Gema Kebangkitan: Catatan Harapan Anak Bangsa
Gema Kebangkitan: Catatan Harapan Anak Bangsa
h~ \wx|t
Selamat Hari Kebangkitan Nasional yang Ke-100
ii
Kata Pengantar
oleh Duta Besar RI untuk Singapura
Tanggal 20 Mei merupakan salah satu hari yang bersejarah bagi bangsa
Indonesia karena merupakan hari lahir organisasi Boedi Oetomo, sebuah
organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia. Lahirnya Boedi
Oetomo merupakan tonggak pergerakan nasional yang menjadi simbol
kebangkitan generasi muda Indonesia memasuki era baru perjuangan
melawan penjajahan. Oleh sebab itu sangat tepat apabila tanggal 20 Mei
diperingati bangsa Indonesia sebagai hari Kebangkitan Nasional.
Peringatan hari Kebangkitan Nasional pada tahun ini mempunyai arti
khusus karena merupakan peringatan Kebangkitan Nasional yang ke-100.
Dan sebagai bangsa yang menghargai jasa para pendiri bangsa, peringatan
100 tahun momen Kebangkitan Nasional sudah semestinya menjadi
momentum kebangkitan nasional untuk membawa Indonesia menuju
masyarakat adil dan makmur sebagaimana dicita-citakan para pendiri
bangsa.
Dalam kaitan ini, proyek buku Gema Kebangkitan: Catatan Harapan
Anak Bangsa yang diprakarsai oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia di
Singapura (PPI Singapura) merupakan salah satu wujud konkret
kebangkitan pemuda Indonesia yang ingin memberikan kontribusi kepada
negaranya. Dalam proyek penerbitan buku ini, PPI Singapura
mengumpulkan artikel dari berbagai kalangan masyarakat Indonesia yang
ada di Singapura untuk menyampaikan harapan dan sumbang saran bagi
perbaikan Indonesia. Hal ini merupakan inisiatif yang membanggakan dan
patut mendapat dukungan dari kita semua.
iii
Wardana
Duta Besar RI LB-B
BP
iv
Kata Pengantar
oleh Presiden PPI Singapura
Fariz Setyadi
Presiden PPI Singapura
Periode Kepengurusan 2008/09
vi
Kata Pengantar
oleh Ketua Komite HFI
vii
Haslim Mulyadi
HFI Committee, President
viii
Prakata
ix
xi
xii
xiii
xiv
Daftar Isi
i
i
ii
iii
v
vii
Prakata
ix
13
19
33
xv
39
45
49
55
61
65
73
81
Accusations on Democracy
Antony Simon
87
91
97
xvi
101
107
115
121
131
137
145
149
155
159
Daftar Pustaka
169
xvii
OOONNNGGGGG
OOOonnggg
oonngg
Bergemalah kembali
Wahai, gong perjuangan,
Timbulkan kembali di hati kami
Api menggebu-gebu
Apa Harapanku
untuk Indonesia?
Yenny Effendy
Aku bahagia.. hidup sejahtera di khatulistiwa..
Benarkah itu?
Mari kita tanya beberapa kalangan orang..
Aku berdiri di tepi pantai membawa sekerat ikan
Hasil peluh untuk makan anak-anakku
Tak banyak memang, tapi kuyakin bisa membuat mereka tersenyum saat
ku pulang ke rumah
Andai bisa kubawakan mereka santapan yang lebih nikmat
Yang bisa mengukir tawa di wajah mereka
Andai ikan bisa kujual semahal mutiara
Kan kusekolahkan mereka setinggi langit
Kini aku pun tak yakin mereka bisa punya pengetahuan yang cukup untuk
masa depan..
Kalau ditanya harapanku untuk tanah air..
Aku hanya ingin subsidi yang lebih banyak dan merata di bidang
pendidikan
Supaya mereka bisa jadi orang..
Kau sering dengar tidur beratapkan langit
Itu yang kualami.. yang takkan pernah kalian rasakan
Meskipun begitu aku tidak menyesal
Satu hal yang kudapat, kebebasan tidaklah murah
Papa, untuk apa lampu warna-warni itu dipasang di dekat pagar rumah
kita?
Ini untuk memperingati 50 tahun kemerdekaan bangsa Indonesia, anakku.
Papa, kenapa lomba balap karung dan makan kerupuk jarang-jarang ada?
