berupa laporan kasus atau serial kasus yang jumlah sampelnya kurang dari 20 pasien,
82 artikel merupakan tinjauan atau editorial, 41 artikel tidak relevan (penelitian
mengenai pasangan pria dari wanita yang mengalami kanker payudara), 34 artikel
tidak dapat diakses secara online melalui Harvard Ecommons, dan 1 artikel ditarik
setelah publikasi.
Faktor Resiko
Faktor resiko yang berhubungan dengan kanker payudara pada pria dapat
dilihat pada Tabel 1. Dapat terlihat jelas bahwa angka insidensi kanker payudara pria
mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya usia. Di Amerika Serikat, pria
berusia 5 hingga 10 tahun lebih tua dari wanita ketika terdiagnosis mengalami kanker
payudara, namun di belahan bumi yang lain seperti Timur Tengah dan Asia Selatan,
perbedaan usianya jauh lebih kecil.
Tabel 1: Faktor Resiko Kanker Payudara Pada Pria
Usia
Faktor genetik
Yang sudah pasti:
Riwayat keluarga
BRCA2 >> BRCA1
Sindrom klinifelter
Penggunaan estrogen atau testosterone eksogen
Obesitas
Orkitis/epididimitis
finasteride
Gaya hidup
kurang latihan
Paparan
yang sudah pasti:
radiasi
medan elektromagnetik
panas
senyawa organik volatil (seperti tetrachloroethylene, perchloroethylene,
trichloroethylene, dichloroethylene, dan benzene)
Peranan genetik pada kanker payudara pria hampir sama dengan wanita,
namun tidak identik. Riwayat keluarga masih relevan untuk pria dan wanita. Mutasi
BRCA2 memainkan peranan yang sangat penting pada kanker payudara pria. Lima
hingga 10% pria dengan mutasi BRCA2 (dan sedikit proporsi dari yang mengalami
mutasi BRCA1) pada akhirnya mengalami kanker payudara. Efek yang merusak dari
mutasi BRCA2 dapat ditemukan pada 4%-14% pria yang mengalami kanker
payudara di AS dan Inggris.
Namun, salah satu penelitian yang dilakukan pada 102 pria Italia yang
mengalami kanker payudara, justru tidak menemukan adanya mutasi BRCA1 maupun
BRCA2. Ada banyak perbedaan data yang berhubungan dengan relevansi mutasi
genetik lainnya seperti PALB2, reseptor androgen (AR), CYP17, dan CHEK2.
Beberapa mutasi lain yang dapat meningkatkan resiko kanker payudara pada wanita
(seperti BRIP1, RAD51C) justru tidak meningkatkan resiko kanker payudara pria,
dan polimorfisme pada reseptor vitamin D nampaknya tidak berhubungan dengan
3
Adanya data yang hilang dan kontradiktif pada beberapa registri penelitian
telah membatasi kita dalam membuat kesimpulan definitif mengenai derajat dan
status HER2 pada kanker payudara pria. Menurut analisis database SEER yang
mengumpulkan data sejak 1973 hingga 2000, di mana data HER2 tidak ditemukan,
ada sekitar 39% dari 1180 tumor yang dialami oleh pria berada pada stadium 3,
proporsinya sebanding wanita postmenopause, namun cenderung lebih sedikit jika
dibandingkan dengan wanita premenopause. Namun pada penelitian lain yang
sampelnya berjumlah 41 orang, ditemukan bahwa kanker payudara pria pada
umumnya diderita pada stadium 3 (73%) dan 45% memiliki status HER2 positif.
Pada penelitian-penelitian lain, ekspresi HER2 yang berlebihan berkisar antara 2%
hingga 42%.
Penelitian lain yang sampelnya lebih sedikit juga telah meneliti beberapa
karakteristik biologis yang kemungkinan besar berperan dalam kanker payudara pria.
Salah satu penelitian menunjukkan bahwa kanker payudara pada pria lebih cenderung
bersifat p53 negatif, p21 positif, dan aneuploid, namun penelitian lain menunjukkan
tingkat mutasi p53 pada kanker payudara pria cenderung sebanding dengan wanita.
Ada hipotesis yang menunjukkan bahwa protein inhibitor kinase memainkan peranan
yang unik pada kanker payudara pria, jalur androgen kemungkinan besar lebih aktif
pada pria jika dibandingkan dengan kanker payudara pada wanita, namun data ini
masih bersifat data pendahuluan. Beberapa serial kasus juga menemukan pada kanker
payudara pria yang AR positif mencapai 34-95%. Reseptor prolaktin juga ditemukan
memiliki implikasi terhadap karsinogenesis kanker payudara pria.
