STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn.R
TTL
Umur
: 50 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
Masuk RS tanggal
: 10/03/2015
Ruangan
: Annas 1
: 760265
ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSIJ Pondok Kopi dengan keluhan kedua
tungkai bengkak dan perut terasa besar sejak 3 hari SMRS. Bengkak pada kedua tungkai
dirasakan tiba-tiba saat bangun tidur dan bengkak pada perut juga dirasakan tiba-tiba.
Keluhan tidak disertai dengan sesak. Os juga mengeluh sebelum keluhan muncul, BAK
seperti teh sejak 3 minggu SMRS, namun tidak disertai dengan nyeri. Akhir-akhir ini os
sering merasa mual, lemas dan nafsu makan menurun. Os pernah muntah namun hanya 1x,
muntah berwarna kuning tidak disertai dengan darah.
Riwayat Alergi
Riwayat Pengobatan
Riwayat Psikososial
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
: Composmentis
BB
: 72 kg
TB
: 170 cm
Status gizi
: 24,91 (berisiko).
TANDA VITAL
Tekanan darah
: 100/70 mmHg
Nadi
: 86 x/menit
Suhu
: 36.4oC
RR
: 18 x/menit
STATUS GENERALISATA
Kepala
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Thorax
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas atas
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
: BU (+) 6 x/menit
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
Superior
Inferior
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal
09/03/2015
Pemeriksaan
Hb
Albumin
Bilirubin Total
SGOT
Hasil
9.5
21
4.8
62.00
Satuan
mg/dL
mg/dL
mg/dL
U/L
Nilai Normal
11,7-15,5
3.5-5.0
<1.0
10.00-35.00
10/03/2015
Natrium
Kalium
Clorida
123
4.71
102
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L
132-145
3.50-5.50
98-110
RESUME
Tn. R usia 50 thn datang dengan keluhan udem pada ekstremitas inferior dextra sinistra
dan perut membesar sejak 3 hari SMRS. BAK seperti teh, malaise, nafsu makan menurun,
dan nausea. Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (+/+),
Asites (+), shifting dulnes (+), pitting edema ekstremitas inferior dextra & sinistra. Hasil Lab.
Hemoglobin 9.5 g/dL, albumin 2.1 mg/dl, bilirubin total 4.8 mg/dL, SGOT 62.00 mmol/L
DAFTAR MASALAH
1. Edema ekstremitas inferior dextra sinistra dan asites
ASSESMENT
1. Edema ekstremitas inferior dextra sinistra dan asites
S: Bengkak pada kedua tungkai, perut membesar, BAK seperti teh, malaise, nafsu makan
menurun, nausea.
O: TD : 100/70 mmHg, N : 86x/m, RR : 19x/m, N : 86x/m. Sklera ikterik (+/+),
konjungtiva anemis (-/-), shifting dulnes (+), pitting udem ekstremitas inferior dextra
sinistra (+/+). Albumin 2.1 mg/dl, Hemoglobin 9.5 g/dL, bilirubin total 4.8 mg/dL,
SGOT 62.00 mmol/L
A: Edema ekstremitas inferior dextra sinistra dan asites e.c hipoalbuminemia susp sirosis
hepatis.
P: - Diagnosis : Ureum, Creatinin, Urinalisa, Bilirubin direct indirect, faktor pembekuan
darah, USG hepar, Pem. Hepatitis
-
Terapi :
4
non medikamentosa : istirahat dan kurangi aktivitas, diet tinggi protein dan rendah
garam (1gr/hari).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SIROSIS HEPATIS
DEFINISI
Sirosis hati adalah penyakit kronis progresif yang di karakteristikkan oleh
penyebaran inflasi dan fibrosis pada hepar. (Engram, 1999). Sedangkan menurut Smetzler
dan Bare 2002 sirosis hepatitis adalah penyakit hati kronis yang ditandai dengan adanya
kerusakan arsitektur hati yang disertai pembentukan jaringan ikat dan nodul sehingga
merubah struktur dan fungsi hati.
INSIDEN
Insidensi sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hepar alkoholik dan infeksi virus kronik. Di
Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa
pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis
berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1
tahun pada tahun 2004. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis
hepatis sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.4
Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan
dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30
59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun1
Insidensi penyakit ini disebutkan sangat meningkat sejak perang dunia II, sehingga
merupakan sebagai penyebab kematian paling menonjol. Peningkatan ini sebagian
disebabkan oleh insidensi hepatitis virus yang meningkat, namun lebih bermakna karena
asupan alkohol yang sangat meningkat. Alkoholisme merupakan satu-satunya penyebab
terpenting sirosis.7
ETIOLOGI
1
metildopa. Sirosis pascanekrotik, terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
3
biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
Sirosis cardiac. Sirosis ini merupakan sirosis sekunder yang muncul akibat gagal
jantung dengan kongesti vena hepar yang kronis.
Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut lebar yang
menggantikan lobulus.
Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan ukuran
bervariasi dari sangat kecil (garis tengah < 3mm, mikronodul) hingga besar (garis
Beberapa mekanisme yang terjadi pada sirosis hepatis antara lain kematian sel-sel
hepatosit, regenerasi, dan fibrosis progresif. Sirosis hepatis pada mulanya berawal dari
kematian sel hepatosit yang disebabkan
terhadap kematian sel-sel hepatosit, maka tubuh akan melakukan regenerasi terhadap sel-sel
yang mati tersebut. Dalam kaitannya dengan fibrosis, hepar normal mengandung kolagen
interstisium (tipe I, III, dan IV) di saluran porta, sekitar vena sentralis, dan kadang-kadang di
parenkim. Pada sirosis, kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks ekstrasel
mengendap di semua bagian lobulus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan fenestrasinya.
