Anwar St Bagindo, kakekku lahir pada tanggal 27 April 1933. Kakekku adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Pada masa penjajahan Jepang, Beliau masih duduk dikelas SD. Menjalani hidup dikota kelahirannya Bukit Tinggi, dengan penuh tanggung jawab untuk keluarga karena telah ditinggalkan oleh ayahnya pada usia remaja. Mencuci baju, memasak nasi, membersihkan rumah dan merawat adik adik sudah menjadi kebiasaannya sejak remaja. Beberapa tahun setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, kakekku mengungsi untuk menghindari adanya Agresi Militer II pada tahun 1948. Belanda berusaha untuk menyerang Indonesia kembali dan kakekku dan keluarga mengungsi ke atas Gunung Singgalang selama satu bulan lamanya. Dengan penuh ketakukan saat Belanda mulai memasuki wilayah Indonesia lagi. Kakekku pernah membawa mobil tentara, namun saat diperjalanan bertemu dengan para penjajah Belanda dan dikejar oleh tentara Belanda karena disangka pemberontak. Tentara Belanda mengejar menggunakan helicopter, saat dikejar kakekku menginjak rem dan helicopternya pun melaju terus dengan kecepatan tinggi. Menjalani kehidupan pada tahun 50-an tidaklah mudah, karena banyaknya pemberontakan yang terjadi dimana mana. Dan kakekkulah yang ikut serta dalam pemberontakkan itu. Seperti pada tahun 1950 terjadi pemberontakan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) di Sumatera Barat, kakekku ikut dalam memberontak untuk membela dan mempertahankan untuk memperbaiki perekonomian di Indonesia. Saat PRRI berusaha mengamankan wilayah Indonesia dengan mengawasi setiap wilayah di Bukit Tinggi. Setelah lulus SMP kakekku bekerja menjadi sekertaris di koramil selama 2 tahun. Setelah menyelesaikan pekerjaan di buter, Beliau bekerja sebagai sekertaris wali nagari / lurah di Bukit Tinggi pada tahun 1959. Kakekku juga seorang petani, sebagai pekerjaan sambilan. Setelah menemukan pasangan hidup Beliau menikah dengan Nenekku Mana pada tahun 1962. Menjenguk sang Ibu pada tahun 1963 yang melakukan operasi di Jakarta dan balik ke kampung halaman untuk menjalani hidup seperti biasa. Merantau ke Jakarta pada tahun 1973 dan menetap bersama istri dan 6 anak. Berdagang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pada usia 70 tahun, Beliau tidak berdagang menghabiskan waktu dirumah dengan beristirahat. Saat usia 79 tahun Beliau menderita penyakit stroke yang menyebabkannya sebagian tubuh kanannya tidak bisa digerakkan. Dengan penuh latihan untuk membiasakan berjalan dengan sebelah kaki yang bisa digerakkan. Karena banyak pengalaman yang telah Ia lewati membuatnya sebagai sosok yang tegas dalam berbicara maupun bertindak.