Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN JOURNAL READING

Percobaan Secara Acak dari Probiotik dan Kalsium pada Diare dan Infeksi
Saluran Pernafasan Akut pada Anak-anak Indonesia

DISUSUN OLEH :
Nama

Masrida Rezki

NIM

2008730086

Pembimbing

dr.Abdurrahman Erman Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK STASE PEDIATRI RSUD CIANJUR


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2012

LATAR BELAKANG
Diare akut dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) paling banyak menyebabkan
morbiditas dan mortalitas pada anak < 5 tahun di negara yang sedang berkembang. Prevalensi
Diare, ISPA dan malnutrisi antara anak usia < 5 tahun pada masyarakat sosioekonomi rendah
di Indonesia masih tinggi. Infeksi dan malnutri jelas berhubungan, dan cara untuk mencegah
infeksi di masyarakat sangat dibutuhkan.
Sebuah studi ketat pada manusia melaporkan bahwa pada orang dewasa dengan
suplementasi susu biasa dan tinggi kalsium dapat mengurangi makanan dengan
Enterotoxigenic Eschericia coli menginduksi diare. Banyak anak Indonesia < 5 tahun
mendapatkan asupan kalsium yang kurang dari kebutuhan harian yang direkomendasikan.
Walaupun begitu, efek yang sama pada anak belum diketahui. Beberapa meta-analisis dan
laporan menyebutkan bahwa probiotik dapat mencegah atau menurunkan durasi diare pada
anak. Bagaimanapun, efek menguntungkan tergantung pada strain probiotik dan dosisnya.
Walaupun beberapa penelitian sudah meneliti keuntungan dari Probiotik dalam mencegah
Diare dan ISPA, tetapi penggunaannya di negara berkembang belum ditetapkan.
METODE
Desain Penelitian
Penelitian secara acak, double-blind dan kontrol placebo dilakukan antara Agustus
2007 dan September 2008 pada masyarakat sosioekonomi rendah di perkotaan mewakili
daerah banjir dan tidak banjir di wilayah Jakarta Timur, Indonesia.
Subjek Penelitian

Anak usia 1-6 tahun dipilih dari masyarakat terdaftar untuk skrinning pertama untuk
menilai kelayakan berdasarkan kriteria inklusi berikut : tampak sehat, tidak sedang
disusui (ASI), dan jika mengkonsumsi susu asupan kalsium <75% dari rekomendasi

harian anak sesuai umur.


Dokter yang terdaftar mewawancara Ibu dan memeriksa anak untuk menilai kriteria
ekslusi : Gejala penyakit kronik/kongenital dan cacat, TB Paru, Riwayat Alergi, sedang
Diare z score), asupan kalsium >375 mg/hari menurut kuisioner frekuensi makan
semikuantitatif yang valid, tidak mau atau tidak mampu untuk minum susu dengan

sedotan selama 2 hari percobaan, menunjukan reaksi alergi atau intoleransi produk,
saudara termasuk anak (kembar termasuk).
Intervensi
Anak-anak secara acak menerima susu rendah laktosa sebagai berikut : dengan
kandungan kalsium rendah (LC; 50 mg/hari), kandungan kalsium biasa (RC; 440mg/hari),
RC ditambah Lactobacillus casei CRL431 (5 x 108 unti pembentuk koloni [CFU]/hari
[casei]), atau RC ditambah Lactobacillus reuteri DSM17938 (5 x 108 [CFU]/hari [reuteri]).
Susu manis, rasa coklat, ambien stabil (disterilisasi dengan temperatur ultra tinggi) dan
dikemas tetrapak. Susu dikonsumsi menggunakan sedotan yang dilapisi dengan tetesan
minyak sebagai plasebo atau dengan L casei CRL431 atau L reuteri DSM17938 pada minyak
sayur. Dosis probiotik tergantung pada informasi supplier tentang efek, aplikasinya pada
anak, keamanannya untuk digunakan dalam jangka waktu yang lama dan alasan tehnik. Susu
yang berbeda dan sedotan dibedakan oleh peneliti dan peserta.
Susu dan sedotan didinginkan (<10oC) setiap saat sampai dikirimkan. Viabilitas
probiotik diperiksa setiap bulan dengan menggunakan pelapis selektif. Pekerja lapangan
mengirimkan susu dan sedotan 2 kali seminggu kepada para orang tua, yang diinstruksikan
untuk didinginkan dikulkas dan dihindarkan dari cahaya matahari. Jika orang tua tidak
mempunyai kulkas memperoleh susu tiap harinya dari rumah para pekerja lapangan atau
anak-anak minum susu langsung didepan petugas. Ibu diinstruksikan untuk memberikan anak
180 mL susu, 2x sehari (tanpa cemilan) menggunakan sedotan yang diberikan. Ibu diminta
untuk memantau kebiasaan makan anak untuk tidak mengkonsumsi probiotik, prebiotik atau
kalsium selain yang telah diberikan. Jumlah susu yang dikonsumsi diukur dengan
menggunakan pengukur yang ada pada kemasan. Pekerja lapangan memantau anak minum
susu minimal 1x/minggu dan kotak atau kemasan yang kosong harus ditunjukkan saat
kunjungan.
Pengacakan dan Blinding
Anak yang sudah memenuhi syarat dimasukkan dalam penelitian, dikelompokkan
berdasarkan daerah tempat tinggalnya (banjir dan tidak banjir), usia (<57 bulan dan >57
bulan) dan jenis kelamin kemudian dibuat tabel secara acak dengan kode terapi menggunakan
SAS versi 9.1. Dimana pada penelitian ini ibu, anak dan petugas lab tidak mengetahui terapi
yang diberikan sampai hasil biokimia dan analisis data selesai.

