Anda di halaman 1dari 10

PORTOFOLIO 1

Topik

: Demam Typhoid

Tanggal (kasus)

: 11 November 2014

Presenter

Tanggal Presentasi :

: dr. Masrida Rezki

Pendamping: dr. Desri Marlina

Tempat Presentasi : RSUD Selasih, Kabupaten Pelalawan


Obyek Presentasi
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus
Deskripsi

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Lansia

Bumil

: Laki-laki usia 33 tahun, demam sejak 10 hari, mual (+), muntah (+),

konstipasi (+), anoreksia (+), sakit kepala (+).


Tujuan
: Mengetahui defenisi, etiologi, patogenesis, diagnosis, penatalaksanaan, dan
komplikasi demam typhoid.
Bahan Bahasan

Tinjauan Pustaka

Cara Membahas

Diskusi

Data Pasien

Nama

Riset

Presentasi dan diskusi

: Tn. S

Kasus

Audit

Email

Pos

Nomor Registrasi

: 008458

Data utama untuk bahan diskusi :


1. Manifestasi Klinis :
Laki-laki usia 33 tahun, demam sejak 10 hari, mual (+), muntah (+), konstipasi
(+), anoreksia (+), sakit kepala (+).
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien sudah berobat ke klinik tapi belum ada perubahan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan yang sama seperti ini sebelumnya (-)
4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
5. Riwayat Psikososial :
Di lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang sakit seperti ini
6. Lain-lain :
TD = 110/70 mmHg, HR = 78x/menit, RR = 20x/menit, S = 38,1oC
Coated tongue (+)
7. Diagnosis : Demam Typhoid
Daftar Pustaka

Background Document.2003.The Diagnosis, Treatment and Prevention of Thypoid


Fever. Comunicable Disease Surveillance and Response Vaccinase and Biologicals.
WHO.

Braunwald. 2008.Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th Edition, New


York,

Brush, John L. 2009. Typhoid Fever, in http:// emedicine.medscape.com/article


231135-overview dikunjungi pada 20 November 2014.

Jawetz Ernest et al. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Alih Bahasa : Nugroho Edi,
Maulani RF. Jakarta EGC

Widodo Djoko. 2007. Demam Tifoid didalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

III edisi IV. Jakarta FKUI


Hasil Pembelajaran
1) Defenisi Demam Typhoid
2) Etiologi Demam Typhoid
3) Patogenesis Demam Typhoid
4) Diagnosis Demam Typhoid
5) Penatalaksanaan Demam Typhoid
6) Komplikasi Demam Typhoid
Pembahasan Kasus :
1. Subjektif
Laki-laki usia 33 tahun datang ke IGD RSUD Selasih dengan keluhan demam sejak
10 hari SMRS. Demam dirasakan tiap hari dan terutama tinggi pada malam hari, kadang
disertai menggigil. Keringat malam dan batuk lama disangkal oleh pasien. Penurunan
berat badan disangkal. Pasien mengeluh mual dan muntah. Muntah dengan frekuensi 2
kali sehari sejak 5 hari terakhir berisi cairan dan kadang makanan. Keluhan disertai nafsu
makan yang menurun dan badan dirasakan lemah. Sakit kepala yang berdenyut juga
dirasakan oleh pasien. Pasien mengeluh belum BAB sejak 3 hari terakhir, perut dirasakan
kembung. BAK dalam batas normal.
2. Objektif
Pemeriksaan Umum
- Keadaan Umum
- Kesadaran

: Tampak Sakit Sedang


: Composmentis

Tanda Vital
-

TD
HR

: 110/70 mmHg
: 78 x/menit

- RR : 20 x/menit
- Suhu : 38,1 oC

Status Generalis
Kepala

Normocephal

Mata

Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Pupil isokor

Telinga

Normotia

Hidung

Tidak dilakukan pemeriksaan

Mulut

Bibir kering (+), Stomatitis (-), tremor (-), coated tongue (+)

Leher

Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

:
:
:
:

normochest simetris, retraksi dinding dada (-)


tidak ada bagian dada yang tertinggal saat bernafas
Sonor pada semua lapangan paru
Suara nafas vesikuler (+/+), rhonki(-/-), wheezing (-/-)

:
:
:
:

Ictus Cordis tidak terlihat


Ictus Cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Batas jantung relatif dalam batas normal
Bunyi Janting I-II reguler, BJ tambahan (-)

:
:
:
:

tampak datar
Bising Usus (+) Normal. Metallic sound (-)
kembung, hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri tekan (-)
Timpani pada seluruh kuadran abdomen

Akral hangat +/+, Sianosis -/-, edema -/- , CRT <2detik

Thorax
a.
b.
c.
d.

