Anda di halaman 1dari 25

PENGARUH PENAMBAHAN GLUKOSA PADA PEMBERIAN SUSPENSI Lactobacillus

acidophilus TERHADAP JUMLAH TOTAL Lactobacillus spp. SECARA IN VIVO


Alvi Muldani1, Ania Kurniawati Purwa Dewi2, Henny Juliastuti3
1
Fakultas Kedokteran Unjani, 2Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Unjani, 3 Bagian
Biokimia Fakultas Kedokteran Unjani
Konsumsi probotik oleh masyarakat telah meningkat, karena terbukti dapat meningkatkan
kesehatan. Probiotik yang sering digunakan adalah Lactobacillus spp. karena memenuhi
syarat sebagai probiotik yaitu mampu bertahan ketika melewati saluran cerna. Glukosa
memiliki kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan daya tahan Lactobacillus spp.
Penelitian ini bersifat eksperimental, dengan desain penelitian pretest-posttest, menggunakan
24 ekor mencit (Mus musculus) galur DDY. Mencit dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu
kelompok yang hanya diberi 0,5mL suspensi L. acidophillus 107 CFU/mL (K-0%), kelompok
suspensi ditambah glukosa 4% (K-4%), kelompok suspensi ditambah glukosa 7% (K-7%),
dan kelompok suspensi ditambah glukosa 10% (K-10%). Sebelum dan 24 jam sesudah
perlakuan, feses mencit dilakukan serial delution dan ditanam pada agar Rogosa dengan
metode Pour-Plate, kemudian dihitung jumlah total Lactobacillus spp-nya dengan metode
Total Plate Count (TPC).
Hasil menunjukan rata-rata jumlah total Lactobacillus spp. sebelum perlakuan adalah
2,76107 CFU/g, dan setelah perlakuan meningkat, K-0% menjadi 6,00109 CFU/g, K-4%
menjadi 2,941010 CFU/g, K-7% menjadi 3,391011 CFU/g, dan K-10% menjadi 1,631012
CFU/g. Hasil analisis dengan uji T berpasangan menunjukan bahwa jumlah total
Lactobacillus spp. sebelum dan sesudah perlakuan meningkat signifikan (P<0,05). Uji
Oneway ANOVA dan post-hoc LSD menunjukan perbedaan yang signifikan (P<0,05) antar
kelompok perobaan . Konsentrasi glukosa 10% paling efektif meningkatkan jumlah total
Lactobacillus spp. secara in vivo.
Lactobacillus spp. dapat bertahan dalam saluran cerna karena memiliki kemampuan dalam
respon stress. Glukosa dapat meningkatkan daya tahan Lactobacillus spp. dengan cara
menyediakan energi untuk enzim F0F1-ATPase, sehingga meningkatkan aktivitasnya dalam
mengeluarkan ion H+ dalam suasana asam.
Kata kunci: Lactobacillus spp.,Glukosa, In Vivo

PENDAHULUAN
Daya tarik konsumsi probotik oleh manusia telah meningkat, berhubung dengan telah
meningkatnya bukti yang memberikan manfaat dalam kesehatan. 1-3 Probiotik dapat ditemukan

dalam variasi olahan makanan dan minuman, yang paling sering dijumpai adalah susu
fermentasi.2
Probiotik menurut FAO/WHO adalah mikroflora yang jika digunakan dalam jumlah
adekuat dapat memberikan dampak kesehatan bagi tubuh. Probiotik merupakan bakteri yang
menguntungkan bagi usus.3,
mikroorgansme usus.5,

Fungsi utama probiotik adalah menjaga keseimbangan

Probiotik bekerja dengan cara membentuk koloni dan dapat

memberikan efek dalam memodifikasi komposisi dan aktivitas mikroflora usus.5, 6


Probiotik sebagian besar berasal dari golongan Bakteri Asam Laktat (BAL). 7 Bakteri
Asam Laktat adalah bakteri yang dapat memfermentasi gula menjadi asam laktat. 7 Bakteri
Asam Laktat yang paling penting adalah Lactobacillus, Enterococcus, Bifidobacterium, dan
Streptococcus.7
Secara normal, Lactobacillus spp. terdapat dalam mulut, vagina, dan saluran pencernaan
manusia dan hewan.8 Lactobacillus spp. merupakan genus yang paling sering digunakan
sebagai agen probiotik.3, 9-11 Lactobacillus spp. sering digunakan secara luas sebagai starter
dalam pembuatan makanan dan minuman fermentasi, seperti dalam produk susu, sayuran
fermentasi, daging fermentasi, dan sereal. Keunggulan Lactobacillus spp. sebagai probiotik
diantaranya dapat berkoloni dalam mukosa usus dan genital, inhibisi bakteri pathogen,
imunomodulasi, dan dapat menjaga kadar kolesterol. 12 Lactobacillus spp. juga merupakan
mikroorgansime alami saluran pencernaan sehingga memiliki kemampuan untuk tumbuh di
saluran pencernaan, selain itu Lactobacillus spp. juga dikenal secara umum, dan aman
dikonsumsi.3, 9-11
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroflora diantaranya adalah
tersedianya sumber energi, air, suhu, pH, oksigen dan potensi oksidasi-reduksi, adanya zat
penghambat, dan adanya jasad renik lain. 13 Sumber energi Lactobacillus spp. diantaranya
2

laktosa, glukosa, galaktosa, fruktosa, sukrosa, dan maltosa. 14,

15

Glukosa mampu

meningkatkan pertumbuhan koloni Lactobacillus spp.16 Glukosa merupakan suatu


monosakarida, keuntungannya dibandingkan dengan gula lain adalah dapat langsung
digunakan dalam proses glikolisis anaerob untuk menghasilkan asam laktat sebagai sumber
energi Lactobacillus spp.14, 15
Lactobacillus spp. untuk dapat memberikan efek yang menguntungkan sebagai
probiotik harus memenuhi kriteria dapat bertahan dalam saluran cerna adan hidup serta
tumbuh di dalam usus.12 Lactobacillus spp. harus dapat bertahan dalam lambung dengan
kondisi pH yang rendah dan terdapatnya enzim pepsin sebagai barier yang mencegah bakteri
masuk ke saluran cerna, kemudian di duodenum harus menghadapi enzim tripsin dan cairan
empedu yang dapat merusak membran sel bakteri.17-20
Menurut penelitian Todorov dan Dick tahun 2007, konsentrasi glukosa berpengaruh
terhadap aktivitas Lactobacillus spp. karena glukosa merupakan substrat yang mudah dicerna
dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan Lactobacillus spp.14,

