PENDAHULUAN
Daya tarik konsumsi probotik oleh manusia telah meningkat, berhubung dengan telah
meningkatnya bukti yang memberikan manfaat dalam kesehatan. 1-3 Probiotik dapat ditemukan
dalam variasi olahan makanan dan minuman, yang paling sering dijumpai adalah susu
fermentasi.2
Probiotik menurut FAO/WHO adalah mikroflora yang jika digunakan dalam jumlah
adekuat dapat memberikan dampak kesehatan bagi tubuh. Probiotik merupakan bakteri yang
menguntungkan bagi usus.3,
mikroorgansme usus.5,
15
Glukosa mampu
15
menyebutkan bahwa penambahan glukosa secara in vitro berpengaruh terhadap jumlah koloni
Lactobacillus spp.21
Glukosa juga meningkatkan daya tahan Lactobacillus spp. terhadap asam lambung.
Menurut penelitian Corcoran dkk. tahun 2005, glukosa dapat meningkatkan daya tahan
Lactobacillus spp. pada kondisi lambung yang asam, sedangkan pada kelompok
Lactobacillus spp. yang tidak diberi glukosa, viabilitasnya menurun sampai 7,96 log10
CFU/ml. Glukosa dalam asam lambung bekerja dengan cara menyediakan ATP melalui
glikolisis, sehingga terjadi ekslusi proton dengan demikian meningkatkan daya tahan
Lactobacillus spp. selama melintasi lambung.22
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kandang mencit, timbangan, sarung
tangan, masker, sonde gavage, syringe insulin, keranjang, kawat, tempat minum mencit,
serbuk kayu, korek api, gelas objek, gelas baker, inkubator, oven, pemanas listrik,
refrigerator media, refrigerator bakteri, mikroskop, autoklave, laminar air flow, vortex, water
bath, gas pack, Colony counter, gelas ukur, tabung skru, botol Schott-Duran, labu
Erlenmeyer, tabung reaksi, rak tabung reaksi, cawan petri, kaca corong, botol semprot,
4
bunsen, spatula, sendok, ose, pipet media, pipet ball, pipet tip, mikropipet, dan batang
pengaduk.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental dengan desain penelitian pretest29
posttest control, menggunakan hewan coba sebagai obyek, yaitu mencit jantan galur DDY yang
diperoleh dari Biofarma Cisarua, Bandung Barat yang sebelumnya telah diadaptasikan selama
7 hari di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Unjani. Ukuran sampel untuk
hewan coba yang dugunakan adalah 6 ekor mencit. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani.
Secara garis besar penelitian ini dilaksanakan dalam 6 tahapan yaitu: 1) Persiapan alat
dan bahan, 2) Persiapan suspensi Lactobacillus acidophilus, 3) Persiapan hewan coba, 4)
Perlakuan, 5) Persiapan pembacaan hasil, dan 6) pengolahan data.
23
24
pada peremajaan tumbuh, dengan cara melarutkan koloni yang terdapat pada permukaan agar
5
ke dalam NaCl fisiologis sampai kekeruhannya sama seperti blanko, sehingga setara dengan
108 CFU/mL L. acidophilus. Blanko yang digunakan adalah BaCl2 dengan H2SO4 dengan
perbandingan 1:9. Suspensi yang telah dibuat ditambahkan glukosa dan dilarutkan kembali
sampai 107 CFU/mL sesuai standar kultur starter SNI. Sehingga suspensi yang dibuat menjadi
4 yaitu: tanpa penambahan glukosa, penambahan glukosa 4%, 7%, dan 10%.24
Perlakuan
Suspensi dengan penambahan glukosa 0%, 4%, 7%, dan 10% yang telah dibuat
diberikan secara per oral sebanyak 0.5 mL dengan menggunakan syringe insulin yang setara
dengan 107/mL L. acidophilus. Hewan coba yang telah diberi suspensi L. acidophilus dengan
dan tanpapenambahan glukosa secara per-oral ditempatkan kembali pada kandang kemudian
dibiarkan selama 24 jam untuk dilakukan pengambilan sampel feses.25
26
Sebelum dapat dilakukan pembacaan, feses mencit harus ditanam terlebih dahulu.
