Anda di halaman 1dari 12

BAB III

TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 DEFINISI HIPERTENSI
Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah yang memberi
gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga bisa menyebabkan kerusakan lebih berat
seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung
koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri / bilik
kiri (terjadi pada otot jantung). Selain penyakit tersebut dapat pula menyebabkan gagal ginjal,
diabetes mellitus dan lain-lain.1
Menurut Eighth Joint National Committee (JNC 8), pada populasi umum dengan usia di
bawah 60 tahun, seseorang disebut mengalami hipertensi jika tekanan darah sistolik 140
mmHg atau tekanan darah diatolik 90 mmHg sehingga dokter perlu menginisiasi terapi
farmakologi untuk mencapai tekanan darah optimal. 2
2.2 KLASIFIKASI
2.2.1 Klasifikasi berdasarkan perjalanan penyakit
Berdasarkan perjalanan penyakit, hipertensi dapat diklasifikasikan ke dalam dua bentuk yaitu
hipertensi benigna atau hipertensi maligna.3
1. Hipertensi Maligna
Hipertensi malignan pertama kali dijelaskan sebagai sebuah penyakit sekitar 90 tahun yang lalu
oleh Volhard dan Fahr, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah yang sangat tinggi
(biasanya 220/120 mmHg) yang disertai dengan peningkatan kreatinin plasma, disfungsi atau
gagal ginjal, hipertrofi ventrikel kiri, anemia mikroangiopati hemolitik dan manifestasi neurologi
hipertensi ensefalopati.3
2. Hipertensi Benigna

Hipertensi benigna tidak menunjukkan peningkatan tekanan darah setinggi hipertensi maligna.
Hipertensi ini biasanya tanpa perubahan pada struktur jantung, ginjal atau gejala-gejala yang
dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah.3
2.2.2 Klasifikasi berdasarkan nilai tekanan darah
Pedoman The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) tahun 2003 hipertensi dibagikan ke
beberapa tingkatan sesuai angka tekanan darah sistolik atau diastoliknya. Klasifikasi berdasarkan
JNC 7 dapat dilihat di Tabel 2.1. Pedoman terbaru, The Eight Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 8)
tahun 2013, tidak memprioritaskan pengklasifikasian derajat tekanan darah seperti yang terdapat
di JNC 7.4
Klasifikasi

Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
Normal
< 120
Dan
< 80
Prehipertensi
120 139
Atau
80 89
Hipertensi Stage 1
140 159
Atau
90 99
Hipertensi Stage 2
>160
Atau
>100
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII 2003
2.2.3 Klasifikasi berdasarkan etiologi
Berdasarkan etiologi hipertensi dibagi menjadi hipertensi primer atau esensial dan hipertensi
sekunder. 95% dari pasien hipertensi merupakan hipertensi primer di mana tidak ditemukan
adanya penyebab pasti atau kondisi medis yang dapat secara langsung meningkatkan tekanan
darah.5
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik
diketahui,

seperti

penggunaan

estrogen,

penyakit

ginjal,

hipertensi

vaskular

renal,

hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi


yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain lain.5
2.3 FAKTOR RESIKO
Faktor risiko hipertensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor risiko yang reversible dan
irreversibel. Faktor risiko yang reversibel adalah usia, ras Afrika-Amerika, dan riwayat keluarga
yang memiliki hipertensi. Sedangkan faktor risiko yang bersifat reversible adalah prehipertensi,

berat badan berlebih, kurang aktivitas, konsumsi makanan yang mengandung natrium tinggi,
merokok, dan sindroma metabolik.6
2.3.1 Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko
terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan
penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat.
2.3.2 Usia
Tekanan darah meningkat seiring dengan berjalanya usia. Tekanan sistolik meningkat sesuai
dengan usia, sedangkan tekanan diastolik tidak berubah mulai dekade ke-5. Hipertensi sistolik
isolasi merpakan jenis hipertensi yang paling ditemukan pada orang tua. 6
2.3.3 Ras Afrika-Amerika
Hipertensi lebih sering terdapat pada ras AFrika-Amerika dibandingkan dengan orang kulit putih,
dan pada kedua ras tersebut biasanya lebih banyak pada golongan sosioekonomi rendah. 6
2.3.4 Berat Badan Berlebih
Semakin tinggi berat badan, semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
oksigen dan utrisi jaringan. Volume darah meningkat di dalam pembuluh darah dan terjadi
peningkatan tekanan dinding arteri.3
2.3.5 Kurang Aktivitas
Orang yang kurang aktivitas cenderung memiliki denyut jantung yang lebih banyak. Semakin
tinggi denyut jantung, semakin berat jantung harus bekerja pada setiap kontraksi dan lebih kuat
tekanan pada arteri. 6
2.3.6 Konsumsi Tinggi Natrium
Konsumsi makanan yang mengandung banyak natrium dapat menyebabkan tertahannya air di
dalam

