Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jahe merupakan tanaman yang mempunyai banyak kegunaan di antaranya sebagai
obat-obatan, sebagai minyak atsiri dan rempah-rempah. Di Indonesia, jahe banyak
digunakan oleh masyarakat umum sebagai obat tradisional untuk obat batuk. Jahe
mempunyai kandungan pati, minyak atsiri, sejumlah protein, vitamin, enzim dan mineral
(Ali, 2008). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Hernani dan Hayati (2007),
jahe merah mempunyai kandungan pati (52%), minyak atsiri (3,9%) dan ekstrak yang
larut dalam alcohol lebih tinggi dibandingkan jahe emprit dan jahe gajah. Metode yang
sering digunakan untuk mengisolasi minyak jahe yaitu dengan teknik distilasi uap dan
ekstraksi soxhlet. Oleh karena banyaknya manfaat dari tanaman jahe ini, maka perlu
adanya suatu penelitian mengenai identifikasi komponen-komponen penyusun minyak
jahe.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana proses isolasi minyak jahe dengan metode distilasi uap dan isolasi
komponen penyusun minyak jahe dalam dalam residu dengan ekstraksi soxhlet ?
1.2.2 Apa saja komponen penyusun minyak jahe ?
1.2.3 Bagaimana hasil pengujian analisis sifat fisik dan kimia senyawa hasil isolasi ?
1.3 Tujuan Percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui proses isolasi minyak jahe dengan metode
distilasi uap dan isolasi komponen penyusun minyak jahe dalam dalam residu dengan
ekstraksi soxhlet, untuk mengetahui komponen penyusun minyak jahe dan menganalisis
sifat fisik dan kimia senyawa hasil isolasi (minyak jahe) dengan mengunakan teknik KLT,
spektrofotometri UV-VIS dan GC-MS.
1.3 Manfaat
Manfaat dari percobaan ini adalah agar dapat mengetahui senyawa apa saja penyusun
minyak jahe dan mengetahui cara mengisolasi minyak jahe dengan teknik KLT dan
metode ekstraksi soxhlet.

BAB II
DASAR TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Tanaman Jahe

2.1.1.1 Ciri-ciri tanaman jahe


Jahe termasuk familia Zingiberaceae yang memiliki bau aromatik, rasa pedas, dan
menyegarkan. Jahe mengandung komponen volatile oil, non-volatile oil, dan pati. Minyak
atsiri merupakan komponen pemberi bau yang khas, sedangkan minyak yang tak menguap
(oleoresin) merupakan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Jahe merupakan tanaman
rimpang dengan rimpangnya berbentuk jemari yang menggembung di ruas-ruas tengah.
Rasa dominan pedas disebabkan senyawa keton bernama zingeron, Batang jahe
merupakan batang semu dengan tinggi 30 hingga 100 cm, Akarnya berbentuk rimpang
dengan daging akar berwarna kuning hingga kemerahan dengan bau menyengat, Daun
menyirip dengan panjang 15 hingga 23 mm dan panjang 8 hingga 15 mm, Tangkai daun
berbulu halus, Bunga jahe tumbuh dari dalam tanah berbentuk bulat telur dengan panjang
3,5 hingga 5 cm dan lebar 1,5 hingga 1,75 cm (Melati, 2011).
2.1.1.2 Sistematika tanaman jahe
Dalam sistematika tumbuhan, tanaman jahe termasuk dalam kingdom Plantae,
Subkingdom
Tracheobionta,
Superdivisi:
Spermatophyta,
Divisi:
Magnoliophyta/Pteridophyyta,
Subdivisi:
Angiospermae,
Kelas:
LiliopsidaMonocotyledoneae, Subkelass: Zingiberidae, Ordo: Zingiberales, Suku/Famili:
Zingiberaceae, Genus: Zingiber P. Mill. Species: Zingiber officinale. Sinonim nama jahe
adalah : Amomum angustifolium Salisb., dan Amomum zingiber L (Jolad, et al., 2004).
2.1.1.3 Klasifikasi tanaman jahe dan kandungan pada masing-masing jenis
Klasifikasi tanaman jahe yaitu sebagai berikut (Aragaw, et al., 2011) :
Kingdom : Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Zingiber
Species : Zingiber officinale
Jahe emprit dan jahe merah masing-masing mempunyai kandungan minyak atsiri
sekitar 1,5%-3,5% dan 2,58%-3,90%. Jahe ini banyak digunakan sebagai rempah-renpah,
penyedap makanan, minuman dan bahan baku obat-obatan, sedangkan jahe gajah yang
mempunyai kandungan minyak atsiri sekitar 0,82%-1,66% itu, banyak digunakan untuk
masakan,minuman, permen dan asinan jahe (Aragaw, et al., 2011).
2.1.2 Minyak Atsiri Jahe.
2.1.2.1 Kandungan senyawa minyak atsiri jahe
Tanaman jahe mengandung minyak atsiri 0,6-3% yang terdiri dari - pinen, phellandren, borneol, limonene, linalool, citral, nonylaldehyde, decylaldehyde,

methyleptenon, 1,8 sineol, bisabilen, 1--curcumin, farnese, humulen, 60% zingiberen dan
zingiberole menguap, zat pedas gingerol (Budi, 2009).
2.1.2.2 Karakteristik minyak jahe
Dalam istilah perdagangan internasioal minyak atsiri jahe dikenal dengan nama
ginger oil. Adapun karakteristik minyak atsiri jahe menurut standart EOA adalah sebagai
berikut (Jolad, et al., 2004):
a.
b.
c.
d.
e.

