Disusun Oleh:
Nanang Eko Nugroho
(16)
X.8
BAB I
PENDAHULUAN
Proses Sosialisasi yang dibangun melalui interaksi sosial tidak selamanya
menghasilkan pola-pola prilaku yang sesuai dengan yang dikehendaki masyarakat .
Apabila terjadi perilaku yang tidak sesuai dengan tuntunan masyarakat maka akan
terjadi suatu penyimpangan.
Tidak semua prilaku yang menyimpang merupakan perbuatan negative ada juga
prilaku menyimpang , menghasilkan nilai-nilai dan norma yang baru yang berguna
bagi masyarakat dalam upaya memenuhi tuntunan perubahan. Oleh karena itu ,
diperlukan adanya pengendalian sosial untuk mengarahkan masyarakat kearah
keteraturan dan ketertiban , sedangkan prilaku yang menyimpang yang bisa
menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat dapat dicegah dan diluruskan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perilaku Menyimpang
Dalam rangka menciptakan kehidupan yang selaras , setiap masyarakat selalu
menerapkan berbagai hal untuk mengatur anggota-anggotanya. Aturan ini banyak
berupa nilai dan norma yang disosialisasikan dari generasi ke generasi demi
keberlangsungan masyarakat itu sendiri , Namun ada saja . Anggota-anggota
masyarakat yang bertingkah berlainan dengan apa yang diharapkan .
Perlu diketahui pula bahwa penyimpangan dari suatu masyarakat , Tidak berarti
merupakan penyimpangan dalam masyarakat lain karena , adanya perbedaan norma
dan nilai-nilai .
1. Pengertian Prilaku Menyimpang
Ada Beberapa Definisi Penyimpangan Sosial yang diajukan para Sosiolog
James Vander Zander
Perilaku meyimpang merupakan perilaku yang dianggap sebagai hal yang tercela
dan diluar batas-batas toleransi oleh sejumlah orang besar
Robert M.Z . Lawang
Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma
yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang
berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku tersebut
Bruce J. Cohen
Perilaku menyimpang merupakan setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan
diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam
masyarakat.
Paul B. Horton
Penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap
norma norma kelompok atau masyarakat .
Dari-Dari definisi diatas , pengertian perilaku penyimpangan dapat
disederhanakan menjadi setiap perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma
yang ada dalam masyarakat . Perilaku ini terjadi karena orang mengabaikan norma
atau tidak mematuhi patokan baku dalam masyarakat sehingga sering dikaitkan
dengan istilah negatif .
2. CIRI-CIRI PERILAKU PENYIMPANGAN
Menurut Paul B. Horton , penyimpangan sosial memiliki 6 ciri sebagai
berikut :
a. Penyimpangan harus dapat didefinisikan
Tidak ada satu pun perbuatan yang begitu saja dinilai menyimpang. Suatu
perbuatan yang dikatakan menyimpang jika memang didefinisikan sebagai
menyimpang. Perilaku menyimpang bukanlah semata-mata ciri-ciri tindakan yang
dilakukan orang melainkan akibat dari adanya peraturan dan penerapan saksi yang
dilakukan oleh orang lain terhadap perilaku tersebut , singkatnya , penilaian
menyimpang tidaknya suatu perilaku harus berdasarkan kriteria tertentu dan
diketahui penyebabnya.
b. Penyimpangan bisa diterima atau bisa juga ditolak
Perilaku menyimpang tidak selalu merupakan hal yang negatif . Ada
beberapa penyimpangan yang diterima bahkan dipuji dan dihormati , seperti orang
jenius yang mengemukakan pendapat baru yang kadang-kadang bertentangan
dengan pendapat umum atau pahlawan yang gagah berani dan sering terlibat
peperangan . Sedangkan perampokkan , pembunuhan terhadap etnis tertentu
termasuk penyimpangan yang ditolak oleh masyarakat.
c. Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak
Pada kebanyakkan masyarakat modern , tidak ada seorangpun yang masuk
kategori sepenuhnya penurut ( konformois ) ataupun sepenuhnya menyimpang .