Penananaman dilakukan dengan tahapan serial delution terlebih dahulu, pada feses sebelum
perlakuan, Pengenceran yang diambil adalah 10-3, 10-4, dan 10-5, sedangkan setelah perlakuan
adalah 10-7, 10-8, 10-9, dan 10-10. Lalu dilakukan penanaman ke agar dengan metode pour6
Pengolahan Data
Data diolah dengan dua uji hipotesis yaitu Uji T berpasangan untuk melihat pengaruh
pemberian suspensi L. acidophilus terhadap jumlah total Lactobacillus spp., dan Uji oneway
ANOVA untuk melihat perbedaan jumlah total Lactobacillus spp. pada setiap konsentrasi
glukosa. 28
perlakuan berbeda. Rerata jumlah Lactobacillus spp. setelah diberi suspensi Lactobacillus
spp. tanpa penambahan glukosa sebanyak 6,00109 CFU/g, setelah diberi suspensi
Lactobacillus spp. dengan penambahan glukosa 4% sebanyak 2,941010 CFU/g, setelah diberi
suspensi Lactobacillus spp. dengan penambahan glukosa 7% sebanyak 3,391011 CFU/g, dan
setelah diberi suspensi Lactobacillus spp. dengan penambahan glukosa 10% sebanyak
1,631012 CFU/g. Hasil tersebut menunjukan bahwa penambahan glukosa 10% memiliki
jumlah yang paling banyak, disusul dengan penambahan glukosa konsentrasi 7%, 4%, dan
0% dapat dilihat di grafik pada Gambar 1.
(CFU/g)
Perlakuan
(CFU/g)
+
Pangkat
Log*
Pangkat+
Log*
7
0% glukosa
2,6510
7,42
6,00109
9,78
7
10
4% glukosa
2,4510
7,39
2,9410
10,47
7% glukosa
3,29107
7,52
3,391011
11,53
7
12
10% glukosa
2,6610
7,43
1,6310
12,21
2,76 107
7,44
(log10)
Jumlah Lactobacillus spp. sebelum diberi perlakuan adalah 2,76107CFU/g, hal tersebut
membuktikan bahwa Lactobacillus spp. merupakan mikroflora dari saluran pencernaan
mencit.29 Nurcholis dan Zubaidah, tahun 2006, pada penelitiannya yang menggunakan tikus
galur wistar yang diberi 0,5mL bekatul terfermentasi Lactobacillus casei dan Lactobacillus
plantarum pada hari ke 0 (sama dengan sebelum diberi perlakuan dengan asumsi lama
pencernaan tikus selama 24 jam) didapatkan rerata jumlah koloni feses BAL berkisar antara
7,87106 9,55106 CFU/g, hal ini membuktikan bahwa pada tikus maupun mencit terdapat
8
Lactobacillus spp. sebagai flora normal saluran cerna.30 Penelitian mengenai jumlah
Lactobacillus spp. pada feses manusia sangat banyak dengan berbagai macam metode,
sebagian besar menyebutkan terdapat sekitar 106 CFU/g, variasi setiap subyek berpengaruh
signifikan terhadap hasil, dan pada sekitar 25% Lactobacillus spp. tidak ditemukan pada
sampel feses manusia.8,
31-33
melewati saluran cerna, Lactobacillus spp. yang telah resisten terhadap kloramfenikol dan
streptomisin diberikan terhadap mencit, kemudian setelah 72 jam dihitung pada fesesnya
9
dengan media yang diberi streptomisin dan kloramfenikol, sehingga bakteri lain selain bakteri
yang resisten tidak akan tumbuh pada media, didapatkan bakteri yang resisten tersebut yang
dapat melewati saluran cerna mencit sebanyak 104 (4 log10) CFU/g.26
14
12
10
8
Sebelum perlakuan
Peningkatan
6
4
2
0
glukosa 0%
glukosa 4%
Penambahan glukosa dari 4-10% dengan suspensi Lactobacillus spp. 107 CFU/mL
meningkatkan jumlah Lactobacillus spp. 2,36-4,78 log10 CFU/g. Kelompok yang tidak
ditambah glukosa meningkat sampai 2,36 log10 CFU/g sesudah perlakuan. Kelompok yang
ditambah glukosa 4% 0.72 log10 CFU/g lebih baik dari yang tidak ditambah glukosa.