15

Penelitian Atsari tahun 2011,

menyebutkan bahwa penambahan glukosa secara in vitro berpengaruh terhadap jumlah koloni
Lactobacillus spp.21
Glukosa juga meningkatkan daya tahan Lactobacillus spp. terhadap asam lambung.
Menurut penelitian Corcoran dkk. tahun 2005, glukosa dapat meningkatkan daya tahan
Lactobacillus spp. pada kondisi lambung yang asam, sedangkan pada kelompok
Lactobacillus spp. yang tidak diberi glukosa, viabilitasnya menurun sampai 7,96 log10
CFU/ml. Glukosa dalam asam lambung bekerja dengan cara menyediakan ATP melalui
glikolisis, sehingga terjadi ekslusi proton dengan demikian meningkatkan daya tahan
Lactobacillus spp. selama melintasi lambung.22

Menurut penelitian Atsari tahun 2011 terbukti glukosa meningkatkan pertumbuhan


Lactobacillus spp., pada penelitiannya tanpa penambahan glukosa, penambahan glukosa 4%,
7%, dan 10% secara in vitro, didapatkan hasil bahwa Total Plate Count (TPC) Lactobacillus
spp. terbanyak didapatkan pada penambahan glukosa 10% yaitu 8,71010 CFU/ml dan
terdapat perbedaan TPC yang paling signifikan antara penambahan glukosa 10% dengan 0%,
4%, dan 7%. Penelitian tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai
pengaruh penambahan glukosa pada suspensi Lactobacillus acidophilus terhadap jumlah total
Lactobacillus spp. secara in vivo .21

BAHAN DAN METODE


Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu makanan dan minuman mencit,
suspensi Lactobacillus spp., glukosa, Rogosa Agar (Oxoid:CM627), Trypton Soya Broth
(Oxoid:CM129), Mannitol Salt Agar (Oxoid:CM85), gas generating kit, kapas, kassa,
alumunium foil, plastik wrap, Kristal violet, lugol, alkohol 96%, safranin, asam asetat glacial,
BaCl2, H2SO4, K-Y jelly, spirtus, alkohol 70%, aquades, dan NaCl.

Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kandang mencit, timbangan, sarung
tangan, masker, sonde gavage, syringe insulin, keranjang, kawat, tempat minum mencit,
serbuk kayu, korek api, gelas objek, gelas baker, inkubator, oven, pemanas listrik,
refrigerator media, refrigerator bakteri, mikroskop, autoklave, laminar air flow, vortex, water
bath, gas pack, Colony counter, gelas ukur, tabung skru, botol Schott-Duran, labu
Erlenmeyer, tabung reaksi, rak tabung reaksi, cawan petri, kaca corong, botol semprot,
4

bunsen, spatula, sendok, ose, pipet media, pipet ball, pipet tip, mikropipet, dan batang
pengaduk.

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental dengan desain penelitian pretest29
posttest control, menggunakan hewan coba sebagai obyek, yaitu mencit jantan galur DDY yang
diperoleh dari Biofarma Cisarua, Bandung Barat yang sebelumnya telah diadaptasikan selama
7 hari di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Unjani. Ukuran sampel untuk
hewan coba yang dugunakan adalah 6 ekor mencit. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani.
Secara garis besar penelitian ini dilaksanakan dalam 6 tahapan yaitu: 1) Persiapan alat
dan bahan, 2) Persiapan suspensi Lactobacillus acidophilus, 3) Persiapan hewan coba, 4)
Perlakuan, 5) Persiapan pembacaan hasil, dan 6) pengolahan data.

Persiapan Alat dan Bahan


Persiapan alat dan bahan diantaranya sterilisasi alat dan pembuatan media. Media yang
digunakan diantaranya Rogosa agar, TSB, dan MSA.

23

Persiapan Suspensi Lactobacillus acidophilus


Lactobacillus acidophilus induk dilakukan identifikasi ulang sebelum digunakan
diantaranya dilakukan pemeriksaan makroskopis, mikroskopis, dan biokimia. 12 Setelah itu L.
acidophilus induk dilakukan peremajaan pada Rogosa agar dengan metode spread-plate,
diinkubasi pada suhu 37o C selama 48 jam.

24

Pembuatan suspensi dilakukan setelah koloni

pada peremajaan tumbuh, dengan cara melarutkan koloni yang terdapat pada permukaan agar
5

ke dalam NaCl fisiologis sampai kekeruhannya sama seperti blanko, sehingga setara dengan
108 CFU/mL L. acidophilus. Blanko yang digunakan adalah BaCl2 dengan H2SO4 dengan
perbandingan 1:9. Suspensi yang telah dibuat ditambahkan glukosa dan dilarutkan kembali
sampai 107 CFU/mL sesuai standar kultur starter SNI. Sehingga suspensi yang dibuat menjadi
4 yaitu: tanpa penambahan glukosa, penambahan glukosa 4%, 7%, dan 10%.24

Persiapan Hewan Coba


Adaptasi hewan coba dengan cara menempatkan mencit pada kandang yang sama tiap
kelompok dan pada lingkungan yang sama. Setiap hari mencit diberi pakan standar dua kali,
dan diganti air minumnya. Pembersihan kandangdilakukan satu minggu sekali.

Perlakuan
Suspensi dengan penambahan glukosa 0%, 4%, 7%, dan 10% yang telah dibuat
diberikan secara per oral sebanyak 0.5 mL dengan menggunakan syringe insulin yang setara
dengan 107/mL L. acidophilus. Hewan coba yang telah diberi suspensi L. acidophilus dengan
dan tanpapenambahan glukosa secara per-oral ditempatkan kembali pada kandang kemudian
dibiarkan selama 24 jam untuk dilakukan pengambilan sampel feses.25

Persiapan Pembacaan Hasil


Feses mencit diambil sebelum dan sesudah perlakuan dengan berat 90-150 mg.