pembuluh

darah,

sehingga

meningkatkan

tekanan

darah.

Kalium

membantu

menyeimbangkan banyaknya natrium di dalam sel. Jika kurang mengkonsumsi natrium, maka
akan banyak terakumulasi natrium di dalam darah. 6

2.3.7 Merokok
Zat-zat kimia pada rokok dapat menyebaban kerusakan pada dinding arteri yang menyebabkan
penyempitan arteri sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. 6
2.3.8 Sindroma Metabolik
Sindroma metabolik didefinsikan sebagai jika tiga dari criteria terpenuhi: lingkar perut
membesar (pria: > 100 cm, wanita: 90 cm), gula puasa darah terganggu (normal < 126 md/dl),
peningkatan tekanan darah 130/85 mmHg, trigliserida plasma 150 mg/dl, atau kolesterol HDL
<40 mg/dL , <50 mg/dL pada wanita. Di hipotesiskan bahwa resistensi insulin mungkin
merupakan patofisiologi teradinya sindroma metabolik. 6
2.4 PATOFISIOLOGI
Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi dilakukan oleh aksi
memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan dukungan dari arteri (peripheral resistance/PR).
Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai
faktor yang kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor
tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan / atau ketahanan periferal. 7
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh
darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks
adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor
pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetus keadaan hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung
jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.

Gambar 2.1 Patofisiologi terjadinya hipertensi


2.5 MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang paling sering muncul adalah nyeri kepala. Hypertensi yang meningkat dengan cepat
dapat menimbulkan gejala seperti somnolen, bingung, gangguan penglihatan, mual dan muntah.8
Pada aldosteronism primer, pasien merasakan lemas otot, polyuria, da nocturia karena
hypokalemia. Hipertensi kronik sering menyebabkan pembesaran jatung kiri, yang dapat
menimbulkan gejala sesak napas yang berhubungan dengan aktivitas dan paroxysmal nocturnal
dyspnea. Keterlibatan cerebral karena stroke yang disebabkan oleh trombosis atau hemoragik
dari mikroaneurisma. 8
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan bentuk tubuh, termasuk berat dan tinggi
badan. Pada pemeriksaan awal, tekanan darah diukur pada kedua lengan, dan lebih baik dikukur
pada posisi terlentang, duduk, dan berdiri untuk mengevaluasi hipotensi postural. Dilakukan
palpasi leher untuk mempalpasi dari pembesaran tiroid dan penilaian terhadap tanda hipotiroid
atau hipertiroid. Pemeriksaan pada pembuluh darah dapat dilakukan dengan funduskopi,
auskultasi untuk mencari bruit pada arteri karotis. Retina merupakan jaringan yang arteri dan
arteriolnya dapat diperiksa dengan seksama. Seiring dengan peningkatan derajat beratnya

hipertensi dan penyakit aterosklerosis, pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan


