cokelat yang
sebelumnya media tanam tersebut dipanaskan dalam suhu 80 o C untuk melepaskan
faktor pertumbuhan tersebut. Bakteri dapat tumbuh dengan baik pada suhu 35 o C- 38o
C dengan PH optimal sebesar 7,6. Bakteri ini dapat tumbuh pada kondisi aerobik
( sedikit CO2). Bakteri ini sekarang sudah jarang untuk menyebabkan selulitis akibat
banyaknya tipe vaksinasi untuk strain ini.
b. Staphylococcus aureus
Merupakan bakteri gram positif yang berkelompok seperti anggur dan
merupakan bakteri normal yang ada di kulit manusia terutama hidung dan kulit. S
aureus dapat menyebabkan berbagai penyakit kulit ringan

khususnya selulitis,

impetigo, furunkel, karbunkel dan penyakit kulit lainnya. S aureus ini sangat bersifat
fakultatif anaerobik yang tumbuh oleh respirasi aerobik atau melalui fermentasi asam
laktat. Bakteri ini memiliki sifat katalase (+), dan oksidase (-) dan dapat tumbuh pada
suhu antara 15-45 derajat celcius pada konsentrasi NaCl setinggi 15 persen. Oleh
karena bakteri ini memiliki enzim koagulase yang dapat menyebabkan gumpalan
protein yang berbentuk bekuan, maka bakteri ini memiki sifat patogen yang sangat
potensial sekali.

Gambar Staphylococcus aureus gram negatif


(dikutipdarikepustakaan 10)

c. Streptococcus pneumoniae
Merupakan bakteri gram positif yang berbentuk seperti bola yang secara khas
hidup berpasangan atau rantai pendek. Bagian ujung belakang tisap sel berbentuk
tombak ( runcing tumpul ), tidak membentuk spora, dan tidak bergerak, namun yang
galur ganas memiliki kapsul, bersifat alpha hemolisis pada agar darah dan akan
terlisis oleh garam empedu.

12

Streptococcus pneumoniae ini merupakan bakteri penghuni normal pada


saluran napas bagian atas manusia yang sering menyebabkan sinusitis. Bakteri inilah
yang paling sering menyebabkan selulitis orbita melalui jalur sinusitis terlebih dahulu.
Kuman ini merupakan yang paling sering menyebabkan selulitis pada anakanak usia < 3 tahun yang lebih cenderung menyebar secara bakteremia.

Gambar Streptococus pneumoniae


(dikutipdarikepustakaan 10)

d. Streptococcus pyogenes
Merupakan bakteri gram positif yang berbentuk kokus berantai, tidak
bergerak, bersifat katalase negatif, fakultatif anaerobik, serta sangat membutuhkan
media untuk hidupnya berupa medium yang mengandung darah.
Streptokokus grup A biasanya memiliki sebuah kapsul yang terdiri dari asam
hialuronat dan menunjukkan hemolisis beta pada agar darah.

Gambar Streptococcus pyogenes pada pewarnaan gram dan hemolisis beta.


(dikutipdarikepustakaan 10)

Diperkirakan terdapat 5-15 % di saluran pernapasan pada tiap individu, dan


tanpa menimbulkan tanda-tanda penyakit. Seperti flora normal, S. pyogenes dapat
menjadi patogen pada saat pertahanan tubuh terganggu sehingga infeksi supuratif bisa

13

terjadi. Selulitis yang disebabkan oleh bakteri ini sering bersifat lokal, bukan melalui
suatu penyebaran.
Selulitis orbita merupakan infeksi yang sering terjadi melalui fokus infeksi
sinus paranasal, khususnya sinus etmoidalis. Penyebarannya disebabkan oleh karena
tipisnya tulang untuk menghalangi tersebarnya fokus infeksi dan penyebaran masuk
melalui pembuluh darah kecil yang menuju jaringan ikat di sekitar bola mata.
V.

PATOFISIOLOGI
Selulitis orbita biasanya terjadi sebagai akibat dari :7, 8
Infeksi dari struktur periorbital (biasanya sinus paranasal , sinusitis terutama
ethmoid) dan juga dari wajah, bola mata, glandula lakrimal dan infeksi gigi
(melalui perantara sinusitis maksilaris).
Kadang-kadang, hal itu mungkin terjadi sebagai perkembangan dari selulitis
preseptal, terutama pada anak-anak dimana septum orbital belum sepenuhnya
berkembang.
Inokulasiorbita langsung dari trauma (kecelakaan atau bedah - termasuk orbital ,
lakrimal , strabismus dan operasi vitreoretina). Selulitis orbita post-traumatic
cenderung berkembang dalam waktu 72 jam dari cedera.
Bakterimia melalui hematogen.
Patogen yang paling sering terlibat adalah aerobik antara lain Streptococcus
pneumoniae, Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes dan Haemophilus
influenzae ( yang terakhir terutama ditemukan pada anak-anak).