26

Sebelum dapat dilakukan pembacaan, feses mencit harus ditanam terlebih dahulu.
Penananaman dilakukan dengan tahapan serial delution terlebih dahulu, pada feses sebelum
perlakuan, Pengenceran yang diambil adalah 10-3, 10-4, dan 10-5, sedangkan setelah perlakuan
adalah 10-7, 10-8, 10-9, dan 10-10. Lalu dilakukan penanaman ke agar dengan metode pour6

plate dengan memasukan masing-masing 1 mL dari setiap pengenceran ke cawan petri


kemudian ditambahkan Rogosa agar sebanyak 15 mL, dihomogenkan sampai tercampur
membentuk angka delapan. Agar lapisan kedua ditambahkan sebanyak 5 mL setelah agar
pertama mengeras. Setelah itu, dilakukan inkubasi pada suhu 37o C selama 48 jam. Koloni
bakteri yang tumbuh dihitung dengan colony counter.24, 27

Pengolahan Data
Data diolah dengan dua uji hipotesis yaitu Uji T berpasangan untuk melihat pengaruh
pemberian suspensi L. acidophilus terhadap jumlah total Lactobacillus spp., dan Uji oneway
ANOVA untuk melihat perbedaan jumlah total Lactobacillus spp. pada setiap konsentrasi
glukosa. 28

HASIL DAN PEMBAHASAN


Jumlah Lactobacillus spp. secara In Vivo Sebelum dan Sesudah Pemberian Suspensi
Lactobacillus acidophilus
Setelah dilakukan perhitungan TPC didapatkan data rerata jumlah koloni Lactobacillus
spp. sebelum dan sesudah perlakuan pada Tabel 1. Tabel 1 menjelaskan rerata jumlah
Lactobacillus spp. sebelum dan sesudah diberi perlakuan pada feses hewan coba. Perlakuan
terhadap hewan coba berupa pemberian suspensi Lactobacillus spp.tanpa penambahan
glukosa, pemberian suspensi Lactobacillus spp.dengan penambahan glukosa 4%, pemberian
suspensi Lactobacillus spp.dengan penambahan glukosa 7%, dan pemberian suspensi
Lactobacillus spp.dengan penambahan glukosa 10%. Rerata jumlah Lactobacillus spp.
sebelum diberi perlakuan adalah 2,76 107 CFU/g, sedangkan rerata jumlah koloni setelah
perlakuan dikelompokan berdasarkan perlakuannya karena jumlah dari masing-masing
7

perlakuan berbeda. Rerata jumlah Lactobacillus spp. setelah diberi suspensi Lactobacillus
spp. tanpa penambahan glukosa sebanyak 6,00109 CFU/g, setelah diberi suspensi
Lactobacillus spp. dengan penambahan glukosa 4% sebanyak 2,941010 CFU/g, setelah diberi
suspensi Lactobacillus spp. dengan penambahan glukosa 7% sebanyak 3,391011 CFU/g, dan
setelah diberi suspensi Lactobacillus spp. dengan penambahan glukosa 10% sebanyak
1,631012 CFU/g. Hasil tersebut menunjukan bahwa penambahan glukosa 10% memiliki
jumlah yang paling banyak, disusul dengan penambahan glukosa konsentrasi 7%, 4%, dan
0% dapat dilihat di grafik pada Gambar 1.

Tabel 1. Rata-rata jumlah Lactobacillus spp. sebelum dan sesudah perlakuan


Sesudah perlakuan
Sebelum perlakuan

(CFU/g)
Perlakuan
(CFU/g)
+
Pangkat
Log*
Pangkat+
Log*
7
0% glukosa
2,6510
7,42
6,00109
9,78
7
10
4% glukosa
2,4510
7,39
2,9410
10,47
7% glukosa
3,29107
7,52
3,391011
11,53
7
12
10% glukosa
2,6610
7,43
1,6310
12,21
2,76 107
7,44

Semua perlakuan diberi suspensi L. acidophilus 107 CFU/mL.


+
Persamaan dalam bentuk pangkat, berasal dari TPC
* Persamaan hasil konversi dari bentuk pangkat menjadi bentuk logaritma

(log10)

Jumlah Lactobacillus spp. sebelum diberi perlakuan adalah 2,76107CFU/g, hal tersebut
membuktikan bahwa Lactobacillus spp. merupakan mikroflora dari saluran pencernaan
mencit.29 Nurcholis dan Zubaidah, tahun 2006, pada penelitiannya yang menggunakan tikus
galur wistar yang diberi 0,5mL bekatul terfermentasi Lactobacillus casei dan Lactobacillus
plantarum pada hari ke 0 (sama dengan sebelum diberi perlakuan dengan asumsi lama
pencernaan tikus selama 24 jam) didapatkan rerata jumlah koloni feses BAL berkisar antara
7,87106 9,55106 CFU/g, hal ini membuktikan bahwa pada tikus maupun mencit terdapat
8

Lactobacillus spp. sebagai flora normal saluran cerna.30 Penelitian mengenai jumlah
Lactobacillus spp. pada feses manusia sangat banyak dengan berbagai macam metode,
sebagian besar menyebutkan terdapat sekitar 106 CFU/g, variasi setiap subyek berpengaruh
signifikan terhadap hasil, dan pada sekitar 25% Lactobacillus spp. tidak ditemukan pada
sampel feses manusia.8,

31-33

Penelitian Harmsen, tahun 2002, 11 sampel feses dianalisis

dengan fluorescence in situ hybridization (FISH) dikombinasikan dengan mikroskop


fluoresen, didapatkan 4.1 106 CFU/g feses, yang merupakan 0.01% dari total dari jumlah
bakteri.34 Lain hal dengan penelitian Rintilla, tahun 2004, yang menggunakan Lactobacillus
specific quantitative real-time PCR, menyebutkan bahwa terdapat Lactobacillus spp. sekitar
107-108 target sel per gram feses.35 Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan besarnya
pengaruh variasi setiap subyek yang diambil sampelnya dan metode yang digunakan untuk
menghitung bakteri sehingga jumlah Lactobacillus spp. sebagai flora normal tergantung dari
individunya.
Jumlah Lactobacillus spp. secara in vivo setelah diberi suspensi Lactobacillus spp. 107
CFU/mL meningkat lebih dari 2 log10 CFU/g. Dapat dilihat di grafik pada Gambar 1 pada
kelompok yang tidak ditambahkan glukosa meningkat 2,36 log 10 CFU/g, yang ditambah
glukosa 4% meningkat 3,08 log10 CFU/g, yang ditambah glukosa 7% meningkat 4,01 log10
CFU/g, dan yang ditambah glukosa 10% meningkat 4,78 log10 CFU/g. Hasil tersebut
menunjukan bahwa terdapat peningkatan jumlah koloni Lactobacillus spp. sebelum dan
setelah dilakukan perlakuan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena Lactobacillus spp. dapat
melewati host protective function sehingga menambah populasi Lactobacillus spp. secara in
vivo. Penelitian Bhattacharya, tahun 1983, didapatkan

bahwa Lactobacillus spp. dapat

melewati saluran cerna, Lactobacillus spp. yang telah resisten terhadap kloramfenikol dan
streptomisin diberikan terhadap mencit, kemudian setelah 72 jam dihitung pada fesesnya
9

dengan media yang diberi streptomisin dan kloramfenikol, sehingga bakteri lain selain bakteri
yang resisten tidak akan tumbuh pada media, didapatkan bakteri yang resisten tersebut yang
dapat melewati saluran cerna mencit sebanyak 104 (4 log10) CFU/g.26

14
12
10
8
Sebelum perlakuan
Peningkatan

6
4
2
0
glukosa 0%

glukosa 4%

glukosa 7% glukosa 10%

Gambar 1. Jumlah Lactobacillus spp. sebelum dan sesudah perlakuan.