Outcomes
Hasil primer adalah jumlah dan durasi dari episode diare, hasil utama sekunder adalah
jumlah dan durasi dari episode ISPA. Diare diartikan menurut definisi WHO (3 BAB
cair/lembek dalam 24 jam) frekuensi BAB dihitung ketika terdapat paling tidak 1 jam interval
sejak defekasi terakhir. Dikatakan hari terakhir diare bila hari terakhir diikuti 2 hari
berikutnya tanpa diare. Durasi didefinisikan sebagai jumlah hari dari hari pertama sampai
hari terakhir ekskresi dari tinja yang lembek atau cair tanpa diikuti dengan tinja abnormal
pada masing-masing periode.
ISPA didefinisikan ketika anak punya 1 gejala di saluran napas (pilek, batuk atau
nyeri tenggorokan) dan atau 1 tambahan gejala saluran napas atau 1 gejala yang
berhubungan (demam, sakit kepala, gelisah, suara hilang, nafas cepat, nyeri telinga akut dan
keluar sekret dari telinga). Gejala ini dikonfirmasi dengan diagnosis dokter dari saluran napas
atas (rhinitis, faringitis, sinusitis, otitis media dan common cold) dan dari saluran nafas bawah
(pneumonia, bronchitis, dan bronkiolitis). Durasi ISPA merupakan jumlah hari dengan 2
tanda dan gejala dengan interval 7 hari bebas gejala sebelum episode baru dimulai.
Pengumpulan Data
Pekerja lapangan mengumpulkan sampel feses sebelum dan pada akhir intervensi,
selama episode diare. Sampel diare dikumpulkan dari onset diare paling tidak 3 hari
setelahnya. Tinja yang sudah terkontaminasi dengan urin atau sudah jatuh ke toilet atau dari
celana dalam anak, dibuang. Tinja yang sudah dikumpulkan lalu didinginkan (-20 oC) di
rumah pekerja lapangan sampai di simpan di freezer laboratorium (-70 oC). Tinja dikeringkan
dan dianalisa kalsium dan rotavirusnya. Sebelum dan saat intervensi berakhir, anak diperiksa
darah dan diperiksa oleh dokter dan pekerja lapangan memeriksa antropometri.
Follow up, observasi diare dan ISPA serta efek sampingnya
Selama penelitian, Ibu mencatat tentang defekasi harian anak (waktu, frekuensi dan
visualisasi) dan feses dikategorikan menjadi grade 1 (normal), 2 (lembek). 3(semiliquid) dan
4(liquid) berdasarkan struktur tinjanya. Kalau ada gejala infeksi saluran cerna baru, Ibu atau
pengasuh harus melaporkan, pekerja lapangan mencatat gejala ISPA dan diare yang dicurigai,
kemudian diagnosisnya dipastikan dengan dokter. Serta efek samping yang ada dilaporkan
kejadiannya.

