Anda di halaman 1dari 22

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebun Jeruk Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Presentasi Kasus : Senin, 14 Januari 2016
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA - JAKARTA
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016

Nama Mahasiswa

: Pulela Dewi Loisoklay

NIM

: 112014106

Dokter Pembimbing : dr. Elfrieda, Sp.A

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: By. Ny. DF

Tanggal Lahir (Umur) : 18 Desember 2015


Umur

: 4 hari

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Kp. Bendungan melayu

Suku Bangsa

: Jawa

Agama

: Islam

Pendidikan

:-

Tanggal masuk RS

: 20 Desemberr 2015

IDENTITAS ORANG TUA


Ayah

Nama lengkap : Tn. A

Umur

Suku Bangsa : Jawa

Alamat

: 31 Tahun

: Kp. Bendungan melayu

Tanda Tangan

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Satpam

Penghasilan

: Rp. 2.500.000,-/bulan

Hubungan dengan orang tua: Anak Kandung


Ibu

Nama lengkap : Ny. D

Umur

Suku Bangsa : Jawa

Alamat

: Kp. Bendungan Melayu

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Penghasilan

:-

: 27 Tahun

Hubungan dengan orang tua: Anak Kandung


II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu pasien pada Selasa, 22 Desember 2015, Pukul 15.00 WIB.
Keluhan Utama
Kuning sejak 2 hari yang lalu.
Keluhan Tambahan
Riwayat Penyakit Sekarang
Satu hari SMRS di Puskesmas kecamatan Rawa badak, pasien tampak kuning pada
mata, wajah dan leher serta perutnya, serta bayi tampak lemah.
Lima jam SMRS pasien tidak mau menyusu, kemudian pasien pun dirujuk ke RSUD
Koja. Pasien pun dibawa oleh ayah dan ibu kandungnya serta bidan dari Puskesmas
kecamatan ke IGD RSUD Koja. Saat diperiksa, pasien tampak lemah dan kuning pada
matanya, wajah dan leher serta perutnya, demam tidak ada. Dari IGD bayi dibawah ke ruang

rawat perinatalogi, saat diperiksa, pasien tampak sakit sedang, kuning, demam tidak ada,
muntah tidak ada, retraksi tidak ada, dispnue tidak ada, cyanosis tidak ada, bayi gerak aktif.
Pasien merupakan anak pertama dan dilahirkan secara spontan di puskesms
kecamatan Rawa badak utara pada hari jumat tanggal 18 Desember 2015 jam 16.17 WIB,
dengan ditolong bidan. Ketuban jernih, BBLR 2900 gram dan PB 49 cm, lingkar kepala 33
cm, lingkar dada 31 cm, apgar score 9/10. Ketika dalam masa kehamilan, ibu pasien tidak
menderita penyakit apapun, dan tidak mengkonsumsi obat-obatan. Selama kehamilan ibu
pasien selalu melakukan perawatan antenatal ke puskesmas dan bidan samping rumah.
Makanan pertama pasien adalah ASI eksklusif dan tidak diberi makanan lain selain ASI. BAB
dan BAK pasien normal. Golongan darah ibu pasien adalah B Rh (+) dan ayah O Rh (+).
Golongan darah pasien B Rh (+).
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Sepsis

(-)

Meningoencephalitis (-)

Kejang Demam

(-)

Tuberkulosis (-)

Pneumonia

(-)

ISK

(-)

Asma

(-)

Alergic Rhinitis

(-)

Amoebiasis

(-)

Polio

(-)

Difteri

(-)

Sindrom Nefrotik

(-)

Diare akut

(-)

Diare kronis

(-)

Disentri

(-)

Kolera

(-)

Tifus abdominalis

(-)

DHF

(-)

Cacar air

(-)

Campak

(-)

Batuk rejan

(-)

Tetanus

(-)

Glomerulonephritis

(-)

Operasi

(-)

Batuk/Pilek

(-)

Penyakit Jantung Bawaan (-)

Lain-lain:

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Penyakit
Alergi
Asma
Tuberkulosis
Hipertensi
Diabetes
Kejang Demam
Epilepsi

Ya

Tidak

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


Kehamilan
Perawatan antenatal : Teratur ke puskesmas tiap bulan

Hubungan

Penyakit kehamilan

: -

Kelahiran
Tempat kelahiran
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi
Keadaan bayi