Karena ini untuk memperingati hari kemerdekaan yang cuma setahun
sekali, jawab papa.
Waktu kecil kita sangat asing dengan makna kemerdekaan. Dan sepertinya
karakter itu masih terus melekat hingga kita dewasa. Banyak orang akan
selamanya ingat kalau Perang Diponegoro itu dari tahun 1825 sampai
1830. Tapi signifikansinya?
Flashback ke masa lalu, Indonesia adalah semerbak harum bunga yang
digandrungi lebah-lebah Eropa. Pengorbanan darah dan semangat para
pahlawan telah membawa Indonesia meraih kemerdekaan puluhan tahun
silam. Hama PKI dan krisis moneter sempat menerjang, belum lagi
penyakit KKN dari dalam tubuh bangsa. Namun nyatanya Indonesia masih
bertahan hingga kini. Masih ada harapan.
Keempat kalangan orang di atas memiliki dua kesamaan. Mereka samasama orang Indonesia, dan mereka sama-sama punya harapan yang
tidaksetidaknya belumterealisasikan. Sebaliknya, mereka
terperangkap dalam realita hidup sehari-hari dan sepertinya bayangan
mereka tentang Indonesia sangat jauh di depan mata. Layaknya ayah dan
anak yang tidak akrab.
Lantas bisakah mereka bangga jadi warga negara Indonesia? Pertanyaan
yang sama juga berlaku untuk kita tentunya.
Karena Indonesia dipandang buruk maka masyarakat tidak bisa berharap
banyak, atau karena masyarakat tidak mau berharap maka Indonesia akan
jadi semakin buruk?
Jawabannya ada di tangan kita, bangsa Indonesia..
10
11
IRENA JOSOEB was born in Singapore, raised in Jakarta, but was wholly
educated in Singapore. She majored in Journalism and graduated from the
Wee Kim Wee School of Communication and Information, Nanyang
Technological University and is currently an editor for a regional business
trade magazine.
12
Berbaik Sangka
Kepada Indonesia
Radon Dhelika
Saya pernah berbincang dengan teman saya dari Vietnam, Vietnam itu
seperti apa sih?
Dia membalas, Apa yang kamu tahu tentang Vietnam?
Tidak banyak, timpal saya. Hanya Hanoi dan Ho Chi Minh City saja.
Ya, itulah Vietnam, katanya.
Dia kemudian bercerita panjang lebar tentang Vietnam dan
pembangunan yang tidak merata. Bahwa di antara dua kota besar itu
boleh dibilang masih membentang hutan-hutan yang masih lebat. Bahwa
masyarakatnya tidak teratur. Bahwa pendidikannya pun masih acakacakan.
Lalu, di kesempatan lain, saat saya tanya keadaan India ke teman
India saya, jawaban dia pun setali tiga uang dengan orang Vietnam. Lebih
kurang ceritanya berkisar dari transportasi publik yang sistemnya
amburadul, korupsi yang merajalela, dan sebagainya. Uniknya, India
sekarang ini adalah termasuk negara yang pertumbuhan ekonominya
paling pesat selain Cina. Sehingga, banyak orang percaya bahwa politik
dan bisnis itu hal yang tidak ada sangkut pautnya di India. Politik boleh
seperti kapal pecah, tapi bisnis jalan terus, begitu kata mereka.
Lalu, bagaimana dengan orang Indonesia ketika ditanya tentang
negaranya? Ya, hampir sama, boleh dibilang. Termasuk saya yang biasanya
menjawab, Ya seperti yang Anda lihat di koran atau TVmasih sama.
Perspektif Arus Utama
Saya masih berpikir bahwa itu jawaban yang paling bijaksana sampai
13
C:
A:
14
15
16
17
18
Agung Wicaksono
Hubungan Indonesia dengan Singapuraseperti layaknya hubungan antar
tetanggaterkadang bisa dilihat sebagai sebuah love hate relationship.
Keputusan KPPU (Komite Pengawas Persaingan Usaha) yang menyatakan
bahwa Temasek Holdings terlibat praktek monopoli dalam industri
telekomunikasi di Indonesia melalui kepemilikan silang di Telkomsel dan
Indosat telah menguak kembali perdebatan publik atas perusahaan
investasi milik pemerintah Singapura ini. Sebelumnya, sejak tahun 2002
ketika Temasek pertama kali menuai kontroversi dalam proses divestasi
Indosat kepada Singapore Technologies Telemedia (STT) sebagai salah
satu anak perusahaannya, Temasek juga acapkali menjadi buah bibir (dan
terkadang kambing hitam) di kalangan komunitas bisnis dan elite politik.
