Anda di halaman 1dari 10

SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TASAUF

A. Sikap Kerohanian yang ditunjukkan Nabi


Awal tasawuf islam terjadi setelah turunnya Al-Quran kepada nabi
Muhammad SAW. Setelah Muhammad menjadi Rasul Allah, mulailah beliau
mengajak manusia membersihkan rohaninya dari kotoran-kotoran nafsu
amarah yang tidak sesuai dengan fitrah aslinya. Beliau berdakwah menyeru
manusia memperteguh tauhid dan mempertinggi akhlaknya untuk mencapai
keridhaan Allah.
Kehidupan Rasulullah sudah cukup menjadi suri tauladan para sufi
yang ingin menempuh jalan kebenaran. Rasulullah menempuh hidupnya yang
penuh liku-liku itu dengan iman yang mantap dan ketabahan yang bergelora.
Ketika perjuangan baru dimulai, tulang punggung perjuanagan dakwahnya
patah. Abu Thalib meninggal dan Khadijah wafat pula, padahal beliau sangan
butuh bantuan dari kedua orang ini. Rasulullah menerima sgalanya dengan
tabah dan tenang.
Kemuadian beliau mencoba pergi ke Thaif. Dan sesampainya di sana,
dakwahnya ditolak orang. Dia pulang membawa luka dan derita, sampai
kakinya berdarah akibat lemparan batu dari penduduk Thaif yang sudah
mengintainya di sepanjang jalan yang ia lewati. Terasa letih dan pedih
tubuhnya kena lemparan, dia akan berhenti, tetapi pemuda-pemudi di sana
membentak, terus berjalan !. Dia meneruskan perjalanan di tengah-tengah
kepungan ummat yang jahil itu. Maka ia terima segalanya ini dengan tabah.
Rasulullah SAW. Tidak membenci dunia, tetapi beliau tidak mau
terpengaruh oleh urusan dunia. Sahabat-sahabat nabi pernah berhimpun di
rumah Utsman bin Mazhun Al-Jumahy para sahanat yang terdiri dari Ali, Abu
Bakar, Abdullah bin masut, Abu Zar, Salim Maula, Abi Huzaifah, Abdullah
bin Umar, Miqdad bin Aswad, Salman Al-Farisi, Maqal bin Muqrin dan tuan
rumah. Mereka bermusyawarah untuk berpuasa siang hari, tidak tidur di atar
kasur, tidak memakan daging dan lemak, tidak mendekati istri, tidak memakai

minyak wangi, akan memakai wool kasar, akan meninggalkan dunia, akan
mengembara di muka bumi.1
B. Sejarah Gerakan Zuhud
Zuhud berarti , artinya tidak tertarik terhadap sesuatu
dan meninggalkannya. , berarti mengosongkan diri dari kesenangan
dunia untuk ibadah.2
Menurut Ignaz Goldziher yang dikutip Abu al-Wafa al-Ghanimi alTaftazani menyatakan bahwa tasawuf mempunyai dua aliran. Pertama,
asketisme (zuhud), dan ini mendekati semangat Islam serta Ahlus Sunnah,
sekalipun tampak pula terkena dampak asketisme Masehi.Kedua. tasawuf
dalam pengertiannya yang luas maupun segala ucapanya yang berkaitan
dengan pengenalan terhadap Allah, yang kedua ini menurutnya terkena
dampak Neoplatonisme dan ajaran Budha atau Hindu.3
Kemudian Harun Nasution dalam Falsafah dan Mistisisme dalam
Islam, menjabarkan penyebab munculnya zuhud yakni: Pertama,Pengaruh
Kristen dengan faham menjauhi dunia dan hidup mengasingkan diri dalam
biara-biara. Kedua, pengaruh ajaran Pythagoras untuk meninggalkan dunia
dan pergi berkontemplasi. Ketiga, pengaruh ajaran Plotinus yang menyatakan
dalam rangka pensucian ruh yang telah kotor untuk mendekatkan diri kepada
Tuhan ialah dengan meninggalkan dunia. Keempat, pengaruh ajaran Budha
yang menyatakan bahwa untuk mencapai nirwana, orang harus meninggalkan
dunia dan berkontemplasi. Kelima, pengaruh Hinduisme yang mendorong
manusia untuk meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan untuk mencapai
persatuan Atman dan Brahman.4
Sedangkan menurut R.A. Nicholson yang dikutip Asmaraman, lahirnya
gerakan zuhud disebabkan oleh dua faktor, yaitu dampak ajaran Islam itu
11. Ahmad Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), h. 89
2. Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000),
hlm.1.
3. Ahmad Rofi Utsmani , Sufi dari Zaman Kezaman (Suatu Pengantar Tentang
Tasawuf), (Bandung : Pustaka, 1985 ), hlm. 54.
4 Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang:
1995, hlm. 62

