Pendahuluan
Aborsi adalah tindak terminasi kehamilan yang berusia di bawah 20 minggu. Aborsi
dapat terjadi secara alami akibat penyakit atau tindakan-tindakan tertentu untuk menginduksi
pengguguran yang disebut abortus provokatus. Abortus provokatus secara dasarnya dilarang
baik dalam undang-undang di kebanyakan negara termasuk di Indonesia. Abortus provokatus
walau bagaimanapun dibenarkan dalam beberapa hal dengan tujuan untuk menyelamatkan
nyawa ibu dari bahaya jika kehamilan diteruskan, korban perkosaan yang hamil dan
menghadapi trauma psikologi yang berat dan alasan lain yang dibenarkan secara medis. Dan
tindakan terminasi kehamilan tetap harus mematuhi aturan tertentu dan tidak boleh dilakukan
sembarangan. Aborsi yang tidak mematuhi garis panduan yang telah ditetapkan dianggap
telah melanggar HAM dan dikategorikan sebagai abortus provokatus kriminalis. Ia
merupakan suatu tindak pidana bagi semua individu yang terlibat dalam melakukan proses
aborsi ini. Dokter yang melakukan tindakan abortus provokatus kriminalis juga dianggap
telah melanggar sumpah, kode etik, medikolegal dan disiplin dan ini suatu malpraktek yang
sangat berat jika terbukti dia telah melakukan hal tersebut.1
Kesehatan
juga
menyebutkan
larangan
melakukan
aborsi
dan
hanya
membenarkannya jika terdapat hal-hal yang dibenarkan dan sesuai indikasi dan standar
pelayanan yang ditetapkan oleh pemerintah.1
(1) Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang
karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma
kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau
janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
(2) a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan
medis tertentu, sebbab tanpa tindakan medis tertentu itu, ibu hamil dan janinnya terancam
bahaya maut.
b : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang
memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang dokter ahli kebidanan
dan penyakit kandungan.
c : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali
dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta dari
suami atau keluarganya.
d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan
yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah.
(3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain
mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga
kesehaan mempunyai keahlian dan kewenagan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang
ditunjuk.2
Secara medis, aborsi dibagikan kepada 2 yaitu abortus spontan dan provokatus.
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi sendiri tanpa adanya tindakan luar untuk
menamatkan kehamilan misalnya akibat penyakit atau anomali kromosom manakala abortus
provokatus adalah tindakan non-alami untuk terminasi kehamilan. Abortus provokatus dibagi
lagi kepada 2 yaitu abortus provokatus terapeutis dan kriminalis. Bedanya adalah abortus
terapeutis dilakukan hanya bila terdapat indikasi medis yang mengharuskannya yang jika
tidak dilakukan dapat mengancam nyawa si ibu atau anaknya manakala abortus tanpa indikasi
medis digolongkan sebagai abortus kriminalis.1 Oleh karena itu sebelum melaksanakan suatu
abortus therapeutic, perlu diperhatikan:
1. Mengkonsultasikan dengan sedikitnya dua orang ahli yaitu ahli obgin dan ahli penyakit
dalam atau ahli penyakit jantung yang berpengalaman.
2. Indikasi medis benar-benar tepat karenanya status penderita harus dilengkapidengan data
yang cukup.
3. Ada persetujuan tertulis dari suami atau keluarga dekatnya.
4. Dilakukan di RS umum
kuretase, dilatasi-evakuasi. Usia kehamilan di atas 5 bulan dilakukan induksi partus dengan
bantuan obat atau hormone prostaglandin. Dalam keadaan ini janin dapat hidup atau mati,
manakala usia janin di bawah 5 bulan tidak viabel untuk hidup.3
Tabel 4. Protokol terminasi kehamilan setelah usia kehamilan memasuki trimester kedua3
B. Pemeriksaan medis
Untuk membuktikan dakwaan ini, kita harus memeriksa semua bahan bukti yaitu
pemeriksaan kandungan botol suction-kuretase yang ditemukan milik dokter tersebut dan
pemeriksaan medis terhadap ketiga wanita tersebut.
Dari isi botol tersebut, jaringan yang masih utuh dikeluarkan untuk menilai jumlah janin
yang dilakukan suction-kuretase. Cara yang paling sederhana adalah dengan menghitung
jumlah ekstremitas yang ditemukan dalam botol tersebut baik tangan maupun kaki. Jumlah
tangan atau kaki yang ditemukan harus sesuai dengan jumlah tangan atau kaki janin yang
diaborsi. Kemudian dari sampel tersebut juga dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium
seperti analisa DNA beberapa sampel untuk menentukan janin tersebut adalah milik wanitawanita tersebut atau bukan. Selain itu, turut diperiksa juga apakah janin tersebut lahir mati
atau lahir hidup. Pemeriksaan tanda-tanda intravitas seperti berat janin, panjang badan,
pengembangan dada dan pematangan paru dan bentuk eritrosit juga dilakukan untuk
menentukan apakah janin tadi viabel untuk dianggap lahir hidup atau tidak karena ia akan
digunakan untuk menentukan apakah ia termasuk dalam pembunuhan anak sendiri atau
bukan.4
Hasil suction sekiranya dijalankan pemeriksaan histopatologi perlu mempunyai beberapa
karakteristik untuk memastikan apakah benar ianya hasil konsepsi. Hasil konsepsi pada
abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau
tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum); mungkin pula
janin telah mati lama (missed abortion).
