Disahkan oleh
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Genteng
Tentang
B. Anamnesis
Keluhan
1. Sesak pada saat beraktifitas (dyspneu deffort)
2. Gangguan napas pada perubahan posisi (ortopneu)
3. Sesak napas malam hari (paroxysmal nocturnal dyspneu) Keluhan
tambahan: lemas, mual, muntah dan gangguan mental pada orangtua
C. Pemeriksaan
Fisik
D. Kriteria
Diagnosis
Faktor Risiko
1. Hipertensi
2. Dislipidemia
3. Obesitas
4. Merokok
5. Diabetes melitus
6. Riwayat gangguan jantung sebelumnya
7. Riwayat infark miokard
Pemeriksaan Fisik:
1. Peningkatan tekanan vena jugular
2. Frekuensi pernapasan meningkat
3. Kardiomegali
4. Gangguan bunyi jantung (gallop)
5. Ronki pada pemeriksaan paru
6. Hepatomegali
7. Asites
8. Edema perifer
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapat
Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria
Framingham yaitu minimal 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Kriteria Mayor:
1. Sesak napas tiba-tiba pada malam hari (paroxysmal nocturnal
dyspneu)
2. Distensi vena-vena leher
3. Peningkatan tekanan vena jugularis
4. Ronki basah basal
5. Kardiomegali
6. Edema paru akut
7. Gallop (S3)
8. Refluks hepatojugular positif
E. Diagnosis
F. Diagnosis
Banding
G. Pemeriksaan
Penunjang
Kriteria Minor:
1. Edema ekstremitas
2. Batuk malam
3. Dyspneu deffort (sesak ketika beraktifitas)
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital paru sepertiga dari normal
7. Takikardi >120 kali per menit
Gagal Jantung Kronis
Penyakit paru: obstruktif kronik (PPOK), asma, pneumonia, infeksi
paru berat (ARDS), emboli paru 2. Penyakit Ginjal: Gagal ginjal
kronik, sindrom nefrotik 3. Sirosis hepatik 4. Diabetes ketoasidosis
Pemeriksaan Penunjang
1. X Ray thoraks untuk menilai kardiomegali dan melihat gambaran
edema paru
2. EKG (hipertrofi ventrikel kiri, atrial fibrilasi, perubahan gelombang
T, dan gambaran abnormal lain).
3. Darah perifer lengkap
H. Terapi
Penatalaksanaan
1. Modifikasi gaya hidup
a. Pembatasan asupan cairan maksimal 1,5 liter (ringan), maksimal 1
liter (berat)
b. Berhenti merokok dan konsumsi alkohol
2. Aktivitas fisik
a. Pada kondisi akut berat: tirah baring
b. Pada kondisi sedang atau ringan: batasi beban kerja sampai 60%
hingga 80% dari denyut nadi maksimal (220/umur)
3. Penatalaksanaan farmakologi Pada gagal jantung akut:
a. Terapi oksigen 2-4 liter per menit
b. Pemasangan iv line untuk akses dilanjutkan dengan pemberian
furosemid injeksi 20 s/d 40 mg bolus dapat diulang tiap jam sampai
dosis maksimal 600 mg/hari.
Pada gagal jantung kronik:
a. Diuretik: diutamakan loop diuretic (furosemid) bila perlu dapat
dikombinasikan Thiazid.
b. ACE Inhibitor (ACE-I) atau Angiotensine II receptor blocker
(ARB) mulai dari dosis terkecil dan titrasi dosis sampai tercapai
dosis yang efektif dalam beberapa minggu. Bila pengobatan sudah
mencapai dosis maksimal dan target tidak tercapai segera dirujuk.
c. Digoksin diberikan bila ditemukan takikardi untuk menjaga denyut
nadi tidak terlalu cepat.
I. Edukasi
1. Edukasi tentang penyebab dan faktor risiko penyakit gagal jantung
kronik misalnya tidak terkontrolnya tekanan darah, kadar lemak
atau kadar gula darah.
2. Pasien dan keluarga perlu diberitahu tanda-tanda kegawatan
kardiovaskular dan pentingnya untuk kontrol kembali setelah
pengobatan di rumah sakit.
3. Patuh dalam pengobatan yang telah direncanakan.
4. Menjaga lingkungan sekitar kondusif untuk pasien beraktivitas dan
berinteraksi.
5. Melakukan konferensi keluarga untuk mengidentifikasi faktorfaktor pendukung dan penghambat penatalaksanaan pasien, serta
menyepakati bersama peran keluarga pada masalah kesehatan
pasien.
J. Prognosis
K. Tingkat Evidens
L. Tingkat
Rekomendasi
M. Penelaah Kritis
N. Kepustakaan
Banyuwangi,
Maret 2016
Ketua SMF
NIP.