Penambahan glukosa dari 4-10% dengan suspensi Lactobacillus spp. 107 CFU/mL
meningkatkan jumlah Lactobacillus spp. 2,36-4,78 log10 CFU/g. Kelompok yang tidak
ditambah glukosa meningkat sampai 2,36 log10 CFU/g sesudah perlakuan. Kelompok yang
ditambah glukosa 4% 0.72 log10 CFU/g lebih baik dari yang tidak ditambah glukosa.
Kelompok yang ditambah glukosa 7% 0.93 log10 CFU/g lebih baik dari yang ditambah
glukosa 4%. Kelompok yang ditambah glukosa 10% 0.77 log10 CFU/g lebih baik dari yang
ditambah glukosa 7%. Hal ini membuktikan adanya kaitan antara jumlah glukosa dengan
jumlah Lactobacillus spp. secara in vivo. Hal ini disebabkan karena glukosa meningkatkan
viabilitas Lactobacillus spp. pada lambung. Pada penelitian sebelumnya secara in vitro
10

menyebutkan bahwa glukosa mempengaruhi viabilitas Lactobacillus spp. terhadap asam


lambung dan viabilitasnya meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi glukosa, Pada
pH 2.0 selama 45 menit, didapatkan bahwa Lactobacillus spp. yang tidak diberi glukosa
viabilitasnya menurun sampai 7,96 log10 CFU/ml, sedangkan Lactobacillus spp. yang
ditambahkan glukosa serendah-rendahnya 1mM (0,18%) viabilitasnya 4.03 log10 CFU/mL
lebih baik, dan Lactobacillus spp. yang ditambahkan glukosa sebanyak-banyaknya 19mM
(3,57%), viabilitasnya 7,77 log10 CFU/mL lebih baik dibandingkan dengan yang tidak
ditambahkan glukosa.22
Adanya pengaruh variasi individu terhadap jumlah Lactobacillus spp. seperti yang di
bahas sebelumnya, juga terjadi pada penelitian ini.20 Terdapat variasi beberapa individu hewan
coba pada jumlah koloni Lactobacillus spp dalam feses sebelum dan sesudah perlakuan.
Adanya perbedaan jumlah koloni sebelum perlakuan, seperti pada mencit K1-6 dengan
jumlah koloni 7,76 log10 CFU/g, sedangkan K1-2 dengan jumlah koloni 6,55 log10 CFU/g,
juga pada mencit K2-2 dan K2-5 (Gambar 2, 3) , yang seharusnya dalam jumlah yang sama
karena masih belum diberi perlakuan. Terdapat perbedaan penambahan jumlah koloni pada
mencit K3-5 yang bertambah sekitar 4,59 log10 CFU/g sedangkan K3-3 sekitar 2,54 log10
CFU/g (Gambar 4.4) padahal masih dalam kelompok perlakuan yang sama yaitu sama-sama
diberi Lactobacillus spp dan glukosa 7% .

11

12.00
10.29
10.00
8.00

10.00

9.21
7.60

6.97

7.76

7.55

7.11

6.55

9.35

9.16

9.00

6.00
4.00
2.00
0.00

K1-1

K1-2

K1-3

Sebelum perlakuan

K1-4

K1-5

K1-6

Peningkatan

Gambar 2. Jumlah Lactobacillus spp. sebelum dan sesudah perlakuan kelompok 0%.

12.00
10.53

10.39

10.31

10.69

10.47

10.27

10.00
8.00

7.59

7.39

7.82
6.92

6.89

5.72

6.00
4.00
2.00
0.00

K2-1

K2-2

K2-3

Sebelum perlakuan

K2-4

K2-5

K2-6

Peningkatan

Gambar 3. Jumlah Lactobacillus spp. sebelum dan sesudah perlakuan kelompok 4%.

12

14.00
11.50

12.00

11.49

12.07

11.25

10.39

10.55

10.00
8.00

7.72

7.85

7.07

7.48

7.48
6.14

6.00
4.00
2.00
0.00

K3-1

K3-2

K3-3

Sebelum perlakuan

K3-4

K3-5

K3-6

Peningkatan

Gambar 4. Jumlah Lactobacillus spp. sebelum dan sesudah perlakuan kelompok 7%.

14.00

12.02

11.31

12.00

11.90

9.30

10.00

7.41

8.00
6.00

12.63

12.54

7.10

7.60

7.06

7.84

6.01

4.00
2.00
0.00

K4-1

K4-2

K4-3

Sebelum perlakuan

K4-4

K4-5

K4-6

Peningkatan

Gambar 5. Jumlah Lactobacillus spp. sebelum dan sesudah perlakuan kelompok 10%.

Terjadi juga penambahan Lactobacillus spp. yang lebih banyak pada kelompok yang
seharusnya lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok lain seperti pada mencit K3-5
dengan penambahan 4,59 log10 CFU/g (Gambar 4) yang rata-rata kelompoknya bertambah
4,01 log10 CFU/g sedangkan pada mencit K4-1 yang rata-rata kelompoknya bertambah 4,78
13

log10 CFU/g, hanya menjadi bertambah 3,29 log10 CFU/g (Gambar 5). Variasi jumlah
koloni sebelum dan sesudah perlakuan di atas tidak hanya dipengaruhi oleh variasi individu
hewan coba saja, akan tetapi jumlah makanan yang dikonsumsi oleh hewan coba juga
mempengaruhi jumlah totali Lactobacillus spp., karena dalam penelitian ini satu kelompok
disatukan dalam satu kandang sehingga mungkin sekali terjadi perbedaan konsumsi pakan
oleh setiap hewan coba.29