Warna : kuning
Bobot jeniss 250 C : 0,871-0,882
Indeks bias 200 C : 1,486-1,492
Putaran optic : (-280 C) (-450 C)
Bilangan penyabunan : maksimum 20

2.1.3 Oleoresin
2.1.3.1 Pengertian oleoresin
Oleoresin merupakan cairan kental campuran senyawa minyak atsiri dan resin.
Oleoresin diperoleh dari hasil ekstrasi rempah atau tanaman lain dengan menggunakan
senyawa hidrokarbon pelarut lemak/minyak, metanol dan etanool. Oleoresin mengandung
senyawa-senyawa yang menjadi penciri aroma dan rasa dari bahan yang diekstraksi.
Dalam perdagangan, sudah banyak oleoresin yang dipasarkan seperti oleoresin jahe
(ginger), cabe (capsicum), lada hitam (black pepper), kayu manis (cinnamon bark), bunga
cengkeh (clove bud oleoresin), pala (nutmeg oleoresin), paprika oleoresin, dan masih
banyak lagi yang lain. Umumnya oleoresin ini bisa berbentuk cair, pasta ataupun padatan
tergantung dari komponen senyawa yang terkandung. Sedang fungsi oleoresin adalah
sebagai bahan baku flavor, disamping sebagai bahan pengawet alami. Di dunia industri,
oleoresin digunakan sebagai bahan baku obat, kosmetik, parfum, pengalengan daging,
fresh drink dan masih banyak lagi, hingga industri bakery maupun kembang gulapun juga
membutuhkan oleoresin (Kizhakkayil, et al., 2010)..
2.1.3.2 Komponen kimia oleoresin
Komponen dalam oleoresin jahe terdiri atas gingerol dan zingiberen,
shagaol,minyak atsiri dan resin. Komponenkomponen pemberi rasa pedas yaitu gingerol
sebagai komponen utama serta shagaol dan zingeron dalam jumlah sedikit. Kandungan
oleoresin jahe segar berkisar antara 0,43,1 persen (Melati, 2011).

2.1.3.3 Karakteristik oleoresin


Karakteristik mutu oleoresin jahe antara lain adalah memiliki warna coklat tua
(kental sekali) dengan aroma dan bau seperti jahe, kadar minyak atsiri 18-35 ml/100 gram,

indeks bias minyak 1,488-1,497 dengan putaran optik minyak (-30)-(-60), serta
kelarutan dalam alkoholnya yakni larut dengan ada endapan (Kizhakkayil, et al., 2010).
2.1.4 Isolasi minyak jahe dengan distilasi uap
2.1.4.1 Pengertian distilasi
Destilasi secara umum adalah pemisahan dua komponen atau lebih berdasarkan
perbedaan titik didih senyawanya. Secara sederhana destilasi dapat diartikan sebagai
proses penguapan cairan kemudian mengkondensasikannya kedalam suatu wadah dengan
bantuan kondensor. Prinsip pada destilasi biasa adalah pemisahan dua zat atau lebih yang
mempunyai perbedaan titik didih. Jika zat-zat yang dipisahkan mempunyai perbedaan
titik didih yang jauh berbeda, dapat digunakan metode isolasi biasa. Zat yang memiliki
titik didih rendah akan cepat terdestilasi daripada zat yang bertitik didih tinggi (Astawa, et
al., 2011).
2.1.4.2 Macam-macam distilasi
Distilasi Sederhana
Pada distilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah perbedaan titik didih yang jauh
atau dengan salah satu komponen bersifat volatil. Jika campuran dipanaskan maka
komponen yang titik didihnya lebih rendah akan menguap lebih dulu. Selain perbedaan
titik didih, juga perbedaan kevolatilan, yaitu kecenderungan sebuah substansi untuk
menjadi gas. Distilasi ini dilakukan pada tekanan atmosfer. Aplikasi distilasi sederhana
digunakan untuk memisahkan campuran air dan alkohol (Astawa, et al., 2011).
Distilasi Fraksionisasi
Fungsi distilasi fraksionasi adalah memisahkan komponen-komponen cair, dua atau
lebih, dari suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Distilasi ini juga dapat
digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih kurang dari 20 C dan bekerja
pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan rendah. Aplikasi dari distilasi jenis ini
digunakan pada industri minyak mentah, untuk memisahkan komponen-komponen
dalam minyak mentah (Khopkar, 2014).
Destilasi azeotrop
Digunakan dalam memisahkan campuran azeotrop (campuran campuran dua atau
lebih komponen yang sulit di pisahkan), biasanya dalam prosesnya digunakan senyawa
lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tsb, atau dengan menggunakan tekanan tinggi.
Distilasi Azeotrop digunakan dalam memisahkan campuran azeotrop (campuran
campuran dua atau lebih komponen yang sulit di pisahkan), biasanya dalam prosesnya
digunakan senyawa lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tsb, atau dengan
menggunakan tekanan tinggi. Azeotrop merupakan campuran 2 atau lebih komponen
pada komposisi tertentu dimana komposisi tersebut tidak bisa berubah hanya melalui
distilasi biasa. Ketika campuran azeotrop dididihkan, fasa uap yang dihasilkan memiliki
komposisi yang sama dengan fasa cairnya. Campuran azeotrop ini sering disebut juga
constant boiling mixture karena komposisinya yang senantiasa tetap jika campuran
tersebut dididihkan (Khopkar, 2014).

Destilasi vakum(destilasi tekanan rendah).


