Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS VEGETASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE KUARTER

Disusun Oleh:
KELOMPOK 2
Tarwinih
Risma Restu Winayanny
Aya Sofa Novia
Syafitri Firmanputri
Tiffany Hanik Lestari
Kania Aulia Dwiputri
Rhodiatun Nissa
M Nasrulah Akbar

140410120001
140410120018
140410120022
140410120041
140410120042
140410120055
140410120060
140410120087

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Para pakar ekologi memandang vegetasi sebagai salah satu komponen dari
ekosistem, yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor
lingkungan dari sejarah dan faktor-faktor itu mudah diukur dan nyata. Dengan
demikian, analisis vegetasi secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk
memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen-komponen lainnya
dari suatu ekosistem. Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu
mendeskrisipkan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagai
konsep pendekatan yang berlainan. Metode manapun yang dipilih yang penting
adalah harus disesuaikan dengan tujuan kajian, luas atau sempitnya yang ingin
diungkapkan, keahlian dari bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini adalah
pengetahuan dalam sistematik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri.
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari
beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme
kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama
individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya
sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis
(Marsono, 1977).
Vegetasi di tempat tersebut mempunyai variasi yang berbeda antara vegetasi
satu dengan vegetasi yang lain. Dengan adanya variasi yang dimiliki oleh suatu
vegetasi akan menudukung suatu kehidupan organisme tertentu. Oleh karena itu,
untuk menganalisis suatu vegetasi dalam area tertentu dengan menggunakan
variabel kerimbunan, kerapatan, dan frekuensi, maka dilakukan analisis vegetasi
menggunakan metode kuadran (kuarter).

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat memahami dan
mempraktekkan metode kuadran dengan baik di lapangan.

BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1. Alat dan Bahan Praktikum Metode Kuadrat
No
1.
2.
3.
4.

Alat / Bahan
Alat tulis
Meteran
Patok
Tali rafia

Fungsi/Kegunaan
Mencatat data yang diperoleh
Alat pengukur jarak
Membatasi luas petak atau plot
Menandai luas petak atau plot

2.1 Prosedur
Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode

titik pusat

kuarter (point center of quarter method) yaitu analisis vegetasi tumbuhan dengan
mengukur diameter batang pohon yang terdekat dengan titik pusat pengamatan.
Teknik yang digunakan pada praktikum ini adalah dengan mengamati suatu
daerah yang telah ditentukan yang mewakili komposisi tumbuhan pada transek,
sedangkan pengumpulan data digunakan metode kuarter/kuadran. Dengan
mencari pohon yang paling dekat dengan titik plotless kemudian ukur jarak dan
DBH pohon tersebut. Seperti cara Bitterlich, dibuat dulu garis kompas. Pada
setiap titik pengamatan, bayangkan garis-garis kuadran. Dari tiap kuadran dicatat
dan diukur satu pohon yang memiliki DBH > 20 cm yang terdekat dengan titik
pengukuran, diukur jaraknya masing-masing ke titik pengukuran.
2.2 Analisis Data
Berdasarkan data yang diperoleh dari setiap plot yang dibuat, dapat dihitung
dan dianalisis frekuensi mutlak dan relatif, kerapatan mutlak dan relatif,
dominansi mutlak dan relatif, indeks nilai penting, dan indeks Shannon Wienernya.
Frekuensi mutlak (FM) menunjukkan kepadatan suatu spesies tertentu dari
seluruh plot yang dibuat. Sedangkan frekuensi relatif (FR) menunjukkan
kepadatan suatu spesies dari seluruh kepadatan spesies lain dari seluruh plot
dalam satuan persentase.

