Anda di halaman 1dari 17

Tanggal Praktikum : 11 Desember 2014

Jam Praktikum

: 14.30-17.00

Dosen Pembimbing : Dr. drh. Gunanti M.Si


Kelompok Praktikum: 7

LAPAROTOMI
Anggota Kelompok:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Jannatul Ajilah
Kanti Rahmi Fauziyah
Sarah Minarni Tampubolon
Noor Ihsan Anzary
Devy Nur P
Crisna Kemala
Maria Magdalena Widya

(B04120124)
(B04120125)
(B04120126)
(B04120127)
(B04120128)
(B04120130)
(B04120131)

DIVISI BEDAH DAN RADIOLOGI


DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laparotomi merupakan suatu tindakan bedah (prosedur pembedahan)
untuk membuka rongga abdomen. Laparotomi berasal dari kata laparo dan tome.
Laparo yang memiliki arti bagian yang lunak tubuh diantara tulang rusuk dan
pinggil (ruang abdomen) sedangkan tome berarti penyayatan. Laparotomi biasa
dilakukan untuk mengeluarkan cairan dari rongga abdomen pada ascites,
pemyumbatan atau adanya corpus alinea dalam usus, ataupun tindakan bedah
terkait reproduksi (Fossum 2002).
Laparotomi terdiri dari tiga jenis yaitu laparotomi flank, medianus dan
paramedianus. Masing-masing jenis laparotomi ini dapat digunakan sesuai dengan
fungsi, organ target yang akan dicapai, dan jenis hewan yang akan dioperasi.
Umumnya pada hewan kecil laparotomi yang dilakukan adalah laparotomi
medianus dengan daerah orientasi pada bagian abdominal ventral tepatnya di linea
alba. Organ-organ pada saluran pencernaan, saluran limfatik, saluran urogenital
dan saluran reproduksi merupakan organ tubuh yang berada di ruang abdomen.
Semua organ tersebut dapat ditemukan dengan menggunakan teknik operasi
laparotomi.
Keuntungan teknik laparotomi sentral adalah tempat penyayatan mudah
ditemukan karena adanya linea alba sebagai penanda, sedikit terjadi perubahan,
dan di daerah tersebut sedikit mengandung syaraf. Adapun kerugian yang dapat
terjadi adalah mudah terjadinya hernia jika proses penjahitan atau penanganan
post operasi kurang baik dan persembuhan relatif lebih lama.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menemukan letak anatomis atau
orientasi dari organ-organ viscera yang ada di dalam rongga abdomen secara
langsung dan sekaligus dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa.

TINJAUAN PUSTAKA

Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi. Laparo
sendiri berati perut atau abdomen sedangkan tomi berarti penyayatan. Sehingga
laparotomi dapat didefenisikan sebagai penyayatan pada dinding abdomen atau
peritoneal. Istilah lain untuk laparotomi adalah Celiotomi. Laparotomi terdiri dari
tiga jenis yaitu laparotomi flank, medianus dan paramedianus. Masing-masing
jenis laparotomi ini dapat digunakan sesuai dengan fungsi, organ target yang akan
dicapai, dan jenis hewan yang akan dioperasi. Umumnya pada hewan kecil
laparotomi yang dilakukan adalah laparotomi medianus dengan daerah orientasi
pada bagian abdominal ventral tepatnya di linea alba. (Fossum 2002).
Tindakan bedah biasa dilakukan untuk menangani kasus-kasus yang terjadi
pada hewan kesayangan diantaranya dilakukan di daerah abdomen. Jenis-jenis
tindakan bedah yang sering dilakukan diantaranya adalah laparotomi, cystotomi,
histerektomi, ovariohisterektomi, kastrasi, caudektomi, enterektomi dan lain
sebagainya.
Banyak kasus bedah yang ditangani dengan melakukan tindakan
laparotomi, baik medianus, paramedianus anterior maupun posterior, serta
laparotomi flank. Masing-masing posisi memiliki kelebihan dan kekurangannya
tersendiri. Pemilihan posisi penyayatan laparotomi ini didasarkan kepada organ
target yang dituju. Hal ini untuk menegakkan diagnosa berbagai kasus yang
terletak di rongga abdomen.

METODOLOGI

Bahan dan Peralatan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah scalpel handle,
blade, gunting tajam-tumpul, gunting tajam-tajam, pinset anatomis, pinset
chirurgis, allis forceps, kelly hemostat, needle holder, towel, tampon, kapas dan
kasa, benang jahit (cotton dan cat gut), dan jarum operasi.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah seekor kucing yang
sehat, atropine, xylazine, ketamine, alkohol 70%, NaCl fisiologis, betadine, dan
antibiotik penstrep.
A. Persiapan pra Operasi
1.