Kelompok yang ditambah glukosa 7% 0.93 log10 CFU/g lebih baik dari yang ditambah
glukosa 4%. Kelompok yang ditambah glukosa 10% 0.77 log10 CFU/g lebih baik dari yang
ditambah glukosa 7%. Hal ini membuktikan adanya kaitan antara jumlah glukosa dengan
jumlah Lactobacillus spp. secara in vivo. Hal ini disebabkan karena glukosa meningkatkan
viabilitas Lactobacillus spp. pada lambung. Pada penelitian sebelumnya secara in vitro
10
11
12.00
10.29
10.00
8.00
10.00
9.21
7.60
6.97
7.76
7.55
7.11
6.55
9.35
9.16
9.00
6.00
4.00
2.00
0.00
K1-1
K1-2
K1-3
Sebelum perlakuan
K1-4
K1-5
K1-6
Peningkatan
Gambar 2. Jumlah Lactobacillus spp. sebelum dan sesudah perlakuan kelompok 0%.
12.00
10.53
10.39
10.31
10.69
10.47
10.27
10.00
8.00
7.59
7.39
7.82
6.92
6.89
5.72
6.00
4.00
2.00
0.00
K2-1
K2-2
K2-3
Sebelum perlakuan
K2-4
K2-5
K2-6
Peningkatan
Gambar 3. Jumlah Lactobacillus spp. sebelum dan sesudah perlakuan kelompok 4%.
12
14.00
11.50
12.00
11.49
12.07
11.25
10.39
10.55
10.00
8.00
7.72
7.85
7.07
7.48
7.48
6.14
6.00
4.00
2.00
0.00
K3-1
K3-2
K3-3
Sebelum perlakuan
K3-4
K3-5
K3-6
Peningkatan
Gambar 4. Jumlah Lactobacillus spp. sebelum dan sesudah perlakuan kelompok 7%.
14.00
12.02
11.31
12.00
11.90
9.30
10.00
7.41
8.00
6.00
12.63
12.54
7.10
7.60
7.06
7.84
6.01
4.00
2.00
0.00
K4-1
K4-2
K4-3
Sebelum perlakuan
K4-4
K4-5
K4-6
Peningkatan
Gambar 5. Jumlah Lactobacillus spp. sebelum dan sesudah perlakuan kelompok 10%.
Terjadi juga penambahan Lactobacillus spp. yang lebih banyak pada kelompok yang
seharusnya lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok lain seperti pada mencit K3-5
dengan penambahan 4,59 log10 CFU/g (Gambar 4) yang rata-rata kelompoknya bertambah
4,01 log10 CFU/g sedangkan pada mencit K4-1 yang rata-rata kelompoknya bertambah 4,78
13
log10 CFU/g, hanya menjadi bertambah 3,29 log10 CFU/g (Gambar 5). Variasi jumlah
koloni sebelum dan sesudah perlakuan di atas tidak hanya dipengaruhi oleh variasi individu
hewan coba saja, akan tetapi jumlah makanan yang dikonsumsi oleh hewan coba juga
mempengaruhi jumlah totali Lactobacillus spp., karena dalam penelitian ini satu kelompok
disatukan dalam satu kandang sehingga mungkin sekali terjadi perbedaan konsumsi pakan
oleh setiap hewan coba.29
Cara mengetahui apakah pemberian Lactobacillus spp. per oral berpengaruh terhadap
jumlah total Lactobacillus spp. secara in vivo, maka dilakukan Uji statistic berupa uji T
berpasangan. Data dipisahkan berdasarkan kelompok karena berbedanya kadar glukosa
meskipun sama-sama diberi suspensi Lactobacillus spp. Data dilihat distribusinya dengan tes
Shapiro-Wilk sebagai syarat data harus berdistribusi normal. Hasil menunjukan bahwa data
tidak normal, kemudian dilakukan transformasi data dengan fungsi Log10 kemudian data
menjadi normal dan dapat dilakukan uji T berpasangan. Hasil uji T berpasangan dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil uji T berpasangan pada seluruh kelompok percobaan
Kelompok Uji
N
Reratas.b.