FM =

Jumlah spesies tertentu dalam plot


Jumlah seluruh plot pengamatan

FR =

Frekuensi mutlak dari suatu jenis

x 100%

Frekuensi mutlak dari seluruh jenis

Kerapatan mutlak (KM) ditentukan berdasarkan jumlah individu suatu


populasi jenis tumbuhan di dalam area tersebut. Sedangkan kerapatan relatif (KR)
menunjukkan perbandingan jumlah individu spesies ke-i dengan jumlah total
individu seluruh spesies dalam satuan persentase.
KM =

Jumlah total individu untuk spesies ke-i


Luas total pengamatan yang disampling

KR =

Kerapatan mutlak suatu spesies ke-i

x 100%

Kerapatan mutlak total seluruh spesies

Untuk kerapatan dengan cara perhitungan yang dipakai dalam metode


kuadrat adalah berdasarkan kelas kerapatan yang ditulis oleh Braun Blanquet
(1927) yang lebih terperinci dan mudah dilakukan. Kadar kerapatan ada 2 skala
yaitu: 1) kelas pertama merupakan kombinasi dari banyaknya individu suatu jenis
dengan kerimbunan daripada spesies tersebut dan 2) skala kedua membentuk
gambaran tentang pengelompokkannya:
r : sedikit individu sampai beberapa individu, dan penutupannya <1%
+ : satu atau sangat sedikit individu, dan penutupannya 1%
1 : beberapa sampai banyak individu, penutupannya 1-5%
1 : sangat banyak individu, dan penutupannya 5-25%
2 : penutupannya 25-50% ,jumlah individu bebas (independen)
3 : penutupannya 50-75% ,jumlah individu bebas (independen)
4 : penutupannya 75-100% ,jumlah individu bebas (independen)
Dominansi mutlak (DM) merupakan penutupan (coverage) spesies
terhadap seluruh plot pengamatan. Sedangkan dominansi relatif (DR) adalah
perbandingan luas basal area suatu spesies dengan luas basal seluruh spesies pada
plot pengamatan dalam satuan persentase.
DR =

Dominansi mutlak spesies ke-i

x100%

Dominansi mutlak seluruh spesies pada plot pengamatan

Nilai penting merupakan suatu harga yang menunjukkan dominansi atau


kekuasaan suatu jenis terhadap jenis-jenis lainnya pada suatu vegetasi tertentu dan
merupakan hasil penjumlahan nilai relatif dari sejumlah variabel yang telah diukur
(kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan dominansi relatif). Jika disusun dalam
bentuk rumus maka akan diperoleh:
Nilai Penting = KR + DR + FR

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan Kuarter
Berdasarkan pengamatan praktikum yang sudah dilakukan, didapatkan hasil
sebagai berikut:

Sampling Quarter Distance


Point
Number
(m)
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4

3
Rata-Rata

5.25
2.71
3.68
3.573
7
6.47
1.69
5.142
2
9.5
8.71
11.7
5.61875

Spesies
Cynometra cauliflora (Nam Nam)
Lagerstroemia speciosa (Bungur)
Nephalium lapaseum (Rambutan)
Spathodea campanulata(Ki acret)
Bauhinea purpurea (Bunga Kupu-kupu)
Averrhoa bilimbii (Belimbing)
Cynometra cauliflora (Nam Nam)
Cynometra cauliflora (Nam Nam)
Flacourtia rukam(Rukem)
Guazuma ulmifolia (Jati Belanda)
Averrhoa bilimbii (Belimbing)
Bauhinea purpurea (Bunga Kupu-kupu)

Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Kuarter

Tabel 3.2 Hasil Pengamatan Kuarter Per Spesies Pohon

Diameter
(cm)
18.88
17.83
20.48
66.88
23.72
22.29
27.86
34.87
20.06
26.11
22.29
23.72
27.0825

Basal Area

89.11
79.48
104.85
1118.23
140.6596
124.21
194.0449
303.979
100.6009
170.43
124.21
140.659
224.205283

Averrhoa
bilimbii
Basal
area
Jarak
124,21

6,47

124,21

8,71

Bauhinea
purpurea
Basal
area
Jarak
140,659
6
7
140,659
6
11,7
140,659
6

124,21

Cynometra
cauliflora
Basal
area
Jarak
89,11

1,69

194,0449

5,142

Guazuma
ulmifolia
Basal
area
Jarak
170,43

9,5

Lagerstroemi
a speciosa
Basal
Jar
area
ak
2,
79,48
71

Nephalium
lapaseum
Basal
area
Jarak
104,85

3,68

Flacourtia rukam
Basal
area
Jarak
Basal area
100,6
009
2
1118,23

303,979
195,7113

Tabel 3.3 Hasil Analisis Data Kuarter


No

KM

KR

DM

DR

FM

FR

INP

Pi

LnPi

H'