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia dapat diliputi
oleh lapisan bekuan darah, sehingga dinamakan mola kruenta. Bentuk ini akan menjadi mola
karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan sisanya akan mengalami organisasi, sehingga
semuanya tampak seperti daging. Bentuk yang lain dapat berbentuk mola tuberosa; dalam
hal ini amnion tampak berbenjol benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi: janin
mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab diserap, ia menjadi agak
gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen
(fetus papiraseus). Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah
terjadinya maserasi; kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena
terisi cairan, dan seluruh janin berwarna kemerah merahan. 5
Selain dari itu, pemeriksaan juga dilakukan terhadap wanita tersebut. Selain dari
pemeriksaan DNA untuk pembandingan dengan DNA janin tersebut, ketiga wanita tersebut
diperiksa untuk mencari tanda-tanda kehamilan untuk memastikan bahwa wanita tersebut
memang pernah hamil dan juga tanda-tanda telah melahirkan. Tanda-tanda kehamilan seperti
striae gravidarum pada perut, letak fundus uteri yang lebih tinggi dari wanita normal,
perubahan bentuk payu dara dan kadar hormone kehamilan (beta-HCG) yang relative masih
tinggi. Manakala tanda telah melahirkan yang dapat dilihat adalah lochia atau darah nifas
yang masih banyak, permukaan cervix yang masih lunak dan dilatasi serta adanya lesi pada
rahim atau jalan lahir menandakan terdapat manipulasi pada kehamilan. Pada kehamilan
dengan cara kimiawi, aspirasi cairan dari rongga rahim diambil untuk pemeriksaan
toksikologi.6
C. Bioetik
Tindakan abortus provokatus kriminalis yang dilakukan oleh seorang dokter adalah suatu
tindakan malpraktek yang dikategorikan dalam professional misconduct. Dokter bukan seja
telah melanggar peraturan undang-undang kedokteran seperti dalam KUHP pasal 347-349,
malah meletakkan nyawa pasien dalam bahaya. Mungkin saja dokter tersebut melakukannya
sesuai dengan ketrampilannya sebagai ahli kebidanan dan mempunyai sarana dan
kelengkapan untuk melakukan aborsi namun tindakan dokter tersebut adalah suatu tindak
pidana. Pembuktian terjadinya malpraktek secara ini jelas bila adanya bahan bukti yang
ditemukan dan dapat dikaitkan dengan dokter tersebut. Dalam kondisi ini, dokter tidak dapat
menghindari lagi karena bahan bukti tersebut sudah cukup kuat untuk menjerat hukum ke
10
atas dokter atas tindak pidana yang disebut res ipsa liquitor. Selain dibawa ke sidang
pengadilan untuk tindak pidana, dokter ini juga harus mengikuti sidang Majlis Kehormat
Kode Etik Kedokteran (MKEK) dan Majlis Kehormat Disiplin Kedokteran Indonesia
(MKDKI). Dokter dianggap bukan saja melanggar hukum, malah telah membelakangkan
kaidah dasar bioetika yaitu beneficence, non-malaficence, autonomy dan justice.7
Para dokter dan tenaga medis lainnya, hendaklah selalu menjaga sumpah profesi dan kode
etiknya dalam melakukan pekerjaan. Jika hal ini secara konsekwen dilakukan pengurangan
kejadian abortus buatan ilegal akan secara signifikan dapat dikurangi. Dalam deklarasi Oslo
(1970) tentang pengguguran kandungan atas indikasi medik, disebutkan bahwa moral dasar
yang dijiwai seorang dokter adalah butir Lafal Sumpah Dokter yang berbunyi : Saya akan
menghormati hidup insani sejak saat pembuahan : oleh karena itu Abortus buatan dengan
indikasi medik, hanya dapat dilakukan dengan syarat-syarat berikut:
1.
2.
3.
Prosedur itu hendaklah dilakukan seorang dokter yang kompeten di instalasi yang
diakui oleh suatu otoritas yang sah.
4.
Jika dokter itu merasa bahwa hati nuraninya tidak memberanikan ia melakukan
pengguguran tersebut, maka ia hendak mengundurkan diri dan menyerahkan
pelaksanaan tindakan medik itu kepada sejawatnya yang lain yang kompeten.