Persiapan ruang operasi:

Ruang operasi dibersihkan dari kotoran dengan disapu (dibersihkan


dari debu)

Ruang operasi kemudian disterilisasi dengan radiasi atau dengan


desinfektan (alkohol 70%)

2. Persiapan peralatan
Satu set peralatan bedah minor disiapkan yang terdapat 4 towel
clamp, 2 pinset anatomis dan syrorgis, 1 ganggang scalpel dan blade, 3
gunting, 4 tang arteri lurus anatomis, 2 tang arteri bengkok anatomis, 2
tang arteri lurus syrorgis, dan 1 needle holder.
Alat-alat tersebut kemudian disterilisasi dengan cara sebagai
berikut yaitu pertama peralatan yang sudah dicuci bersih dan dikeringkan
ditata dalam wadah mulai dari needle holder, tang arteri, gunting, scalpel,
pinset syrorgis, pinset anatomis, dan towl klaim. Kemudian wadah berisi
perlatan tersebut dibungkus dengan dua lapis kain. Selanjutnya, kain lapis
pertama disiapkan dan wadah diposisikan di tengah kain dengan posisi
sejajar. Sisi kain yang dekat dengan tubuh kita dilipat hingga menutupi
wadah dan ujung lainnya dilipat mendekati tubuh. Sisi kanan dilipat
dilanjutkan dengan sisi yang kiri. Kain lembar kedua disiapkan, wadah
yang sudah terbungkus kain lapis pertama diletakkan di tengah dengan
posisi diagonal. Ujung kain yang dekat tubuh dilipat hingga menutupi

peralatan (wadah). Sisi kanan dilipat dilanjutkan sisi kiri. Ujung lainnya
dilipat mendekati tubuh dan diselipkan. Setelah peralatan yang sudah
terbungkus kemudian dimasukkan ke dalam autoklaf pada suhu 100C
selama 1 jam.
Pembukaan

bungkusan

setelah

proses

sterilisasi,

pertama

bungkusan paling luar dibuka di belakang meja/jauh dari meja operasi.


Kemasan diletakkan di meja dan lipatan ditarik ke arah tubuh pembuka.
Kemudian dilanjutkan dengan menarik masing-masing ujung lipatan.
Bungkusan diserahkan ke tim steril dan diletakkan ke meja steril/meja alat.
Bungkusan yang lebih dalam dibuka oleh tim steril dengan menarik lipatan
ke arah tubuh. Diikuti dengan ujung lipatan berikutnya kemudian
kemudian diletakkan di atas meja alat yang steril.
3. Persiapan obat-obatan
Obat-obatan yang harus dipersiapkan adalah sebagai berikut:
1.

Desinfektan : Alkohol 70%

2.

Preanestesi

: Atropin sulfas (dosis 0,025 mg/kg BB)

3.

Sedatif

: Xylazine (dosis 2 mg/kg BB)

4.

Anestetik

: Ketamin (dosis 15 mg/kg BB)

5.

Antibiotik

: Amoxycilin (dosis 20 mg/kg BB PO selama 5 hari

post operasi)
4. Persiapan perlengkapan operator dan asisten
Perlengkapan yang dibutuhkan operator dan asisten 1, yaitu tutup
kepala, masker, sikat tangan (2 buah per orang), handuk kecil, baju
operasi,

dan

sarung

tangan.

Perlengkapan-perlengkapan

tersebut

disterilisasi dengan berurutan. Pertama baju operasi dilipat sedemikian


hingga bagian yang bersinggungan dengan pasien berada di dalam. Duk
dilipat sedemikian hingga bagian yang bersinggungan langsung dengan
permukaan duk dilipat ke dalam. Baju operasi, duk serta perlengkapan
yang lain kemudian dibungkus dengan dua lapis kain seperti membungkus
peralatan dengan urutan dari bawah, yaitu sarung tangan yang sudah

dibungkus dengan kertas/plastik/alumunium foil, baju operasi yang telah


dilipat, handuk yang telah dilipat, dua sikat yang bersih, masker, dan yang
teratas penutup kepala. Kemudian perlengkapan yang sudah dibungkus
dimasukkan ke dalam autoklaf pada suhu 60C selama 15-30 menit
Pemakaian