Jika kita tengok Thailand, sebagai sesama negara tetangga ASEAN lain
di tahun 2006, kasus akuisisi perusahaan telekomunikasi Shin Corp yang
dibeli dari mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra menjadi salah
satu cerita yang paling sering muncul di media di kawasan Asia. Hal ini
terutama karena implikasi politik akibat akuisisi Shin Corp tersebut
dianggap menjadi salah satu pemicu munculnya demonstrasi menentang
kepemimpinan Thaksin, berlanjut kepada krisis politik di Thailand, dan
berujung pada naiknya junta diktator militer mengambil alih kekuasaan
Thaksin hingga saat ini. Resistensi berlandaskan sentimen economic
1
19
Membangun
Sayap
Eksternal
Ekonomi
20
21
Secara nyata bisa dilihat bahwa hanya dalam jangka waktu 3 tahun,
proporsi investasi domestik Temasek di Singapura menurun drastis dari
52% di tahun 2004 menjadi 38% di tahun 2007. Demikian juga dengan
investasinya di negara-negara
negara maju anggota OECD (Organization
(Organ
for
Economic Cooperation Development), suatu hal yang wajar karena
ekonomi di negara-negara
negara tersebut sudah mulai mengalami maturitas.
Sebaliknya, proporsi cross-border investment-nya
nya meningkat tajam bahkan
berlipat ganda. Di Asia bagian utara misalnya
nya (sebagian besar di China),
dari hanya 6% di tahun 2004 menjadi 24% di tahun 2007, berlipat 4
22
23
Diagram 2: Berbagai cara parental value creation oleh holding company (15)
24
25
26
27
Kepentingan
Politik
Pemegang
Saham
Institusi
Keuangan
Pemerintah
LSM
Perusahaan
Pemasok
Konsumen
Lembaga
Konsumen
Pesaing
Asosiasi
Pengusaha
Serikat
Buruh
Karyawan
28
Perbandingan
Konteks
Indonesia,
29
30
31
32
Indonesia:
Perjalanan Bangsa dan Pelajaran
Haslim Mulyadi
Reformasi dan Krisis
Gerakan reformasi di tahun 1998 yang dipelopori mahasiswa
berhasil menjatuhkan suatu tatanan order dan rezim yang sangat
berkuasa di Indonesia pada waktu itu. Keberhasilan gerakan reformasi
menjadi momentum awal kebangkitan demokrasi di Indonesia. Demokrasi
yang selama 32 tahun terakhir hanya menjadi cerita manis di buku-buku
pelajaran SMP, seolah-olah mempunyai nafas baru dalam sejarah
perjalanan bangsa Indonesia di abad ke-20 ini.
Dalam kurun waktu 10 tahun ini (1998-2008), kita pun telah sukses
menggelar 2 kali pemilihan umum, dimana pada tahun 2004 bangsa
Indonesia berhasil menggelar pemilihan presiden secara langsung.
Euforia berdemokrasi, khususnya berpartai, menjadi warna baru
dalam kehidupan politik bangsa Indonesia. Menjelang Pemilu 1999,
banyak sekali parpol (partai politik) terbentuk dan menawarkan berbagai
macam ideologi, visi, dan misi. Begitu juga pada Pemilu 2004 yang lalu,
kita disodorkan dengan banyak pilihan parpol yang seolah-olah
mencerminkan kedewasaan berdemokrasi di tanah air atau, janganjangan, fenomena menjamurnya parpol di Indonesia menunjukkan
mentalitas kita yang mengalami sindrom craving for power (haus akan
kekuasaan). Craving for power syndrome adalah ketika setiap orang
merasa mampu dan kompeten untuk memimpin bangsa ini,
mengeksploitasi nilai-nilai demokrasi untuk kepentingan pribadi, dan
melupakan bahwa pilar-pilar utama demokrasi adalah rakyat dan
kejujuran (integritas).
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
A Note
from a Distant Land
Cynthia Chandramuljana
Why is it that the young people these days dont really care about Batik?