Destilasi ini digunakan untuk zat yang tak tahan suhu tinggi atau bias rusak pada
pemansan yang tinggi. Sehingga dengan menurunan tekanan maka titik didih juga akan
menurun, maka destilasi yang tadinya harus dilakukan pada suhu tinggi tetap dapat
dilakukan pada suhu rendah dengan menurunkan tekanan (Khopkar, 2014).
Distilasi vakum biasanya digunakan jika senyawa yang ingin didistilasi tidak stabil,
dengan pengertian dapat terdekomposisi sebelum atau mendekati titik didihnya atau
campuran yang memiliki titik didih di atas 150 C. Metode distilasi ini tidak dapat
digunakan pada pelarut dengan titik didih yang rendah jika kondensornya menggunakan
air dingin, karena komponen yang menguap tidak dapat dikondensasi oleh air. Untuk
mengurangi tekanan digunakan pompa vakum atau aspirator (Khopkar, 2014).
Destilasi uap.
Untuk memurnikan zat/senyawa cair yang tidak larut dalam air, dan titik didihnya
cukup tinggi, sedangkan sebelum zat cair tersebut mencapai titik didihnya, zat cair sudah
terurai, teroksidasi atau mengalami reaksi pengubahan (rearranagement), maka zat cair
tersebut tidak dapat dimurnikan secara destilasi sederhana atau destilasi bertingkat,
melainkan harus didestilasi dengan destilasi uap (Khopkar, 2014).
Destilasi uap adalah istilah yang secara umum digunakan untuk destilasi campuran air
dengan senyawa yang tidak larut dalam air, dengan cara mengalirkan uap air ke dalam
campuran sehingga bagian yang dapat menguap berubah menjadi uap pada temperatur
yang lebih rendah dari pada dengan pemanasan langsung. Untuk destilasi uap, labu yang
berisi senyawa yang akan dimurnikan dihubungkan dengan labu pembangkit uap
(Astawa, et al., 2011).
2.1.5 Isolasi dengan ekstraksi soxhlet
2.1.5.1 Pengertian
Soxhlet merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ektraksi kontiniu dengan jumlah
pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Khopkar, 2014).
2.1.5.2 Prinsip ekstraksi soxhlet
Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya sehinggaterjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya
pendingin balik. Penetapankadar lemak dengan metode soxhlet ini dilakukan dengan cara
mengeluarkan lemak dari bahandengan pelarut anhydrous. Pelarut anhydrous merupakan
pelarut yang benar-benar bebas air. Haltersebut bertujuan supaya bahan-bahan yang larut
air tidak terekstrak dan terhitung sebagai lemak serta keaktifan pelarut tersebut
tidak berkurang. Pelarut yang biasa digunakan adalah pelarut n-heksana (Khopkar, 2014).
2.1.5.3 Cara kerja ekstraksi soxhlet
Soxhlet digunakan dengan cara dirangkai bersama dengan labu dan pendingin.
Bahan padat yang mengandung beberapa senyawa yang diinginkan dibungkus

menggunakan kertas saring kemudian ditempatkan di dalam bidal, yang dimuat ke dalam
ruang utama ekstraktor Soxhlet. Ekstraktor Soxhlet ditempatkan ke labu yang berisi
ekstraksi pelarut.Soxhlet tersebut kemudian dilengkapi dengan pendingin.Pelarut
dipanaskan sampai terjadi refluks. Uap pelarut menuju ke pendingin kemudian
mengembun dan mengalir ke soxhlet dan merendam bahan padat. Pendingin memastikan
bahwa setiap uap pelarut mengembun dan mengalir ke soxhlet. Ruang yang berisi bahan
padat perlahan-lahan terisi dengan pelarut. Beberapasenyawa yang diinginkan kemudian
akan larut dalam pelarut. Ketika ruang Soxhlet hampir penuh, ruangan secara otomatis
dikosongkan oleh lengan sisi siphon, kemudian pelarutmengalir kembali ke labu distilasi.
Siklus ini mungkin berulang berkali-kali, selama berjam - jam atau berhari-hari. Selama
siklus, sebagian senyawa non-volatile larut dalam pelarut. Setelah siklus berakhir senyawa
yang diinginkan terkonsentrasi dalam labu distilasi. Setelah ekstraksi pelarut dihilangkan,
biasanya dengan cara rotavapor, menghasilkan senyawa yang diekstrak. Bagian yang tidak
larut yang berupa zat padat yang diekstrak masih dalam soxhlet biasanya dibuang. Berikut
gambar dari rangkaian alat ektraktor soxhlet (Kizhakkayil, et al., 2010)..

Gambar 1. Rangkaian alat ekstraktor soxhlet (Kizhakkayil, et al., 2010).

2.1.6 Kromatografi Lapis Tipis


Kromatografi lapis tipis adalah suatu teknik atau metode untuk memisahkan suatu
campuran yang terdiri dari beberapa komponen senyawa kimia yang menggunakan sistem