Pemberian suspensi Lactobacillus spp.
6
-2,240,92
tanpa glukosa
Pemberian suspensi Lactobacillus spp.
6
-3,390,74
dengan glukosa 4%
Pemberian suspensi Lactobacillus spp.
6
-3,920,76
dengan glukosa 7%
Pemberian suspensi Lactobacillus spp.
6
-4,450,82
dengan glukosa 10%
P
0,002
0,000
0,000
0,000
14
Secara statistik semua kelompok percobaan memiliki perbedaan yang bermakna antara
sebelum dan sesudah diberi Lactobacillus acidophilus dilihat dari nilai P<0,05. Kelompok
yang tidak diberi glukosa memiliki signifikansi lebih rendah (P = 0.002) dibandingkan
dengan kelompok yang lain (P=0,000) hal ini disebabkan karena terdapatnya glukosa pada
kelompok lain. Jumlah total Lactobacillus spp. pada feses mencit yang diberi suspensi
Lactobacillus spp. lebih tinggi dibandingkan mencit yang tidak diberi suspensi sehingga dapat
disimpulkan bahwa Lactobacillus spp. dapat bertahan melewati saluran cerna.
Lactobacillus spp. dapat bertahan melewati saluran cerna. Pada umumnya ketika
melewati saluran cerna, bakteri menghadapi banyak stressor diantaranya pada lambung
berhadapan dengan suasana asam sampai pH 1 ketika lambung kosong, dan selanjutnya akan
berhadapan dengan garam empedu.36,
37
suasana pH rendah. Pada suasana pH rendah proton (H+) bergerak menuju sel bakteri,
akibatnya proton mengganggu suplai energi yang dibutuhkan untuk beberapa proses pada sel
bakteri, seperti proses transport membran.37, 38 Akumulasi intraselular proton menyebabkan pH
intraselular menurun, sehingga dapat mengganggu beberapa jalur metabolisme dengan cara
mengganggu sistem enzimnya.37,
38
halus yang terdapat garam empedu. Garam Empedu dikenal sebagai surfaktan yang dapat
merusak membran bakteri dan dapat merusak molekul besar seperti DNA dan RNA karena
terbentuknya oksigen radikal bebas.37, 39, 40 Kedua kondisi tersebut dapat menyebabkan bakteri
kekurangan energi karena metabolismenya terganggu akibat akumulasi proton, serta rusaknya
membran bakteri disebabkan garam empedu, keduanya berakibat pada matinya sel bakteri.