Pengaruh Pemberian Suspensi


Lactobacillus spp. secara in vivo

Lactobacillus acidophilus terhadap Jumlah Total

Cara mengetahui apakah pemberian Lactobacillus spp. per oral berpengaruh terhadap
jumlah total Lactobacillus spp. secara in vivo, maka dilakukan Uji statistic berupa uji T
berpasangan. Data dipisahkan berdasarkan kelompok karena berbedanya kadar glukosa
meskipun sama-sama diberi suspensi Lactobacillus spp. Data dilihat distribusinya dengan tes
Shapiro-Wilk sebagai syarat data harus berdistribusi normal. Hasil menunjukan bahwa data
tidak normal, kemudian dilakukan transformasi data dengan fungsi Log10 kemudian data
menjadi normal dan dapat dilakukan uji T berpasangan. Hasil uji T berpasangan dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil uji T berpasangan pada seluruh kelompok percobaan
Kelompok Uji
N
Reratas.b.
Pemberian suspensi Lactobacillus spp.
6
-2,240,92
tanpa glukosa
Pemberian suspensi Lactobacillus spp.
6
-3,390,74
dengan glukosa 4%
Pemberian suspensi Lactobacillus spp.
6
-3,920,76
dengan glukosa 7%
Pemberian suspensi Lactobacillus spp.
6
-4,450,82
dengan glukosa 10%

P
0,002
0,000
0,000
0,000

14

Secara statistik semua kelompok percobaan memiliki perbedaan yang bermakna antara
sebelum dan sesudah diberi Lactobacillus acidophilus dilihat dari nilai P<0,05. Kelompok
yang tidak diberi glukosa memiliki signifikansi lebih rendah (P = 0.002) dibandingkan
dengan kelompok yang lain (P=0,000) hal ini disebabkan karena terdapatnya glukosa pada
kelompok lain. Jumlah total Lactobacillus spp. pada feses mencit yang diberi suspensi
Lactobacillus spp. lebih tinggi dibandingkan mencit yang tidak diberi suspensi sehingga dapat
disimpulkan bahwa Lactobacillus spp. dapat bertahan melewati saluran cerna.
Lactobacillus spp. dapat bertahan melewati saluran cerna. Pada umumnya ketika
melewati saluran cerna, bakteri menghadapi banyak stressor diantaranya pada lambung
berhadapan dengan suasana asam sampai pH 1 ketika lambung kosong, dan selanjutnya akan
berhadapan dengan garam empedu.36,

37

Dalam lambung bakteri akan berhadapan dengan

suasana pH rendah. Pada suasana pH rendah proton (H+) bergerak menuju sel bakteri,
akibatnya proton mengganggu suplai energi yang dibutuhkan untuk beberapa proses pada sel
bakteri, seperti proses transport membran.37, 38 Akumulasi intraselular proton menyebabkan pH
intraselular menurun, sehingga dapat mengganggu beberapa jalur metabolisme dengan cara
mengganggu sistem enzimnya.37,

38

Setelah melewati lambung bakteri akan melewati usus

halus yang terdapat garam empedu. Garam Empedu dikenal sebagai surfaktan yang dapat
merusak membran bakteri dan dapat merusak molekul besar seperti DNA dan RNA karena
terbentuknya oksigen radikal bebas.37, 39, 40 Kedua kondisi tersebut dapat menyebabkan bakteri
kekurangan energi karena metabolismenya terganggu akibat akumulasi proton, serta rusaknya
membran bakteri disebabkan garam empedu, keduanya berakibat pada matinya sel bakteri.
Keistimewaan Lactobacillus spp. salah satunya adalah dapat bertahan melewati saluran
cerna dalam menghadapi stressor seperti asam lambung. Dari suatu studi ditemukan bahwa
terbentuknya overekspresi dan delesi

dari suatu gen berperan sebagai faktor yang


15

mempengaruhi daya tahan Lactobacillus spp. pada saluran cerna.37 Overekspresi dan delesi
dari gen tersebut bisa diakibatkan sebagai respon dari stress akibat lingkungan bakteri. 41 Tiga
dari lima derivat gen yang terbentuk tersebut terbukti mempengaruhi daya tahan
Lactobacillus spp. pada saluran cerna.37 Tiga gen yang berperan dalam daya tahan
Lactobacillus spp. adalah gen yang mengkode AraC family regulator (Lp_1669), Na+/H+
antiporter (NapA3), dan penicillin binding protein (Pbp2A). Ketiga gen tersebut
mempengaruhi daya tahan Lactobacillus spp. Gen tersebut menurunkan daya tahan
Lactobacillus spp. dengan cara memodifikasi dinding sel dan transportasinya, dan mutasinya
dapat meningkatkan daya tahan Lactobacillus spp. dengan cara memodulasi envelope pada sel
Lactobacillus spp. Modulasi envelope pada sel bakteri dapat mempengaruhi daya tahan
bakteri karena merupakan barier pertahanan pertama terhadap stres.42, 43
Gen Lp_1669 secara indirek mempengaruhi daya tahan Lactobacillus spp. dengan cara
memperngaruhi remodeling CPS, gangguan pada gen Lp_1669 mengakibatkan bakteri
memiliki CPS dengan masa yang lebih tinggi sehingga lapisan CPS yang lebih tebal, hal ini
menjadikan daya tahan Lactobacillus spp. menjadi semakin tinggi.44 Gen lain yang
berpengaruh adalah NapA3. Gen ini mempengaruhi daya tahan Lactobacillus spp. dengan
cara homeostasis pH. Gangguan NapA3 mengakibatkan daya tahan Lactobacillus spp.
meningkat. fungsi NapA3 adalah mengeluarkan ion Na+ dan menarik ion H+, dan juga
menarik proton masuk ke intrasel sehingga menjadikan pH intraselular sel Lactobacillus spp.
menurun, pada kasus NapA3 mengalami gangguan maka mekanismenya akan terbalik
sehingga pH intraselular akan meningkat.37 Gen terakhir adalah pbp2A yang mengkode
penicillin bindig protein 2A yang terlibat dalam biosintesis peptidoglikan.45 Gangguan pada
gen pbp2A akan mempengaruhi daya tahan Lactobacillus spp. pada saluran cerna karena
peptidoglikan secara langsung meningkatkan integritas sel dan dapat meningkatkan toleransi
16

toleransi terhadap asam lambung dan garam empedu. 38 Dapat disimpulkan dari mekanisme
ketiga mutasi gen tersebut dapat meningkatkan daya tahan Lactobacillus spp. dalam melewati
saluran cerna.

Perbedaan Peningkatan Jumlah Total Lactobacillus spp.