:
:
:
:
:

Puskesmas
Bidan
Spontan
Cukup bulan (39 mingu)
Berat badan lahir : 2900 gram
Panjang badan lahir : 49 cm
Lingkar kepala
: 33 cm
Lingkar dada
: 31 cm
Nilai APGAR
: 9/10
Kelainan bawaan : Tidak ada

RIWAYAT PERKEMBANGAN
Refleks menghisap (+)
RIWAYAT IMUNISASI

Waktu Pemberian
Imunisasi Dasar

Imunisasi
0

Bulan
4
5
6

Booster
9

12

18

BCG
DPT
Polio (OPV)
Hepatitis B

Campak

Riwayat Nutrisi

Susu

: ASI

Makanan padat

: belum

Jumlah

: setiap 3-4 jam

Frekuensi

: semau pasien

Riwayat Sosial Personal


Sejak lahir bayi dirawat di Puskesmas Kecamatan Rawa Badak Utara.

Tahun
2
3
5

III. PEMERIKSAAN FISIK


Sabtu, 22 Desember 2015, Pukul 16.00 WIB.
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda-tanda vital

HR

: 146 x /menit (kuat)

Suhu

: 36,9o C

RR

: 40 x /menit

Data Antropometri

Berat badan

: 2850 gr / 2,85 kg

Tinggi badan

: 49 cm

Status gizi

BB/U = 2,85 / 3,2 = 89 %


TB/U = 49 / 49 = 100 %
BB/TB = 2,85 / 3,2 = 89 %
Kesan: Status gizi baik

Lingkar Kepala

: 33 cm

Lingkar Dada

: 31 cm

Lingkar Lengan

: 9,5 cm

Pemeriksaan Fisik Sistematis


Kepala
Kepala
Mata

: normosefali, rambut warna hitam, distribusi merata


: pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak

langsung+/+, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik +/+


Hidung
: bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung -/-, sekret -/Telinga: normotia +/+, nyeri tekan tragus (-), serumen -/-, sekret -/Mulut
: mukosa mulut tidak hiperemis
Bibir
: bibir merah muda, tidak kering, sianosis (-), trismus (-),

Lidah
Uvula
Tonsil
Tenggorok

: normoglosia, warna merah muda, lidah kotor (-), tremor (-)


: simetris di tengah, tidak hiperemis
: T1-T1, tidak hiperemis
: faring tidak hiperemis, granular (-)

Leher
KGB tidak teraba membesar, trakea letak di tengah
Thorax
Inspeksi

: gerakan dada simetris, retraksi (-)

Palpasi

: fremitus taktil simetris

Perkusi

: sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/Jantung


Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: ictus cordis teraba

Perkusi

: tidak ada pembesaran jantung

Auskultasi : BJ I-II reguler, murni, gallop (-), murmur (-)


Abdomen
Inspeksi

: bentuk abdomen datar

Palpasi

: supel, turgor kulit baik, nyeri tekan (-), pembesaran hati (-), pembesaran limpa(-)

Perkusi

: terdengar timpani di seluruh permukaan abdomen

Auskultasi : bising usus (+)


Anus dan rectum
Anus (+)
Genitalia
Tidak di lakukan
Anggota gerak
Tonus : normotonus
Sendi :
Kekuatan:

+5

+5

+5

+5

Edema:

Sianosis

Capillary Refill Time : < 3 detik


Tulang belakang
Tulang belakang normal dan lurus, tidak terdapat benjolan
Kulit
Kulit normal, tidak terdapat lesi di kulit, tampak ikterik
Rambut
Pertumbuhan rambut merata, rambut berwarna hitam
Kelenjar Getah Bening
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Pemeriksaan Neurologis
Kesadaran: Compos Mentis, tingkat kesadaran: GCS 15
Delirium: tidak ada
Rangsang meningeal: tidak dilakukan
Saraf kranialis I-XII kesan dalam batas normal
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 20 Desember 2015
Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