The question above was posed to us by Mr. Sarkasi Said. We were a
group of Indonesian students who volunteered to help organise a Batik
exhibition and workshop at Singapore Management University where we
studied. From the tone of his voice, it was obvious that he did not expect
an answer and yet I couldnt help but pondering on his question. I may not
be able to speak for all young Indonesians, but at least I speak for myself. I
wonder: Why is it that I do not know much about Batik and do not seem
interested to find out more?
Throughout the planning period, Mr. Sarkasi taught us many things
about batik. For those who did not know, Mr. Sarkasi Said is one of the
most prominent batik artists in Singapore. He has dedicated more than
half of his life to study the art of batik, worked with it and promoted it
with passion. Batik is his life.
This is special because he is not even Indonesian. Granted, he has
Javanese roots (from his grandparents I think) but he was born and bred
in Singapore. And yet, he knows more about Batik than my entire family
put together.
Did you know that there are certain Batik patterns/motifs that only
the Keraton3 royals can wear?
Did you know that some Batik patterns mean casual and can be
worn during the day only and some mean formal and hence worn at night?
3
Keraton literally means palace. It is normally used to describe the palace where
the royal families of Jogja and Solo resides.
45
46
47
48
49
50
51
11
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
15
16
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
18Ir.
74
75
76
77
22Confucius,
78
79
80
Yang Muda
Yang Tak Berdaya
Fitron Nur Ikhsan
Apa yang terjadi jika melihat seorang anak muda tampak tua, badan lusuh,
rambut tak tertata rapih dan hidupnya pun tak bergairah, hilang pula aura
mudanya; kurang menarik bukan? Sebaliknya orang yang sebenarnya
telah tua bisa saja tampak seakan-akan muda, dengan penampilannya
yang rapi, badannya bersih, wangi aroma parfum yang harum, rambut
tersisir rapi, dan terpancar semangat dalam dirinya yang menyala. Ia akan
tampak lebih menarik tentunya. Demikian pula dengan organisasi, baik
bisnis, sosial, politik atau pemerintahan. Ia bisa tampil muda, tua, bahkan
sakit, sehat atau mati sekalipun. Sama seperti makhluk lainnya. Karena
organisasi juga makhluk, sebab ia diisi oleh kita, manusia yang juga
makhluk (Rhenald Kasali:2006).
Indonesia sebagai organisasi pemerintahan bisa mengalami hal
serupa. Postulatnya sederhana, karena Indonesia sebagai sebuah state
diorganisasi oleh manusia (makhluk). Jika demikian, bagaimana performa
Indonesia kini? Yah Indonesia memang masih terbilang muda, dibanding
bangsa yang kedaulatannya telah mencapai ratusan tahun, namun ia
tampak begitu tua. Umurnya saja yang muda dalam rentang pendiriannya
sebagai negara merdeka, tapi semangat dan penampilannya tak
menyiratkan daya dan pesonanya. Jangan sampai keberadaan kita diakui
tetapi tak mampu merespon apa-apa: tubuhnya lemas, wajahnya lesu dan
pucat, tak ada tenaga, pakaiannya lusuh, tak ada aroma wewangian seperti
yang tercium pada orang-orang muda yang sehat. Ada, tetapi tidak
menyimpan harapan apa-apa. Pantainya yang masih perawan begitu
kusam, kotor dan tak terawat, gunungnya makin gundul, botak dan
81
82
83
84
85
86
Accusations
on Democracy
Antony Simon
It has been 100 years of National Awakening; it has been 63 years of
National Independence, but the triumph is still far away from sight. The
struggle has taken too long, the people are tired, the people are hungry;
ironically, the leaders are never weary of their idealism. Perhaps, the
leaders have not found the right doctrine for this Republic yet. Perhaps
they need another 100 years to formulate the exact formula, so that
everything could work in the favor of the people as how a democratic
nation should begovernment of the people, from the people and for the
people.
National awakening that was hailed by Dr. Soetomo, Dr. Wahidin
Soedirohoesodo, and KI Hajar Dewantara needs to be adapted to the
modern Indonesia. It should be redefined. The world has changed and so
has Indonesia. Indonesia was once a colony but today Indonesia is an
independent nation. There is no more Jong Sumatra, Jong Celebes or Jong
Java, but what we have today is a unity.
However, it is a paradox of truth that what is united would separate.