perlengkapan

yang

telah

disterilisasi

dibuka

bungkusnya sebagaimana pembukaan bungkusan peralatan. Pertama


operator mengenakan penutup kepala (untuk operator berambut panjang,
rambut diikat dan dimasukkan). Kemudian operator mengenakan masker.
Selanjutnya operator mencuci tangan dengan prosedur yang tepat yaitu,
tangan kanan dan kiri dibasahi. Kemudian disikat dengan sikat yang sudah
steril dan sudah diberi sabun dari ujung jari dan sela-sela jari hingga siku.
Kemudian dibilas 10-15 kali, pembilasan juga dimulai dari ujung jari
hingga siku. Setelah mencuci tangan kanan dan kiri keran ditutup
menggunaka siku. Tangan operator dikeringkan dengan handuk. Masingmasing sisi handuk untuk satu tangan. Operator memakai baju operasi,
tangan operator dimasukkan ke dalam baju yang masih terlipat. Kemudian
dengan dibantu asisten yang steril baju operasi dikancingkan. Operasi
memakai sarung tangan. Tangan kanan dimasukkan ke dalam sarung
tangan, hala yang harus diperhatikan adalah hindari tangan menyentuh
bagian sarung tangan yang akan bersinggungan dengan pasien.
Dilanjutkan mengenakan sarung tangan di tangan kiri dan akhirnya
operator siap melakukan operasi.
5. Persiapan Hewan
Kucing yang akan dioperasi terlebih dahulu diperiksa kondisi
kesehatannya. Kucing tersebut diukur suhu, dihitung frekuensi nafas dan
frekuensi

jantungnya,

ditimbang

berat

badannya,

diperhatikan

limfonodusnya serta mukosanya. Bagian abdomen kucing dicukur


rambutnya dan didesinfeksi dengan alkohol 70% dan iodium tinctur.
Pemberian Iodium tinctur diusap dari bagian tengah kemudian memutar ke
arah luar dan harus searah (Setiabudy, 2007).
B. Operasi

Anastesi didahului dengan pemberian premedikasi atropine secara


subcutan dan ditunggu selama 10 menit lalu suntikan ketamine dan xylazine
secara intramuscular. Physical examination dilakukan setiap 15 menit sekali untuk
mengecek keadaan kucing. Setelah kucing terbius, kucing dibawa ke meja operasi
yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dilakukan restraint pada keempat kakinya
dengan simpul tomfool. Lalu bagian abdomen ditutupi dengan duk dan dijepit
dengan towel clamp. Beri tanda pada bagian yang akan dioperasi. Kemudian
lakukan penyayatan menggunakan scalpel dan blade dimulai dari bagian kulit,
subcutis, aponeurose muscularis dan peritoneum. Sayat secukupnya jangan terlalu
panjang. Kemudian lakukan explorasi pada bagian abdomen. Tetesi antibiotic
penstrep jika pada bagian abdomen jika ingin dimulai penjahitan. Jahitan pertama
dilakukan pada bagian linea alba dengan menggunakan benang cat gut
(absorbable). Karena kucing yang digunakan mempunyai banyak lemak, maka
dilakukan penjahitan bagian lemak menggunakan benang cat gut. Jahitan terakir
merupakan jahitan pada bagian kulit dengan menggunakan benang silk (non
absorbable). Lalu berikan betadine dan tutup dengan kasa. Lalu dilapisi dengan
gurita. Jahitan ditutupi kasa dan perban kemudian dipakaikan gurita dari kain
untuk mengurangi beban tubuh kucing pada bagian jahitan dan jahitan pun cepat
melekat (Setiabudy, 2007)

C. Perawatan post Operasi


1. Perawatan kucing
Setelah operasi kucing diperiksa kesehatannya setiap hari. Diukur suhu,
frekuensi nafas, frekuensi denyut jantung, serta diameter pupil. Serta diperhatikan
membran mukosa, limphonodus, dan selaput lendir. Untuk perawatan luka
diberikan betadine dan diganti kassa dan perbannya setiap hari. Pemberian
Amoxicilin di berikan dari setelah pembadahan selama 2-3 hari dan indikasinya
adalah mencegah infeksi saluran nafas, saluran kemih dan kelamin, kulit serta
jaringan lunak (Katzung 2001).
2. Pencucian peralatan
Alat yang telah digunakan direndam dalam air yang diberi larutan pencuci.
Kemudian disikat dengan dimulai dari ujung yang paling steril (ujung yang

pertama mengenai pasien). Dibilas dengan air yang mengalir sebanyak 10-15 kali
(dimulai dari ujung yang pertama disikat). Setelah itu ikeringkan dengan ditata di
rak dan peralatan yang sudah kering kemudian disterilisasi lagi seperti di awal
tadi.
3. Pencucian perlengkapan
Perlengkapan seperti masker, tutup kepala, handuk dan baju operasi yang
telah selesai digunakan dilaundri/dicuci dengan sabun, dibilas dikeringkan.
Perlengkapan-perlengkapan tersebut kemudian disterilisasi sebagaimana proses
pra operasi tadi.
4. Ruang operasi
Ruang operasi kembali dibersihkan dari kotoran/debu dengan disapu dan
disterilisasi baik dengan radiasi ataupun menggunakan desinfektan berupa alkohol
70% (Setiabudy 2007).
D.
Tim Bedah
Operator
: Crisna Kemala (melakukan operasi)
Asisten 1