distribusi secara kontinyu di antara 2 fase. Fase yang satu bergerak pada fase yang lain.
Kedua fase tersebut adalah fase diam ( stationary phase ) dan fase gerak ( mobile phase ).
Fase diam yang digunakan adalah zat padat dan fase gerak yang digunakan adalah zat cair
(Rengginasti, 2008)
Metode pemisahan cara ini dilakukan dengan cara menotolkan larutan sampel yang
terdiri dari beberapa komponen senyawa kimia pada lempeng penyerap atau adsorben yaitu
lapisan tipis adsorben yang dibuat pada permukaan pelat kaca atau bahan lain yang netral
kemudian dilakukan dalam pelarut sebagai pengembang yang dapat membawa atau
memisahkan komponen senyawa tersebut (Rengginasti, 2008)
Ada beberapa keuntungan dari metode kromatografi lapis tipis yaitu (Rengginasti,
2008) :
a. Prosedurnya lebih sederhana dengan waktu yang relatif singkat.
b. Dapat digunakan untuk memisahkan sampel yang sangat kecil sampai 20 nanogram.
c. Pemisahan lebih sempurna untuk senyawa kompleks dalam larutan.
d. Mudah dideteksi
e. Lebih sensitive
2.1.7 Spektrofotometri UV-VIS
Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi yang
memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet dekat (190-380) dan sinar tampak (380780) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan
energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri
UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif ketimbang kualitatif.
Spektrofotometer terdiri atas spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan
sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur
intensitas cahaya yang ditranmisikan atau yang diabsorpsi. Spektrofotometer tersusun atas
sumber spektrum yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau
blangko dan suatu alat untuk mengukur pebedaan absorpsi antara sampel dan blangko
ataupun pembanding (Khopkar, 2014).
Prinsip identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis adalah analisis kualitatif
berdasarkan kemampuan senyawa untuk mnyerap sinar pada range daerah panjang
gelombang UV-VIS (200-800 nm). Adanya sumber sinar yang diberikan akan menyebabkan
terjadinya interaksi yang berakibat pada terjadinya tranisisi elektron. Energi yang paling
sesuai untuk terjadinya transisi elektron pada suatu senyawa akan memberikan nilai
absorbansi maksimum (Hartuti, et al. 2013).
Cara kerja spektrofotometer adalah sebagai berikut. Tempatkan larutan pembanding,
misalnya blangko dalam sel pertama sedangkan larutan yang akan dianalisis pada sel kedua.
Kemudian pilih foto sel yang cocok 200 nm-650 nm (650 nm-1100 nm) agar daerah yang
diperlukan dapat terliputi. Dengan ruang foto sel dalam keadaan tertutup nol galvanometer
didapat dengan menggunakan tombol dark-current. Pilih h yang diinginkan, buka fotosel
dan lewatkan berkas cahaya pada blangko dan nol galvanometer didapat dengan memutar
tombol sensitivitas. Dengan menggunakan tombol transmitansi, kemudian atur besarnya
pada 100%. Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis. Skala
absorbansi menunjukkan absorbansi larutan sampel (Khopkar, 2014).

Bila seberkas sinar cahaya keluar dari sumber sinar, maka sinar akan masuk ke dalam
sistem monokromator melalui slit. Monokromator akan menyeleksi panjang gelombang berkas sinar yang diinginkan untuk memasuki sel. Seleksi panjang gelombang dilakukan
dengan memutar tombol panjang gelombang pada alat. Selanjutnya sinar yang
monokromatis akan masuk melewati sel yang berisi larutan cuplikan. Sinar yang diteruskan
selanjutnya akan masuk ke detector, dan sinyal detector akan disampaikan ke operator dalam
bentuk read out (Khopkar, 2014)..

2.2 Tinjauan Bahan


2.2.1 Rimpang Jahe
Jahe (Zingiber Officinale) adalah herba tegak dengan tinggi sekitar 30-60 cm. Batang
semu, beralur, berwarna hijau. Daun tunggal, berwarna hijau tua. Rimpangnya
bercabang-cabang, tebal dan agak melebar (tidak silindris), berwarna kuning pucat.
Dimana baunya khas dan rasanya pedas menyegarkan dan mempunyai komposisi
zingiberene. Jahe berwarna putih sampai kuning dengan ruas berukuran kecil.
Merupakan tanaman obat yang digolongkan dalam temu-temuan dan mengandung
beberapa zat aktif antara lain minyak atsiri yang terdiri dari Zingiberin, kamfena,
lemonin, dan Zingiberol. Komponen lain yang dapat ditemukan adalah oleoresin yang
terdiri dari gingerol, shagol, zingiberin, dan resin (Budi, 2009).
2.2.2 Metanol
Memiliki berat molekul 32,04 g/mol, berbentuk cairan tidak berwarna, berbau alkohol
dan mudah terbakar dengan titik didih 64,5oC., titik leleh -97,8oC. Kelarutan sangat
tinggi dalam air panas maupun dingin. Mudah mengiritasi, harus disimpan dalam suhu
yang baik. Memiliki rumus molekul CH3OH (Smith, 2005)
2.2.3 n-Heksana
Cairan tidak berwarna, berbau seperti bensin, tidak larut dalam air, sedikit larut
dalam pelarut organik, larut dalam dietil eter dan aseton, titik leleh -95 oC. Titik didih
68oC. Berat jenis 2,97 g/mL. memiliki rumus molekul C 6H14, sangat mudah terbakar dan
mudah menguap, dan dapat mengiritasi kulit, serta berbahaya bagi lingkungan (Smith,
2005)
2.2.4 Etil Asetat
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau, titik didih 77oC, titik leleh -83oC . larut
dalam air dingin maupun panas, di etil eter, aseton, alkohol, dan benzena. Mempunyai
rumus molekul C4H8O2 (Smith, 2005)
2.2.5 Akuades
Merupakan larutan tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Titik didih 100oC,
titik leleh 0oC. Merupakan pelarut polar hasil dari persenyawaan hidrogen dan oksigen.
Sering disebut sebagai pelarut universal. Mempunyai rumus molekul H2O (Smith, 2005)

2.2 Tinjauan Hasil

2.2.1 Minyak Jahe


Minyak jahe merupakan minyak atsiri yang bersifat volatif, namun mempunyai
aroma khas yaitu harum, seperti cairan kental berwarna hijau hingga kemungkinan
dengan massa jenis 1,083 (Prasetyawati, 2003)
2.2.2 Minyak Oleoresin
Oleoresin berwujud padat atau semipadat dengan konsentrasi yang sedikit lengket
pekat berwarna coklat tua dengan massa jenis 1,026 -1,045 g/ml. Oleoresin yang terdapat
di dalam ampas jahe diperkirakan bersifat nonpolar. Untuk mengekstrak oleoresin
tersebut juga dibutuhkan pelarut yang bersifat non polar. Oleoresin juga mengandung
mengandung senyawa gingerol dan shogaol (Prasetyawati, 2003).

BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain : pipet ukur 10 mL, corong
pisah 250 ml, pipet tetes, penjepit, kertas saring, benang + jarum, bejana pengembang,
pipi kapiler, tissue, beaker glass 100 ml, botol semprot, botol sampel, seperangkat alat
destilasi uap, seperangkat ekstraktor soxhlet, rotary evaporator, spektrofotometer UVVis, dan GC-MS
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain : rimpang jahe, metanol, nheksan, etil asetat, plat silika KLT, dan aquades
3.3 Diagram Alir
3.3.1 Isolasi Minyak Jahe
Rimpang Jahe

Residu

Dikupas kulitnya
Diiris tipis-tipis
Dikering anginkan
Ditimbang sebanyak 100,59 gram
Dimasukkan ke labu alas bulat
Dilakukan destilasi uap

Minyak jahe

3.3.2 Ekstraksi Komponen Dalam Residu


Residu

Dipisahkan dan dikering anginkan


Ditempat dalam kertas saring dan dijahit (timbel)
Timbel

Dimasukkan kedalam tabung soxhlet


Labu alas bulat diisi pelarut metanol sebanyak 350 ml dan batu didih
Labu alas bulat, tabung soxhlet (berisi timbel), kondensor dirangkai
Labu alas bulat dipanaskan dengan menyalakan heating mantel
Kondensor dialiri air dingin
Diekstraksi selama 1 jam 45 menit dengan 3 kali sirkulasi
Didinginkan

Ekstrak
(Oleoresin + pelarut)

Dilakukan pemisahan dengan rotary evaporator

Metanol

Oleoresin

3.3.3 Identifikasi Minyak Jahe dan Oleoresin


Minyak Jahe + Oleoresin

Ditotolkan pada plat silika


Dielusi dengan pelarut n-heksan : etil asetat = 6:4
Disinari UV
Dihitung nilai Rf

Noda-noda

Dikerok
Dilarutkan dalam pelarut n-heksan
Dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis
Hasil

Minyak Jahe

Diidentifikasi dengan GC-MS


Spektra Komponen Minyak Jahe

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Pengamatan
N

Perlakuan

Pengamatan

o
1
2

Tanggal 18 November 2014


Jahe Dikupas kulitnya dan diris tipis-tipis Jahe berukuran tipis-tipis
Dikeringkan jahe di atas kertas Koran
Diperoleh jahe tipis dan kering

selama satu minggu


Jahe ditimbang dengan neraca analitik

Didapatkan massa jahe kering sebesar

Jahe dimasukkan ke dalam labu alas bulat

100,59 g
Didapatkan jahe kering di labu alas

Dirangkai alat destilasi uap dan ketel

bulat
Diperoleh alat destilasi uap

berisi air (tanur) dipanaskan


Jahe didestilasi uap selama 1 jam 45 menit Diperoleh fasa minyak berwarna
kuning dan fasa air yang tidak

Residu jahe dikeringkan kembali selama

berwarna
Residu jahe menjadi kering kembali

satu minggu untuk ekstraksi

menggunakan ekstraktor soxhlet


Tanggal 25 November 2014
Dijahit kertas saring sehingga dapat
Didapatkan kertas saring yang sudah
menampung residu jahe dan membentuk

dijahit

timbel
Ditimbang kertas saring, dimsukkan

Massa kertas saring + jahe = 32,48 g

residu jahe dan ditimbang kembali

Massa kertas saring

Dirangkai alat ekstraktor soxhlet dan

Massa jahe
= 30,29 g
Metanol tidak berwarna ada dalam labu

dimasukkan methanol sebanyak 350 mL

alas bulat

ke labu alas bulat


Dimasukkan residu jahe dan dilakukan

Pelarut methanol menguap,

ekstraksi soxhlet

mengembun dan membentuk cairan

= 2,19 g -

kembali dalam tabung sifon. Cairan


berwarna kuning di bagian bawah dan
5

Diamati sirkulasi yang terjadi

tidak berwarna di bagian atas


Didapatkan 3 sirkulasi :

Sirkulasi 1 : 30 menit

Sirkulasi 2 : 20 menit
Sirkulasi 3 : 10 menit
Tanggal 2 Desember 2014
Hasil ekstraksi soxhlet dirotary
Didapatkan oleoresin terpisah dengan
(dipisahkan methanol dengan oleoresin)

metanol

menggunakan rotary evaporator


Diatur kecepatan rotari evaporator selama

Diatur pada 80 rpm dan pada suhu

20 menit
Ditimbang massa oleoresin

650C pada keadaan vakum


Massa botol + oleoresin = 12, 52 g

Massa botol

= 9, 74 g -

Massa oleoresin

= 2, 78 g

A. Uji Kromatografi Lapis Tipis


Dibuat eluen n-heksan : etil asetat (6:4)

Diperoleh campuran n-heksan dan etil

Dipipet n-heksan 6 ml dan dimasukkan

asetat dalam gelas ukur

gelas ukur
Dipipet etil asetat 4 ml dan dimasukkan
2

gelas ukur
Dibuat garis pembatas pada plat KLT

Diperoleh 0,8 cm jarak atas dan 0,5 cm

Ditotol minyak jahe dan oleoresin dengan

jarak bawah
Diperoleh masing-masing 3 totol diatas

pipa kapiler
Dimasukkan plat KLT dalam chamber

plat KLT
Diperoleh plat KLT didalam chamber

yang sudah berisi eluen


Diamati eluen hingga menyentuh tanda

Diperoleh eluen menyentuh batas atas

batas atas plat


Plat dilihat nodanya pada sinar UV

plat
Diperoleh noda minyak jahe (hitam)

Pada plat dihitung nilai Rf minyak jahe

dan oleoresin (tidak ada noda)


Nilai Rf:
a) Minyak Jahe
Jarak pelarut = 3,9 cm
Jarak Komponen 3,6 cm
Rf =
=
Jarak Pelarut
4 cm
Rf minyak jahe=0,9