sendiri dan ajaran kependetaan Nasrani. Namun, ia lebih berpendapat bahwa


ajaran Islam yang lebih dominan memberikan dampak terhadap lahirnya
gerakan hidup zuhud.5
C. Perkembangan Zuhud dan Hubungan dengan Sejarah
Islam
1. Masa Pembentukan
Meskipun gerakan zuhud pada masa Rasul dan para sahabat belum
dikenal namun substansi dari zuhud itu sendiri di masa Rasul dan sahabat
telah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan sebelum diangkat
menjadi seorang Rasul, Muhammad sudah menunjukan perilaku zuhud.
Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan Muhammad yang sering
menyendiri di gua Hira. Ke dalam gua beliau pergi menyisihkan dirinya,
memutuskan hubungan sementara waktu dengan masyarakat sekeliling,
mencari kebersihan ruhani dan memohon ketentuan jalan yang akan
ditempuh, pada tiap-tiap bulan Ramadhan, bertahun-tahun sebelum beliau
ditentukan menjadi Rasulullah. Di gua Hira beliau melepaskan jiwa dari
ikatan kemewahan dunia, keributan dan kerepotan hidup.
Dengan demikiaan, zuhud pada dasarnya telah dipraktikkan pada
masa rasul dan sahabat dalam kehidupan sehari-hari, meskipun gerakan
zuhud belum banyak dikenal pada masa itu.
Selanjutnya aliran zuhud atau asketisme timbul pada akhir abad I
dan permulaan abad II Hijriah. Aliran ini timbul sebagai reaksi terhadap
hidup mewah dari khalifah dan keluarga serta pembesar-pembesar negara
akibat dari kekayaan yang diperoleh setelah Islam meluas ke Syiria,Mesir,
Mesopotania dan persia. Orang melihat perbedaan besar antara hidup
sederhana dari Rasul dan serta para sahabat dan khalifah yang empat ; Abu
Bakar, Umar, Utsman, Ali.
Pada saat itu Muawiyah hidup sebagai raja Roma dan persia
dalam kemegahannya. Oleh karana itu banyak orang-orang yang tidak mau
turut dalam hidup kemewahan dan ingin mempertahankan hidup
5 Asmaraman As., Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: Grafindo Persada, 1994),
hlm. 229.

kesederhanaan di zaman Rasul dan sahabat-sahabatnya, menjauhkan diri


dari dunia kemewahan itu.
Pada abad I dan II ini dikenal beberapa tokoh diantaranya, Hasan
Basri yang tampil pertama dengan ajaran Khauf dan Raja, mempertebal
takut dan harap kepada Tuhan, Rabiah al- Adawiyah seorang sufi wanita
yang terkenal dengan ajaran cintanya (hub al-ilah), Sufyan Tsauri murid
dari Hasan Basri yang memiliki pendirian kuat tidak mau mendekati rajaraja dan tak mau terbuai oleh kemewahan, dan dia memperluas ajaran
gurunya yakni Khauf dan Raja kepada murid-muridnya
Berawal pola hidup zahid inilah kemudian zuhud mulai
berkembang