Analisa Statistik
Ukuran sampel dihitung berdasarkan rata-rata episode dan durasi diare dengan level
yang sudah ditetapkan 5% signifikansi dan kekuatan 80% memungkinkan 2 sisi pengujian
dan 20% dropout dari ketidakpatuhan yang diperhitungkan. Sebuah sampel kecil dari 480
pasien dari 4 kelompok terapi diperkirakan untuk mendeteksi 21% penurunan nilai rata-rata
durasi diare >6 bulan periode intervensi. Analisa dihubungkan menurut data analisis utama
yang telah ditetapkan. Insiden penyakit adalah jumlah episode kejadian dibagi jumlah anak
pada tahun pengamatan. Variabel dependent adalah jumlah episode, usia, jenis kelamin dan
kelompok terapi adah variabel independennya. Modifikasi efek potensial dengan umur,
asupan kalsium harian dan status gizi dinilai dengan menambahkan interaksi pada model
regresi.
HASIL
Sebanyak 3150 anak disaring pada fase 1 dan 1343 anak pada fase kedua, dari 497
anak yang memenuhi syarat, 3 orang menolak untuk dilakukan pengukuran dasar. Total 494
anak secara acak dialokasikan untuk 4 kelompok terapi dan dimasukkan dalam tujuan analisa
pengobatan. Insiden diare menurut WHO tidak berbeda secara signifikan pada tiap kelompok.
Durasi dari episode juga tidak jauh berbeda. Untuk hasil semua diare yang sudah dilaporkan,
anak yang mendapat RC dan L reuteri terbukti 32% menurunkan episode diare secara
signifikan dibandingkan dengan kelompok RC. Untuk kelompok terapi lain, hasil dari
kejadian diare yang didefinisikan menurut WHO sebanding. Yang terpenting, interaksi
signifikan dengan status nutrisi harus diperhatikan. Analisa terus menerus menunjukkan efek
yang kuat dan signifikan L reuteri pada anak dengan z score dibawah garis tengah BB per U
dan TB per U. Pada anak dengan z score diatas garis median hasil pada kelompok reuteri
tidak terlalu berbeda dengan kelompok RC. Persentase positif pada sampel untuk rotavirus
menurut penelitian adalah sbb : LC 28%; RC 25%; casei 28%; dan reuteri 19%.
Perbedaannya tidak terlalu signifikan.
Insiden, jumlah episode dan durasi ISPA tidak jauh berbeda pada tiap kelompok
terapi. Efek samping yang dilaporkan sama pada tiap kelompok, kecuali untuk perubahan
pada bowel habits dan asma. 9 anak pada kelompok reuteri terdapat perubahan bowel habit,
dibandingkan dengan 2 di kelompok RC. 3 anak mempunyai asma pada kelompok reuteri dan
tidak ada pada kelompok RC. Proporsi penggunaan antibiotik selama intervensi menurut
kelompok studi LC 9%, RC 15%, casei 15% dan 9% pada reuteri.Durasi rata-rata

penggunaan antibiotik lebih tinggi pada kelompok RC dibandingkan dengan kelompok


reuteri, namuun tidak berbeda pada kelompok lain. 1 orang anak meninggal karena TB tulang
3,5 bulan setelah studi berakhir yang tidak ada hubungannya dengan penelitian.
DISKUSI
Kalsium dan L casei CRL431, keduanya berpengaruh terhadap diare. Sebaliknya,
suplementasi L reuteri secara signifikan menurunkan insiden diare yang dilaporkan (-32%
pada 2 kali BAB cair atau lembek dalam 24 jam) dan secara non signifikan menurunkan
insiden diare menurut WHO (24% pada BAB 3 cair atau lembek dalam 24 jam).Terutama
pada kedua hasil diare, efek perlindungan dari L reuteri signifikan pada anak dengan status
gizi kurang. Tidak ada kejadian yang berpengaruh pada Insiden dan durasi ISPA. Tidak ada
efek samping serius yang berhubungan dengan intervensi dilaporkan.
KESIMPULAN
Suplementasi Lactobacillus reuteri, paling tidak pada diet dengan kalsium susu yang
biasa adalah salah satu intervensi potensial untuk menurunkan beban infeksi akut diare pada
anak. Hasil ini perlu dipastikan dengan 1 atau lebih studi di komunitas yang sebanding.

Anda mungkin juga menyukai