Seperti pada kanker payudara wanita, perubahan struktur genomik nampaknya
cukup sering ditemukan pada kanker payudara pria. Salah satu penelitian mengenai
komparasi hibridisasi genomik berhasil mengidentifikasi pola kelainan kromosom
yang serupa pada pria dan wanita yang menderita kanker sporadik dan kanker
BRCA2. Namun ada juga penelitian yang justru menemukan bahwa hipermetilasi
cenderung lebih jarang terjadi pada gen ESR1, BRCA1, dan BRCA2 untuk kanker
5
payudara pria jika dibandingkan dengan kanker payudara wanita. Ada lagi penelitian
lain yang justru menemukan bahwa tumor pada pria cenderung lebih mudah
meningkatkan jumlah genom dan jarang kehilangan material genomik serta lebih
sering beramplifikasi jika dibandingkan tumor pada wanita.
Diagnosis
Tampilan Klinis dan Prognosis
Mungkin karena kurangnya kesadaran terhadap penyakit dan keterlambatan
diagnosis, mayoritas penelitian menunjukkan bahwa pria pada pada umumnya
memiliki stadium tumor yang sudah lanjut dan prognosisnya lebih buruk. Salah satu
penelitian menunjukkan bahwa hanya 29% pria Kroasia penderita kanker payudara
yang terdiagnosis dalam 3 bulan setelah onset gejala timbul, hal ini sangat jauh
tertinggal dibandingkan dengan kanker payudara wanita yang mencapai 58%.
Penelitian di Spanyol menemukan bahwa rata-rata keterlambatan diagnosis pada
kanker payudara pria mencapai >10 bulan, dan pasien yang lebih cepat terdiagnosis
memiliki stadium penyakit masih bersifat dini. Jika dibandingkan dengan stadium dan
usia, pria pada umumnya memiliki prognosis yang hampir sama atau bahkan lebi baik
dari wanita.
Prediktor sosiodemografi untuk menentukan prognosis pada kanker payudara
pria terlihat lebih jelas. Pria kulit hitam dan pria yang hidup di area non-metropolitan
cenderung memiliki prognosis yang lebih buruk, karena adanya disparitas untuk
mencapai akses ke pusat pengobatan. Salah satu penelitian di Israel menunjukkan
bahwa pasien Yahudi Sephardik memiliki luaran yang lebih buruk bila dibandingkan
dengan pasien Yahudi Ashkenazi, namun belum pasti apakah hal tersebut
berhubungan dengan faktor sosial atau genetika. Usia muda tampaknya tidak
berhubungan dengan perburukan prognosis pada pria. Menurut data SEER, kematian
yang berhubungan dengan kanker payudara lebih sering ditemukan pada pria yang
tidak menikah jika dibandingkan dengan yang sudah menikah.
6
Uji Diagnostik
Hingga saat ini masih sedikit data yang membahas tentang uji diagnostik
untuk pria yang mengalami abnormalitas payudara. Dari serial kasus yang terdiri atas
20 pasien pria yang datang dengan keluhan pada payudara yang kemudian
terdiagnosis sebagai kanker payudara, diketahui bahwa 13 dari mereka telah
menjalani mammografi, dan 6 di antaranya memiliki massa yang tidak berbatas tegas,
5 pasien memiliki masa yang tidak jalas penampakannya, dan 2 pasien memiliki
massa yang berbatas tegas. Pada penelitian tersebut, dilakukan pula pemeriksaan
ultrasonografi yang berhasil menemukan massa pada 13 dari 14 pasien yang
diperiksa. Penelitian lain menunjukkan bahwa aspirasi jarum halus dapat digunakan
pada pasien pria untuk membedakan tumor ganas dan tumor jinak. Manfaat MRI
untuk mendiagnosis kanker payudara pria hingga saat ini masih belum diketahui.
Penatalaksanaan
Terapi lokal
Pilihan pembedahan pada pria yang mengalami kanker payudara stadium awal
terdiri atas breast-conserving therapy (BCT) dan mastektomi. Saat ini, mayoritas
pasien menjalani mastektomi radikal yang telah dimodifikasi. Pada umumnya sekuele
kosmetik tidak menjadi masalah untuk pria, namun lumpektomi terkadang menjadi
pilihan utama pada beberapa pria, terutama karena prosedur tersebut dianggap tidak
terlalu menyakitkan. Pasien-pasien yang berusia lebih tua cenderung lebih memilih
melakukan lumpektomi dengan atau tanpa radiasi, namun hal tersebut hingga
sekarang masih belum diteliti.