kedalam

sebuah

ajaran

esoteris

Islam

yang

lebih

komprehensip dalam kaitanya untuk mengadakan kedekatan dan


komunikasi langsung antara manusia dan Tuhannya yang kemudian lebih
dikenal dengan nama tasawuf.6
2. Masa Pengembangan.
Setelah zuhud berkembang dalam bentuk yang lebih kompleks
yakni tasawuf, kemudian dilanjutkan pada masa pengembangannya yaitu
pada abad III dan IV Hijriyah di mana tasawuf sudah mempunyai corak
yang berbeda dengan sebelumnya. Pada abad ini tasawuf sudah bercorak
kefanaan (ekstase) yang menjurus ke persatuan hamba dengan Khalik.
Orang sudah ramai membahas tentang lenyap dalam kecintaan (fana fi
al-Mahbub), bersatu dengan kecintaan (ittihad bi al-Mahbub), kekal
dengan Tuhan (baqa bi al-Mahbub), bertemu dengan-Nya (liqa) dan
menjadi satu dengan-Nya (ain al-jama).
Pada masa ini muncul beberapa tokoh terkemuka dalam dunia
tasawuf diantaranya: Abdul Faidh Zin-Nun al Misri, dengan inti ajaranya
ialah kunci akan kemegahan dunia, dan berjalan dengan garis yang
ditentukan dalam Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, dan takut insan akan
terpaling dari dari ajakan ketentuan itu karena menuruti hawa nafsu dan
syahwat. Abu Yazid Bustami dengan ajaran hululnya yang menyatakan
bahwa hamba dan Tuhan sewaktu-waktu berpadu menjadi satu. Husin Bin
Mansur Al-Hallaj dengan inti ajarannya yaitu; Hulul, yang berarti
6 Amin Syukur, Op.Cit, h. 20

ketuhanan (lahut) menjelma kedalam diri insan (nasut), kesatuan segala


agama, Alhaqiqatul Muhammadiyah, yaitu nur Muhammad sebagai asalusul segala kejadian amal perbuatan dan ilmu pengetahuan, dan dengan
perantaraannyalah seluruh alam ini dijadikan. Di masa ini tasawuf seakan
sudah menjadi mazhab, bahkan seolah seperti agama yang berdiri sendiri.
Menurut Abu al-Wafa sebagaimana yang dikutip Amin syukur,
menegaskan bahwa tasawuf pada abad III dan IV lebih mengarah kepada
ciri psikomoral, yang perhatianya pada moral dan tingkah laku dan telah
mencapai peringkat tertinggi dan terjernih. Di masa ini terdapat dua aliran
tasawuf, yakni Pertama, tasawuf sunni, dengan bentuk memagari dirinya
dengan

Al-Quran

dan

Hadits,

serta

mengaitkan ahwal

dan maqamat mereka kepada kedua sumber tersebut. Kedua, aliran


tasawuf semi falsafi, di mana para pengikutnya cenderung kepada
ungkapan-ungkapan
keadaan fana menuju

ganjil

(Syathahiyat)

pernyataan

tentang

serta

bertolak

terjadinya

dari

penyatuan

(ittihad atauhulul).7
3. Masa Konsolidasi
Tasawuf pada abad V Hijriyah mengadakan konsolidasi. Pada masa
ini ditandai kompetisi dan pertarungan antara tasawuf semi falsafidengan
tasawuf sunni, yang dimenangkan oleh tasawuf sunni, dan berkembang
sedemikian rupa, sedangkan tasawuf semi falsafitenggelam dan akan
muncul kembali pada abad VI Hijriyah dalam bentuk yang lain.
Kemenangan tasawuf sunni dikarenakan menangnya teologi Ahl Sunnnah
wa al-Jamaah yang dipolopori oleh Abu al-Hasan al-Asyary (324 H)
yang mengadakan kritik pedas terhadap teori Abu Yazid al-Busthamy dan
al-Hallaj, yang dianggap bertentangan dengan kaidah dan akidah Islam.
Oleh karena tasawuf pada abad tersebut cendrung mengadakan
pembaharuan, atau menurut Annamarie Schimmel yang dikutip Amin
Syukur, menyebutnya sebagai periode konsolidasi. Yakni periode yang
ditandai pemantapan dan pengembalian tasawuf kelandasannya, al-Quran
dan Hadits.
7 Ibid, h.104