VI.

DIAGNOSIS
Anamnesis

menyeluruh

dan pemeriksaan

fisik sangat penting untuk

menegakkan diagnosis selulitis orbita. Pasien dengan selulitis orbita sering mengeluh
demam, malaise, dan riwayat sinusitis baru atau infeksi saluran pernapasan atas.
Pertanyaan mengenai trauma yang terjadi di wajah atau operasi, perawatan gigi, atau
infeksi di tempat lain dalam tubuh adalah penting.Gejala umum lainnya,
berupa chemosis konjungtiva, penurunan visus,peningkatan tekanan intraokular, serta
nyeri pada gerakan bola mata. 3, 6
Tanda-tanda di atas dapat disertai dengan hal-hal berikut:3, 6, 9

Demam
Edema jaringan lunak
Terbatasnya pergerakan bola mata
Sakitkepala
14

Edema
Rhinorrhea
Malaise

Dikutip dari kepustakaan 1

Pemeriksaan Fisik
Proptosis dan oftalmoplegia adalah tanda dan gejala kardinal dari selulitis
orbita. Gejala tersebut dapat disertai dengan:3, 6

Chemosis konjungtiva
Penurunan visus
Peningkatan tekanan intraokular
Nyeri pada gerakan mata
Nyeri pada mata, umumnya muncul diawal
Warna merah tua pada kelopak mata, chemosis , hiperemia konjungtiva , dan

resistensi terhadap retropulsion dari bola mata.


Purulen hidung debit mungkin hadir
Visus mungkin normal pada awalnya , tetapi mungkin sulit untuk dievaluasi
pada anak-anak dengan edema.6
Diagnosisbiasanya didasarkan padaanamnesislengkap dan pemeriksaanfisik.
Selain itujugadapat dilakukantes berikutuntuk membantumengkonfirmasi diagnosis:10,
12

Tesdarah
X-ray
CT-Scan
Kultur dan sensitifitas

VII.

DIAGNOSA BANDING
Diagnosa banding bagiselulitisorbitaadalahselulitisperseptal.
VIII. PENATALAKSANAAN
Terapi antibiotik spektrum luas harus segera diberikan, karena orbital selulitis
pada orang dewasa umumnya melibatkan beberapa organisme sekaligus termasuk
bakteri gram positif seperti H. Influenzae dan Moraxella Catarrhalis, serta anaerob.
15

Walaupun pemberian nasal dekongestan dapat membantu drainase spontan dari sinus
yang terinfeksi, intervensi bedah untuk drainase tetap diperlukan, terutama jika gejala
klinis memberat bahkan setelah pemberian antibiotik. Sebaliknya, selulitis orbita pada
anak umumnya disebabkan oleh satu macam bakteri gram positif dan seringkali tidak
membutuhkan intervensi bedah untuk drainase sinus yang terinfeksi. 1
Anitibiotik yang umum digunakan adalah golongan sefalosporin generasi ke-3,
seperti cefotaxime 50mg/kgBB/iv setiap 6 jam selama 14 hari. Umumnya pasien
dengan

selulitis orbita akan respon terhadap penanganan tersebut, infeksi orbita

jarang hingga menyebar ke sinus cavernosus. Trombosis sinus cavernosus seringkali


timbul akibat proptosis yang progresif dan optalmoplegi ipsilateral. Jika sinus
cavernosus dicurigai terinfeksi, pungsi lumbal dapat menunjukkan adanya sel-sel
infalamasi akut dan organisme penyebab. Namun, pungsi lumbal merupakan
kontraindikasi pada pasien dengan selulitis orbital sebelum gejala peningkatan
tekanan intrakranial dapat disingkirkan melalui CT scan. 1, 5, 11
IX.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi diantaranya : abses orbita, abses subperiosteal,
trombosis sinus kavernosus, gangguan pendengaran, septikemia, meningitis dan
kerusakan saraf optic dan gangguan penglihatan

16

Gambar komplikasi dari selulitis


Dikutipdarikepustakaan 3

X.