Beberapa penelitian dengan jumlah sampel yang sedikit juga menemukan
bahwa biopsi nodus limfatikus sentinel dapat dilakukan pada pria. Salah satu
penelitian menemukan bahwa pasien pria yang mengalami kanker di nodus limfatikus
sentinel cenderung memiliki lebih banyak nodus limfatikus yang mengandung kanker
jika dibandingkan dengan pasien wanita yang mengalami kanker di nodus limfatikus
sentinel (63% vs 21%, p=0.01). Penelitian lain melaporkan bahwa tidak ada rekurensi
aksilaris pada 78 pria yang menjalani biopsi nodus limfatikus sentinel setelah di
follow up selama 28 bulan.
Kriteria untuk melakukan radiasi pasca-operasi pada umumnya masih
merujuk pada data wanita. Salah satu penelitian yang dilakukan pada 31 pria,
menemukan bahwa hanya ada satu kasus relaps ketika kriteria radiasi postmastektomi wanita digunakan pada pria yang diteliti, dan 16 pria mendapatkan
radiasi adjuvan. Pria yang memiliki tumor dengan ukuran > 5cm atau yang kankernya
telah menyebar ke empat nodus limfatikus atau lebih biasanya memerlukan radiasi
post-mastektomi. Beberapa pria yang mengalami kanker di tiga buah nodus
limfatikus atau lebih, yang disertai invasi limfovaskuler ke payudara, atau yang
memiliki kanker yang masih dekat margin pembedahan, biasanya dianjurkan untuk
mendapatkan radiasi post-mastektomi, meskipun proses pengambilan keputusan
seperti ini cukup rumit karena data penelitian mengenai hal tersebut masih sedikit.
Pada penelitian yang dilakukan pada 55 pria Turki yang mendapatkan
radioterapi, yang telah dikontrol penyakit komorbid dan penatalaksanaannya,
ditemukan bahwa prosedur tersebut berhasil memperpanjang angka bertahan hidup
bebas kanker. Sebuah serial kasus yang terdiri atas 75 pria yang diterapi di Ontario,
berhasil menemukan bahwa yang berhasil bertahan hidup bebas relaps pada
penelitian tersebut mencapai 46 orang setelah mereka diberikan radiasi postmastektomi, hanya saja angka bertahan hidup keseluruhan pada penelitian tersebut
tidak jauh berbeda. Dua serial kasus lain di Turki juga menemukan bahwa tidak ada
manfaat bertahan hidup yang ditemukan pada prosedur radiasi post-mastektomi.
Namun, ada juga beberapa pasien pada penelitian tersebut yang berhasil dikontrol
penyakitnya dengan baik.
Terapi Sistemik
10
Hanya sedikit data yang membahas tentang terapi sistemik untuk pria. Salah
satu penelitian kohort retrospektif di Amerika yang terdiri atas 135 pria sejak 1944
hingga 2001 berhasil menunjukkan bahwa ada luaran klinis yang lebih baik pada
penggunaan kemoterapi adjuvan, namun hasilnya tidak signifikan (mayoritas obat
yang digunakan pada penelitian ini adalah golongan anthracycline). Penelitian di
Turki yang terdiri atas 121 pria penderita kanker payudara yang diterapi sejak 1972
hingga 1994 berhasil menunjukkan adanya peningkatan angka bertahan hidup pada
pasien yang mendapatkan kemoterapi adjuvan. Namun kita tidak dapat menarik
kesimpulan definitif dari dua penelitian tersebut. Hingga saat ini belum ada data
mengenai khasiat trastuzumab untuk pasien kanker payudara HER2 positif, meskipun
banyak pusat kesehatan yang mengikuti pendekatan yang sama dengan yang
dilakukan pada kanker payudara wanita.
Beberapa penelitian retrospektif dengan jumlah sampel yang kecil juga
memperlihatkan manfaat terapi endokrin. Terapi endokrin standar untuk pria terdiri
atas 20 mg tamoxifen oral yang diberikan tiap hari selama 5 tahun. Dari kohort orang
Amerika sejak 1944-2001, terdapat 38 pria yang mendapatkan terapi endokrin
adjuvan (92% tamoxifen) dan mereka justru memiliki tingkat bebas rekurensi yang
lebih tinggi (HR 0.49, 95% CI 0.27 0.90) dan tingkat bertahan hidup yang lebih baik
(HR 0. 45, 95% CI 0.25 0.84) dari pasien yang tidak mendapatkan terapi endokrin.
