Anda di halaman 1dari 7

AKHLAK ISLAMI;

PEMBENTUKAN AKHLAK ISLAMI


A. Pengertian Akhlak Islami dan Ruang Lingkup
Secara sederhana akhlak islami dapat diartikan sebagai akhlak yang
berdasarkan ajaran islam atau akhlak yang bersifat islami. Kata islam yang
berada di belakang kata akhlak dalam hal menempati sebagai sifat.
Dengan demikian akhlak islami adalah perbuatan yang dilakukan
dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan sebenarnya yang didasarkan
pada islam. Dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka akhlak islami juga
bersifat universal. Namun dalam rangka menjabarkan akhak islami yang
universal ini diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan
sosial yang terkandung dalam ajaran etika dan moral.
Dengan kata lain Akhlak Islami adalah akhlak yang disamping
mengakui adanya nilai-nilai universal sebagai dasar bentuk akhlak, juga
mengakui nilai-nilai yang bersifat lokal dan temporal sebagai penjabaran atas
nilai-nilai yang universal itu. Sebagai contoh yaitu menghormati kedua orang
tua, adalah akhlak yang bersifat mutlak dan universal. Sedangkan bagaimana
bentuk dan cara menghormati kedua orang tua itu dapat dimanifestasikan oleh
hasil pemikiran menusia yang dipengaruhi oleh kondisi dan situasi di mana
orang yang menjabarkan nilai universal itu berada.
Akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika atau
moral, walau etika dan moral itu di perlukan dalam rangka menjabarkan
akhlak yang berdasarkan agama (akhlak Islami). Hal ini disebabkan karena
etika terbatas pada sopan santun antara sesama manusia saja, serta hanya
berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Jadi ketika etika digunakan untuk
menjabarkan akhlak Islami, itu tidak berarti akhlak Islami dapat dijabarkan
sepenuhnya oleh etika dan moral.
Akhlak (Islami) menurut Quraish Shihab lebih luas maknanya daripada
yang telah dikemukakan terdahulu secara mencangkup pula beberapa hal
yang tidak merupakan sikap lahiriah. Misalnya yang berkaitan dengan sikap
batin maupun pikiran.

Akhlak Islami adalah akhlak yang menggunakan tolak ukur ketentuan


Allah. Quraish shihab dalam hubungan ini mengatakan, bahwa tolak ukur
kelakuan baik mestilah merujuk kepada ketentuan Allah. Apa yang dinilai baik
oleh Allah pasti aik dalam esensinya. Demikian pula sebaliknya, tidak munkin
Dia menilai kebohongan sebagai kelakuan baik, karena kebohongan esensinya
buruk
Ruang lingkup akhlak islami adalah sama dengan ruang lingkup ajaran
islam itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak
diniah (agama/ islami) mencangkup berbagai aspek, dimulai dari akhlak
terhadap Allah, hinga kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuhan,
dan benda-benda yang tak bernyawa). Berbagai bentuk dan ruang lingkup
akhlak islami yang demikian itu dapat dipaparkan sebagai berikut :
1. Akhlak Terhadap Allah
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada tuhan
sebagai Khalik.
2. Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Quran berkaitan dengan
perilaku terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya
dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negative seperti membunuh,
menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar,
melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan jalan menceritakan
aib seseorang dibelakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah,
walaupun sambil memberikan materi kepada yang disakiti hatinya itu.
3. Akhlak terhadap Lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan disini ialah segala sesuatu yang di
sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda
tak bernyawa.
B. Arti Pembentukan Akhlak dan Metode Pembinaan Akhlak
Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang
tujuan pendidikan, karena banyak sekali pendapat para ahli yang mengatakan
2

bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Muhammad Athiyah alAbrasyi misalnya mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak
adalah jiwa dan tujuan pendidikan islam.
Menurut sebagian ahli, akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak
adalah insting (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Selanjutnya
pendapat lain mengatakan, akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan,
pembinaan dan perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Ibnu Miskawaih, Ibn
Sina, al-Ghazali dan lain-lain termasuk kelompok yang mengatakan akhlak
adalah hasil usaha (Muktasabahah).
Pada kenyataanya dilapangan, usaha pembinaan akhlak melalui
berbagai lembaga pendidikan dengan berbagai macam metode terus
dikembangkan. Ini mnunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina, dan
pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi
muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, hormat
kepada orang tua, saying kepada sesama makhluk Tuhan dan seterusnya.
Bayangkan saja jika anak-anak tidak dibina dalam hal akhlak?. Keadaan
pembinaan ini semakin terasa diperlukan terutama pada saat dimana semakin
banyak tantangan dan godaan sebagai dampak dari kemajuan dibidang iptek.
Dengan demikian pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha
sungguh-sungguh dalam rangka membentuk pribadi, dengan menggunakan
sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram baik serta dilaksanakan
dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Pembentuksn akhlak ini dilakukan
berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi
dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada pada diri manusia, termasuk
didalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani
dan intuisi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.1
Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam
islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad
SAW. yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Perhatian islam yang demikian terhadap pembinaan akhlak dapat pula dilihat
dari perhatian islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan dari
1. Muhammad Athiyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bulan Bintang, 2004), h. 15.
3