Penambahan Berbagai Konsentrasi Glukosa

Secara In Vivo pada

Setelah dilakukan uji T berpasanga dilakukan uji One Way ANOVA untuk mengetahui
pengaruh berbagai macam penambahan konsentrasi glukosa terhadap jumlah total
Lactobacillus spp. secara in vivo. Data yang digunakan pada uji ini adalah penambahan koloni
antara sebelum dan sesudah perlakuan dalam bentuk nilai logaritma (log10). Data dilakukan
tes Shapiro-Wilk untuk melihat distribusinya dan tes lavene untuk melihat homogenitas
datanya sebagai syarat dilakukan uji Oneway ANOVA data harus berdistribusi nrmal dan
homogen. Hasil didapatkan data berdistribusi normal karena P >0,05 (P= 0,284;
0,399;0,128;0,645), dan homogeny karena P > 0,05 (P= 0,858). Maka dapat dilakukan uji
Oneway ANOVA dengan hasil pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil uji Oneway ANOVA pada peningkatan jumlah Lactobacillus spp.
Penambahan glukosa
n
Rerata
P
Tanpa glukosa
6
2,24,92
0,001
Glukosa 4%
6
3,39,74
Glukosa 7%
6
3,92,76
Glukosa 10%
6
4,45,82

Hasil di atas menunjukan bahwa penambahan glukosa mempengaruhi jumlah koloni


Lactobacillus spp. secara in vivo dilihat dari nilai P < 0,05 (P =0,001) pada uji Oneway
17

ANOVA. Hal ini disebabkan karena glukosa meningkatkan daya tahan dan pertumbuhan
Lactobacillus spp. pada lambung.
Mekanisme glukosa dalam meningkatkan daya tahan Lactobacillus spp. pada asam
lambung adalah dengan cara menyediakan ATP untuk dipakai oleh enzim F 0F1-ATPase. Pada
kondisi asam ion H+ akan banyak terakumulasi dalam sel bakteri sehingga apabila dibiarkan
akan terjadi kematian sel. Pada dasarnya Lactobacillus spp. memiliki enzim F0F1-ATPase
yang berfungsi dalam homeostasis pH pada kondisi asam. 46 Mekanisme kerja enzim F0F1ATPase ini dengan cara memompa keluar ion H+ dari dalam sel.22 Enzim F0F1-ATPase ini akan
meningkat pada keadaan asam sebagai stress response pada Lactobacillus spp.47 Enzim F0F1ATPase untuk melaksanakan fungsinya membutuhkan ATP.22 Meningkatnya konsentrasi
glukosa dapat meningkatkan konsentrasi ATP intraselular.48,

49

Meningkatnya ATP akan

meningkatkan homeostasis pH intrasel, sehingga glukosa dapat meningkatkan daya tahan


Lactobacillus spp. dalam kondisi asam. Sehingga jumlah total Lactobacillus spp. pada feses
mencit semakin meningkat dengan ditambahnya glukosa.
Glukosa juga meningkatkan pertumbuhan Lactobacillus spp., karena glukosa mudah
difermentasi.14,

15

Glukosa akan difermentasi baik melalui jalur Heksosamonofosfat (HMP)

pada bakteri heterofermentatif maupun jalur Embden-Meyerhoff-Parnas (EMP) pada bakteri


homofermentatif dan akan menghasilkan ATP.7 ATP ini akan digunakan oleh Lactobacillus
spp. untuk tumbuh. Namun, setelah melintasi lambung glukosa akan diserap oleh usus halus
karena glukosa merupakan monosakarida sederhana yang mudah diserap sehingga glukosa
tidak lagi menjadi sumber energi bagi Lactobacillus spp.16 Selanjutnya pada usus halus besar
dan usus halus

Lactobacillus spp. akan menggunakan substrat untuk pertumbuhan dari

makanan (contoh: oligosakarida yang tidak dapat dicerna, serat pangan, protein yang tidak

18

tercerna yang mencapai kolon) dan dari sumber endogen seperti mucus, karena bahan tersebut
tidak dicerna dan masih terdapat dalam usus halus dan usus besar.29

Penambahan Konsentrasi Glukosa yang Paling Efektif Meningkatkan Jumlah Total


Lactobacillus spp. secara In Vivo
Setelah dilakukan uji Oneway ANOVA karena hasil yang signifikan (P>0,05) maka
dilanjutkan dengan uji post-hoc LSD untuk membandingkan signifikansi antar kelompok.
Hasil uji post-hoc LSD dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4.10 menunjukan bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna (P < 0,05) antara penambahan glukosa 0% dengan semua
kelompok, penambahan glukosa 4% dengan penambahan glukosa 0% dan 10%, penambahan
glukosa 7% hanya dengan 0%, dan penambahan glukosa 10% dengan penambahan glukosa
0% dan 4%. Berdasarkan hasil tersebut maka yang paling berbeda signifikan adalah pada
penambahan glukosa 0% karena merupakan kelompok yang tidak ditambahkan glukosa
sehingga jumlah total Lactobaillus-nya relatif paling sedikit dibandingkan yang lain.
Sedangkan yang kedua paling berbeda signifikan adalah pada kelompok yang ditambahkan
glukosa 10% karena penambahan glukosa pada kelompok ini paling banyak sehingga jumlah
total Lactobaillus-nya relatif paling banyak dibandingkan yang lain. Penambahan glukosa
konsentrasi 10% adalah konsentrasi yang paling efektif dalam meningkatkan jumlah
Lactobacillus spp. secara in vivo karena relatif paling tinggi meningkatkan jumlah total
Lactobacillus spp. pada feses mencit dan memiliki hasil uji post-hoc LSD yang cukup
signifikan.

19

Tabel 4. Hasil uji post-hoc LSD


Penambahan
glukosa
Tanpa glukosa

Glukosa 4%
Glukosa 7%
Glukosa 10%

Penambahan
glukosa
4%
7%
10%
0%
7%
10%
0%
4%
10%
0%
4%
7%

n
6
6
6
6

P
0,024
0,002
0,000
0,024
0,274
0,035
0,002
0,274
0,271
0,000
0,035
0,271

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Jumlah rata-rata Lactobacillus spp pada feses mencit sebelum diberi perlakuan adalah
2,76 107 CFU/g. Jumlah rata-rata Lactobacillus spp pada feses mencit sesudah diberi
perlakuan adalah penambahan glukosa 0% sebanyak 6,00109 CFU/g, penambahan glukosa
4% sebanyak 2,941010 CFU/g, penambahan glukosa 7% sebanyak 3,391011 CFU/g, dan
penambahan glukosa 10% sebanyak 1,631012 CFU/g.
Terdapat perbedaan jumlah total Lactobacillus spp. setelah diberikan suspensi L.
acidophilus. Pada suspensi yang tidak ditambahkan glukosa meningkat 2,36 log 10 CFU/g,
penambahan glukosa 4% meningkat 3,08 log10 CFU/g, penambahan glukosa 7% meningkat
4,01 log10 CFU/g, dan penambahan glukosa 10% meningkat 4,78 log10 CFU/g.
Terdapat perbedaan jumlah total Lactobacillus spp. antar setiap kelompok percobaan.
Kelompok yang tidak ditambah glukosa meningkat sampai 2,36 log10 CFU/g sesudah
perlakuan. Kelompok yang ditambah glukosa 4% 0.72 log10 CFU/g lebih baik dari yang
20