PROGNOSIS
Sebelum ketersediaan antibiotik, pasien dengan selulitis orbital memiliki angka
kematian 17 % , dan 20 % menjadi buta pada mata yang terinfeksi. Sebagai hasil dari
diagnosis yang tepat dan penggunaan yang tepat dari antibiotik, angka ini telah
berkurang secara signifikan , meskipun kebutaan masih terjadi di hingga 11 % kasus. 6
Morbiditas dan mortalitas
Selulitis orbital dapat mengakibatkan komplikasi orbital dan intrakranial.
Pembentukan abses Subperiorbital atau orbital dapat terjadi ( 7-9 % ), sedangkan
kehilangan penglihatan permanen bisa terjadi akibat kerusakan kornea sekunder
akibat paparan atau keratitis neurotropik, kerusakan jaringan intraokular, glaukoma
sekunder, neuritis optik, atau oklusi arteri retina sentral . Kebutaan juga dapat terjadi
sekunder akibat tekanan intraorbital tinggi atau akibat langsung dari infeksi ke saraf
optik dari sinus sphenoid.6
Keterlibatan langsung dari saraf motorik okuler atau otot-otot ekstraokular dapat
menyebabkan

penurunan

motilitas

okular.Komplikasi

intrakranial

termasuk

meningitis (2 %), trombosis sinus kavernosus (1 %) , dan intrakranial , epidural , atau


17

pembentukan abses subdural. Trombosis sinus kavernosus memiliki tingkat kematian


50 % atau lebih tinggi, tetapi jarang terjadi di negara-negara industri dengan
perawatan yang tepat. Trombosis sinus kavernosus harus dipertimbangkan dalam
setiap pasien dengan selulitis orbita dan harus dicurigai dengan adanya perkembangan
yang cepat dari tanda-tanda klinis (misalnya, meningkatkan proptosis ,midriasis
,pelebaran pembuluh darah retina ,penurunan ketajaman visual, cacat aferen
perkembangan pupil).6
Namun, diagnosis awal serta penangananyang tepat, umumnya memberikan
prognosis baik, karena tidak adanya komplikasi yang terjadi. 8

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Skuta, G. L. 2011. Orbital Inflammatory and Infectious Disorders. In: Orbit, Eyelids,
and Lacrimal System. American Academy of Ophthalmology: Singapore.
2. Lang, G. K. 2006. Orbital Cavity. In: Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas 2nd Ed.
Thieme: New York.
3. Daniel, C., Sundaram, V., Uddin, J. Orbit. 2009. In: Training in Ophtalmology, The
Essential Clinical Curriculum. Oxford University Press: United States.
4. Rassbach, C. 2011. Periorbital and Orbital Cellulitis Summary. LPCH Pediatric
Hospitalist
5. Preseptal and Orbital Cellulitis. Online. [cited on Dec 28th, 2013]. Available from:
http://www.merckmanuals.com/professional/eye_disorders/orbital_diseases/preseptal_
and_orbital_cellulitis.html
6. Harrington, J. 2012. Orbital Cellulitis Clinical Presentation. [cited on Dec 28th,
2013]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1217858-overview
7. Buchanan, M. A., Muen, W., Heinz, P. 2012. Management of Periorbital and Orbital
Cellulitis. Elsevier.
8. Scott, O. Orbital and Preseptal Cellulitis. 2013. Online. [cited on Dec 28th, 2013].
Available from: www.patient.co.uk/doctor/orbital-and-preseptal-cellulitis.
9. Pavan-Langston, D. 2008. Orbital Disorders. In: Manual Ocular Diagnosis and
Therapy, 6th Ed. Lippincott Williams&Wilkins: Massachusetts.
10. Orbital Cellulitis. 2013. Harvard Medical School. Online. [cited on Dec 28, 2013].
Available

from:

http://www.childrenshospital.org/health-topics/conditions/orbital-

cellulitis

11. Clinical Practice Guidelines, Periorbital and Orbital Cellulitis. 2013. The Royal
Childrens Hospital Melbourne. Online. [cited on Dec 28, 2013]. Available from:

19

http://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/Periorbital_and_Orbital_Celluliti
s/
12. Vorvick, L, J., 2012. Orbital Celluitis. Online. [cited on Dec 28th, 2013]. Available
from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001012.htm

20

Anda mungkin juga menyukai