Adapun tokoh-tokoh sufi terkenal dan ajaran-ajaranya pada masa


tersebut antara lain: Pertama, al-Qusyairi, yang mengkritik dua hal yakni
tentang syathahiyat nya para sufi semi falsafi dan cara pakaian mereka
yang menyerupai orang miskin, sementara tindakan mereka pada saat yang
sama bertentangan dengan pakaiannya. Dia menekankan bahwa kesehatan
batin dengan berpegang teguh kepada al-Quran dan Sunnah lebih penting
dari pada pakaian lahiriah. Kedua, al-Harawy, penyusun teori fana dalam
kesatuan

yang

berbeda

denganfana nya

sufi semi

falsafi.

Baginya fana adalah ketidak sadaran terhadap penyaksiannya serta


dirinya sendiri, disebabkan dia sirna dengan yang disembahnya lewat
penyembahan

kepada-Nya.

Dia

menganggap

mengeluarkan syathahat (kata-kata

aneh),

orang

hatinya

yang
tidak

suka
bisa

tentram. Ketiga, al-Ghazali, dengan corak tasawuf psiko-moral yang


mengutamakan

pendidikan

moral.

Dia

menilai

negatif

terhadap syathahiyat karena mempunyai dua kelemahan yakni, kurang


memperhatikan kepada amal lahiriah, hanya mengungkapkan kata-kata
yang sulit difahami dan keganjilan ungkapan yang tidak dapat dipahami
maknanya pada dasarnya diucapkan dari hasil pikiran yang kacau, hasil
imaginasi sendiri. Dia menolak teori kesatuan dan menyodorkan teori baru
tentang marifat dalam batas pendekatan diri kepada Tuhan (taqarrub ila
Allah), tanpa diikuti penyatuan dengan-Nya dengan jalan ilmu dan amal
shaleh, sementara buahnya adalah moralitas.
Dengan demikian dapat difahami bahwa corak tasawuf pada abad
ini ialah tasawuf yang berusaha kembali kepada ajaran-ajaran Islam dan
tradisi Rasulullah, yang lebih mengutamakan kepada amal perbuatan
shaleh dan perbaikan moral manusia dengan memperbanyak ibadah
kepada Allah swt .
4. Masa Falsafi
Setelah tasawuf semi falsafi mendapat hambatan dari tasawuf
sunni, maka pada abad VI Hijriyah tampillah tasawuf falsafi, yaitu tasawuf
yang

bercampur

dengan

ajaran

filsafat.

Dikatakan

sebagai

tasawuf falsafi karena disatu pihak memakai term-term filsafat, namun

dilain

pihak

pendekatan

terhadap

Tuhan

memakai

metode dzauq/intuisi/wujdan (rasa).


Keistimewaan tasawuf pada masa ini ialah lanjutan penyelidikan
dengan cara filosofis didalam membuka hijab (dinding) yang membatasi
hidup lahir dengan alam ruhani. Riadhah latihan dan mujahadah
(perjuangan batin) lebih diperkuat dari pada abad-abad terdahulu.
Melemahkan kekuatan indra lahir dan memperkuat kekuatan indra batin,
memberi makan ruh dan akal dengan ibadah dan dzikir.
Tokoh-tokoh
sufi
kenaman
pada
diantaranya