Hematologi
ABO/Rh Typing

B Rh (D) Positif

Kimia Klinik
Bilirubin Total

13,74

mg/dL

< 0,9

Bilirubin Direk

0,53

mg/dL

< 0,3

Bilirubin Indirek

13,21

mg/dL

< 0,75

RESUME
Seorang bayi laki-laki dengan keluhan kuning sejak 2 hari SMRS. Sebelumnya pasien
juga tidak ada keluhan seperti demam, muntah dan tidak rewel. Ibunya pun selalu
memberikan ASI setiap kali pasien menangis dan tidak mengkonsumsi obat-obatan saat ini.
BAK dan BAB pasien normal.
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan sklera ikterik +/+, wajah dan leher tampak
kuning serta perut juga tampak kuning. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
bilirubin total 13,74 mg/dL, bilirubin direk 0,53 mg/dL, bilirubin indirek 13,21 mg/dL.
DIAGNOSIS
Ikterus Neonaturum
Dari anamnesis didapatkan bahwa bayi terlihat kuning pada saat usia bayi berumur 1 hari.
Kuning tampak pada mata, wajah dan leher serta perut. Pada pemeriksaan fisik juga
didapatkan sclera ikterik, tampak ikterik pada wajah, leher dan perut. Pada pemeriksaan
laboratorium terjadi peningkatan bilirubin direk 0,53 mg/dL dan bilirubin indirek 13,21
mg/dL.
DIAGNOSIS BANDING
a. Breastmilk jaundice
b. Breastfeeding jaundice
PENATALAKSANAAN
a. Fototerapi
PROGNOSIS
Ad vitam

: bonam

Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
FOLLOW UP
Tanggal 23 Desember 2015 jam 09.00 Wib
S

: Sedikit tampak kuning di mata, wajah dan leher serta perut. Bayi menangis kuat,
gerak aktif.

: Keadaan umum: tampak sakit ringan

Kesadaran: compos mentis (GCS 15)


TTV: Frekuensi nadi 140x/m, frekuensi pernapasan 40x/m, suhu 36,5C
Kepala: normosefal
Mata: SI +/+, CA -/Hidung: sekret (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut: mukosa lembab, sianosis (-)
Paru: suara napas vesikuler +/+, Wh-/-, Rh-/Jantung: BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: supel, BU (+) normal, tidak ada pembesaran organ di abdomen
Ekstremitas: akral hangat
A

: Ikterus Neonaturum

: Fototerapi

Tanggal 24 Desember 2015 jam 08.30


S : Masih tampak sedikit kuning pada mata. Bayi menangis kuat, gerak aktif.
O : Keadaan umum: tampak sakit ringan
Kesadaran: compos mentis
TTV: Frekuensi nadi 132x/m, frekuensi pernapasan 38x/m, suhu 36,8C
Kepala: normosefal
Mata: SI +/+, CA -/Hidung: sekret (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut: mukosa lembab, sianosis (-)
Paru: suara napas vesikuler +/+, Wh-/-, Rh-/-

Jantung: BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)


Abdomen: lembut, BU (+) normal, tidak ada pembesaran organ di abdomen
Ekstremitas: akral hangat
A

: Hiperbilirubinemia

: Dibolehkan pulang

Tinjauan Pustaka

Ikterus Neonaturum

Pendahuluan
Kuning/jaundice pada bayi baru lahir atau disebut dengan ikterus neonatorum
merupakan warna kuning pada kulit dan bagian putih dari mata (sklera) pada beberapa hari
setelah lahir yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Gejala ini dapat terjadi antara
25%-50% pada seluruh bayi cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada bayi prematur. Walaupun
kuning pada bayi baru lahir merupakan keadaan yang relatif tidak berbahaya, tetapi pada usia

inilah kadar bilirubin yang tinggi dapat menjadi toksik dan berbahaya terhadap sistim saraf
pusat bayi.1
Angka kejadian Ikterus pada bayi sangat bervariasi di RSCM persentase ikterus
neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar
42,9%, sedangkan di Amerika Serikat sekitar 60% bayi menderita ikterus baru lahir
menderita ikterus, lebih dari 50%. Bayi-bayi yang mengalami ikterus itu mencapai kadar
bilirubin yang melebihi 10 mg. Ikterus terjadi apabila terdapat bililirubin dalam darah. Pada
sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama dalam
kehidupannya. Dikemukakan bahwa kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan
dan pada bayi 80% bayi kurang bulan. Ikterus dapat bersifat patologik yang dapat
menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Sedangkan ikterus
fisiologi yang normal terjadi pada neonatus. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus
dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan. Ikterus yang
ditemukan pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis (terdapat pada 2550% nonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonates kurang bulan) atau dapat
merupakan hal yang patologis misalnya pada inkompatibilitas Rhesus dan ABO, sepsis,
galaktosemia, penyumbatan saluran empadu dan sebagainya.2 Dengan demikian, setiap bayi
yang mengalami ikterus, harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan
fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah mempunyai kecendrungan untuk berkembang
menjadi hiperbilirubinemia berat.3