Keistimewaan Lactobacillus spp. salah satunya adalah dapat bertahan melewati saluran
cerna dalam menghadapi stressor seperti asam lambung. Dari suatu studi ditemukan bahwa
terbentuknya overekspresi dan delesi
mempengaruhi daya tahan Lactobacillus spp. pada saluran cerna.37 Overekspresi dan delesi
dari gen tersebut bisa diakibatkan sebagai respon dari stress akibat lingkungan bakteri. 41 Tiga
dari lima derivat gen yang terbentuk tersebut terbukti mempengaruhi daya tahan
Lactobacillus spp. pada saluran cerna.37 Tiga gen yang berperan dalam daya tahan
Lactobacillus spp. adalah gen yang mengkode AraC family regulator (Lp_1669), Na+/H+
antiporter (NapA3), dan penicillin binding protein (Pbp2A). Ketiga gen tersebut
mempengaruhi daya tahan Lactobacillus spp. Gen tersebut menurunkan daya tahan
Lactobacillus spp. dengan cara memodifikasi dinding sel dan transportasinya, dan mutasinya
dapat meningkatkan daya tahan Lactobacillus spp. dengan cara memodulasi envelope pada sel
Lactobacillus spp. Modulasi envelope pada sel bakteri dapat mempengaruhi daya tahan
bakteri karena merupakan barier pertahanan pertama terhadap stres.42, 43
Gen Lp_1669 secara indirek mempengaruhi daya tahan Lactobacillus spp. dengan cara
memperngaruhi remodeling CPS, gangguan pada gen Lp_1669 mengakibatkan bakteri
memiliki CPS dengan masa yang lebih tinggi sehingga lapisan CPS yang lebih tebal, hal ini
menjadikan daya tahan Lactobacillus spp. menjadi semakin tinggi.44 Gen lain yang
berpengaruh adalah NapA3. Gen ini mempengaruhi daya tahan Lactobacillus spp. dengan
cara homeostasis pH. Gangguan NapA3 mengakibatkan daya tahan Lactobacillus spp.
meningkat. fungsi NapA3 adalah mengeluarkan ion Na+ dan menarik ion H+, dan juga
menarik proton masuk ke intrasel sehingga menjadikan pH intraselular sel Lactobacillus spp.
menurun, pada kasus NapA3 mengalami gangguan maka mekanismenya akan terbalik
sehingga pH intraselular akan meningkat.37 Gen terakhir adalah pbp2A yang mengkode
penicillin bindig protein 2A yang terlibat dalam biosintesis peptidoglikan.45 Gangguan pada
gen pbp2A akan mempengaruhi daya tahan Lactobacillus spp. pada saluran cerna karena
peptidoglikan secara langsung meningkatkan integritas sel dan dapat meningkatkan toleransi
16
toleransi terhadap asam lambung dan garam empedu. 38 Dapat disimpulkan dari mekanisme
ketiga mutasi gen tersebut dapat meningkatkan daya tahan Lactobacillus spp. dalam melewati
saluran cerna.
Setelah dilakukan uji T berpasanga dilakukan uji One Way ANOVA untuk mengetahui
pengaruh berbagai macam penambahan konsentrasi glukosa terhadap jumlah total
Lactobacillus spp. secara in vivo. Data yang digunakan pada uji ini adalah penambahan koloni
antara sebelum dan sesudah perlakuan dalam bentuk nilai logaritma (log10). Data dilakukan
tes Shapiro-Wilk untuk melihat distribusinya dan tes lavene untuk melihat homogenitas
datanya sebagai syarat dilakukan uji Oneway ANOVA data harus berdistribusi nrmal dan
homogen. Hasil didapatkan data berdistribusi normal karena P >0,05 (P= 0,284;
0,399;0,128;0,645), dan homogeny karena P > 0,05 (P= 0,858). Maka dapat dilakukan uji
Oneway ANOVA dengan hasil pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil uji Oneway ANOVA pada peningkatan jumlah Lactobacillus spp.
Penambahan glukosa
n
Rerata
P
Tanpa glukosa
6
2,24,92
0,001
Glukosa 4%
6
3,39,74
Glukosa 7%
6
3,92,76
Glukosa 10%
6
4,45,82
ANOVA. Hal ini disebabkan karena glukosa meningkatkan daya tahan dan pertumbuhan
Lactobacillus spp. pada lambung.