pada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan
yang baik yang selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan
kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan batin. Perhatian islam
dalam pembinaan akhlak selanjutnya dapat dianalisis pada muatan akhlak
yang terdapat pada seluruh aspek ajaran islam. Ajaran islam tentang keimanan
misalnya sangat berkaitan erat dengan mengerjakan serangkaian amal salih
dan perbuatan terpuji.
Pembinaan akhlak dalam islam juga terintegrasi dengan pelaksaan
rukun iman. Hasil analisis Muhammad al-Ghazali terhadap rukun islam yang
lima telah menunjukkan dengan jelas, bahwa dalam rukun islam yang lima itu
terkandung konsep pembinaan akjlak. Misalnya, rukun islam yang pertama
adalah mengucapkan dua kalimat syahadat. Kalimat ini mengandung
pernyataan bahwa selama hidupnya manusia hanya tunduk kepada aturan dan
tuntutan Allah. Orang yang tunduk dan patuh pada aturan Allah dan rasul-Nya
sudah dapat dipastikan akan menjadi orang yang baik. Begitu juga pada butirbutir rukun islam yang lain, masing-masing mengandunga konsep tentang
akhlak.
Berdasarkan analisis ersebut. Kita dapat mengatakan bahwa islam
sanga memberi perhatian yang besar terhadap pembinaan akhlak, termasuk
cara-caranya. Hubungan antara rukun iman dan rukun islam terhadap
pembinaan akhlak yang ditempuh islam adalah menggunakan cara atau system
yang integrated, yaitu system yang menggunakan berbagai sarana peribadatan
dan lainnya secara simultan untuk diarahkan pada pembinaan akhlak.
Cara lain yang dapat ditempuh untuk pembinaan akhlak ini adalah
pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara kontinyu.
Berkenaan dengan ini imam al-Ghazali mengatakan bahwa kepribadian
manusia itu pada dasrnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui
pembiasaan.
Dalam tahap-tahap tertentu, pembinaan akhlak, khususnya akhlak
lahiriah dapat pula dilakukan dengan cara paksaan yang lama kelamaan tidak
lagi terasa dipaksa. Cara lain yang tak kalah ampuhnya adalah melalui
keteladanan. Pendidikan itu tidak akan sukses, melainkan jika disertai dengan

pemberian contoh teladan yang baik dan nyata. Cara yang demikian itu telah
dilakukan oleh Rasulullah.
Selain itu pembinaan akhlak dapat pula ditempuh dengan cara
senantiasa menganggap diri ini sebagai yang banyak kekurangannya dari pada
kelebihannya. Pembinaan akhlak secara efektif dapat pula dilakukan dengan
memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina.2
C. Faktor Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran yang
amat popular. Pertama aliran natifisme. Kedua, aliran empirisme, dan ketiga
aliran konvergensi.
Menurut aliran nativisme bahwa factor yang paling berpengaruh
terhadap pembentukan diri seseorang adalah factor pembawaan dari dalam
yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, akal, dll.
Menurut aliran empirisme bahwa factor yang paling berpengaruh
terhadap pembentukan diri seseorang adalah factor dari luar, yaitu lingkungan
social,termasuk pendidikan dan pembinaan yang diberikan.
Selanjutnya pada aliran konvergensi berpendapat pembentukan akhlak
dipengaruhi oleh factor internal, yaitu pembawaan si anak, dan factor dari luar
yaitu pendidikan dan pembinaan yang dinuat secara khusus, atau melalui
interaksi dalam lingkungan social.
Aliran yang ketiga ini tampak sesuai dengan ajaran islam. Hal ini dapat
dipahami dari ayat berikut:





Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. Al-Nahl, 16: 78).

2. Muhammad al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, (terj.) Moh. Rifai, dari judul
asli Khuluq al-Muslim, (Semarang: Wicaksana, 2003), h 13.
5

Dengan demikian factor yang mempengaruhi pembinaan akhlak pada


anak ada dua, yaitu dari dalam merupakan potensi fisik, imtelektual dan hati
(rohaniah) yang dibawa anak sejak lahir, dan faktor dari luar yang dalam hal
ini adalah kedua orang tua dirumah, guru disekolah, dan tokoh-tokoh serta
pemimpin dimasyarakat. Melalui kerja sama yang baik antara tiga lembaga
pendidikan tersebut, mala aspek kognitif (pengetahuan), afektif (penghayatan)
dan psikomotorik (pengamalan) ajaran yang diajarkan akan terbentuk pada
diri anak.
D. Manfaat Akhlak Mulia
Al-Quran dan hadits banyak sekali memberi informasi tentang
manfaat akhlak yang mulia. Allah berfirman:






Barangsiapa mengerjakan perbuatan yang saleh baik laki-laki maupun
perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk
surge, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab. (QS. Al-Mumin, 40:
40).
Selain ayat diatas, ada pula ayat lain yang memberi pemaparan
mengenai akhlak mulia, misalnya pada surat an-Nahl ayat 97 dan pada alKahfi ayat 88. Ayat ayat tersebut dengan jelas menggambarkan keuntungan
atau manfaat dari akhlak yang mulia. Mereka itu akan memperoleh kehidupan
yang baik, mendapatkan rizki yang berlimpah, dsb. Selanjutnya dalam hadits
juga disebutkan leterangan tentang keberuntungan dari akhlak yang mulia,
antara lain:
a. Memperkuat dan menyempurnakan agama
b. Mempermudah perhitungan amal di akhirat
c. Menghilangkan kesulitan
d. Selamat hidup di dunia dan akhirat

Uraian tersebut hanya menjelaskan sebagian kecil dari manfaat akhlak baik.
Tentunya masih banyak lagi keuntungan akhlak.

Anda mungkin juga menyukai