Manfaat serupa juga ditemukan pada pasien wanita yang mendapatkan terapi
endokrin. Penelitian retrospektif di China terhadap 72 pasien pria yang berusia di atas
40 tahun, berhasil menemukan bahwa terapi endokrin berhubungan dengan
peningkatan angka bertahan hidup, namun penelitian yang dilakukan oleh Veteran
Administration terhadap 65 pria penderita kanker payudara, justru tidak menemukan
manfaat tamoxifen untuk mengatasi tumor yang ER positif.
Penelitian mengenai penatalaksanaan penyakit metastatik pada pria hingga
saat ini masih terbatas pada laporan kasus dan serial kasus. Di Spanyol, ada sebuah
penelitian mengenai 50 pasien kanker payudara pria, 10 di antaranya mendapatkan
11
masalah fisik, mental atau emosional sering ditemukan pada pria yang mengalami
kanker.
Penelitian lain yang dilakukan pada 84 pria penderita kanker payudara yang
berhasil bertahan hidup memiliki keualitas hidup yang lebih baik jika dibandingkan
dengan 20.589 wanita penderita kanker payudara yang berhasil bertahan hidup.
Kanker payudara dapat mengakibatkan isolasi sosial pada pria, terutama pada mereka
yang merasa terstigmatisasi oleh diagnosis yang didapatkan, sebab penyakit seperti
itu biasanya dialami oleh wanita. Hingga saat ini belum diketahui apakah pria yang
mengalami kanker payudara lebih sulit menyesuaikan diri jika dibandingkan dengan
pria yang mengalami kanker jenis lain.
Hingga saat ini belum ada strategi pengawasan yang optimal untuk penderita
kanker payudara pria. Meskipun resiko timbulnya kanker payudara baru pada pria
yang berhasil bertahan hidup dari kanker payudara <5%, beberapa pria biasanya
menjalani mammografi tahunan untuk memeriksa jaringan payudara yang tersisa.
Penelitian internasional multi-center yang mengumpulkan data dari 13 pusat kanker,
berhasil menemukan bahwa 12.5% dari 3409 pria yang bertahan hidup dari kanker
payudara justru mengalami kanker jenis lain (non-payudara), dan resiko timbulnya
kanker primer baru lebih meningkat pada organ usus halus, rektum, pankreas, kulit
(non-melanoma), prostat dan limfatikus/darah. Penelitian lain juga mengkonfirmasi
bahwa resiko timbulnya kanker lain lebih meningkat pada pria yang berhasil bertahan
hidup dari kanker payudara.
Konseling genetik harus ditawarkan pada pasien kanker payudara pria
berdasarkan peningkatan resiko mutasi BRCA yang mereka alami, terutama dalam
konteks adanya riwayat keluarga yang mengalami kanker payudara atau ovarium.
Instrumen seperti BRCAPRO telah berhasil divalidasi untuk digunakan pada pasien
kanker payudara pria.
13
Namun, manfaat klinis uji BRCA akan lebih banyak dirasakan oleh anggota
keluarga wanita jika dibandingkan dengan anggota keluarga pria. Jika tidak ada uji
BRCA, maka resiko kanker payudara pada anggota keluarga pasien dapat mengalami
peningkatan, terutama jika anggota keluarga yang lain juga telah terdiagnosis
mengalami kanker prostat atau kanker lain yang berhubungan dengan BRCA.
Kesimpulan
Hingga saat ini masih banyak pertanyaan yang belum terjawab mengenai
penyebab, konsekuensi dan jenis perawatan yang optimal untuk pasien kanker
payudara pria. Kita membutuhkan lebih banyak penelitian untuk mengungkapkan
dasar biologis, resiko dan manfaat beberapa terapi, serta kualitas hidup pria yang
mengalami kanker payudara.
European Organ ization for Research and Treatment of Cancer sedang
merencanakan suatu registri prospektif yang dapat mengumpulkan spesimen jaringan
serta informasi diagnostik dan penatalaksanaan guna menjawab berbagai pertanyaan
penting pada kanker payudara pria. Kami dapat optimis bahwa penelitian masa depan
akan mempermudah pengembangan intervensi yang dapat meningkatkan prognosis
invidu yang mengalami kanker payudara pria.
14