tanpa glukosa. Kelompok yang ditambah glukosa 7% 0.93 log10 CFU/g lebih baik dari
glukosa 4%. Kelompok yang ditambah glukosa 10% 0.77 log10 CFU/g lebih baik dari
glukosa 7%.
Konsentrasi yang paling efektif meningkatkan jumlah Lactobacillus spp. pada feses
mencit adalah konsentrasi glukosa 10%.

Saran
Penelitian ini hanya membahas sampai konsntrasi glukosa 10%, agar dapat diketahui
konsentrasi optimum dapat dilakukan percobaan dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Dapat
pula dilakukan perhitungan jumlah Lactobacillus spp. pada setiap organ pencernaan yang
dilalui makanan dari mulai mulut sampai anus untuk melihat perjalanan Lactobacillus spp.
dengan lebih jelas dan terinci. Metode yang berbeda dapat dilakukan pada perlakuan yang
sama dengan penelitian ini untuk melihat perbedaannya. Konsentrasi glukosa yang tinggi
tidak selalu disukai masyarakat, walaupun sangat baik meningkatkan jumlah Lactobacillus
spp., sehingga dapat dilakukan uji organoleptik dengan tingkat konsentrasi glukosa yang
berbeda-beda untuk mengetahui tingkat kesukaan masyarakat terhadap produk probiotik.
Penggantian substrat selain glukosa pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan untuk melihat
substrat mana yang paling baik meningkatkan daya tahan Lactobacillus spp. secara in vivo,
substrat yang dapat digunakan misalnya fruktooligosakarida (FOS), galaktooligosakarida
(GOS), dan lain sebagainya.
Perbaikan metode dalam pemeliharaan hewan coba perlu dilakukan, karena berpengaruh
terhadap individu hewan coba dan keakuratan hasil penelitian, seperti pemberian satu
kandang untuk masing-masing hewan coba.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Qiang X, Yonglie C, QianBing W. Health benefit application functional oligosaccharides
Review. Carbohydrate Polymers. 2009;77, 435-441.
2. Saarela M, Mogensen G, Fonden R, Matto J, Mattila-Sandholm T. Review Article:
Probiotic Bacteria: Safety, Functional and Technological Properties. Journal of
Biotechnology. 2000; 84 (2000) 197 215.
3. Soeharsono, Adriani L, Safitri R, Sjofjan O, Abdullah S, Rostika R. Probiotik Basis
Ilmiah, Aplikasi dan Aspek Praktis. 1st ed. Bandung: Widya Padjadjaran; 2010.
4. Brown A, Valiere A. Probiotics And Medical Treatment Therapy. Nutrition Clinical Care.
2004;7: 56-68.
5. Guarner F, Malagelada JR. Review: Gut Flora in Health and Disease. The Lancet.
2003;361:51219.
6. Parracho H, McCartney AL, Gibson GR. Probiotics and Prebiotics in Infant Nutrition.
Proc Nutr Soc. 2007;66:405411.
7. Todar
K.
Lactic
Acid
Bacteria.
http://textbookofbacteriology.net/lactics.html.

2012;

Available

from:

8. Walter J. Ecological Role of Lactobacilli in The Gastrointestinal Tract: Implication for


Fundamental and Biomedical Research. Appl Environ Microbiol. 2008;74(16):4985.
9. Dunne C, O'Mahony L, Murphy L. In Vitro Selection Criteria for Probiotic Bacteria of
Human Origin: Correlation With In Vivo Findings. Am J Clin Nutr. 2001;73:386S-392S.
10. Mahon CR, Donald C, George M. Textbook of Diagnostic Microbiology. 3 ed.
Philadelphia: Elsevier; 2007.
11. Geo FB, Janet S, Stephen A. Mikrobiologi kedokteran. 23 ed. Jakarta: EGC; 2008.
12. Lee YK, Salminem S. Handbook of Probiotic. 2nd ed. Hoboken: John Wiley and Sons;
2009.
13. Fardiaz S. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: Gramedia; 1992.
14. Supriyono T. Kandungan Betakaroten, Polifenol Total dan Aktivitas "Merantas" Radikal
Bebas Kefir Susu Kacang Hijau (Vigna radiata) oleh Pengaruh Jumlah Starte
Lactobacillus bulgaricus dan Candida kefir) dan Konsentrasi Glukosa. Semarang:
Universitas Diponegoro; 2008.
15. Kunaepah U. Pengaruh Lama Fermentasi dan Konsentrasi Glukosa Terhadap Aktivitas
Antibakteri, Polifenol Total dan Mutu kimia Kefir susu Kacang Merah. Semarang:
Universitas Diponegoro; 2008.
16. Klefstad K. The Effect of Sugar on Probiotics in Yogurt. 2011 [updated Jun 14, 2011 ];
Available
from:
http://www.livestrong.com/article/298774-the-effect-of-sugar-onprobiotics-in-yogurt/.
17. Huang Y, Adams M. In vitro Assessment of The Upper Gastrointestinal Tolerance of
Potential Probiotic Dairy Propionibacteria. Intern JFood Microbiol. 2004;91, 253-260.
22