peningkatan reflex cahaya arteriol, hemoragik, eksudat, dan papiledema. Pemeriksaan pada
jantung dapat ditemukan pengerasan dari bunyi jantung ke-2 karena penutuan dari katup aorta
dan S4 gallop. Pembesaran jantung kiri dapat dideteksi dengan iktus kordis yang bergeser ke
arah lateral. 8
2.6 MANAJEMEN TERAPI
Pada mayoritas pasien, menurunkan tekanan sitolik lebih sulit dibandingkan dengan
menurunkan tekanan diastole. Walaupun kontrol tekanan darah yang efektif dapat dicapai pada
penderita hipertensi, mayoritas membutuhkan dua obat antihipertensi atau lebih. Kegagalan
melakukan modifikasi gaya hidup, dosis obat antihipertensi yang adekuat, atau kombinasi obat
yang tidak sesuai menyebabkan kontrol tekanan darah tidak adekuat.7
2.6.1 Modifikasi Gaya Hidup
Gaya hidup yang sehat merupakan prevensi terhadap peningkatan tekanan darah dan
termasuk dalam pengobatan hipertensi. Perubahan gaya hidup dapat menurunkan atau menunda
insiden dari hipertensi, dan meningkatkan efek dari obat antihipertensi, dan penurunan risiko
kardiovaskular.7

Tabel 2 Perubahan Gaya Hidup untuk Mencegah dan Pengobatan hipertensi7


2.6.2 Obat-obat Antihipertensi
Penanggulangan hipertensi dengan obat dilakukan bila dengan perubahan gaya hidup tekanan
darah belum mencapai target (>140/90 mmHg) atau > 130/80 mmHg pada diabetes atau penyakit
ginjal kronik. Pemilihan berdasarkan ada/tidaknya indikasi khusus. Bla tidak ada indikasi khusus
pilihan obat juga tergantung pada derajat hipertensi.7
Sesudah pemakaian obat antihipertensi, pasien harus melakukan follow-up dan pengaturan dosis
obat setiap bulannya atau sesudah target tekanan darah tercapai. Serum kalium dan kreatinin

harus di monitor setidaknya satu sampai dua kali per tahun. Sesudah target tekanan darah
tercapai, follow-up dapat 3-6 bulan sekali.7
Pedoman penggunaan obat-obatan antihipertensi menurut JNC 8:2
1. Pada pasien 60 tahun atau lebih yang tidak memiliki diabetes atau penyakit ginjal kronik,
maka target terapi tekanan darah sekarang <150/90 mHg.
2. Pada pasien 18-59 tahun tanpa kormobiditas mayor, dan pada pasien 60 tahun atau lebih yang
memiliki diabetes, penyakit ginjal kronik, atau keduanya, maka target terapi tekanan darah
yang baru adalah <140/90 mmHg.
3. Terapi lini pertama dan selanjutnya sekarang harus dibatasi menjadi empat golongan obat:
diuretik-tipe thiazide, calcium channel blocker (CCB), ACE Inhibitor, dan ARB.
4. Alternatif lini kedua dan ketiga termasuk dosis yang lebih tinggi atau kombinasi dari
diuretik-tipe thiazide, calcium channel blocker, ACE Inhibitor, dan ARB.
5. Beberapa obat sekarang didesain sebagai alternatif lini selanjutnya yaitu: beta-blockers,
alphablockers, alpha1/beta-blockers (mis. carvedilo), vasodilating beta-blockers (mis.
nebivolol), central alpha2/-adrenergic agonists (mis. clonidine), direct vasodilators (mis.
hydralazine), loop diuretics (mis. furosemide), aldosterone antagoinsts (mis. spironolactone),
dan peripherally acting adrenergic antagonists (mis. reserpine).
6. Saat memulai terapi, pasien keturunan Afrika tanpa penyakit ginjal kronik harus
menggunakan CCB dan thiazide daripada ACE Inhibitor.
7. Penggunaan ACE Inhibitor dan ARB direkomendasikan pada seluruh pasien dengan penyakit
ginjal kronik tanpa melihat latar belakang etnis, baik sebagai terapi lini pertama atau sebagai
tambahan pada terapi lini pertama.
8. ACE Inhibitor dan ARB tidak boleh digunakan pada pasien yang sama secara bersamaan.
9. CCB dan diuretik tipe thiazide harus digunakan daripada ACE Inhibitor dan ARB pada
pasien lebih dari 75 tahun dengan fungsi penurunan fungsi ginjal karena adanya risiko
hiperkalemia, peningkatan kreatinin, dan penurunan fungsi ginjal yang lebih parah.