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Jantung
a.
b.
c.
d.

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Abdomen
a.
b.
c.
d.

Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi

Ekstrimitas

Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap

Hasil

Satuan

Hb

10.8

g/ dL

Lekosit

5000

/ ul

Ht

34.2

Trombosit

185

10^3/ ul

Imunoserologi
WIDAL
Salmonella thypi O

1/320

Salmonella thypi H

1/160

Mikrobiologi
Malaria

Negatif

3. Assesment
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien ini di assesment
dengan Demam Typhoid.
4. Planning
Medikamentosa :
-

IVFD RL 20 tetes/menit
Chloramphenicol 3 x 2 tab
Antasida Syr 3 x 1 cth

- Paracetamol 3 x 1 tab
- Domperidone 3 x 1 tab
- Lansoprazole 2 x 1 tab

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Demam Typhoid
Penyakit sistemik akut yang ditandai demam akut akibat infeksi Salmonella sp
(lebih dari 500 sp). Spesies yang sering dikenal di klinik adalah Salmonella typhi,
Salmonella paratyphi A, B, C
B. Etiologi Demam Typhoid
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram negatif,
berflagel, dan tidak berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O

(somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam
serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen
tersebut.

Gambar 1.
Salmonella Typhi
C. Patofisiologi Demam Typhoid
Masuknya kuman Salmonella Typhi

ke

dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman dengan
masa inkubasi berjarak selama 4-14 hari. Sebagian kuman dimusnahkan dalam
lambung, sebagian lolos masuk kedalam usus dan selanjutnya berkembang biak.
Seperti yang diketahui S.typhi menginvasi tubuh dengan menembus mukosa usus
ileum terminal, yang mungkin melalui antigen sample sel yang dikhususkan yang
diketahui sebagai sel M, yang melapisi usus, berhubungan dengan jaringan limfoid,
melalui enterosit atau melalaui rute paraselular. Bila respons imunitas humoral
mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama
sel M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak
dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan
berkembang biak didalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum
distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterica. Selanjutnya melalui duktus
torasikus kuman yang terdapat didalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah
(mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh
organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang
sinusoid dan selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan
bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit
infeksi sitemik.
Didalam hati kuman masuk kedalam kandung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara intemiten ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi

setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag
telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi
pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala
reaksi infeksi sitemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
instabilitas vascular, gangguan mental dan koagulasi.
Didalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia
jaringan (S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,
hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi
akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis
dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear didinding usus. Proses
patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga kelapisan otot, serosa usus
dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel direseptor endotel
kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ lainnya.
D. Manifestasi Klinis Demam Typhoid
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 7-14 hari, namun ini juga
bergantung dosis infeksi (3-30 hari). Gejala-gejala klinis yang timbul sangat
bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran
penyakit yang khas disertai komplikasi.
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala
serupa infeksi akut pada umumnya yaitu
Demam sekitar interminten/remiten
Lidah kotor, mulut kering, mual muntah
Gambaran gejala saluran nafas atas
Sakit kepala hebat, tampak apatis, lelah
Tidak enak di perut dan mungkin kontipasi/ diare, ditemukan splenomegali/

hepatomegali
Roseola mungkin ditemukan

Gambar
3. Perjalanan Penyakit Demam Tifoid

Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa


Demam kontinyu
Bradikardi relatif (peningkatan suhu 1C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8

kali permenit)
Keadaan penderita semakin menurun, apatis, bingung
Hepatomegali dan splenomegali,
Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor) dan

kehilangan nafsu makan


Nyeri, distensi perut, meteorismus

Pada minggu ketiga dapat ditemukan gejala antara lain:


Suhu turun jika berhasil diobati tanpa komplikasi
Jika keadaan memburuk:
- Disorientasi, bingung, insomnia,
- Komplikasi perdarahan dan perforasi.
E. Penegakan Diagnosis Demam Typhoid
Penegakan diagnosis demam tifoid dapat dengan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Namun diagnosis pasti dapat ditegakkan dari hasil kultur
darah. Hasil kultur darah menunjukkan 40-60% positif pada pasien di awal penyakit
dan kultur feses dan urin akan positif setelah minggu pertama infeksi. Hasil kultur
feses kadang-kadang juga positif pada masa inkubasi. Pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis demam tifoid tidak terlalu spesifik.
Pada pemeriksan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, namun dapat
pula terjadi leukositosis atau kadar leukosit normal. Pemeriksaan widal juga
dilakukan dalam membantu penegakan diagnosis demam tifoid. Uji widal dilakukan