Definisi
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan
bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam,
yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar, sistem biliary, atau sistem
hematologi. Ikterus dapat terjadi baik karena peningkatan bilirubin indirek (unconjugated)
dan direk (conjugated). 2 Ikterus pada neonatus dapat bersifat fisiologis dan patologis. Ikterus
fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar
patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi
menjadi kernicterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis

ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai
yang disebut hiperbilirubinemia.2,3
Secara klinis ikterus dapat dideteksi dari warna kulit yaitu pemucatan kulit dengan
cara menekan kulit dengan jari, ketika bilirubin melebihi 5 mg/dL(85 mikromol/L). Ikterus
dimulai dari wajah, kemudian menyebar ke abdomen dan kemudian ke ekstremitas. Jika
terdapat pertanyaan mengenai keparahan ikterus, ukur kadar bilirubin dan plotkan pada
diagram bilirubin, sesuai dengan usia dalam jam.4,5
Ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari
kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan
terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang,
terutama pada neonatus yang kulitnya gelap.4,5
Tabel 1. Derajat ikterus berdasarkan Kramer.4
Deraja
t

Perkiraan kadar
Daerah ikterus

bilirubin

Kepala dan leher

5,0 mg%

II

Sampai badan atas (di atas umbilikus)

9,0 mg%

ikterus

Sampai
III

badan

bawah

(di

bawah

umbilikus) hingga tungkai atas (di atas 11,4 mg/dl


lutut)

IV

Sampai lengan, tungkai bawah lutut

12,4 mg/dl

Sampai telapak tangan dan kaki

16,0 mg/dl

Pemeriksaan Penunjang 3,7


Pemeriksaan penunjang diindikaskan jika Ikterus pada usia kurang dari 24 jam. Untuk ikterus
yang muncul 24 jam sampai 2 minggu perlu dipantau kadar bilirubinnya agar mudah
terdeteksi terjadinya ikterus berkepanjangan atau tidak.
1. COOMBS DIREK

Pemeriksaan

Coombs direk

(antiglobulin)

mendeteksi

antibodi-anyibodi

Pemeriksaan Coombs positif menunjukan adanya antibodi pada sel-sel darah merah,
tetapi pemeriksaan ini tidak mendeteksi antibodi yang ada. Masalah-masalah
klinis:Positif (+1 sampai +4) : Eritroblastosis fetalis, anemia hemolitik (autoimun atau
obat-obatan), reaksi hemolitik transfusi (darah inkompatibel), leukemia< SLE. 8
2. Bilirubin
Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direk.
Sedangkan bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan
bilirubin direk. Hati bayi yang baru lahir belum berkembang sempurna sehingga jika
kadar bilirubin yang ditemukan sangat tinggi. Kadar bilirubin (total) pada bayi baru
lahir bisa mencapai 12 mg/dl; kadar yang menimbulkan kepanikan adalah > 15 mg/dl.
Ikterik kerap nampak jika kadar bilirubin mencapai > 3 mg/dl. Bayi baru lahir: total :
3.
4.
5.
6.

1 12 mg/dl.
Golongan darah ABO, rhesus ibu dan bayi
Serum Albumin
Hitung darah lengkap
Pemeriksaan hitung retikulosit untuk melihat apakah bayi memproduksi sel darah

merah yang baru


7. Konsentrasi G6PD untuk melihat respon terhadap foto terapi kurang
8. Urinalisis untuk mengetahui zat pereduksi (galaktosemia)