Averrhoa bilimbii

0,53

16,67%

65,57

9,23%

0,67

18,18%

44,08%

0,167

1,79

0,30

Bauhinea purpurea

0,53

16,67%

74,26

10,46%

0,67

18,18%

45,30%

0,167

1,79

0,30

Cynometra cauliflora

0,79

25,00%

154,98

21,82%

0,67

18,18%

65,00%

0,250

1,39

0,35

Guazuma ulmiflora

0,26

8,33%

44,99

6,33%

0,33

9,09%

23,76%

0,083

2,48

0,21

Lagerstroemia speciosa

0,26

8,33%

20,98

2,95%

0,33

9,09%

20,38%

0,083

2,48

0,21

Nephalium lapaseum

0,26

8,33%

27,68

3,90%

0,33

9,09%

21,32%

0,083

2,48

0,21

Flacourtia rukam
Spathodea
campanulata
Total

0,26

8,33%

26,55

3,74%

0,33

9,09%

21,16%

0,083

2,48

0,21

0,26

8,33%

295,17

41,56%

0,33

9,09%

58,99%

0,083

2,48

0,21

3,17

100,00%

710,17

100,00%

3,67

100,00%

300,00%

Spesies

KSJ

3,17

1,98

3.2 Pembahasan
Praktikum kali ini merupakan praktikum mengenai analisis vegetasi dengan
menggunakan metode kuarter (kuadran). Analisis vegetasi merupakan suatu cara
untuk mengetahui komposisi suatu tumbuhan beserta struktur tumbuhan itu
sendiri di suatu area.Terdapat berbagai macam kondisi suatu area ekosistem
seperti hutan, savana, rawa,dan lain-lain sehingga diperlukan metode yang
berbeda pula untuk mengetahui analisis vegetasi yang ada di dalamnya.
Penggunaan metode yang sesuai dengan kondisi area yang ada bertujuan agar data
yang diperoleh dapat secara efektif diambil dan representatif. Untuksuatu kawasan
hutan yang memiliki komposisi yang mendominasi berupa jenis pohon
digunakanlah suatu metode yang disebut dengan metode kuarter (kuadran).
Metode ini digunakan khusus untuk menganalisis vegetasi jenis pohon. Metode

kuarter ini disebut juga sebagai metode plotless. Ini berarti bahwa metode ini
tidak membutuhkan suatu plot dengan ukuran tertentu. Praktikum analisis vegetasi
dengan metode kuarter ini dilakukan di zona tanaman langka Arboretum
Universitas Padjadjaran, pada tanggal 21 Oktober 2014 pada pukul 06.30 hingga
7.30 WIB.
Metode kuarter ini dilakukan dengan cara menentukan suatu titik (sebanyak
3 titik) pada zona atau area yang telah ditentukan di Arboretum. Titik tersebut
menjadi center atau patok membuat petak bayangan sebanyak 4 buah yang
merupakan area kuadran. Petak bayangan tersebut ditentukan berlawanan arah
jarum jam,selanjutnya pada setiap kuadran diambil suatu spesies pohon yang
memiliki jarak paling dekat dengan point center-nya. Metode ini tentunya
memiliki kelebihan dimana lebih mudah dan cepat untuk dilakukan. Sedangkan,
kekurangannya metode ini hanya mampu mengetahui keragaman atau diversitas
pada tingkat pohon saja, tidak untuk mengetahui keragaman jenis tumbuhan di
suatu area secara keseluruhan.
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan 12 individu pada masing-masing
titik kuadran, dan terdapat 9 spesies. Berdasarkan hasil analisis data didapatkan
nilai KSJ, KR, FR, DR, INP, dan Indeks Shannon-Wiener. Koefisien seluruh jenis
(KSJ), merupakan nilai koefisien dari seluruh jenis yang didapat. Nilai KSJ
diperoleh dari area dibandingkan dengan rata-rata jarak seluruh individu pohon.
Area pengamatan disini bernilai 100 m2. Luas area 100 m2 digunakan untuk
mengetahui berapa KSJ tumbuhan dalam luas area 100 m2. Nilai KSJ yang
diperoleh sebesar 3,1675.
Kerapatan relatif (KR) merupakan nilai yang menunjukan banyaknya
spesies dalam lokasi pengamatan dibandingkan dengan spesies lainnya. Dari hasil
analisis data, diketahui bahwa nilai KR tertinggi adalah Cynometra cauliflora,
yaitu sebesar 25 %. Sedangkan, tumbuhan yang memiliki nilai KR terendah
adalah Guazuma ulmiflora, Lagerstroemia speciosa, Nephalium lapaseum,
Flacourtia rukam, dan Spathodea campabulata, dengan nilai KR sebesar 8,33%.
Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa Cyanometra cauliflora memiliki
jumlah jenis yang paling banyak pada lokasi pengamatan. Menurut Irwanto
(2007), semakin banyak jumlah dan jenis tumbuhan yang terdata, maka akan
semakin besar nilai KR nya. Cyanometra cauliflora memiliki jumlah paling

