Dengue Shock Syndrome
Dengue Shock Syndrome
Oleh:
Nurmiftahul Islamiyah
(H1A006035)
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi oleh virus Dengue (DENV) masih tetap menjadi masalah
kesehatan yang serius di banyak daerah tropis dan subtropis di dunia. Penyakit
yang dalam penyebarannya diperantari oleh faktor nyamuk Aedes aegypty dan
Aedes albopictus betina ini, merupakan hiperendemis di Asia Tenggara, dengan
manifestasi Demam Dengue (DD) dan bentuk yang paling berbahaya berupa
Deman Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD) yang biasanya
bersifat fatal, terutama pada anak-anak.
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus famili Flaviviridae, mempunyai 4
jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4 melalui perantara gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Keempat serotipe dengue terdapat di Indonesia, den-3
merupakan serotipe dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.
Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian
terutama pada anak-anak.
Sejak tahun 2004 di Indonesia telah dilaporkan kasus tinggi untuk demam
berdarah dengue di wilayah asia tenggara. Diperkirakan lebih kurang 100 juta
kasus deman Dengue dan 500 ribu kasus DBD terjadi tiap tahunnya diseluruh
dunia, 90% dari kasus-kasus tersebut menyerang anak-anak di bawah 15 tahun
Pada tahun 2005, Indonesia merupakan kontributor utama terhadap kasus demam
berdarah dengue di wilayah asia tenggara (53%) dengan total 95,270 kasus dan
1298 kematian (CFR = 1.36%). Jika dibandingkan dengan tahun 2004, maka
terdapat peningkatan kasus sebesar 17% dan kematian sebesar 36%. Pada tahun
2006 di Indonesia terdapat 57 % dari kasus demam berdarah dengue dan kematian
hampir 70 % di wilayah asia tenggara.
DBD dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue yang disertai
syok (dengue shock syndrome = DSS ) yang merupakan keadaan darurat medik,
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi
klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan, demam dengue, demam
berdarah dengue sampai demam berdarah dengue disertai syok.
DBD adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam akut disertai gejala perdarahan dan bila
timbul renjatan, angka kematiannya cukup tinggi.
B. Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan
virus
darah,
penurunan
volume
plasma,
terjadinya
hipotensi,
trombositopenia serta diatesis hemoragik. Pada kasus berat, syok terjadi secara
akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma
melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit pada
kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi sebagai akibat kebocoran
plasma ke daerah ekstra vaskular (ruang interstisial dan rongga serosa) melalui
kapiler yang rusak. Bukti yang mendukung dugaan ini ialah meningkatnya
berat badan, ditemukannya cairan dalam rongga serosa yaitu rongga
peritoneum, pleura dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan
yang diberikan melalui infus, dan terdapatnya edema.
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam
dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat
meningkat pada masa konvalens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari
sejak
permulaan
sakit.
Trombositopenia
yang
dihubungkan
dengan
darah
trombositopeni.
menunjukkan
Masa
leukopeni
penyembuhan
dapat
kadang-kadang
disertai
rasa
dijumpai
lesu
yang
Derajat II
Derajat III
perdarahan lain
Ditemukannya tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi
cepat dan lembut, tekanan nadi menurun ( 20 mmHg)
atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan pasien
Derajat IV
menjadi gelisah
Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapat diukur
Laboratorium
Trombositopenia ( 100.000/ul) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari
peningkatan nilai hematokrit 20% dibandingkan dengan nilai hematokrit pada
masa sebelum sakit.
rumatan
perlu
diberikan.
Antiperik
kadangn
diperlukan,
Pemeriksaan Penunjang.
1. Pemeriksaan Laboratori
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar
hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya
limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.
Parameter laboratori yang dapat diperiksa:
-
Hematokrit:
kebocoran
plasma
dibuktikan
dengan
ditemukannya
Imunoserologi
Pemeriksaan anti-dengue IgG, IgM
IgM
+
+
-
IgG
+
+
Interpretasi
Infeksi primer
Infeksi sekunder
Riwayat
terpapar/
dugaan
infeksi
sekunder
-
Gas darah: terdapat gangguan pada konsentrasi gas darah sesuai dengan
keadaan pasien.
2. Pemeriksaan Radiologis
-
Komplikasi.
o Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD dengan syok ataupun tanpa
syok.
o Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut.
o Edema paru, seringkali terjadi akibat overloading cairan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari heteroanamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang pada kasus ini
sesuai dengan kriteria diagnosis untuk Dengue Syok Syndrome. Heteroanamnesis
mendapatkan bahwa anak D sebelumnya memiliki riwayat demam 4 hari
sebelum MRS, hari ke 4 demam turun dan badan terasa semakin lemas sampai
pasien dibawa ke rumah sakit. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
lemah, kesadaran compos mentis, vital sign TD 100/80 mmHg, Nadi 96 x/menit,
lemah, teratur, RR 24x/menit, suhu 36,0 0C. CRT <3 detik, nyeri tekan (+) di
seluruh lapang abdomen, akral teraba dingin pada tangan dan kaki.
Pemeriksaan laboratorium HB 18,1 g/dl, HCT 50,4 %, PLT : 33 k/ul, DHF
IgG : +, DHF IgM : -. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya
hemokonsentrasi dan trombositopenia sebagai akibat peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke
ruang ekstravaskular. Syok berat timbul jika volume plasma dapat berkurang
sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Penatalaksanaan
untuk kasus ini diberikan O2 2 lpm, cairan Ringer laktat 400 ml dalam 30 menit
sampai keadaan hemodinamik dan gejala klinis membaik, kemudian diturunkan
berdasarkan keadaan klinis dan hasil laboratorium, selain itu diberikan ranitidin 2
x 40 mg untuk mengatasi nyeri perut pasien. Pasien ini juga dirawat di ICU
karena keadaan hemodinamik dan gejala klinis yang tidak stabil, disamping
pemberian cairan sesuai kebutuhan, juga diberikan tranfusi FFP 200cc dan TC
200cc. Pemberian tranfusi diberikan karena pasien tidak juga menunjukan
perbaikan klinis maupun laboratorium walaupun telah dilakukan pemberian cairan
intravena sesuai kebutuhan. Selama perawatan pasien ini juga sempat
mengeluhkan sesak nafas dan distensi abdomen, kemudian dilakukan pemeriksaan
radiologi dan didapatkan hasil edema pulmonum dan efusi pleura bilateral
terutama kanan. Tidak diketahui secara pasti penyebab dari keadaan tersebut,
namun dari literatur, edema paru seringkali terjadi akibat overloading cairan.
Setelah dirawat beberapa hari di ruangan dan ICU akhirnya syok teratasi dan
dilakukan pemantauan ketat sampai keadaan stabil, hampir 48 jam setelah syok
teratasi, cairan intravena tidak diberikan lagi, ini sesuai dengan penatalaksaan
DSS, bahwa pemberian cairan tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Setelah
24 jam cairan infus berhenti diberikan, keadaan pasien tetap stabil sampai pasien
dibolehkan pulang.
DAFTAR PUSTAKA