Alasannya , orang yang termasuk kedua kategori ini justru akan mengalami
kesulitan dalam kehdiupannya . Oleh sebab itu , pada dasarnya semua orang normal
pun sesekali mengalami penyimpangan , tetapi pada batas-batas tertentu yang
bersifat relatif untuk semua orang. Perbedaannya hanya pada frekuensi dan kadar
penyimpangannya saja. Orang yang tadinya penyimpangan mutlak lambat laun juga
harus berkompromi dengan lingkungannya.
d. Penyimpangan terhadap budaya nyata atau budaya ideal
Budaya ideal disini adalah segenap peraturan hukum yang berlaku dalam
suatu kelompok masyarakat . Tetapi dalam kenyataannya tidak ada seorang pun yang
patuh terhadap segenap peraturan resmi tersebut. Antara budaya nyata dengan
budaya ideal selalu terjadi kesenjangan. Artinya , peraturan yang telah menjadi
pengetahuan umum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari cenderung banyak
dilanggar.
e. Terdapat norma-norma penghindaran dalam penyimpangan
Apabila pada suatu masyarakat terdapat nilai atau norma yang melarang
suatu perbuatan yang ingin sekali diperbuat oleh banyak orang , maka akan muncul
norma-norma penghindaran . Norma penghindaran adalah pola perbuatan yang
dilakukan oleh orang untuk memenuhi keinginan mereka tanpa harus menentang
nilai-nilai tata kelakuan secara terbuka. Jadi , merupakan penyimpangan perilaku
yang bersifat setengah ( semi institutionalized ).
3. Sebab terjadinya Perilaku Menyimpang
a. Sudut Pandang sosiologi
Proses interaksi sosial , internalisasi nilai dan kontrol sosial , tidak selalu
sempurna. Selalu ada hal-hal yang bisa mengakibatkan perilaku sosial seseorang
tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat . Akibatnya , terjadilah perilaku
menyimpang
1. Perilaku menyimpang karena sosialisasi
Dalam sosialisasi , individu menyerap normadan nilai . Perilaku
menyimpang disebabkan oleh adanya gangguan pada proses penyerapan dan
pengalaman nilai-nilai tersebut
Contoh : Jika seorang remaja bergaul dengan teman-temannya yang berpakaian
kurang sopan dimata masyarakat , lambat laun ia akan terpengaruh melakukan hal
serupa.
2. ) Perilaku menyimpang karena anomie
Secara sederhana , anomie diartikan sebagai suatu keadaan dimasyarakat
tanpa norma . Menurut Emile Durkheim , anomie adalah suatu situasi tanpa norma
dan arah , sehingga tidak tercipta keselarasan antara kenyataan yang diharapkan
dengan kenyataan sosial yang ada. Robert K. Merton menganggap anomie
disebabkan adanya ketidak harmonisan antara tujuan budaya dengan cara-cara legal
memungkinkan untuk mendapat gaji besar . Akibatnya , dia mencari jalan dengan
korupsi.
c.) Ritualisme , yaitu sikap menolak tujuan budaya namun tetap mempegunakan
cara-cara legal dan telah disepakati untuk mecapai tujuan.
Contoh : Seseorang yang bekerja bukan untuk memperoleh kekayaan , melainkan
hanya memperoleh rasa aman semata.
d.) Retratisme , yaitu sikap menolak tujuan budaya dan cara legal yang telah
disepakati masyarakat untuk mencapainya . Sebagai solusi , pelakunya memilih
untuk berhenti maju dan mencoba.
Contoh : Para peminum alcohol dan pemakai narkoba seolah-olah berupaya untuk
melarikan diri dari masyarakat dan lingkungannya.
e.) Pemberontakkan , yaitu sikap menolak tujuan budaya dan cara legal untuk
mencapainya , lalu mencoba untuk menciptakan tujuan dan budaya yang baru.
Contoh : Kaum pemberontak yang mencoba gigih untuk memperjuangkan suatu
ideologi melaui perlawanan bersenjata.
3. ) Perilaku menyimpang karena diffrential association
Menurut Edwin H. Sutherland , penyimpangan terjadi akibat adanya
differential association atau asosiasi yang berbeda terhadap kejahatan . Semakin
tinggi derajat interaksi dengan orang yang berprilaku menyimpang , semakin tinggi
pula kemungkinan sesorang bertingkah laku menyimpang.