: Pertama, Ibnu

Araby

dengan

masa

ajaran wahdat

ini
al-

wujudnya yang menyatakan bahwa wujud (yang ada) itu hanya satu,
wujudnya mahluk adalah ain ujudnya Khalik dan pada hakikatnya tidak
ada perbedaan diantara keduanya. Kedua, Suhrawardi al-Maqtul dengan
ajaran israqiyahnya yang menyatakan tujuan segala-galanya, baik
pertapaan, ahli hikmah, ahli filosof, hanyalah satu jua yaitu menuntut
cahaya kebenaran dari cahayanya segala cahaya yaitu Allah. Ketiga, Ibn
Sabiin dengan teoriittihad tentang bersatunya manusia dengan Tuhan atas
dasar cinta.
Pada abad VI ini tasawuf memiliki karakter yang lebih condong
kepada ajaran-ajaran filsafat yang memiliki objek-objek tertentu di mana
menurut Ibn Khaldun seperti yang dikutip Amin Syukur, menyatakan
bahwa tasawuf falsafi memiliki empat objek utama yaitu : Pertama,
latihan rohaniah dengan rasa, intuisi serta introspeksi yang timbul
darinya. Kedua, Illuminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam
ghaib.Ketiga pristiwa-pristiwa dalam alam maupun kosmos berpengaruh
terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan. Keempat,
Penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar.
Kemudian abad VI ini dilanjutkan pada abad VII Hijriyah, yang
memunculkan cikal-bakal orde-orde (thariqah) sufi kenamaan. Hingga
dewasa ini, pondok-pondok tersebut merupakan oase oase ditengah gurun
pasir kehidupan duniawi.
Berawal dari thariqah tersebut, tasawuf pada akhirnya menjadi
sebuah organisasi kesufian yang terorganisir secara rapi dan muncul

kepermukaan dalam bentuk eksklusif yang mendakwakan diri bisa


menuntun manusia menuju pertemuan (communion) dengan Tuhan
Disini dapat difahami bahwa pada periode ini muncul kembali
tasawuf semi

falsafi dalam

bentuk

yang

lebih

ekstrim

yakni

tasawuf falsafiyang menggabungkan antara tasawuf dengan filsafat yang


kemudian dilanjutkan pada abad sesudahnya yang memunculkan thariqahthariqah dipimpin oleh seorang guru dan berkembang sampai sekarang ini
sebagai ajaran esoteris Islam.8
5. Masa Pemurnian
Menurut A. J. Arberry sebagaimana dikutip Amin Syukur,
menyatakan bahwa pada masa Ibn Araby, Ibnu Faridh, dan Rumy
merupakan masa keemasan gerakan tasawuf secara teoritis maupun
praktis. Pengaruh dan praktik-praktik tasawuf kian tersebar luas
melalui tariqah-tariqah, namun

tanda-tanda

keruntuhan

kian

jelas

dikarenakan kemunculan legenda keajaiban dikaitkan dengan tokoh-tokoh


sufi, danmassa awam menyambut tipu muslihat itu, dan bahkan terjadi
pengkultusan terhadap wali-wali (tokoh-tokoh sufi/guru). Khurafat dan
tahayul, klenikan dan hidup memalukan, berlaku tak senonoh, bicara tak
karuan, merupakan jalan menuju ketenaran, kekayaan dan kekuasaan.
Tasawuf pada waktu itu ditandai dengan bidah, khurafat,
mengabaikan syariat dan hukum-hukum moral dan penghinaan terhadap
ilmu pengetahuan, berbentengkan diri dari dukungan awam untuk
menghindarkan diri dari rasionalitas, dengan menampilkan amalan yang
irrasional. Azimat dan ramalan serta kekuatan ghaib ditonjolkan dan
kebiasaan membesar-besarkan kubur yang dikatakan sebagai seorang wali.
Bersamaan dengan itu, muncullah pendekar ortodok, Ibn Taymiyah yang
dengan lantang menyerang penyelewengan- penyelewengan para sufi
tersebut. Dia terkenal kritis, peka terhadap lingkungan sosialnya, dan
berusaha meluruskan ajaran Islam yang telah diselewengkan, untuk
kembali kesumber Islam, al-Quran dan al-Sunnah. Kepercayaan kepada
wali, khurafat dan bentuk-bentk bidah pada umumnya diluruskan.
8 Fadzlur Rahman, Islam, terj. Ahsin Muhammad, (Bandung : Penerbit Pustaka,
2000), hlm. 227.