: Jannatul Ajilah (membantu operator dan asisten peralatan)

Asisten 2

: Devy Nur Priscaningtyas (melakukan anasthesi)

Asisten 3

: Sarah Minarni Tampubolon (memantau denyut nadi)

Asisten 4

: Kanti Rahmi Fauziyah (memantau pernfasan)

Asisten 5

: Noor Ihsan Anzary (memeriksan CRT dan kebersihan meja)

Asisten 6

: Maria Widya Magdalena (asisten umum)

HASIL
Signalment

Nama hewan : Bang Kemal


Jenis hewan

: Kucing

Ras

: Domestik

Jenis kelamin : Jantan


Warna

: Hitam abu-abu

Bobot badan : 4.3 kg


Umur

Tanda Khusus : Tidak ada


Monitoring Selama Operasi
Waktu
Pre Operasi

Operasi

Post
Operasi

0
15
30
45
60
75
5
20
35

Frekuensi
Nafas
88 kali/menit
128 kali/menit
36 kali/menit
40 kali/menit
40 kali/menit
40 kali/menit
40 kali/menit
36 kali/menit
36 kali/menit

Frekuensi
Jantung
160 kali/menit
132 kali/menit
136 kali/menit
116 kali/menit
90 kali/menit
108 kali/menit
110 kali/menit
116 kali/menit
120 kali/menit

Temperatur

CRT

Mukosa

38oC
37,7oC
37oC
37oC
36,9oC
36,6oC
36,7oC
36oC
36oC

1S
10S
5S
4S
4S
3S
3S
3S
3S

Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat

Monitoring Pasca Operasi


Parameter
H+1
H+2
H+3
H+4

Pa
So
Pa
So
Pa
So
Pa
So

Frek
Frek
Nafas Jantung
40
120
36
120
44
128
40
132
40
128
40
110
36
128
44
140

Temperatur
37,5
38,2
39,2
39
38,3
37,2
37,7
38

CRT Mukosa
1S
1S
1S
1S
1S
1S
1S
1S

Rose
Rose
Rose
Rose
Rose
Rose
Rose
Rose

Makan Urinasi
Minum
Ada
Tidak
ada
Tidak
Ada
Ada
ada
ada
Ada
Ada
Ada
Tidak
Ada
Ada
Ada
Tidak

Defekasi
Tidak
Tidak
Ada
Tidak
Tidak
Ada
Ada
Ada

H+5

Pa
So

37.8

PEMBAHASAN
Operasi laparatomi dilakukan dengan cara pembedahan midline incision
yaitu tindakan penyayatan abdomen pada daerah umbilicus. Sebelum melakukan
tindakan operasi kucing terlebih dahulu dipuasakan selama 6-12 jam. Hal ini
bertujuan agar setelah pemberian obat premedikasi dan anastesi tidak terjadi
respon untuk muntah dan hipersalivasi (Katzung 2001). Obat premedikasi yang
diberikan berupa atropin, sedangkan obat anastesinya adalah ketamin dan xylasin.
Dengan melakukan penyayatan pada daerah umbilicus yang akan mempermudah
eksplorasi organ-organ dalam baik anterior maupun posterior. Terdapat beberapa
lapis yang disayat yaitu kulit, lapisan lemak subkutis, linea alba dan lapisan
peritoneum. Penyayatan dilakukan 2 cm diatas umbilical dan 2 cm dibawah
umbilical. Setelah penyayatan telah dilakukan, dimulai eksplorasi terhadap organ
visceral.
Pada eksplorasi operator dapat menemukan atau mempalpasi omentum,
usus, hati, limpa, kolon, dan ginjal. Ketika rongga peritoneum pertama kali
terbuka maka seluruh organ yang berada dalam organ ini tertutupi oleh omentum.
Pada wilayah epigastrium terletak didalamnya limpa disebalah kiri, hati disebalah
kanan, dan sepasang ginjal. Serta dapat ditemukan usus yang terletak di
mesogastrium dan kolong yang terletak di hipogastrium. Setelah eksplorasi selesai
dilakukan penutupan luka dengan cara menjahit pada 3 lapis penyayatan. Hal ini
dikarenakan bobot badan kucing yang berat dan terdapat banyak lemak subkutis.