Superego adalah bagian diri yang telah menyerap nilai-nilai kultural dan
berfungsi sebagai suara hati.
d. Sudut pandang Kronologi
1. ) Teori Konflik
Dalam teori ini terdapat dua macam konflik , yaitu :
a.) Konflik budaya
Terjadi apabila dalam suatu masyarakat terdapat sejumlah kebudayaan
khusus , masing-masing cenderung tertutup sehingga mengurangi kemingkinan
timbulnya kesepakatan nilai.
b.) Konflik kelas sosial
Terjadi akibat suatu kelompok menciptakan peraturan sendiri untuk
melindungi kepentingannya. Pada kondisi ini , terjadinya eksploitasi kelas atas
terhadap kelas bawah . Mereka yang menentang hak istimewa kelas atas dianggap
mempunyai perilaku menyimpang sehingga dicap sebagai penjahat.
2.) Teori pengendalian .
Kebanyakkan orang meneysuaikan diri dengan nilai dominan karena adanya
pengendalian dari dalam maupun luar. Pengendalian diri dalam berupa norma yang
dihayati dan nilai yang dipelajari seseorang . Pengendalian dari luar berupa imbalan
sosial terhadap konformitas dan sanksi hukuman terhadap tindakan penyimpangan .
Dalam masyarakat konvensional , terdapat 4 hal yaitu :
a.) kepercayaan mengacu pada norma yang dihayati .
b.) ketanggapan , yakni sikap tanggap seseorang , terhadap pendapat orang lain ,
berupa sejauh mana kepekaan seseorang terhadap kadar penerimaan orang
konformis.
c.) Keterikatan ( komitmen ) , berhubungan dengan berupa banyak imbalan yang
diterima seseorang atas perilakunya yang konformis .
d.) Keterlibatan , mengacu pada kegiatan seseorang dalam berbagai lembaga
masyarakat , seperti majelis ta`lim , sekolah dan organisasi setempat.
4. Jenis-Jenis perilaku menyimpang
a. Berdasarkan kekerapannya
Sebagai makhluk social dan makhluk yang berpikir manusia mempunyai
pola-pola perilaku yang tidak tetap . Ada kalanya manusia berprilaku sesuai
dirinya dan hal ini dilakukan tanpa ada rasa penyesalan. Tindakan seperti ini bukan
merupakan karakteristik umumnya kriminal (kadang-kadang kriminal juga memiliki
rasa penyesalan).
3. Pengaruh media terhadap sikap antisosial.
Pada bulan September 1974, NBC menyiarkan Born Innocent yang melukiskan
kehidupan seorang gadis asrama panti asuhan. Drama tersebut meliputi kisah
tentang seorang gadis muda yang diperkosa oleh 4 orang wanita penghuni asrama
tersebut dengan menggunakan alat penyedot saluran air. selanjutnya, beberapa hari
kemudian seorang gadis berusia 9 tahun di California di serang oleh 4 anak muda
dan diperkosa. Pemerkosa mengakui terangsang setelah melihat drama born
innocent.
Pada tahun 2005, majalah Playboy edisi Indonesia mulai terbit. Penerbitan majalah
hiburan laki-laki ini mengakibatkan protes di kalangan tertentu masyarakat
Indonesia. Banyak edisi majalah hiburan pria Indonesia seperti FHM, Popular,
Lipstik terbit di Indonesia. Pernah marak juga di televisi (hampir semua televisi
Indonesia menyiarkan program acara berbau hantu)
Kasus-kasus tersebut diatas sering digunakan untuk menuduh media menggunakan
kekuatanya untuk mempengaruhi tingkah laku anti-sosial para pembaca dan
penonton. Hal ini dapat memicu penonton untuk mengkritik dan menimbulkan
kemarahan terhadap media.