Diagnosis Kerja
Ikterus fisiologi
Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering timbul pada bayi premature maupun
bayi cukup bulan selama minggu pertama kehidupan yang frekuensinya pada bayi cukup
bulan dan kurang bulan berturut-turut adalah 50-60% dan 80%. Ikterus fisiologis tidak
disebabkan oleh factor tunggal tetapi kombinasi dari berbagai factor yang berhubungan
dengan bayi baru lahir.3
Peningkatan bilirubin merupakan hasil dari produksi bilirubin dan early bilirubin yang lebih
besar serta penurunan usia sel darah merah. Resirkulasi aktif bilirubin di enterohepatik, yang
meningkatkan kadar serum bilitubin tidak terkonjugasi, disebabkan oleh penurunan bakteri
flora normal, aktifitas -glukurodinase yang tinggi dan penurunan motilitas usus halus. Pada
bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering dan bayi dengan aspirasi
mekonium atau pengeluran mekonium yang lebih awal cendrung mempunyai insiden rendah
ikterus fisiologi. Pada bayi yang diberi susu formula cendrung mengeluarkan bilirubin lebih
banyak dan pada mekoniumnya selama 3 hari pertama kehidupan dibandingan dengan yang

mendapat ASI. Pada bayi yang mendapat ASI kadar bilirubinnya lebih rendah dan
defekasinnya lebih sering. Bayi yang terlambat mengeluarkan mekonium lebih sering terjadi
ikterus fisiologi. Umumnya mencapai kadar puncaknya pada usia 2-5 hari, kemudian hilang,3
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah sebesar
1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam; dengan
demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari ke
2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2
mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus
fisiologis dan diduga sebagai akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai
pembatasan sementara pada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati. Diagnosis ikterus
fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyebab
ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan klinik dan laboratorium.
Ikterus Fisiologis memiliki karakteristik sebagai berikut:8

Timbul pada hari kedua ketiga


Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus

cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan


Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari
Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
Ikterus hilang pada 10 hari pertama

Tidak mempunyai dasar patologis

Gejala klinis
Ikterus fisiologis dapat ditemukan ikterik pada bayi setelah 24 jam dan mencapai
puncaknya pada hari ke 5 setelah itu menghilang. Secara klinis terlihat pemucatan warna kulit
dengan cara menekan kulit dengan jari ataupun kekuning-kuningan, Terlihat kuning pada
bagian putih bola mata si bayi, tidak ada bukti infeksi atau patologis. Pada ikterus fisiologi
bayi masih terlihat masih aktif dan mau menyusui.
Pada ikterus patologis Urin berwarna gelap (coklat tua seperti air teh), kuning timbul
dan terlihat dalam waktu kurang dari 24 jam setelah bayi lahir, Tubuh menguning
berkepanjangan lebih dari satu minggu. Fesesnya tidak kuning, melainkan pucat (putih

kecoklatan seperti dempul), memar, peteqie, bukti adanya infeksi, hepatosplenomegali,


dehidrasi dan penurunan berat badan.

Diagnosis Banding
Ikterus patologis
Ikterus yang terjadi < 24 jam kelahiran ataupun ikterus yang berkepanjangan yang
terjadi diatas usia 3 minggu kelahiran.
Keadaan dibawah ini merupakan petunjuk untuk dilakukan tindakan lebih lanjut:7
1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam
2. Peningkatan kadar bilirubin total serum . 0,5 mg/dL/jam
3. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari ( muntah, malas menyusu, penurunan
berat badan, apnea, takipnea, suhu tubuh tidak stabil
4. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau 14 hari pada bayi kurang
bulan.

Breastfeeding jaundice, dapat terjadi pada bayi yang mendapat air susu ibu (ASI)
eksklusif. Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada hari kedua atau
ketiga pada waktu ASI belum banyak dan biasanya tidak memerlukan pengobatan.1

Ikterus akibat ASI(breast milk jaundice)


Umum dijumpai. Bilirubin tak terkonjugasi. Bergantung dengan kemampuan bayi
mengubah bilirubin indirek. Pemberian ASI tetap harus dilanjutkan. Akan dieksaserbasi
oleh dehidrasi akibat kegagalan untuk memberikan ASI atau pemberian susu yang tidak
adekuat. Berlanjut hingga usia diatas 2 minggu pada 15% kasus. Pada sebagian bayi yang
mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus yang yang berkepanjangan. Hal ini dapat
terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi
bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko lain, ibu tidak perlu khawatir,
ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah. Apabila keadaan umum bayi baik,
aktif, minum kuat, tidak ada tata laksana khusus meskipun ada peningkatan kadar