18. Lankaputhra W, Shah N. Survival of Lactobacillus acidophilus and Bifidobacteriumspp in


The Presence of Acid and Bile Salts. Cultured Dairy Prod J. 1995;30:2-7.
19. Ghadimi D, Folster-Holst R, deVrese M, Winkler P, Heller K, Schrezenmeir J. Effects of
Probiotic Bacteria and Their Genomic DNA on TH1/TH2-Cytokine Production by
Peripheral Blood Mononuclear Cells (PBMCs) of Healthy and Allergic Subjects.
Immunobiology. 2008; 213, 677692.
20. Tannock GW. A Special Fondness for Lactobacilli. Appl Environ Microbiol.
2004;70:3189-3194.
21. Atsari AG. Pengaruh Penambahan Glukosa Terhada Lama Fermentasi dan Total Plate
Count Lactobacillus sp. pada Media Susu Kedelai. Cimahi: Universitas Jenderal Achmad
Yani; 2012.
22. Corcoran B, Stanton C, Fitzgerald G, Ross R. Survival of Probiotic Lactobacilli in Acidic
Environments Is Enhanced in the Presence of Metabolizable Sugars. Appl Environ
Microbiol. 2005;6 3060-3067.
23. Bridson EY. The Oxoid Manual. 8 ed. Hamspire: Oxoid; 1998.
24. Cappuccino JG, Sherman N. Microbiology: A Laboratory Manual. 7 th ed. San Fransisco:
Benjamin Cummings; 2005.
25. Perret-Gentil MI. Mouse Biomethodology. San Antonio: University of Texas 2009.
26. Bhattacharya PR, Majumdar MK. Survival of Orally Administered Isolated Intestinal
Lactobacillus acidophillus in Different Parts of Gastrointestinal Tract of Mice. J Biosci.
1983;5(97-105).
27. de-Mello RMP, de-Morais MB, Tahan S, Melli LCFL, Rodrigues MSDC, Mello CS, et al.
Lactobacilli and Bifidobacteria in The Feces of Schoolchildren of Two Different
Socioeconomic Groups: Children From A Favela and Children From A Private School.
Journal de Pediatria. 2009;85(4):307-314.
28. Dahlan MS. Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan. 5th ed. Jakarta: Salemba Medika;
2011.
29. Vernazza CL, Rabiu BA, Gibson GR. Prebiotics: Development and Application: John
Wiley & Sons; 2006.
30. Nurcholis M, Zubaidah E. Evaluasi In Vivo Efek Sinbiotik Bekatul Terfermentasi Bakteri
Asam Laktat Probiotik (Lactobacillus plantarum B2 dan Lactobacillus casei). Jurnal
Teknologi Pertanian.12: 58-67.
31. Finegold SM, Sutter VL, Attebery HR. Effect of Diet on Human Fecal Flora: Comparison
of Japanese and American Diet. Am J Clin Nutr. 1974;27:1456-1469.
32. Mitsuoka T. The Lactic Acid Bacteria in Health and Disease. B. J. B. Wood ed. London,
United Kingdom: Elsevier Applied Science; 1992.
33. Tannock GW, Munro K, Harmsen HJ, Welling GW, Smart J, Gopal PK. Analysis of the
Fecal Microflora of Human Subject Consuming a Probiotic Product Containing
Lactobacillus rhamnosus DR20. Appl Environ Microbiol. 2000;66:2578-2588.

23

34. Harmsen HJ, Raangs GC, He T, Degener JE, Welling GW. Extensive Set of 16s rRnaBased Probes for Detection of Bacteria in Human Feces. Appl Environ Microbiol.
2002;68:2982-2990.
35. Rinttila T, Kassinen A, Malinen E, Krogius L, Palva A. Development of an Extensive Set
of 16S rDNA-targeted Primers for Quantification of Pathogenic and Indigenous Bacteria
in Fecal Sampels by Real Time PCR. Appl Microbiol. 2004;97:1166-1177.
36. Corcoran BM, Stanton C, Fitzgerald G, Ross RP. Life under stress: The Probiotic Stress
Response and How It May be Manipulated. Current Pharmaceutical Design. 2008; 14:
13821399.
37. Veen HvBvd, Lee IC, Marco ML, Wels M, Bron PA, Kleerebezem M. Modulation of
Lactobacillus plantarum Gastrointestinal Robustness by Fermentation Conditions Enables
Identification of Bacterial Robustness Markers. PLoS ONE. 2012;7: e39053.
38. Guchte Mvd, Serror P, Chervaux C, Smokvina T, Ehrlich SD. Stress Responses in Lactic
Acid Bacteria. Antonie Van Leeuwenhoek. 2002;82: 187216.
39. Watson D, Sleator RD, C CH, Gahan CG. Enhancing Bile Tolerance Improves Survival
and Persistence of Bifidobacterium and Lactococcus in The Murine Gastrointestinal Tract.
BMC Microbiol. 2008; 8: 176.
40. Begley M, Gahan CG, Hill C. The Interaction Between Bacteria and Bile. FEMS
Microbiol Rev. 2005;29: 625651.
41. Bath K. Factors Important for Persistence of Lactobacillus reuteri in the Gastrointestinal
Tract: A Study of Extracellular Proteins, Stress Response and Survival of Mutants in a
Model System. Uppsala: Swedish University of Agricultural Science; 2007.
42. Jordan S, Hutchings MI, Mascher T. Cell Envelope Stress Response in Gram-positive
Bacteria. FEMS Microbiol Rev. 2008;32: 107146.
43. Bron PA, Marco M, Hoffer SM, Mullekom EV, Vos WMd. Genetic Characterization of
The Bile Salt Response in Lactobacillus plantarum and Analysis of Responsive Promoters
In Vitro and In Situ in The Gastrointestinal Tract. J Bacteriol. 2004;186: 78297835.
44. Lebeer S, Claes IJ, Verhoeven TL, Vanderleyden J, Keersmaecker SC. Exopolysaccharides
of Lactobacillus rhamnosus GG Form A Protective Shield Against Innate Immune Factors
in The Intestine. Microb Biotechnol. 2011;4: 368374.
45. Kleerebezem M, Boekhorst J, Kranenburg Rv, Molenaar D, Kuipers OP. Complete
Genome Sequence of Lactobacillus plantarum WCFS1. Proc Natl Acad Sci U S A.
2003;100: 19901995.
46. Cotter PD, Hill C. Surviving The Acid Test: Response of Gram-Positive Bacteria to Low
pH. Microbiol Mol Biol Rev. 2003;67:429-453.
47. Kullen MJ, Klaenhammer TR. The Membrane-Bound H+-ATPase Complex Is Essential
for Growth of Lactococcus lactis. J Bacteriol. 2000;182:4738-4743.
48. Shabala LB, Budde B, Ross T, Siegumfeldt H, McMeekin T. Responses of Listeria
monocytogenes to Acid Stress and Glucose Availability Monitored by Measurements of
Intracellular pH and Viable Counts. Int J Food Microbiol. 2002;75:89-97.
24

49. Bakker EP, Harold FM. Energy Coupling to Potassium Transport in Streptococcus
faecalis. J Biol Chem. 1980;255:433-440.

25

Anda mungkin juga menyukai