4. Media dan tanggung jawab moral
Karena media sangat tinggi jangkauannya dan sangat berpengaruh, untuk itu
memakan waktu antara masyarakat dan posisi moral. Secara luas ada 3 kategori
mengenai media dan tingkah laku anti social antara lain :
1. Sikap anti sosial para praktisi yang berhubungan dalam kewajiban para
professional.
2. Tugas media hanya sebagai pelengkap terhadap tingkah laku anti sosial
3. Konflik yang terjadi antara tanggung jawab professional dan tingkah laku anti
sosial dalam kehidupan pribadi para praktisi media.
5. Sikap anti-sosial dan kewajiban media
Praktisi media adalah sebagai penjaga dan jembatan antara media dan publik, untuk
alasan tersebut mereka menghindari perintah untuk menyiarkan perilaku anti sosial
di media. Bagaimana pun juga keadaan ini merupakan suatu kelemahan bagi para
praktisi media terhadap moral dan hukum. Meskipun masih ada sedikit keraguan
yang diharapkan , terkadang para audience mengirimkan pesan yang salah mengenai
sikap anti sosial tersebut. Pertama-tama , kekerasan hukum menjadi bagian dalam
tugas seorang reporter. Apabila seorang wartawan mencerminkan publik, seharusnya
mereka lebih memperhatikan keinginan publiknya. Selain itu, apabila para pelaku
kekerasan beranggapan bahwa hal itu adalah biasa, hal itu akan merusak tatanan
hukum yang ada.
6. Media sebagai pelengkap terhadap sikap anti sosial
Karena pengaruh media dapat menembus publik umum, karena itu media sering kali
disalahkan sebagai kaki tangan untuk mempengaruhi public atas perilaku anti sosial.
Menghadapi kritik tersebut media berusaha untuk lebih memperhatikan hal-hal yang
dapat merusak perilaku seseorang yaitu dengan membuat beberapa acuan dan aturan
yang membuat media menjadi lebih berkembang dan lebih baik.
Issue yang layak yang tergabung dalam tugas media yang juga mempengaruhi
perilaku anti sosial, termasuk dalam 3 fungsi mass media yaitu :
1. berita / news
2. hiburan / entertainment
3. iklan
Seorang wartawan dalam menuliskan berita harus berdasarkan pendapat umum,
sehingga mendapatkan keseimbangan antara berita yang dibutuhkan oleh public
terhadap tanggung jawab sosial. Kelayakan issue dalam jurnalistik untuk menangani
tingkah laku anti sosial, terdapat dalam 3 kategories yaitu :
1. masalah kecerobohan atau kelalaian berita, dahulu dalam menyiarkan berita
kriminal maupun demonstrasi, media TV kurang berpotensi untuk menyiarkannya,
tetapi sekarang media sudah lebih berkembang dan dapat menyiarkan berita tersebut
dengan baik.
2. wartawan media sering dijadikan sebagai pelengkap terhadap perilaku anti sosial
untuk pekerjaan tertentu dimana pekerjaan wartawan merupakan suatu kewajiban
dalam menyampaikan berita yang berkualitas kepada publik. Karena komitmen
utama seorang wartawan adalah kejujuran dan objective dalam menyampaikan
berita, dan terkadang wartawan percaya bahwa kebebasan dan memiliki sikap yang
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dapat
disimpulkan
bahwa
perilaku
menyimpang
adalah
perilaku
seseorang/sekelompok orang yang dianggap melanggar standar perilaku atau normanorma yang berlaku dalam sebuah kelompok/masyarakat. Bisa pula dikatakan,
perilaku menyimpang merupakan perilaku seseorang/kelompok yang dianggap tidak
menyesuaikan diri dengan kehendak umum masyarakat/kelompok.
Anti-sosial adalah sikap yang sama sekali tidak fleksibel, dan setiap sikap antisosial menunjukkan ketidakmampuan untuk beradaptasi. Banyak contoh sikap yang
mirip anti-sosial berkembang dengan maraknya. Di jalan raya, kemacetan terjadi di
mana-mana. Penyebabnya tidak secara keseluruhan diakibatkan oleh jumlah
kendaraan yang tak seimbang dengan panjang jalan, namun kemacetan yang terjadi
lebih dikarenakan motivasi agresi manusianya yang tidak dapat dikendalikan.