2.7 KOMPLIKASI
2.7.1 Jantung

Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan kematian pada pasien
hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan hasil dari perubahan struktur dan fungsi yang
menyebabkan pembesaran jantung kiri disfungsi diastolik, dan gagal jantung. 8
2.7.2 Otak
Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan hemoragik otak. Sekitar 85
% dari stroke karena infark dan sisanya karena hemoragik. Insiden dari stroke meningkat secara
progresif seiring dengan peningkatan tekanan darah, khususnya pada usia > 65 tahun.
Pengobatan pada hipertensi menurunkan insiden baik stroke iskemik ataupun stroke hemorgik. 8
2.7.3 Ginjal
Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering terjadi pada renal
insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati, tekanan darah harus 130/80 mmHg atau lebih
rendah, khususnya ketika ada proteinuria. 8
2.8 PROGNOSIS
WHO membuat tabel stratifikasi dan membuat tiga kategori risiko yang berhubungan dengan
timbulnya kejadian penyakit kardiovaskular selama 10 tahun ke depan: (1) risiko rendah, kurang
dari 15 %. (2) risiko menengah , sekitar 15-20 %. (3) risiko tinggi, lebih dari 20 %.13

Tabel 3 Faktor yang Mempengaruhi Prognosis13

BAB IV
PEMBAHASAN
Ny. A datang ke puskesmas Samudera dengan keluhan nyeri kepala. Sejak 1 minggu ini pasien
merasakan keluhan ini secara terus menerus sehingga membuat pasien datang berobat ke
puskesmas. Keluhan ini membuat kepala pasien terasa berat dan menjalar hingga ke leher.
Keluhan ini merupakan keluhan yang sering dialami oleh pasien-pasien dengan hipertensi.
Penyebab pastinya masih belum diketahui. Namun terdapat kondisi yang disebut dengan
hipertensi intracranial yang mana 90% pasien yang menderita mengalami nyeri kepala yang
berterusan yang tidak dapat diobati seperti nyeri kepala biasa. Nyeri kepala dengan hipertensi
intracranial disebut sebagai nyeri kepala hebat dengan disertai muntah proyektil. Pasien tidak
mengeluhkan ini dan kemungkinan nyeri kepala hanyalah tension type headache yang dapat
diatasi dengan obat analgetik sedang.
Ny. A juga mengeluhkan kelehanan terutama jika melakukan aktivitas yang agak berat.
Gejala ini menunjukkan adanya kelainan pada system kardiovaskular yang sangat berperan
dalam menghantar oksigen dan nutrisi yang diperlukan oleh otot untuk melakukan metabolism.
Diperlukan pemeriksaan penunjang lanjutan untuk mengetahui fungsi dari jantung pasien untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya gangguan pada pompa jantung.
Ny. A sudah 15 tahun didiagnosis dengan hipertensi. Faktor resiko yang dimiliki oleh
Ny.A adalah faktor usia, faktor kurang aktivitas dan konsumsi garam natrium yang tinggi. Ny. A
juga mempunyai riwayat keturunan yang menderita hipertensi. Faktor usia sangat berpengaruh
terhadap terjadinya hipertensi. Dengan bertambah nya usia, elastisitas pembuluh darah menjadi
berkurang karena terjadinya proses sklerosis yang mengurangkan kemampuan pembuluh darah
untuk meregang. Seluruh proses ini menyebabkan tahanan perifer meningkat yang akhirnya
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah.
Ny. A yang berusia 60 tahun mengaku sangat jarang melakukan aktivitas fisik seperti
olahraga. Kurang olah raga juga merupakan salah satu factor resiko terjadinya hipertensi.
Aktivitas fisik diketahui membantu dalam metabolisme lemak di mana lemak LDL yang
berperan dalam pembentukan plak diangkut ke hati untuk dimetabolisme. Kemungkinan faktor

usia juga membuat Ny.A tidak sanggup untuk beraktivitas karena massa otot yang ikut
berkurang.
Ayah Ny. A merupakan seorang penderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang
menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama
pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan
risiko hipertensi 2-5 kali lipat.
Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap Ny. A untuk mengetahui faktor resiko lain
yang dapat mempengaruhi tekanan darah seperti profil lipid dan kadar gula darah serum serta
pemeriksaan lain untuk mengetahui prognosis penyakit.

Anda mungkin juga menyukai