The nation today is composed of political parties. Their fractions (the
elitists) speak in the name of people but in the interest of the party. Of
course, there is nothing wrong to do so; every political party has their own
noble ambition for the Republic. But before they reach their noble
ambition, they should strive to be the dominant. And in the realm of
democracy that praises egalitarianism, no individual would like to be
shirked off. Each fights for their ideals and eventually the betterment of
one party is at the expense of the others. The dominant rises, the rest
87
This is the structural functionalist point of view that ignores of human beings as
a thinking being. Of course, this is arguable but this concept is employed in line
with the idealist point of view.
23
88
89
90
Dengung Nasionalisme
di Tengah Pluralisme Global
Imam Kartasasmita
Tidak terasa sudah hampir 63 tahun berlalu sejak bangsa Indonesia
memproklamirkan kemerdekaannya. Namun rasa kebanggaan sebagai
bangsa Indonesia tampaknya semakin terpuruk. Hal ini sedikit
tergambarkan dari hasil poling di situs kompas.com, di mana dari 30.958
responden, 34% merasa bangga sebagai bangsa Indonesia dan 66%
menyatakan sebaliknya25. Meskipun poling ini menyimpulkan bahwa rasa
bangga sebagai bangsa Indonesia saat ini semakin langka, saya merasa
agak terhibur setelah membaca buah pemikiran beberapa teman saya di
sebuah forum komunikasi internal mahasiswa Indonesia NTU. Tulisantulisan mereka secara jelas menunjukkan bahwa masih ada orang yang
mengakui dan mau berbagi kebanggaannya sebagai bangsa Indonesia.
Dalam sebuah seminar tentang nasionalisme di sebuah perguruan
tinggi di Indonesia, bermunculan pertanyaan-pertanyaan seperti Apakah
nasionalisme itu masih diperlukan? Apakah tujuan sebenarnya dari
nasionalisme? Dan mengapa nasionalisme masih digembor-gemborkan
jika benar ia sudah gagal? Serentetan pertanyaan anak-anak muda
terdidik ini, yang saya yakin bukanlah pertanyaan yang main-main,
tentunya mencerminkan betapa muaknya mereka terhadap segala hal
yang dikaitkan dengan nama "Indonesia".
Menurut mereka, Indonesia itu suatu kegagalan. Indonesia itu
sesuatu yang tidak patut untuk dipertahankan keberadaannya. Indonesia
itu sesuatu yang tak bermakna. Bisa dikatakan bahwa tidak sedikitpun
rasa kebanggaan terhadap Indonesia dimiliki oleh para pemuda ini. Tak
25
91
92
26
93
94
95
96
Nasionalisme dalam
Tragedi dan Lapangan Hijau
Hasyim Widhiarto
Mei 1960, Chile luluh lantak. Negara dengan bentuk geografis pipih
memanjang ini mengalami kehancuran yang parah setelah disapu gempa
berkekuatan 8,5 skala Richter. Dua juta rumah hancur dan sekitar 6 ribu
nyawa melayang. Padahal, Chile tengah dalam persaingan menjadi tuan
rumah Piala Dunia, event olahraga paling akbar di dunia.
Seharusnya FIFA, Federasi Sepakbola Internasional, tidak perlu ambil
risiko dengan tetap mengikutsertakan Chile dalam pencalonan. Namun
sejarah berkata lain; adalah Carlos Dittborn yang akhirnya membuat FIFA
menyetujui Chile menjadi tuan rumah Piala Dunia 1962. Di depan Kongres
FIFA, Ketua Federasi Sepakbola Chile itu mengakhiri pidatonya yang
menyentuh dengan berkata, "Kami telah kehilangan segalanya, dan inilah
alasan paling tepat mengapa kami perlu bangkit dengan segala
kemampuan kami".
Dittborn dan pemerintahnya benar-benar membuktikan itu. Dalam
tempo dua tahun Chile berupaya memulihkan kembali ibukota Santiago
sebagai kota metropolis. Stadion-stadion yang dibutuhkan berdiri tegak,
bersama sarana dan infrastruktur yang lain. Negara-negara lain akhirnya
juga tidak segan mengulurkan bantuan yang dibutuhkan. Chile pun siap
menjadi tuan rumah Piala Dunia.