dengan mengukur antibodi terhadap antigen O dan H dari Salmonella Typhi, namun
tes ini kurang spesifik dan sensitive. Karena bnyak hasil tes false-negative dan falsepositif terjadi.
Tes Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi. pada uji
widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibody
yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense
Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dilaboratorium. Tujuan uji widal adalah
untuk menentukan adanya agluitinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid
yaitu :
a). agglutinin O (dari tubuh kuman)
b). agglutinin H (flagella kuman)
c). agglutinin Vi (simpai kuman)
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang digunakan
untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
terinfeksi kuman ini. Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu
pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada
minggu keempat dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula
timbul agglutinin O, kemudian diikuti dengan agglutinin H. Pada orang yang telah
sembuh agglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, setelah agglutinin H
menetap lebih lama antara 9-12 bulan.
Sekurang-kurangnya diperlukan dua bahan serum, yang diperoleh dengan
selang waktu 7-10 hari, untuk membuktikan adanya kenaikan titer antibody. Serum
yang tidak dikenal diencerkan berturut-turut (dua kali lipat) lalu dites terhadap antigen
Salmonella. Hasilnya ditafsirkan sebagai berikut :
1) Titer O yang tinggi atu kenaikan titer O ( 1 : 160) menunjukkan adanya
2)

infeksi aktif.
Titer H yang tinggi ( 1 : 160) menunjukkan bahwa penderita itu pernah

divaksinasi atau pernah terkena infeksi.


3) Titer Vi yang tinggi terdapat pada beberapa pembawa bakteri
Kultur darah
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi
dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum. Berkaitan
dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah
dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam
urine dan feses.

Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil
negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
1) Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah
mendapat antibiotic, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
mungkin negatif.
2) Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah). Bila darah yang
dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil sebaiknya
secara bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu (oxgall) untuk
pertumbuhan kuman
3) Riwayat vaksinasi. Vaksinasi dimasa lampau menimbulkan antibody dalam darah
psien. Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah
dapat negatif.
4) Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat agglutinin semakin
meningkat.
F. Penatalaksanaan Demam Typhoid
Penegakan diagnosis awal demam tifoid dan penatalaksanaan yang tepat
merupakan hal yang penting. Sebagian besar anak-anak dengan tifoid dapat dirawat
dirumah dengan antibiotic oral dan dilakukan follow-up utnuk mengikuti
perkembangan penyakit dan melihat apakah ada komplikasi atu kegagalan terapi.
Pasien dengan muntah yang persisten, diare berta dan distensi abdomen memerlukan
perawatan di rumah sakit dan terapi antibiotic parenteral.
Secara umum terdapat tiga prinsip penatalaksanaan demam tifoid. Istirahat
yang adekuat, hydrasi dan pengobatan penting untuk mengoreksi ketidakseimbangan
cairan-elektrolit. Terapi antipiretik (acetaminophen 120-750 mg stiap 4-6 jam PO)
harus diberikan jika diperlukan. Makanan yang lunak, harus dilanjutkan pada pasien
distensi abdomen atau ileus. Terapi antibiotic penting untuk meminimalisir
komplikasi. Pengggunaan chloramphenicol atau amoxicillin diketahhui mempunyai
angka kekambuhan masing-masing 5-15% dan 4-14%. Penggunaan antibiotik untuk
demam tifoid pada anak juga dipengaruhi oleh prevalensi dari resistensi antimikroba.
Berikut adalah antibiotik yang biasa digunakan pada demam tifoid.
tambahan untuk antibiotik, terapi suportif

Sebagai

juga penting dan pemeliharaan

keseimbangan cairan dan elektrolit juga harus diperhatikan.


Pemberian terapi tambahan dengan dexametason (3mg/kgBB dosis awal,
diikuti 1 mg/kg setiap 6 jam selama 48 jam) telah diekomendasikan pada pasien

dengan syok, penurunan kesadaran, stupor atau koma, hal ini harus dilakukan dengan
pengawasan .

G. Komplikasi Demam Typhoid


Komplikasi pada demam tifoid dibagi menjadi komplikasi intestinal dan
ekstraintestinal.
Komplikasi ekstra-intestinal.
Kardiovaskular : gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis.
Darah

: anemia hemolitik, trombositopenia, KID, thrombosis.

Paru

: pneumonia, empiema, pleuritis.

Hepatobilier

: hepatitis, kolesistitis.

Ginjal

: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.

Tulang

: osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis.

Neuropsikiatrik : Tifoid toksik


Komplikasi intra-intestinal
Perdarahan Intestinal, Perforasi usus,

Anda mungkin juga menyukai