bilirubin.7
Sepsis
Sebagian kecil bayi yang tampak ikterik saat lahir, menderita suatu infeksi kongenital
yang dapat melewati plasenta dan mungkin dapat menyebabkan kerusakan serius pada
janin. Infeksi kongenital tersebut adalah toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, virus
herpes, dan sifilis. Ikterus akibat infeksi kongenital ini biasanya merupakan gabungan
bilirubin tak terkonjugasi dan bilirubin terkonjugasi. Bayi memperlihatkan tanda-tanda

infeksi lainnya yang abnormal. Bayi-bayi baru lahir sangatlah rentan terhadap sepsis
bakterial(infeksi sistemik dengan kultur darah ataupun kultur sentral lainnya yang
positif). Sepsis onset-dini(early-onset sepsis, EOS): <72 jam setelah kelahiran. Definisi
ini berkisar dari 24 jam sampai 6 hari, namun paling banyak terjadi dalam 72 jam setelah
kelahiran. Kondisi ini disebabkan oleh pajanan vertikal ke jumlah bakteri yang tinggi
selama kelahiran dan jumlah antibodi pelindung yang sedikit. Sepsis onset-lambat:>72
jam setelah kelahiran. Organisme biasanya didapat melalui transmisi nosokomial dari
orang ke orang.7,9

Inkompatibilitas ABO dan penyakit Rhesus.


Golongan darah ibu O, golongan darah bayi A atau B. IgG antihemolisin maternal
melewati plasenta dan menyebabkan hemolisis pada bayi, pemeriksaan antibodi
direk(DAT atau tes Coombs) positif(namun hasil yang positif merupakan prediktor buruk
bahwa bayi akan mengalami ikterus-hanya 10% yang membutuhkan fototerapi), kakak
kandungnya mungkin juga terkena, kurang berat dibandingkan penyakit Rhesus, onset
setelah kelahiran, hemolisis dengan anemia dapat berkembang selama beberapa minggu
pertama kehidupan dan hal ini membutuhkan tindak lanjut untuk pemantauan anemia.
Penyakit Rhesus adalah keadaan bentuk penyakit hemolitik yang paling berat dan berawal
in utero. Saat lahir, bayi mungkin mengalami anemia, hidrops, ikterus, dan
hepatosplenomegali. Biasanya teridentifikasi pada skrining antenatal, kini keadaan ini
tidak umum ditemukan akibat adanya profilaksis, antibodi Duffy dan Kell dan golongan
darah lainnya dapat timbul, namun tidak terlalu benar.7
Percepatan destruksi sel darah merah pada janin dan neonatus paling sering disebabkan
oleh inkompatibilitas golongan darah Rh dan ABO dengan golongan darah ibu
(eritoblastosis fetalis). Konsentrasi bilirubin serum hanya sedikit meningkat di darah tali
pusat bayi yang terkena, tetapi dapat meningkat pesat setelah pemisahan plasenta saat

persalinan.10
Hepatitis B.
Hepatitis merupakan radang pada hepar yang bisa disebabkan oleh virus hepatitis A, B, C,
D, E,dan G. Hepatitis dapat didiagnosa terutama melalui pemeriksaan serologi. Pada bayi
baru lahir, hepaitits terutama disebabkan oleh HBV. HBV spesifik menginfeksi hati
karena reseptor spesifik untuk virus terdapat pada membrana sel hepatosit yang

memudahkan masuknya virus dan faktor transkripsi hanya ada dalam sel hati.7
Hemolisis
Akibat defisiensi suatu enzim sel darah merah. Banyak bayi bangsa Negro dan Asia yang
realtif kekurangan glukosa-6-fosfat dehidrogenase. Hal ini dapat diketahui dengan

skrining. Mereka yang terkena harus menghindari sejumlah obat yang dapat
mempresipitasi terjadinya hemolisis. Akhirnya, kelainan bentuk sel darah merah seperti
sferositosis dapat mengakibatkan peningkatan fragilitas osmotic dan hemolisis.8

Epidemiologi
Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65%
mengalami ikterus. Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah
sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat
Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus
pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan
kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito
melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5
mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada
hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan
hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi
kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi.
Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang
dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.
Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens
ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis
dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%.
Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang
bulan 22,8%.