Mekanisme glukosa dalam meningkatkan daya tahan Lactobacillus spp. pada asam
lambung adalah dengan cara menyediakan ATP untuk dipakai oleh enzim F 0F1-ATPase. Pada
kondisi asam ion H+ akan banyak terakumulasi dalam sel bakteri sehingga apabila dibiarkan
akan terjadi kematian sel. Pada dasarnya Lactobacillus spp. memiliki enzim F0F1-ATPase
yang berfungsi dalam homeostasis pH pada kondisi asam. 46 Mekanisme kerja enzim F0F1ATPase ini dengan cara memompa keluar ion H+ dari dalam sel.22 Enzim F0F1-ATPase ini akan
meningkat pada keadaan asam sebagai stress response pada Lactobacillus spp.47 Enzim F0F1ATPase untuk melaksanakan fungsinya membutuhkan ATP.22 Meningkatnya konsentrasi
glukosa dapat meningkatkan konsentrasi ATP intraselular.48,
49
15
makanan (contoh: oligosakarida yang tidak dapat dicerna, serat pangan, protein yang tidak
18
tercerna yang mencapai kolon) dan dari sumber endogen seperti mucus, karena bahan tersebut
tidak dicerna dan masih terdapat dalam usus halus dan usus besar.29
19
Glukosa 4%
Glukosa 7%
Glukosa 10%
Penambahan
glukosa
4%
7%
10%
0%
7%
10%
0%
4%
10%
0%
4%
7%
n
6
6
6
6
P
0,024
0,002
0,000
0,024
0,274
0,035
0,002
0,274
0,271
0,000
0,035
0,271
tanpa glukosa. Kelompok yang ditambah glukosa 7% 0.93 log10 CFU/g lebih baik dari
glukosa 4%. Kelompok yang ditambah glukosa 10% 0.77 log10 CFU/g lebih baik dari
glukosa 7%.
Konsentrasi yang paling efektif meningkatkan jumlah Lactobacillus spp. pada feses
mencit adalah konsentrasi glukosa 10%.
Saran
Penelitian ini hanya membahas sampai konsntrasi glukosa 10%, agar dapat diketahui
konsentrasi optimum dapat dilakukan percobaan dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Dapat
pula dilakukan perhitungan jumlah Lactobacillus spp. pada setiap organ pencernaan yang
dilalui makanan dari mulai mulut sampai anus untuk melihat perjalanan Lactobacillus spp.
dengan lebih jelas dan terinci. Metode yang berbeda dapat dilakukan pada perlakuan yang
sama dengan penelitian ini untuk melihat perbedaannya. Konsentrasi glukosa yang tinggi
tidak selalu disukai masyarakat, walaupun sangat baik meningkatkan jumlah Lactobacillus
spp., sehingga dapat dilakukan uji organoleptik dengan tingkat konsentrasi glukosa yang
berbeda-beda untuk mengetahui tingkat kesukaan masyarakat terhadap produk probiotik.
Penggantian substrat selain glukosa pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan untuk melihat
substrat mana yang paling baik meningkatkan daya tahan Lactobacillus spp. secara in vivo,
substrat yang dapat digunakan misalnya fruktooligosakarida (FOS), galaktooligosakarida
(GOS), dan lain sebagainya.
Perbaikan metode dalam pemeliharaan hewan coba perlu dilakukan, karena berpengaruh
terhadap individu hewan coba dan keakuratan hasil penelitian, seperti pemberian satu
kandang untuk masing-masing hewan coba.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Qiang X, Yonglie C, QianBing W. Health benefit application functional oligosaccharides
Review. Carbohydrate Polymers. 2009;77, 435-441.
2. Saarela M, Mogensen G, Fonden R, Matto J, Mattila-Sandholm T. Review Article:
Probiotic Bacteria: Safety, Functional and Technological Properties. Journal of
Biotechnology. 2000; 84 (2000) 197 215.
3. Soeharsono, Adriani L, Safitri R, Sjofjan O, Abdullah S, Rostika R. Probiotik Basis
Ilmiah, Aplikasi dan Aspek Praktis. 1st ed. Bandung: Widya Padjadjaran; 2010.
4. Brown A, Valiere A. Probiotics And Medical Treatment Therapy. Nutrition Clinical Care.
2004;7: 56-68.
5. Guarner F, Malagelada JR. Review: Gut Flora in Health and Disease. The Lancet.
2003;361:51219.
6. Parracho H, McCartney AL, Gibson GR. Probiotics and Prebiotics in Infant Nutrition.
Proc Nutr Soc. 2007;66:405411.
