Judul
Pembentukan karakter memang menjadi salah satu kunci dari kemajuan dan
pembangunan bangsa. Jauh-jauh hari Bung Hatta (1932/1988) sudah menekankan pentingnya
pembentukan karakter bersama dengan pembangunan rasa kebangsaan dan peningkatan
pengetahuan serta keterampilan (Hatta, 1988).
Jika kita pikirkan dengan lebih mendalam lagi, kekuatan karakter bersumber pada
keberadaan manusia sebagai makhluk spiritual. Manusia memiliki daya-daya spiritual yang
memberikan kebebasan kepadanya untuk melampaui apa yang ada di sini dan saat ini. Dengan
spiritualitasnya, manusia mengatasi dan melampaui keterbatasannya sebagai makhluk alamiah.
Spiritualitas manusia merupakan dasar dari kekuatan karakter. Kemampuan manusia untuk
memperbaiki diri dan dunianya dari waktu ke waktu bersumber pada daya-daya spiritualnya.
jika hidup orang itu diamati, dan hanya jika orang itu sendiri ikut berkontribusi dalam proses
penilaian terhadap dirinya sendiri (self-evaluation).
Allport (1937) mendefinisikan karakter sebagai kepribadian yang dievaluasi. Artinya,
karakter adalah segi-segi kepribadian yang ditampilkan keluar dari, dan disesuaikan dengan nilai
dan norma tertentu. Karakter, dengan demikian, adalah kumpulan sifat mental dan etis yang
menandai seseorang. Kumpulan ini menentukan orang seperti apa pemiliknya. Karakter juga
menentukan apakah seseorang akan mencapai tujuan secara efektif, apakah ia apa adanya dalam
berurusan dengan orang lain, apakah ia akan taat kepada hukum, dan sebagainya.
Kekuatan karakter tampil dalam rentang tingkah laku individu yang mencakup
pikiran, perasaan, dan tindakan, serta dapat dikenali, dievaluasi dan diperbandingkan derajat
kuatlemahnya.
5. Karakter yang kuat dapat dibedakan dari ciri-ciri yang berlawanan dengannya.
6. Kekuatan karakter diwadahi oleh model atau kerangka pikir ideal.
7. Kekuatan karakter dapat dibedakan dari sifat positif yang lain tetapi yang saling
terkait secara erat.
8. Dalam konteks dan ruang lingkup tertentu, kekuatan karakter tertentu menjadi ciri
yang mengagumkan bagi orang-orang yang mempersepsinya.
9.
Boleh jadi tidak semua ciri karakter yang kuat muncul pada seseorang, tetapi
kebanyakan dari ciri-ciri karakter yang kuat tampil pada orang itu.
Karakter selalu didasari oleh spirtualitas. Daya-daya spiritual menjadi kekuatan kita
untuk bertahan dan setia menuju satu tujuan. Daya-daya itu menghindarkan kita dari godaan dan
menguatkan kita saat berada dalam situasi yang sulit. Pikiran bahwa apa yang kita hadapi saat ini
dan di sini selalu dapat kita lampaui memberikan harapan kepada kita untuk menjadi lebih baik
dan lebih baik lagi. Dengan daya-daya spiritual, manusia dapat melampaui dirinya, berkembang
terus sebagai makhluk yang self-trancendence (selalu mampu berkembang melampaui dirinya).
Dengan demikian, ketika kita berbicara tentang karakter maka kita juga berbicara tentang
spiritualitas, tentang daya-daya yang menguatkan dan mengembangkan manusia untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik.
kebahagiaan, yaitu memiliki makna dari semua tindakan yang dilakukan, mengetahui kekuatan
tertinggi, dan menggunakan kekuatan tertinggi untuk melayani sesuatu yang dipercayai sebagai
hal yang lebih besar dari diri sendiri. Jelaslah bahwa ketiga bentuk kebahagiaan ini berkaitan erat
dengan keutamaan dan kekuatan karakter manusia. Jelas juga bahwa ketiga hal itu merupakan
kategori spiritual. Ketiganya dimungkinkan oleh daya-daya spiritual manusia. Singkatnya,
kebahagiaan manusia mensyaratkan pemanfaatan daya-daya spiritualnya.
Melihat pembahasan tersebut, dapat kita pahami bahwa pembentukan karakter seseorang
sangat ditunjang dari berbagai aspek seperti kepribadian, spiritualitas,dan
kebahagiaan.
Kekuatan karakter tersebut berperan besar dalam penentuan kehidupan seseorang dan bagaimana
cara seseorang dalam menjalani kehidupan dan mengatasi berbagai masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Diogenes Laertes, Lives of Eminent Philosophers, VIII, 8 (Loeb Classical Library, trans R.D.
Hicks, Harvard University Press, 1931, Vol II. pp. 327 & 329)
Gazalba, Sidi. (1979). Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.
Kattsoff, Louis O. (2004). Dasar-dasar Filsafat (terjemahan Soejono Soemargono). Cetakan ke-9.
Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Iamblichus, The Life of Pythagoras, chap. XII. (translated by R. Burch from De vita Pythagorica
liber, ed. [A.M. Hakkert, 1965], pp. 39-41).
Jowett, B. (1892). The Dialogues of Plato, 3rd Edition. Oxford: Clarendon.
Thayer, J.H. (2011). Thayers Greek Lexicon. Electronic Database. Biblesoft, Inc.
Whiteley, C.H. (1977). An Introduction to Metaphysics. Hassocks Eng. and Atlantic Highlands,
N.J: Harvester Press.