Etiologi
Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin
mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu
perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.
Jenis bilirubin yang menyebabkan pewarnaan kuning pada ikterus disebut bilirubin
tidak terkonjugasi, merupakan jenis yang tidak mudah dibuang dari tubuh bayi. Hati bayi
akan mengubah bilirubin ini menjadi bilirubin terkonjugasi yang lebih mudah dibuang oleh
tubuh. Hati bayi baru lahir masih belum matang sehingga masih belum mampu untuk

melakukan pengubahan ini dengan baik sehingga akan terjadi peningkatan kadar bilirubin
dalam darah yang ditandai sebagai pewarnaan kuning pada kulit bayi.
Adapun faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologi:3
1. Peningkatan produksi bilirubin yang disebabkan peningkatan sel darah merah,
penurunan umur sel darah merah
2. Peningkatan resirkulasi melalui enterohepatik shunt yang disebabkan peningkatan
aktifitas -glukoronidase tidak adanya flora bakteri, dan pengeluraan mekonium yang
terlambat

Metabolisme bilirubin
1. Pembentukan bilirubin
Bilirubin adalah pigmen Kristal berwarna jingga ikterus merupakan bentuk akhir dari
pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Langkah
oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan
enzim hemeoksigenase. Pada reaksi tersebut terbenyuk besi yang digunakan kembali
untuk pembentukan hemoglobin dan karbon monoksida (CO) yang diekskresikan ke
dalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim
biliverdin reduktase. Biliverdin larut dalam air dan cepat akan diubah menjadi
bilirubin melalaui reaksi bilirubin reduktase. Bayi baru lahir akan memproduksi 8-10
mg/kgBB/hari, sedangkan orang dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan
bilirubin pada bayi baru lahir disebabkan oleh peningkatan massa eritrosit (hematokrit
lebih tinggi) dan pemendekan rentang usia eritrosit 70-90 hari, dibandingkan dengan
120 hari rentang usia eritrosit dewasa.3,4
2. Transport
Pembentukan bilirubin yang terjadi di retikuloendotelia, selanjutnya dilepaskan ke
sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bilirubin yang terikat pada albmin
akan ditransportasi ke sel hepar.
3. Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukosonide.
Walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase
merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Pertama-tama yaitu uridin
di fosfat glukoronide transferase (UDPG : T) yang mengkatalisasi pembentukan
bilirubin monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi di membran
kanilikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin

natural IX dapat diekskresikan langsung kedalam empedu tanpa konjugasi. Misalnya


isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto).
4. Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan di
ekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin
direk ini tidak diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin
indirek dan direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis. Pada neonatus karena
aktivitas enzim B glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak
dirubah menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin indirek
meningkat dan tereabsorpsi sehingga siklus enterohepatis pun meningkat.

Patofisologi
Penyakit hemolitik bayi baru lahir merupakan penyebab umum ikterus neonatus.
Meskipun demikian, karena imaturitas metabolisme bilirubin, banyak bayi baru lahir menjadi
ikterus tanpa adanya hemolisis. Bilirubin dihasilkan pada katabolisme hemoglobin dalam
sistem retikuloendotelial. Cincin tetrapirol heme dipecah oleh heme oksigenase membentuk
biliverdin dan karbon monoksida dengan jumlah yang sama. Karena tidak ada sumber
biologis lain untuk karbon monoksida, ekskresi gas ini secara stoikiometrik identik dengan
produksi bilirubin oleh biliverdin reduktase. Satu gram hemoglobin menghasilkan 35 mg
bilirubin. Sumber bilirubin selain dari hemoglobin dalam sirkulasi mewakili 20% produksi
bilirubin; sumber ini meliputi produksi hemoglobin inefisien dan lisis sel prekursor dalam
sumsum tulang. Dibandingkan dengan dewasa, bayi baru lahir mempunyai kecepatan
produksi bilirubin dua sampai tiga kali lebih besar. Ini sebagian disebabkan oleh peningkatan
massa eritrosit (hematokrit lebih tinggi) dan pemendekan rentang usia eritrosit 70-90 hari,
dibandingkan dengan 120 hari rentang usia eritrosit dewasa.3,4