Seketika, aura Piala Dunia juga menjadi semangat tersendiri bagi
rakyat Chile. Dengan penuh kecintaan mereka mendukung tim
nasionalnya yang juga turut berlaga. Yang paling penting, kepedihan
akibat bencana dua tahun sebelumnya seakan sirna. Semuanya
bersukacita saat bola bergulir di lapangan hijau. Tidak ada lagi diri sendiri,
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
Kunci Kebangkitan
Indonesia
Ronn Goei
Beberapa bulan yang lalu, penulis mendapat tugas kuliah untuk membuat
ulasan tentang pengelolaan sumber daya air. Saat itu, penulis memutuskan
untuk mengulas Singapura, tempat dimana penulis tinggal dalam 5 tahun
terakhir ini. Berikut ini nukilan singkat dari ulasan penulis.
Singapura mempunyai 4 sumber daya air yang bisa dimanfaatkan
yakni air tadahan hujan, air yang diimpor dari Malaysia, air hasil desalinasi,
dan air hasil daur ulang. Setiap sumber air tersebut mempunyai
tantangannya sendiri-sendiri. Air tadahan misalnya. Walaupun Singapura
mempunyai curah hujan yang cukup tinggi namun dengan luas wilayah
yang sedikit lebih besar dari 700 km2 tentu tidak banyak air yang bisa
dikumpulkan.
Singapura mengimpor air dari Malaysia sejak 1961. Hal ini diatur
dalam 2 kontrak yang masing-masing akan berakhir pada 2011 dan 2061.
Kontrak yang ada menyatakan bahwa Singapura akan mengimpor air
mentah dari sungai di Malaysia untuk kemudian diolah dan dijual kembali
ke Malaysia dengan harga yang lebih tinggi. Seiring berjalannya waktu,
Malaysia pun merasa membutuhkan suatu tempat pengolahan air minum.
Ini tentu saja mengurangi kekuatan penawaran (bargaining power) dari
Singapura untuk impor air ini.
Salah satu strategi untuk mengatasi masalah air minum yang umum
dipakai adalah melalui termal desalinasi, seperti yang dipraktekkan oleh
negara-negara Timur Tengah. Mereka membakar bahan bakar minyak
yang panasnya dipakai untuk mendidihkan dan memurnikan air dari
mineral-mineral yang terkandung dalam air laut. Namun hal ini sulit untuk
115
116
117
118
119
120
Pendidikan
yang Membodohkan
Kendrick Winoto
Tulisan ini tidak ditujukan bagi insan-insan yang merasa diri sudah pintar
dan sudah puas ataupun acuh terhadap proses pendidikan yang sedang
terjadi pada zaman yang sekarang. Alasannya sederhana, karena tulisan
ini berangkat dari keresahan seorang pelajar untuk mencari arti
pendidikan yang sebenarnya, yang dirasakan sudah bergeser dari masa ke
masa karena pengaruh tradisi, globalisasi, sosialisasi dan -sasi, -sasi yang
lain. Jika ini relevan untuk Anda, silakan untuk meneruskan.
Jadi, apakah pendidikan itu? Pertanyaan yang seharusnya membuat
banyak orang merujuk kepada jalur-jalur pendidikan formal seperti SD,
SMP, SMA, dan s-s lainnya. Semakin tinggi s-nya, semakin pintar-lah ia
(setidaknya, itulah yang kebanyakan orang percaya). Tetapi jika kita
berpikir dari sudut pandang yang lain, adakah arti lain yang bisa kita
temukan?
Jika Anda memelihara anjing, maka anjing itu dikatakan pintar jika
ia bisa menuruti keinginan sang pemilik, sama seperti burung beo ketika ia
bisa mengeluarkan suara yang diinginkan. Lalu bagaimana dengan
manusia? Dalam keadaan apakah ia bisa dikatakan sudah pintar? Jika
tujuan eksistensi anjing peliharaan adalah untuk melayani sang
pemelihara dan pendidikan membantu anjing tersebut untuk merealisasi
tujuan tersebut, apakah tujuan eksistensi dari seorang manusia? Atau,
yang manakah seharusnya menjadi tujuan eksistensi manusia? Siapakah
dan apakah tujuan dari sang pemilik manusia? Apakah pendidikan
sekarang sudah berfungsi dengan baik dalam membantu manusia
merealisasikan tujuan tersebut?