5.
Selain memahami dan menghayati sumpah profesi dan kode etik, para tenaga kesehatan
perlu pula meningkatkan pemahaman agama yang dianutnya.
Melalui pemahaman agama yang benar, diharapkan para tenaga kesehatan dalam
menjalankan profesinya selalu mendasarkan tindakannya kepada tuntunan agama.
D. Visum et repertum
Visum et repertum untuk kasus abortus tidak berbeda jauh dari visum et repertum yang
lain. Seperti visum yang lain, ia harus mempunyai pro justitia, pendahuluan, pemberitahuan,
kesimpulan dan penutup.1
11
RS UKRIDA
Jl. Arjuna Utara no. 6 Jakarta Barat 56111
Telp/fax 021-212121
___________________________________________________________________________
PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM
No. 17/TU.RSUKRIDA/VII/2013
Nama
: Tjinta ----------------------------------------------------------------------------
: 15 tahun -------------------------------------------------------------------------
: Siswa ----------------------------------------------------------------------------
Alamat
: Jl. Kembang Kol 12, no. 32
-----------------------------------------------------
Nama
: Citra ----------------------------------------------------------------------------
: 21 tahun -------------------------------------------------------------------------
Alamat
Nama
: Cynthia
-------------------------------------------------------------------------Jenis kelamin : Perempuan
---------------------------------------------------------------------Umur
: 18 tahun -------------------------------------------------------------------------
: Siswa ----------------------------------------------------------------------------
Alamat
Hasil Pemeriksaan
1. Korban datang dalam keadaan sadar penuh, dengan keadaan umum tampak sakit
ringan. ---------------------------------------------------------------------------------------------2. Ketiga korban mengaku telah dilakukan pengguguran kandungan di tempat praktek
tersangka. Kesemua korban mengaku telah melakukan aborsi karena takut ketahuan
keluarga dan tiada indikasi medis yang jelas. ------------------------------------------------3. Kejadian aborsi terjadi pada tanggal dua puluh enam November jam dua puluh satu
WIB, tanggal dua puluh delapan November jam tiga belas dua puluh WIB dan tanggal
tiga puluh November jam dua puluh satu WIB di tempat praktek tersangka di Jl.
Tanjung Kupang, no. 45. ------------------------------------------------------------------------4. Pada ketiga korban ditemukan: ----------------------------------------------------------------a. Tanda vital: nafas spontan, frekuensi nafas dua puluh kali permenit. Tekanan
darah seratus sepuluh per delapan puluh millimeter air raksa, frekuensi nadi tujuh
puluh lima kali permenit. -------------------------------------------------------------------b. Tanda kehamilan seperti adanya darah nifas dalam jumlah sedang, bentuk payu
dara mempunyai ciri seperti pada wanita hamil dan pada perut terdapat garis
kehamilan berwarna putih yang masih baru. Letak rahim sedikit tinggi kira-kira 8
sentimeter dari pusar. -----------------------------------------------------------------------c. Pada pemeriksaan hormone kehamilan ditemukan hasil positif hamil yang
menandakan korban pernah hamil dalam waktu terdekat. -----------------------------d. Pada pemeriksaan alat kelamin dan jalan lahir ditemukan lesi berukuran empat
sentimeter kali dua sentimeter pada mulut rahim arah jam sepuluh. -----------------e. Pada pemeriksaan botol suction-kuretase yang diberikan terdapat sisa janin yang
padanya terdapat lima kaki dan enam tangan yang bentuknya belum sempurna. --13
f. Hasil pemeriksaan DNA dari jaringan dalam botol tersebut sesuai dengan DNA
dari ketiga wanita tersebut. ------------------------------------------------------------------
Kesimpulan: ----------------------------------------------------------------------------------------------Pada ketiga korban wanita berusia lima belas, dua puluh satu dan delapan belas tahun
ini telah menjalani tindakan pengguguran kandungan tanpa indikasi medis. ----------------------
Daftar Pustaka
1
Abortus dan Undang undangnya. [Online]. 2008. [Cited 8 January 2013]. Available
from: http://requestartikel.com/abortus-dan-undang-undangnya-201012304.html
14
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstrom KD.
Williams obstetrics. 22nd ed. The United States: McGraw-Hill; 2009. p 1123-37.
James JP, Jones R, Karch SB, Manlove J. Simpsons forensic medicine. 13th ed.
London: Hodder & Stoughton Ltd; 2011. p 38-89.
Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses
penyelidikan. Jakarta: Sagung seto; 2008. p. 174.
Stark MM. Clinical forensic medicine. 2nd ed. New Jersey: Humana Press Inc; 2005. p
61-120.
Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2007. p 30-2, 90-2.
15