Penatalaksanaan
Dasarnya

bayi

yang

mengalami

ikterus

fisiologis,

tidak

berbahaya

dan

tidak diperlukan pengobatan khusus, kondisi tersebut akan hilang dengan sendirinya. Namun
pada ikterus yang patologis prinsip pengobatan warna kekuningan pada bayi baru lahir adalah
menghilangkan penyebabnya. Tujuan utama penatalaksanaan ikterus neonatal adalah untuk
mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan
kernikterus/ensefalopati biliaris, dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih

cepat berlangsung. Pada penanganan yang terutama dapat dilakukan untuk memulihkan
penyakit ikterus neonatorum yaitu terapi sinar dan tranfusi tukar.9,10
Penanganan saat dirumah berikan ASI yang cukup (8-12 kali sehari) , Sinar matahari
dapat membantu memecah bilirubin sehingga lebih mudah diproses oleh hati. Tempatkan bayi
dekat dengan jendela terbuka untuk mendapat matahari pagi antara jam 7-8 pagi agar bayi
tidak kepanasan, atur posisi kepala agar wajah tidak menghadap matahari langsung. Lakukan
penyinaran selama 30 menit, 15 menit terlentang dan 15 menit tengkurap. Usahakan kontak
sinar dengan kulit seluas mungkin, oleh karena itu bayi tidak memakai pakaian (telanjang)
tetapi hati-hati jangan sampai kedinginan.1

Pencegahan

Primer3
a) Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit sekitar 8-12 kali
perhari untuk beberapa hari pertama
b) Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti air atau formula pengganti
pada bayi yang mendapat ASI dan sedang tidak mengalami dehidrasi.

Skunder3
a) Saat hami periksa golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum
antibodi isoimun yang tidak biasa, bila golongan darah ibu tidak deketahui
atau Rh(-) dilakukan pemeriksaan Antibodi direk (Tes combs), golongan darah
dan tipe darah tali pusat bayi
b) Secara rutin memonitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan penilaian
terhadap ikterus yang dinilai saat memeriksa tanda-tanda vital
c) Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa
kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan
lain-lain.

Prognosis
Prognosis pada bayi yang mengalami ikterus fisiologi adalah baik.

Kesimpulan
Kejadian hiperbilirubinemia pada neonatus dapat berupa fisiologis dan patologis. Hal ini
dapat kita bedakan dengan secara teliti melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada
pasien serta dibantu dengan pemeriksaan penunjang. Ketika kita sudah menegakan diagnosis,
kita juga perlu memikirkan jenis terapi apa yang akan diberikan kepada pasien, sesuai dengan
kriteria atau kondisi-kondisi yang sudah dijelaskan pada tinjauan pustaka ini. Namun kita
juga harus memikirkan komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi baik dari penyakit itu
sendiri maupun dari pengobatan yang terjadi. Pencegahan-pencegahan juga harus dipikirkan
sedemikian rupa sehingga tidak timbul komplikasi lebih lanjut dan mencapai prognosis yang
lebih baik disertai dukungan kecepatan dan ketepatan dari diagnosa dan tatalaksana yang
diberikan.

Daftar Pustaka
1

Tjipta GD. Kuning pada bayi baru lahir. Medan: Divisi Perinatologi Departemen Ilmu

Kesehatan Anak FK USU; 2012.


Staf Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala BLU. Ikterus
neonatorum. Banda Aceh: Bagian Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran

3
4

Universitas Syiah Kuala BLU; 2010.


IDAI. Buku ajar neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008.h. 147-59.
Hassan R, Alatas H, editors. Ilmu kesehatan anak. Jilid ke-2. Jakarta: Fakultas

5
6

Kedokteran UI; 2007.h.519-22; 1101-23.


Hidayat AAA. Pengantar ilmu kesehatan anak. Jakarta: Salemba Medika; 2008.h.66.
Suresh GK, Clark RE. Cost-effectiveness of strategies that are intended to prevent

kernicterus in newborn infants. Pediatrics. 2004.p.114;917-24.


Lissauer T, Fanaroff AA. At a glance neonatologi. Jakarta: Penerbit Erlangga;

2009.h.96-109.
Hull D., Johnston D.I. Dasar-dasar pediatri. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2008.h.61-4;168-70.

Yusna D, Hartanto h, editors. Dasar-dasar pediatri. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2008.h.62.


10 Appleton, Lange. Rudolphs pediatrics. 20th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2007.h.1249-52.

Anda mungkin juga menyukai