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
A Developed Person
for a Developing Nation
Maulana Bachtiar
For an individual, development would start right after he is born. Babies
learn to breathe seconds after his delivery onto this world. Not long after,
they would learn to comprehend basic signaling by instinct, which enable
them to send one way messages to their parents; asking for food, milk,
change of diapers, and many other basic things. Necessity to conquer a
language leads to a rapid development of the children. They begin to ask
questions and share their feelings and thoughts with the closest people
around them.
Then education plays a role as we start another phase of
development on our way to become new adolescents and finally mature
adults. It shapes our minds, our thinking, and our perspectives of the
world. Of course there are many more to consider, but let us now focus on
the development of an organisation, from an infant organisation to a large
and structured one. And how I think it is unrelated to an individual
development process from a baby to adult.
Well, here are some of my observations and opinions that I would like
to share.
A person is developed when he feels that he is developed. I tend to
see it from an internal point of ones self, because it is quite difficult to
have a second party judge whether another person is developed,
developing, or under-developed. My own criterion of a developed person
is that he has undergone all those processes aforementioned. Furthermore,
this person should be able to actively contribute to the society he lives in,
has a strong sense of responsibility, and maintains professionalism. This
131
132
133
134
135
136
27
137
138
29
139
30
140
31
The tendency of people to respond to and act on the basis of stereotypes, leading to
validation of false definitions.
32
One who has a love of or enthusiasm for technology, especially computers and
high technology
141
33
142
143
144
Semiconducting Indonesia:
Indonesia in a Smaller View
Fatwa Firdaus Abdi & I Made Riko
Indonesia, such a big country with a big market, it has not been actively
involved in the Semiconductor industry. Being gifted with the abundance
in natural resources, one can simply wonder why we have not taken part
in this advancement of technology and create more value to what we
already have.
Semiconductor is a big business, where Goldman-Sachs in 2003
estimated it to be a $25 billion industry globally and growing till today.
Semiconductor industry will keep growing, as there is a never-ending
consumers demand for better performance and smaller size electronic. It
has been our lifeline, and none can escape from that.
The basic material needed in this industry is silicon. Electronic grade
Silicon came from purified beach sand(45). With the geographical
condition of Indonesia, we could not deny that we have this material
abundantly. As a reference, in 2005 Indonesia produced 150,000 cubic
meters quartz sand, whereas there is more than 24 million cubic meters
quartz sand in North Barito area alone. This simple figure shows us that
we are not really maximizing our potential(46).
Next, to have semiconductor industry in Indonesia, we need human
resources. The main difference in this high technology industry is that we
need more trained and educated human resources in driving the line.
With the absence of this industry in Indonesia, we could safely assume that
not many Indonesians could be categorized into this kind of human
resource in this field. Well, that assumption is somewhat not true. Most
Indonesian students who had taken engineering studies abroad end up in
145
146
147
148
A Farmers Hope
for Indonesia
Syahrial bin Dahler & Derry Tanti Wijaya
I am a farmers son, from a small district in West Sumatra. My parents, my
grandparents, most of my relatives are also farmers. In fact, almost
everyone I knew when I was growing up is a farmer. Yet, my mother used
to tell me this, Study hard; dont be a farmer like us. I cannot help but
wonder, what is wrong with being like my parents; their occupation? Only
recently that I realized, the word us does not represent only my parents,
but also the tens of millions of Indonesian farmers. What is wrong then,
with being a farmer?
If we take a closer look at the living condition of the tens of millions
of households whose main income is from farming, we will understand my
mothers warning.
In the year 2003, farming industries absorbed the majority (46.26%)
of working age Indonesians (49). Yet, their average income was only
around IDR 135,000 per month or IDR 1.6 million per year (50). From this
number, my mothers warning does make sense, since becoming a farmer
in Indonesia will make one join a billion of people worldwide who live on
less than a dollar a day (51).
This condition is an irony for Indonesia because Indonesia is an
agricultural country where the largest proportion of its citizen is working
in the agricultural sector. The average annual income of an Indonesian
farmer is lower than the average annual income of a Chinese farmer (USD
401.9)(52), even lower than the average annual income of a Thai farmer
(USD 600), and even much lower than the average annual income of a US
farmer household (USD 81,420)(53).