B. Uji Spektrofotometer Uv-Vis


Noda minyak jahe dikerok dan

Diperoleh padatan minyak jahe

dimasukkan dalam tabung sentrifuge

berwarna putih dalam tabung

Ditambahkan n-heksan teknis 5 ml

sentrifuge
Diperoleh campuran n-heksan dengan

3
4

Disentrifuge selama 2 menit

padatan minyak jahe


Didapatkan endapan silika dan padatan

Dilakukan baseline terhadap

minyak jahe larut dalam n-heksan


Didapatkan kurva baselne pada

spektrofotometer uv-vis dengan pelarut n-

komputer sistem

heksan
Diganti salah satu kuvet dengan campuran

Didapatkan 2 kuvet dalam

larutan n-heksan dengan padatan minyak

spektrofotometer berisi n-heksan dan

jahe

campuran larutan n-heksan dengan

Diamati maks dan Absorbansi

padatan minyak jahe


Diperoleh
maks minyak jahe

= 251,5 nm

Absorbansi minyak jahe = 0,139


1

C. Uji Kromatografi Gas


Diamati senyawanya dengan instrument

Diperoleh senyawa yang terkandung

GC-MS

dalam minyak jahe

4.3 Pembahasan
4.3.1 Isolasi Senyawa Volatil dari Rimpang Jahe dengan Distilasi Uap
Prinsip isolasi senyawa volatil dari rimpang jahe dengan distilasi uap yaitu
mendapatkan komponen volatil rimpang jahe yang berupa minyak jahe dengan cara
mengalirkan uap panas kepada rimpang jahe yang telah dikeringkan, maka minyak
jehe akan menguap dibawah titik didihnya dan terbawa bersama uap tersebut menuju
kondensor. Dalam kondensor, uap akan didinginkan sehingga uap menjadi cair
selanjutnya akan menetes ke dalam corong pisah . minyak jahe tidak larut dalam
air, maka dalam corong pisah akan terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas merupakan
minyak jahe sedangkan lapisan bawah berupa air. Berdasarkan sifat tersebut maka
minyak jahe dapat dipisahkan dari air.
Sebelum dilakukan isolasi minyak jahe, maka terebih dahulu rimpang jahe
harus dibersihkan untuk menghilangkan pengotor. Kemudian dipotong tipis menjadi
bagian yang kecil kecil untuk mempercepat proses pengeringan. Selanjutnya jahe
dikeringkan di tempat terbuka tapi tidak boleh dibawah sinar matahari langsung
supaya koponen lain selain air tidak ikut menguap. Rimpang jahe yang telah kering

kemudian ditimbang dengan neraca analitik untuk mengetahui massa rimpang jahe
kering tersebut. Rimpang jahe yang telah ditimbang, dimasukkan ke dalam labu alas
bulat. Labu alas bulat kemudian dihubungkan dengan ketel uap dan kondensor untuk
menyusun rangkaian alat untuk distilasi uap. Selain itu, disebelah kondensor juga
dipasang corong pisah yang berfungsi untuk memisahkan miyak jahe dari air.
Dibawah corong pisah diletakkan gelas kimia 250 mL untuk menampung air hasil
pemisahan. Selang air kemudian dihubungkan ke kondensor. Pompa kemudian
dinyalakan agar aliran air dingin dari ember dapat mengalir mendinginkan
kondensor. Selanjutnya pemanas dinyalakan agar ketel uap dapat menhasilkan uap
panas yang selanjtnya akan mengalir ke dalam labu alas bulat berisis rimpang jahe
kering. Adanya uap panas ini akan menyebabkan minyak jahe menguap dibawah
titik didihnya dan terbwa bersama uap air menuju kondensor. Ketika melewati
kondensor, uap yang berupa campuran air dan minyak jahe akan didinginkan
sehingga berubah menjadi cairan yang selanjutnya akan menetes sebagai distilat dan
ditampung pada corong pisah. Karena air dan minyak jahe merupakan 2 komponen
yang tidak saling campur, maka dalam corong pisah akan terbentuk 2 lapisan yaitu
lapisan minyak jahe yang berada di bagian atas dan lapisan air yang berada di bagian
bawah. Jika pembentukan 2 lapisan tersebut telah sempurna, maka keran pada
corong pisah dibukan untuk mengeluarkan air dari corong pisah. Sehingga yang
tertinggal dalam corong pisah hanya minyak jahe. Proses pengeluaran air ini harus
dilakukan dengan hati-hati agar tidak ada minyak jahe yang ikut terbuang atau air
yang tertinggal dalam minyak jahe. Jika air yang ada dalam corong pisah telah
dipisahkan, maka selanjutnya minyak jahe ditampung dalam botol vial yang telah
diketahui massanya. Kemudian minyak jahe dalam botol vial ditimbang dengan
neraca analititk untuk mengetahui massa minyak jahe dan menghitung rendemen
minyak jahe yang dihasilkan dari proses isolasi minyak jahe dari rimpang jahe
kering dengan distilasi uap.
Dari hasil percobaan, diperoleh minyak jahe berupa minyak kental berwarna
kuning kecoklatan yang memiliki aroma seperti jahe. Dari 100,59 g rimpang jahe
kering yang didistilasi uap, didapattkan 0,35 g minyak jahe sehingga rendemen
minyak jahe hasil distiasi uap sebesar 0,348%. Menurut literatur yang ada,
kandungan minyak jahe dalam rimpang jahe kering adalah sebanyak 1 3%
(Bangun, 2011). Sedikitnya minyak jahe yang didapatkan ini dikarenakan proses
distilasi yang kurang lama sehingga minyak jahe yang terekstrak kurang maksimal.
4.3.2 Isolasi senyawa non volatil dari residu hasil distilasi uap dengan ekstraksi
soxhlet
Prinsip isolasi senyawa non volatil dari residu hasil distilasi uap dengan
ekstraksi soxhlet yaitu mendapatkan senyawa non volatil berupa oleoresin dengan
cara memanaskan pelarut berupa metanol. Metanol yang dipanaskan kemudian akan
menguap menuju jahe residu hasil distilasi uap. Ketika uap melewati sampel maka
komponen non volatil dalam jahe residu hasil distilasi uap akan ikut terbawa
bersama metanol dan akan diubah menjadi cairan ketika melewati kondensor. Cairan