7. Todar
K.
Lactic
Acid
Bacteria.
http://textbookofbacteriology.net/lactics.html.
2012;
Available
from:
23
34. Harmsen HJ, Raangs GC, He T, Degener JE, Welling GW. Extensive Set of 16s rRnaBased Probes for Detection of Bacteria in Human Feces. Appl Environ Microbiol.
2002;68:2982-2990.
35. Rinttila T, Kassinen A, Malinen E, Krogius L, Palva A. Development of an Extensive Set
of 16S rDNA-targeted Primers for Quantification of Pathogenic and Indigenous Bacteria
in Fecal Sampels by Real Time PCR. Appl Microbiol. 2004;97:1166-1177.
36. Corcoran BM, Stanton C, Fitzgerald G, Ross RP. Life under stress: The Probiotic Stress
Response and How It May be Manipulated. Current Pharmaceutical Design. 2008; 14:
13821399.
37. Veen HvBvd, Lee IC, Marco ML, Wels M, Bron PA, Kleerebezem M. Modulation of
Lactobacillus plantarum Gastrointestinal Robustness by Fermentation Conditions Enables
Identification of Bacterial Robustness Markers. PLoS ONE. 2012;7: e39053.
38. Guchte Mvd, Serror P, Chervaux C, Smokvina T, Ehrlich SD. Stress Responses in Lactic
Acid Bacteria. Antonie Van Leeuwenhoek. 2002;82: 187216.
39. Watson D, Sleator RD, C CH, Gahan CG. Enhancing Bile Tolerance Improves Survival
and Persistence of Bifidobacterium and Lactococcus in The Murine Gastrointestinal Tract.
BMC Microbiol. 2008; 8: 176.
40. Begley M, Gahan CG, Hill C. The Interaction Between Bacteria and Bile. FEMS
Microbiol Rev. 2005;29: 625651.
41. Bath K. Factors Important for Persistence of Lactobacillus reuteri in the Gastrointestinal
Tract: A Study of Extracellular Proteins, Stress Response and Survival of Mutants in a
Model System. Uppsala: Swedish University of Agricultural Science; 2007.
42. Jordan S, Hutchings MI, Mascher T. Cell Envelope Stress Response in Gram-positive
Bacteria. FEMS Microbiol Rev. 2008;32: 107146.
43. Bron PA, Marco M, Hoffer SM, Mullekom EV, Vos WMd. Genetic Characterization of
The Bile Salt Response in Lactobacillus plantarum and Analysis of Responsive Promoters
In Vitro and In Situ in The Gastrointestinal Tract. J Bacteriol. 2004;186: 78297835.
44. Lebeer S, Claes IJ, Verhoeven TL, Vanderleyden J, Keersmaecker SC. Exopolysaccharides
of Lactobacillus rhamnosus GG Form A Protective Shield Against Innate Immune Factors
in The Intestine. Microb Biotechnol. 2011;4: 368374.
45. Kleerebezem M, Boekhorst J, Kranenburg Rv, Molenaar D, Kuipers OP. Complete
Genome Sequence of Lactobacillus plantarum WCFS1. Proc Natl Acad Sci U S A.
2003;100: 19901995.
46. Cotter PD, Hill C. Surviving The Acid Test: Response of Gram-Positive Bacteria to Low
pH. Microbiol Mol Biol Rev. 2003;67:429-453.
47. Kullen MJ, Klaenhammer TR. The Membrane-Bound H+-ATPase Complex Is Essential
for Growth of Lactococcus lactis. J Bacteriol. 2000;182:4738-4743.
48. Shabala LB, Budde B, Ross T, Siegumfeldt H, McMeekin T. Responses of Listeria
monocytogenes to Acid Stress and Glucose Availability Monitored by Measurements of
Intracellular pH and Viable Counts. Int J Food Microbiol. 2002;75:89-97.
24
49. Bakker EP, Harold FM. Energy Coupling to Potassium Transport in Streptococcus
faecalis. J Biol Chem. 1980;255:433-440.
25