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
Indonesian Ecotourism:
A Hidden Treasure
Sandhi Eko Bramono
As the biggest archipelago country in the world and lies in the equator line,
Indonesia is very rich with its 17,508 islands that spread over 2 oceans,
the Indian Ocean and the Pacific Ocean(63). This strategic location of
Indonesia has made Indonesia number two in the world in terms of
biodiversity, after Brasilia(64). Roughly 6,904 species of animals and
29,579 species of plants populate Indonesia(65). About 384 species of
endangered plants and 357 species of endangered animals live in tropical
forests in Indonesiasome evidences of of the richness of Indonesian
nature (65).
This richness could be exploited responsibly by Indonesian
Government, as one part of the tourism programmes, known as
Ecotourism. There is a great potential for this, but it seems the
government does not know how to promote it well.
In another way, other than the opportunity, there should be
awareness as well, that the biodiversity of Indonesia can be misused by
some foreign countries to conduct some commercial activities that will
leave negative impacts for Indonesia. Indonesian Government should
monitor the scientists activities and discoveries at the ecotourism spots in
Indonesia. With a transparent and well-established system, Indonesia, as
the owner of the forests can further benefit itself, the world, and science.
Why Ecotourism ?
It has been so clear that the abundance of Indonesian biodiversity has
created many possibilities of tourism in Indonesia, especially in
159
160
161
162
163
164
165
oonngg
oooOONGG
OOONNNGGGG
Bergemalah, Perjuangan
Bergemalah, Persatuan
Bergemalah, Indonesia
Ini harapanku
Ini gemaku
20 Mei 2008
Daftar Pustaka
1. Kompas. TOFI Raih Tiga Medali Emas di Apho Mongolia. Kompas. [Online] April
27, 2008. [Cited: Februari 15, 2008.]
http://www.kompas.com/index.php/read/xml/2008/04/27/18103220/tofi.raih.t
iga.medali.emas.di.apho.mongolia .
2. KutaiKartanegara.com. Mendiknas Harap Kukar Jadi Teladan Pembangunan
Pendidikan. KutaiKartanegara.com. [Online] Juli 12, 2006. [Cited: Februari 15,
2008.] http://www.kutaikartanegara.com/news.php?id=868.
3. Kompas. Kepedulian atas Pendidikan Lahirkan Manusia Unggul. Kompas.
[Online] Maret 8, 2008. [Cited: Februari 15, 2008.]
http://www.kompas.com/kompascetak.php/read/xml/2008/03/08/02150923/k
epedulian.atas.pendidikan.lahirkan.manusia.unggul.
4. . Pendidikan dan Kesehatan Bukan Barang Mewah. Kompas. [Online]
November 6, 2004. [Cited: Februari 15, 2007.] Kompas.
http://kompas.com/kompas-cetak/0411/06/Fokus/1367752.htm.
5. . UU Penaman Modal Harus Didukung Pelayanan Satu Atap di Daerah. Kompas.
[Online] April 16, 2007. [Cited: Februari 15, 2008.] Kompas web site.
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0704/16/daerah/3459308.htm.
6. Meuko, Nurlis E., Rini, Kustiani and Nurochman. Tempo Interaktif. Legislators
Pressure Attorney Attorney General to Non-Activate Two Prosecutors. [Online] Maret
6, 2008. [Cited: Februari 15, 2008.]
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/03/06/brk,20080306118751,uk.html.
7. Antara. Indonesia Tower Ujicoba Teknologi WiMax. Antara. [Online] April 29,
2008. [Cited: Februari 15, 2008.]
http://www.antara.co.id/arc/2008/4/29/indonesia-tower-ujicoba-teknologiwimax/.
8. Ramdhani, Dwi. Tempo Interaktif. WiMax Versi Indonesia Bakal Keluar Mei 2008.
[Online] September 24, 2007. [Cited: 15 Februari, 2008.]
http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2007/09/24/brk,20070924108294,id.html.
9. Wicaksono, Agung. The Risk and Cost of Economic Nationalism. Asia Views.
August-September, 2007.
10. The Singapore state revisited. Hamilton-Hart, Natasha. 2, s.l. : The Pacific
Review, 2002, Vol. 13.
11. Low, Linda. The Singapore developmental state in the new economy and polity.
The Pacific Review. 2001, Vol. 14, 3.
12. Creating Value. Temasek Review 2007. s.l. : Temasek Holdings 2007.
169
170
171
172
173
174
Gema Kebangkitan
Catatan Harapan Anak Bangsa
Diterbitkan oleh
Perhimpunan Pelajar
Indonesia di Singapura
Didukung oleh
182