banyak karena tumbuhan ini dapat tumbuh baik dan banyak pada dataran rendah
dan tempat-tempat terbuka (Zuhud, 2013).
Frekuensi relatif (FR) merupakan nilai perbandingan antara frekuensi jenis
ke-1 dengan jumlah frekuensi seluruh jenis (Bengen,2000). Nilai frekuensi relatif
menunjukan banyaknya tingkat kehadiran spesies pada lokasi pengamatan. Nilai
frekuensi relatif menunjukan banyaknya tingkat kehadiran spesies pada lokasi
pengamatan. Dari hasil analisis data, diketahui bahwa tumbuhan yang memiliki
nilai FR tertinggi adalah Averhoa bilimbii, Bauhinea purpurea, dan Cynometra
cautiflora, yaitu sebesar 18,18%. Sedangkan tumbuhan yang memiliki nilai FR
terendah adalah Guazuma ulmiflora, Lagerstroemia speciosa, Nephalium
lapaseum, Flacourtia rukam, dan Spathodea campanulata, yaitu sebesar 9.09%.
Nilai FR berkaitan dengan distribusi dan penyebaran, semakin tinggi nilai FR,
maka semakin luas tingkat penyebarannya. Dari nilai FR yang didapat, dapat
diketahui bahwa Averhoa bilimbii, Bauhinea purpurea, dan Cynometra cautiflora
memiliki penyebaran yang paling luas. Menurut Ellenberg dan Dumbas (1974),
jenis-jenis yang menyebar secara luas akan memiliki nilai kehadiran relatif yang
paling tinggi. Tumbuhan Bauhinea purpurea dan Averhoa bilimbii merupakan
tanaman yang dapat tumbuh baik pada lingkungan yang memiliki iklim tropis dan
subtropics sehingga penyebarannya tersebar secara merata (Alamendah, 2011).
Berdasarkan hasil analisis data, nilai DR yang paling tinggi adalah pada
spesies Spathodea campanulata, yaitu sebesar 41.56%. Dimana nilai DR ini
merupakan nilai yang menunjukkan seberapa banyak tingkat dominansi relatif
spesies dari jumlah titik kuadran yang sudah dibuat. Spesies ini memiliki nilai
dominansi yang besar dikarenakan ukuran diameter batang yang cukup besar.
Sehingga tumbuhan ini cukup mendominasi wilayah pengamatan. Tumbuhan
dengan tingkat DR terendah adalah Lagerstroemia speciosa sebesar 2.95%.
berdasarkan tabel hasil pengamatan terlihat bahwa tumbuhan ini memang
jumlahnya 1 saat ditemukan. Namun tumbuhan Lagerstroemia speciosa memiliki
DBH yang cukup kecil, sehingga tidak mampu untuk mendominasi wilayah
pengamatan.
Indeks nilai penting (INP) merupakan penjumlahan dari kerapatan relatif,
frekuensi relatif dan dominansi relatif, yang berkisar antara 0 dan 300. Indeks
Nilai Penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis

terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan
kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas (Mueller-Dombois dan
Ellenberg, 1974 dalam Marpaung, 2009). Nilai ini menunjukkan bahwa seberapa
besar suatu spesies tumbuhan dan hewan mendominasi atau tidak di suatu
vegetasi. Berdasarkan hasil analisis, didapatkan bahwa Cynometra caulifolia
merupakan spesies dengan INP terbesar dibandingkan dengan spesies lain, yaitu
sebesar 65%. Sedangkan, Lagerstroemia speciosa memiliki INP sebesar 20.38%
(terendah). Hal ini menunjukkan bahwa Cynometra caulifolia merupakan spesies
dengan tingkat dominasi yang lebih besar dibandingkan dengan spesies lain.
Artinya, Cynometra caulifolia lebih menguasai vegetasi yang ada di sekitar titik
kuadran. Terlihat jelas mengapa Cynometra caulifolia

mendominasi. Hal ini

terjadi berdasarkan hasil pengamatan, dimana Cynometra caulifolia ditemukan


sebanyak 4 spesies. Sehingga

nilai kelimpahan relatif (KR) sebesar 25%,

dominansi relatif sebesar 21.82%, walaupun nilai frekuensi relatifnya sebesar


18.18% (sama seperti spesies Bauhinea purpurea dan Averrhoa bilimbii).
Secara keseluruhan, dicari pula tingkat keanekaragaman jenis pohon di zona
tanaman langka plot 4, plot 5, dan plot 6. Digunakan Indeks Shannon Wiener
untuk mengetahuinya. Didapatkan bahwa nilai H sebesar 1,98. Menurut Odum
(1993) kriteria indeks keanekaragaman (Indeks Shannon Wiener) dibagi kedalam
3 kategori, yaitu:
Tabel Kriteria Indeks Shannon Wiener
Nilai Indeks Shannon Wiener

Kriteria Keanekaragaman

H < 1

Keanekaragaman rendah

1 < H < 3

Keanekaragaman sedang

H > 3

Keanekaragaman tinggi

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa keanekaragaman jenis pohon di


zona tanaman langka plot 4, plot 5, dan plot 6 termasuk kriteria sedang. Hal ini
menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pohon di zona tanaman langka tidak
terlalu rendah mau pun tidak terlalu tinggi. Menurut Schwab et. al. (2002) dalam
Lorenzo et.al. (2007), keanekaragaman spesies sebagian besar dipengaruhi oleh
efek jangka pendek dari fertilisasi nitrogen dan efek jangka panjang dari
akumulasi fosfor pada tanah. Komposisi spesies juga tidak hanya dipengaruhi

oleh kesuburan tanah dan manajemen lahan, tetapi juga dipengaruhi oleh
topografi.
Selain faktor di atas, faktor yang mempengaruhi keanekaragaman
tumbuhan yaitu secara signifikan berkorelasi dengan topogafi, geografi, sejarah,
dan faktor edafis. Keasaman dan konsentrasi kalsium merupakan fakktor utama
yang dibutuhkan untuk distribusi tumbuhan (Sugier & Czarnecka, 2012).
Kondisi cuaca pada zona tanaman langka saat pengambilan data cukup
cerah. Selain itu, kondisi fisik yang diukur pada plot 4, plot 5, dan plot 6 yaitu
temperatur, pH tanah, kelembaban tanah, cuaca, dan kelembaban udaranya.
Didapatkan bahwa temperatur plot 4 sebesar 28,1, plot 5 sebesar 27,3, dan plot 3
sebesar 28,2. pH tanah pada plot 4 sebesar 5,6, plot 5 sebesar 6,4, dan plot 3
sebesar 6,4. Selain temperatur dan pH tanah, diukur pula kelembaban tanah dan
udaranya. Plot 4 memiliki kelembaban tanah : kelembaban udara 58% : 54%, plot
5 sebesar 25% ; 54%, dan plot 6 sebesar 15% : 51%.

BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data yang telah dianalisis, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Komposisi pada daerah pengamatan di Arboretum Universitas Padjadjaran
transek 1 plot 4,5, dan 6 berupa pohon pohon jenis Averrhoa bilimbii,
Bauhinea

purpurea,

Cynometra

cauliflora,

Guazuma

ulmiflora,

Lagerstroemia speciosa, Nephalium lapaseum, Flacourtia rukam, dan


Spathodea campanulata. Dominansi relatif tertinggi terdapat pada pohon
jenis Spathodea campanulata.
2. Frekuensi relatif Averrhoa bilimbii, Bauhinea purpurea, dan Cynometra
cauliflora adalah 18,18%. Persentase frekuensi relatif Guazuma ulmiflora,
Lagerstroemia speciosa, Nephalium lapaseum, Flacourtia rukam, dan
Spathodea campanulata adalah 9,09%. Kerapatan relatif Averrhoa bilimbii
dan Bauhinea purpurea adalah 16,67%, Cynometra cauliflora 25%, serta
Guazuma ulmiflora, Lagerstroemia speciosa, Nephalium lapaseum,
Flacourtia rukam, dan Spathodea campanulata dengan persentase 8,33%.
3. Terdapat diversitas di plot 4,5, dan 6 transek 1 zona tanaman langka
Arboretum Universitas Padjadjaran. Tingkat keanekaragaman di daerah
pengamatan ini tergolong sedang karena nilai indeks Shannon Wiener (H)
yang diperoleh adalah 1,9785.

DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D.G. 2002. Sinopsis Ekosistem dan Sumber Daya Alam Pesisir dan
Lautan Serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat kajian sumber daya pesisr dan
Laut IPB: Bogor.
Ellenberg, H & D. Mueller-Dumbois. 1974. Aims and Methods of Vegetation
Ecology. John Willey and Scns: Toronto.
Irwanto. 2007. Analisis Vegetasi untuk Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung
Pulau Marsegu, Kabupaten Seram bagian Barat, Provinsi Maluku. Tesis.
Ilmu

Kehutanan Fakultas Ilmu Pertanian Universitas Gadjah Mada:

Yogyakarta.
Lorenzo, Marini; Michele, Scotton; Sebastian, Klimek; Lorenzo, Isselstein
Johannes; Angelo, Pecile. 2007. Effects of Local Factors on Plant Species
Richness and Composition of Alpine Meadows. Journal of Agriculture,
Ecosystems and Environment. Vol 119 : 281-288.
Marpaung. 2009. Apa dan Bagaimana Mempelajari Analisa Vegetasi, online
http://boymarpaung.wordpress.com/2009/04/20/apa-dan-bagaimana
mempelajari-analisa-vegetasi/ diakses pada 23 Oktober 2014 pukul 06.48
WIB.
Sugier, Piotr & Czarnecka, Bozenna. 2012. Factor Affecting The Diversity of
Vegetation of Chosen Lakeland and Riverine Peatlands of SE Poland.
Journal of Annales Universitatis Mariae Curie. Vol 64. No.1 : 57-67.
Zuhud, E.A.M., Siswoyo, E. Sandra, A.Hikmat dan E.Adhiyanto. 2013. Buku
Acuan Umum Tumbuhan Obat Indonesia Jilid IX. Dian Rakyat: Jakarta.

LAMPIRAN
1) Kuarter pada titik 1

Kuadran 1 Cynometra cauliflora

Kuadran 2 Lagerstroemia speciosa

Kuadran 3 Nephalium lapaseum

Kuadran 4 Spathodea

campanulata

2) Kuarter pada titik 2

Kuadran 1 Bauhinea purpurea

Kuadran 2 Averrhoa bilimbii

Kuadran 3 dan 4 Cynometra cauliflora

3) Kuarter pada titik 3

Kuadran 1 Flacourtia rukam

Kuadran 4 Bauhinea purpurea

4) Aktivitas di Lapangan

Kuadran 3 Averrhoa bilimbii

Pengukuran DBH

Penghitungan jarak pohon ke titik pusat

Penghitungan jarak pohon ke titik pusat

5) Lokasi Pengamatan

Titik 1

Titik 3

Titik 2

Anda mungkin juga menyukai