Lapisan pertama dan kedua dijahit dengan cat gut absorable sedangkan lapisan
terluar dengan menggunakan benang non absorable. Teknik jahitan yang
digunakan pada lapisan pertama dan ketiga yaitu simple suture. Sedangkan pada
lapisan kedua yaitu lapisan lemak subcuits menggunakan teknik jahitan
contionuos. Jahitan contionuos yaitu jahitan dengan sejumlah penjahitan dari
seluruh luka dengan menggunakan satu benang yang sama dan disimpulkan pada
akhir jahitan serta dipotong setelah dibuat simpul. Digunakan untuk menjahit
peritonium kulit, subcutis dan organ. Setiap akan dilakukan penjahitan maka
diberi penicilin yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi.
Pada saat pertengahan operasi diperlukan maintenance ketamine dan
xylazin karena refleks pupil, palpabrae dan digit dari kucing mulai terlihat. Selain
itu, selama berlangsungnya operasi dilakukan kontrol terhadap frekuensi napas,
denyut jantung, suhu, refleks pupil, refleks digit, dan CRT. Saat terjadinya operasi
mengalami penurunan karena efek dari obat anestesi yang akan menekan sistem
kerja dan homeostasis tubuh. Sedangkan saat pasca operasi suhu tubuh serta
parameter lainnya mulai kembali ke rentang normal.
Keadaan kucing pada post operasi hari pertama masih lemah. Suhu tubuh
berangsur naik namun frekuensi jantung dan napas relative sudah kembali normal.
Kucing sudah dapat makan dan minum. Namun kucing hanya bisa urunasi, belum
dapat defekasi. Pada hari kedua dan seterusna hingga hari ke lima keadaan kucing
jauh lebih baik dari berbagai pemeriksaan suhu, frekuensi napas dan jantung, telah
bisa defekasi. Feses yang dikeluarkan tidak ada kelainan (fesesnya berbentuk).
Nafsu makan dan minum tidak terganggu. Perawatan kucing meliputi penggantian
kasa dan pemberian antibiotic Amoxcillin tanpa pemberian analgesic.
Penggantian kasa dilakukan selama tiga hari setelah operasi dan
selanjutnya hanya dibalut dengan kain gurita saja. Namun karena kendala postur
tubuh yang besar, kain gurita sering terlepas sehingga luka sering tampak. Karena
pada hari ke tiga kucing mulai menjilat-jilat daerah luka maka hari ke empat
masih dilakukan pemasangan kasa, hal dikhawatirkan terjadi infeksi pada luka.
Amoxcillin diberikan sehari dua kali sesuai dosis, pemberian amocillin ini
bertujan untuk mencegah bakteri sehingga tidak terjadi infeksi. Kerja dari
amoxicillin ini adalah pada mikroba yang sedang aktif membelah. Pemberian

tidak bolah lebih dari satu minggu dan haru diberikan secara rutin karena apabila
tidak akan menimbulkan efek negatif (Setiabudy 2007).

DOKUMENTASI

Gambar 1. Pencukuran rambut bagian abdomen

Gambar 2. Pemberian betadine pada bagian yang akan dibedah

Gambar 3. Restrain keempat kaki hewan dengan simpul tomfool

Gambar 4. Penyayatan menggunakan scalpel dan blade

Gambar 6. Eksplorasi rongga abdomen

Gambar 7. Penjahitan linea alba

Gambar 8. Penjahitan kulit

Gambar 9. Penjahitan kulit

Gambar 10. Pembungkusan dengan kain gurita

Gambar 11. Tim bedah

KESIMPULAN
Laparotomi merupakan sebuah tindakan medis yang bertujuan untuk
menemukan dan mengetahui keadaan organ visceral yang ada di dalam ruang
abdominal secara langsung serta untuk menegakkan diagnosa. Sebelum dilakukan
laparotomi, terdapat beberapa persiapan diantaranya persiapan operator, alat dan
bahan instrumen bedah, pasien, serta tempat untuk laparotomi. Persiapan ini
dilakukan bertujuan untuk mempermudah jalannya proses laparotomi. Selain itu
dilakukan sterilisasi alat yang bertujuan agar tidak terjadi infeksi mikroba pada
pasien dan untuk membantu proses penyembuhan pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Fossum TW. 2002. Small Animal Surgery Second Edition. China: Mosby.
Katzung, BG. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika : Jakarta.
Setiabudy, Rianto. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Percetakan
Gaya Baru.

Anda mungkin juga menyukai