yang dihasilkan berupa campuran oleoresin dalam metanol. Oleoresin kemudian


dipisahkan dengan rotary evaporator. Metanol akan menguap dan terpisah dari
oleoresin.
Dari hasil percobaan, didapatkan oleoresin berupa cairan berwarna coklat dan
tidak berbau seperti jahe. Dari 30,29 g residu jahe hasil distilasi uap, didapatkan 2,78
g oleoresin. Sehingga rendemen oleoresin sebesar 9,18%. Menurut literatur yang
ada, kandungan oleoresin dalam rimpang jahe sekitar 3 4 %. Besarnya rendemen
yang dihasilkan dari percobaan dimungkinkan karena oleoresin hasil isolasi masih
mengandung residu metanol yang diakibatkan karena proses penguapan (rotary
evaporator) tidak maksimal atau kurang lama sehingga metanol benar benar
menguap seluruhknya.
4.3.3 Pemisahan dengan KLT
Prinsip pengujian minyak jahe menggunakan kromatografi lapis tipis adalah
mengidentifikasi komponen penyusun minyak jahe dengan cara memisahkan
komponen komponen minyak jahe berdasarkan perbedaan kepolarannya. Sampel
berupa minyak jahe ditotolkan pada plat KLT dan kemudian dielusi menggunakan
pelarut n-heksana : etil asetat = 6 : 4. Diketahui bahwa n-hekasana merupakan
senyawa non polar, sedangkan etil asetat merupakan senyawa polar. Maka ketika
sampel minyak jahe dielusi, komponen yang lebih non polar akan lebih terdistribusi
sehingga akan memiliki nilai Rf yang lebih besar.

Berdasarkan hasil uji dengan kromatografi lapis tipis (KLT), maka diperoleh
spot minyak jahe pada jarak 3,6 cm. Sedangkan jarak tempuh eluen sebesar 4 cm.
Sehingga nilai retardaction factor (Rf) untuk minyak jahe sebesar 0,9 cm. Besarnya
nilai Rf ini menunjukkan bahwa minyak jahe hampir murni. Menurut literatur yang
ada, minyak jahe mempunyai nilai Rf sebesar 0,77 (Baroty dkk., 2010). Perbedaan
ini muncul karena eluen yang digunakan berbeda. Pada literatur yang digunakan
eluennya berupa toluena : etil asetat = 6 : 4, sedangkan pada percobaan yang
digunakan sebagai eluen berupa n heksana : etil asetat = 6 :4 sehingga laju elusi
untuk minyak jahe juga akan berbeda.
Pada uji oleoresin dengan KLT, tidak muncul spot. Artinya oleoresin tidak
dapat terpisah pada plat KLT. Tidak terjadinya proses pemisahan ini dimungkinkan
karena oleoresin yang ditotolkan terendam oleh eluen, sehingga oleoresin bercampur
atau tersebar dalam eluen. Selain itu dapat juga karena sampel yang ditotolkan pada
plat KLT belum sepenuhmya kering sehingga ketika dilewati eluen, sampel menjadi
larut dan menyebar pada plat KLT.
4.3.4 Identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis dan GC-MS
Prinsip identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis adalah analisis kualitatif
berdasarkan kemampuan senyawa untuk mnyerap sinar pada range daerah panjang

gelombang UV-VIS (200-800 nm). Adanya sumber sinar yang diberikan akan
menyebabkan terjadinya interaksi yang berakibat pada terjadinya tranisisi elektron.
Energi yang paling sesuai untuk terjadinya transisi elektron pada suatu senyawa akan
memberikan nilai absorbansi maksimum.
Berdasarkan pengukuran dengan spektrofotometer UV-Vis, maka didapatkan
bahwa panjang gelombang maksimum untuk minyak jahe sebesar 251,5 nm. Pada
spektra minyak jahe ini, muncul beberapa peak. Hal ini dikarenakan masih adanya
zat pengotor pada minyak jahe tersebut misalnya endapat plat KLT yang
kemungkinan tercampur dalam filtrat ketika dipipet sehingga mempengaruhi hasil
pengukuran, karena zat tersebut juga memberikan serapan.
Prinsip identifikasi dengan GC-MS yaitu mengidentifikasi komponen
penyusun minyak jahe melalu pemisahan perbedaan distribusi komponen komponen
tersebut diantara fase diam dan fase gerak. Larutan sampel akan diubah dalam
bentuk gas oleh nebulizer dan bergerak bersama fasa gerak dalam fasa diam.
Komponen yang lebih terdistribusi akan memiliki waktu retensi yang lebih lama.
sedangkan komponen yang kurang terdistribusi akan tertahan pada kolom dan
kemudian terdeteksi.
Berdasarkan hasil uji dengan GC-MS pada minyak jahe hasil isolasi, maka
didapatkan 14 line (peak) yang mewakili kandungan senyawa pada minyak jahe
hasil isolasi. Komponen paling melimpah dalam miyak jahe yaitu sitral meliputi Zsitral sebanyak 61,14% dan E-sitral sebanyak 18,60%. Selain itu juga terdapat
3,88% asam linoleat klorida; 2,21% -kurkumin; 2,11% SPIRO, -humulene dan
limonen. Kandungan zingeberene yang terdapat dalam minyak jahe hasil isolasi
sebesar 1,01%. Dan komponen komponen lainnya terdapat dalam jumlah kecil yaitu
senyawa 6,6-dimetil-2,3-diazobisiklo[3.1.0]Hex-2-ene-4,1; 1-hepten-6-on,2-metil ;
7-okten-2-on dan 6,6-dimetil-2-(3-oxo-butil)-bisiklo[3.1.1] heptan-3-on. thyujyl
alkohol ; isomer thyujyl alkohol ; asam 9.12.15-oktadekatrienolat; metil ester; 2metil-1-hepten-6-on ; (R)-4-metil-3-(3-oxobutil)pent-4-enal dan 7-okten-2-on;
geranil asetat; trans--bergamotene; farnesol ; fernesene dan trans-caryopilen;
1,6,10-dodekatriena-7,11-dimetil-3-metilen ; -fernesene dan -bisapolene; farnesene ; 1,6,10-dodekatriena-7,11-dimetil-3-metilen dan -sesquiphellandrene;
metil linolelaidate ; 9,12-oktadekadienal; (Z)6,(Z)9-pentadekadien-1-ol dan 6,11heksadekadien-1-ol.

BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh minyak jahe dan minyak
oleoresin. Berat minyak jahe yang diperoleh sebesar 0,35 gram dengan rendemen 0,348 %.
Untuk oleoresin diperoleh berat sebesar 2,78 gram dengan rendemen 9,18 %. Dari hasil uji
KLT diperoleh nilai Rf untuk minyak jahe 0,9. Sementara untuk oleoresin tidak diperoleh
noda isolat. Dari hasil analisa spektrofotometri UV-VIS diperoleh pamjang gelombang
maksimum minyak jahe 251 nm dengan nilai absorbansi 0,139. Sedangkan dari hasil GC-MS
diketahui bahwa senyawa-senyawa penyusun minyak jahe terbesar yaitu Citral.
4.2 Saran
Sebaiknya praktikan harus memahami betul metode percobaan yang akan dilakukan
dan harus lebih berhati hati dala setiap langkah agar tidak terjadi kesalahan yang
menyebabkan hasil isolasi kurang optimal dan masih ada pengotor yang relatife banyak.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, B. H., G. Blunden, M. O., Tanisa dan A. Nemmar, 2008, Some Phytochemical,
Pharmacological and Toxicdogical Properties of Zinger (Zingiber offinale
roscae) : A Review of recent research, Food and chemical Taxicology, 46 : 409420.
Aragaw, M., S. Alamerew, G.H. Michael, dan A. Tesfaye, 2011, Variability of ginger
(Zingiber officinale Rosc.) accessions for morphological and some quality traits
in Ethopia, Int. J. of Agricultural Research, 6: 444-457.
Astawa, Ketut, Made Sucipta, I Putu Gede Artha Negara, 2011, Analisa Performansi
Destilasi Air Laut Tenaga Surya Menggunakan Penyerap Radiasi Surya Tipe
Bergelombang Berbahan Dasar Beton, Jurnal Ilmiah Teknik, 5(1) : 7-13.
Budi, F.S., 2009, Pengambilan Oleoresin dari Ampas Jahe (Hasil Samping Penyulingan
Minyak Jahe) dengan Proses Ekstraksi, Jurnal Teknik, vol 30, 156-162.
Hartuti, Sri, Muhammad Dani Supardan, 2013, Optimization of Ultrasonic Wave
Extraction for Ginger Oleoresin Production (Zingiber officinale Roscoe) Using
Respo nse Sur f a ce Meth o do lo gy (RSM), AGRITECH, Vol. 33, No. 4.
Hernani dan Hayati, E., 2007, Identification of Chemical Components on Red Ginger by
GC-MS, Proc. International Seminar on natural Products Chemistry and
Utilization of Natural Resources, UI-UNESCO Jakarta : 501-505.
Jolad, S.D., R.C. Lantz, A.M. Solyom, G.J. Chen, R.B. Bates, dan B.N. Timmermann, 2004,
Fresh organically grown ginger (Zingiber officinale) : composition and effect
on LPS-induced PGE production, Phytocemistry 65: 1937-1954.
Khopkar, S.M., 2014, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI-Press, Jakarta.
Kizhakkayil, J. dan B. Sasikumar, 2010, Genetic diversity analysis of ginger (Zingiber
officinale Rosc) germplasm based on RAPD and ISSR markers, Scientia
Horticulturae, 125: 73-76.
Melati, 2011, Induksi pembungaan dan biologi bunga pada tanaman jahe putih besar
(Zingiber officinale Rosc.) [tesis], Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Nayak, S., Pradeep, K. Naika, L. Acharyab, A.K. Mukherjeeb, P.C. Pandab dan P.Dasc, 2005,
Assessment of genetic diversity among 16 promising cultivars of ginger using
cytological and molecular markers, Z Naturforsch, 60: 485-492.
Prasetyawati, R.C., 2003, Evaluasi Daya Antioksidatif Oleoresin Jahe (zingiber
officinate) terhadap Aktivitas Superoksida Dismutase (SOD) Hati Tikus yang
Mengalami Perlakuan Stres, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rengginasti, D.A., 2008, Pemisahan Senyawa Minyak Atsiri Rimpang Lempuyang
Gajah (zingiber zerumbet) Secara Kromatografi Lapis Tipis dan Aktivitasnya
Terhadap Malassezia Furfur In Vitro, Karya Ilmiah, Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro, Semarang.
Smith, R.D., 2005 , metanol, msds, http://sciencelab.com/. Diakses tanggal 8 Desember
2014.
Smith, R.D., 2005, n-heksana, msds, http://sciencelab.com/. Diakses tanggal 8 Desember
2014.

Smith, R.D., 2005, etil asetat, msds, http://sciencelab.com/. Diakses tanggal 8 Desember
2014.
Smith, R.D., 2005, akuades, msds, http://sciencelab.com/. Diakses tanggal 8 Desember
2014.

Anda mungkin juga menyukai