Menurutnya yang disebut wali (kekasih Allah) ialah orang yang


berperilaku baik (shalih), konsisten dengan syariah Islamiah atau disebut
juga Muttaqin.
Sebagaimana

yang

dikutip

Amin

Syukur,

Ibn

Taimiyah

melancarkan kritik terhadap ajaran ittihad, Hulul, Wahdat al-Wujud,


sebagai ajaran yang menuju kekufuran (atheisme). Namun ia masih
mentolerir ajaran fana, yakni fana yang disertai dengan tauhid dan
membagi fanamenjadi tiga bagian : Fana Ibadah yakni fana dalam
beribadah, fana Syuhud al-qalb, yakni fana pandangan hati, dan fana
Wujud ma Siwa Allah, yakni fana wujud selain Allah.
Terhadap fana pertama dan kedua, masih dalam batas kewajaran,
baik ditinjau dari segi psikologis maupun agamis. Sedang fana ketiga
dianggap menyeleweng dari ajaran Islam, dianggap kufur, karena jaran
tersebut beranggapan bahwa wujud Khalik adalah wujud makhluk,berarti
tidak mengakui wujud selain Tuhan. Padahal pada kenyatannya, wujud ini
ada dua dan dipisahkan antara al-Khalik dan al-makhluk. Disamping
dianggap kafir, juga disebut zindiq, yang patut diberi hukuman yang
setimpal (hukuman mati).
Dengan demikian dapat difahami bahwa masa pemurnian
merupakan

masa

di

mana

tasawuf

yang

berkembang

dengan

penyelewengan-penyelewengan seperti ajaran ittihad, hulul, fana (ajaran


tasawuf falsafi) serta khurafat, bidah tahayul, pengkultusan para wali atau
guru-guru thariqah diberantas, dan berusaha mengembalikan tasawuf
kepada ajaran Islam yang bersumber dari al-Quran dan al-Sunnah yang
dipelopori oleh Ibn Taimiyah.
Ibn Taimiyah lebih cenderung bertasawuf sebagaimana yang
diajarkan Rasulullah saw, yakni menghayati ajaran Islam, tanpa mengikuti
aliran thariqah tertentu dan tetap melibatkan diri dalam kegiatan sosial,
sebagaimana manusia pada umumnya. Tasawuf model inilah yang cocok
untuk dikembangkan dimasa modern seperti sekarang ini.
Berdasarkan sejarah perkembangannya, zuhud

mengalami

perubahan dan perkembangan dalam kerangka teoritis maupun praktis


yang cukup signifikan. Berawal dari substansi zuhud berlandaskan pada

al-Quran serta prilaku Nabi Muhammad saw yang cukup sederhana dan
mudah dipraktekan, kemudian zuhud muncul dalam bentuk tasawuf
dengan berbagai corak ajaran yang bercampur dengan teori-teori filsafat
dan cendrung sulit dicerna akal sampai pada masa pemunculan thariqah
yang merupakan organisasi sufisme ekslusif diwarnaimistik (hal-hal gaib)
seperti azimat, pengkultusan guru-guru tasawuf, makam dan para wali dan
kemudian memunculkan tokoh-tokoh pembaharu pada masanya seperti
Ibn Taimiyah. Ia berusaha mengembalikan ajaran Islam kesumber aslinya
yakni al-Quran dan Sunnah Nabi.

10

Anda mungkin juga menyukai