Anda di halaman 1dari 4

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RSUD BANDAR NEGARA HUSADA

DISPEPSIA
No ICPC-2 : D07 Dyspepsia / indigestion
No ICD-10 : K29,7 Gastritis, unspesific
K.30 Functional dyspepsia
1. Pengertian (Definisi) Dispepsia menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala yang
terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual,
muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa.

Secara garis besar dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu dispepsia


organik dan dispepsia fungsional. Dispepsia organik terdiri dari
ulkus gaster, ulkus duodenum, gastritis, gastritis erosi. Pada
dispepsia fungsional, pemeriksaan penunjang yang konvensional
atau baku (radiologi, endoskopi, laboratorium) tidak
memperlihatkan adanya gangguan patologik struktural atau
biokimiawi.

2. Anamnesis Kriteria Roma III dan Konsensus Asia Pasifik 2012


Terdapat satu atau lebih gejala yang berhubungan dengan
gangguan di gastroduodenal:
1. Nyeri epigastrium
2. Rasa terbakar di epigastrium (heartburn)
3. Rasa penuh atau tidak nyaman setelah makan
4. Rasa cepat kenyang
5. Kembung pada abdomen bagian atas

Mencari tanda bahaya pada anamnesis dispepsia :

1. Penurunan berat badan > 10%


2. Disfagia progresif
3. Muntah rekuren atau persisten
4. Perdarahan saluran cerna
5. Anemia yang tidak diketahui sebabnya
6. Demam
7. Massa daerah abdomen bagain atas
8. Riwayat keluarga kanker lambung
9. Dispepsia awitan baru pada pasien di atas 45 tahun

3. Pemeriksaan Fisik 1. Dapat normal


2. Nyeri tekan epigastrium
3. Menyingkirkan tanda bahaya : febris, konjungtiva pucat, sklera
ikterik, massa abdomen, atau organomegali, dan tanda-tanda
malasorbsi

4. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang


digunakan untuk membedakan dispepsia fungsional dan
dispepsia organik.

Untuk dispepsia fungsional gejala yang berlangsung setidaknya


sudah terjadi selama 3 bulan terakhir dengan awitan gejala 6 bulan
sebelum diagnosis ditegakkan.

5. Diagnosis Kerja - Dispepsia organik (ulkus peptikum, ulkus duodenum, gastritis,


gastritis erosif)
- Dispepsia dengan H. Pylori
- Dispepsia fungsional

6. Diagnosis Banding 1. Penyakit refluks gastroesofagus


2. Akalasia
3. Kolelitiasis
4. Kolik bilier
5. Keganasan esofagus atau gaster
6. Inferior myocard infarction

7. Pemeriksaan 1. Laboratorium darah


Penunjang 2. Endoskopi
3. Urea breath test
4. USG abdomen
5. EKG
8. Tata Laksana 1. Dispepsia yang belum diinvestigasi:
Pemberian terapi empirik selama 1-4 minggu sebelum
pemeriksaan adanya H pylori:
- Antasida
- Antisekresi asam lambung (PPI dan atau H2-Receptor
Antagonist)
- Prokinetik
- Sitoprotektor

Terkait dengan prevalensi H.plori yang tinggi, strategi test and


treat diterapkan pada pasien dengan keluhan dispepsia tanpa
tanda bahaya :
1. Pasien dispepsia tanpa komplikasi yang tidak berespons
terhadap perubahan gaya hidup, antasida, pemberian PPI
tunggal selama 2-4 minggu dan tanpa tanda bahaya
2. Pasien dengan riwayat ulkus gaster atau ulkus duodenum
yang belum pernah diperiksa
3. Pasien yang akan minum NSAID terutama dengan
riwayat ulkus duodenum
4. Anemia defisiensi besi yang tidak dapat dijelaskan, ITP
dan defisiensi vit B 12
2. Dispepsia yang telah diinvetigasi
Pasien-pasien dispepsia dengan tanda bahaya tidak diberikan
terapi empirik, melainkan hars dilakukan investigasi terlebih
dahul dengan endoskopi dengan atau tanpa pemeriksaan
histopatologi sebelum ditangani sebagai dispepsia fungsional.
a. Dispepsia organik
Terapi dilakukan berdasarkan kelainan yang ditemukan.
Obat yang diberikan antara lain kombinasi PPI, misal
rabeprazole 2x20 mg / lansoprazole 2x30 mg dengan
mukoprotektor, misalnya rebamipide 3x100 mg
b. Dispepsia fungsional
Perbaikan gaya hidup, kombinasi obat : supresi asam
lambung (PPI, ARH2), antasida, prokinetik, sitoprotektif
dan antidepresan sesuai indikasi dan riwayat pengobatan
sebelumnya.
c. Dispepsia dengan infeksi H.pylori
 Lini pertama : PPI 2x1 + Amoksisilin 2x1000 mg +
Klaritromisin 2x500 mg 7-14 hari.
 Lini kedua (PPI 2x1 + Amoksisilin 2x1000 mg +
Levofloksasin 2x500 mg 7-14 hari)
 Lini ketiga (uji resistensi terlebih dahulu) bila gagal
dengan lini sebelumnya (PPI 2x1 + Amoksisilin
2x1000 mg + Levofloksasin 2x500 mg + Rifabtutin
7-14 hari)
Setelah pemberian terapi eradikasi, pemeriksaan
konfirmasi dengan UBT atau H pylori stool antigen
monoclonal test setidaknya 4 minggu setelah terapi
berakhir.

9. Edukasi Menghindari makanan pencetus serangan, seperti makanan


pedas, asam, tinggi lemak
10 Prognosis Dispepsia fungsional merupakan penyakit kronis dan
. keluhan dapat menyerupai gangguan gastrointestinal lainnya.
Pada beberapa pasien, keluhan akan tetap dirasakan, 10%
kasus akan mempunyai keluhan menyerupai gangguan
gastrointestinal lain, sedangkan 10% kasus akan remisi
spontan. Walaupun perjalanan penyakit ini tidak stabil,
tetapi hanya 2% kasus akan berkembang menjadi ulkus
peptikum dalam 7 tahun, belum terbukti penyakit ini
menyebabkan kematian.

Tukak gaster yang terinfeksi H.pylori mempunyai angka


kekambuhan 60% jika tidak dieradikasi dan 5% jika
dieradikasi. Tukak duodenum yang terinfeksi H.pylori
mempunyai angka kekambuhan 80% jika kuman tetap ada
dan 5% jika sudah dilakukan eradikasi.
11 Indikator (Outcome) 1. Keadaan umum baik
. 2. Gejala berkurang

12 Kepustakaan 1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, dkk. 2014. Buku Ajar


. penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam.
2. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary D,
editors. 2015. Panduan Praktik Klinis Penatalaksanaan
di Bidang ilmu Penyakit Dalam. Indonesia. Interna
Publishing.
3. Simadibrata M, Makmun D, Abdullah M, dkk. 2014.
Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan
Infeksi Helicobacter pylori. Perkumpulan
Gastroenterologi Indonesia (PGI) dan Kelompok Studi
Helicobacter pylori Indonesia (KSHPI).

Anda mungkin juga menyukai