Juga terjadi pirau vena porta ke vena hepatika dan arteri hepatika ke vena porta. Proses ini
pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran endotel yang berlubang dengan pertukaran
bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi vaskular tekanan tinggi, beraliran cepat tanpa
pertukaran zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein antara hepatosit dan plasma akan
sangat terganggu.11,12
7
Ikterus
Metabolisme Bilirubun
Perubahan MetabolismePalmar
Steroideritema
KERUSAKAN HEPAR
Angioma
Ginecomastia
Varises Esofagus
Sintesis Albumin
Hipertensi Portal
Volume Darah
Inaktifasi aldosteron & ADH
Splenomegali
Tekanan Onkotik
Tekanan Hidrostatik
Alkohol adalah suatu penyebab yang paling umum dari cirrhosis, terutam didunia
barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keterautran dari konsumsi
alkohol. Konsumis alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis melukai sel-sel
hati. Tiga puluh persen dari individu-individu yang meminum setiap harinya paling
sedikit 8 sampai 16 ounces minuman keras (hard liquor) atau atau yang sama
dengannya untuk 15 tahun atau lebih akan mengembangkan sirosis.
Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati; dari hati
berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih
serius dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis.
Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merujuk pada suatu spektrum yang lebar
dari penyakit hati yang, seperti penyakit hati alkoholik (alcoholic liver disease),
mencakup dari steatosis sederhana (simple steatosis), ke nonalcoholic steatohepatitis
(NASH), ke sirosis. Semua tingkatan-tingkatan dari NAFLD mempunyai bersamasama akumulasi lemak dalam sel-sel hati. Istilah nonalkoholik digunakan karena
NAFLD terjadi pada individu-individu yang tidak mengkonsumsi jumlah-jumlah
alkohol yang berlebihan, namun, dalam banyak aspek-aspek, gambaran mikroskopik
dari NAFLD adalah serupa dengan apa yang dapat terlihat pada penyakit hati yang
disebabkan oleh alkohol yang berlebihan. NAFLD dikaitkan dengan suatu kondisi
yang disebut resistensi insulin, yang pada gilirannya dihubungkan dengan sindrom
metabolisme dan diabetes mellitus tipe 2. Kegemukan adalah penyebab yang paling
penting dari resistensi insulin, sindrom metabolisme, dan diabetes tipe 2. NAFLD
adalah penyakit hati yang paling umum di Amerika dan adalah bertanggung jawab
untuk 24% dari semua penyakit hati.
Sirosis Kriptogenik, Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh penyebabpenyebab yang tidak teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum untuk
pencangkokan hati. Di-istilahkan sirosis kriptogenik (cryptogenic cirrhosis) karena
bertahun-tahun dokter-dokter telah tidak mampu untuk menerangkan mengapa
sebagain dari pasien-pasien mengembangkan sirosis. Dokter-dokter sekarang percaya
bahwa sirosis kriptogenik disebabkan oleh NASH (nonalcoholic steatohepatitis) yang
disebabkan oleh kegemukan, diabetes tipe 2, dan resistensi insulin yang tetap bertahan
lama. Lemak dalam hati dari pasien-pasien dengan NASH diperkirakan menghilang
dengan timbulnya sirosis, dan ini telah membuatnya sulit untuk dokter-dokter untuk
membuat hubungan antara NASH dan sirosis kriptogenik untuk suatu waktu yang
lama. Satu petunjuk yang penting bahwa NASH menjurus pada sirosis kriptogenik
9
adalah penemuan dari suatu kejadian yang tinggi dari NASH pada hati-hati yang baru
dari pasien-pasien yang menjalankan pencangkokan hati untuk sirosis kriptogenik.
Akhirnya, suatu studi dari Perancis menyarankan bahwa pasien-pasien dengan NASH
mempunyai suatu risiko mengembangkan sirosis yang serupa seperti pasien-pasien
dengan infeksi virus hepatitis C yang tetap bertahan lama.
Bagaimanapun, kemajuan ke sirosis dari NASH diperkirakan lambat dan
diagnosis dari sirosis secara khas dibuat pada pasien-pasien pada umur
enampuluhannya.
3
Hepatitis Virus Yang Kronis adalah suatu kondisi dimana hepatitis B atau hepatitis C
virus menginfeksi hati bertahun-tahun. Kebanyakan pasien-pasien dengan hepatitis
virus tidak akan mengembangkan hepatitis kronis dan sirosis. Contohnya, mayoritas
dari pasien-pasien yang terinfeksi dengan hepatitis A sembuh secara penuh dalam
waktu berminggu-minggu, tanpa mengembangkan infeksi yang kronis. Berlawanan
dengannya, beberapa pasien-pasien yang terinfeksi dengan virus hepatitis B dan
kebanyakan pasien-pasien terinfeksi dengan virus hepatitis C mengembangkan
hepatitis yang kronis, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan hati yang
progresif dan menjurus pada sirosis, dan adakalanya kanker-kanker hati.
10
Primary biliary cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh
suatu kelainan dari sistim imun yang ditemukan sebagian besar pada wanita-wanita.
Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan perusakkan yang kronis
dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu
adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke usus.
Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang mengandung
unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus,
dan juga campuran-campuran lain yang adalah produk-produk sisa, seperti pigmen
bilirubin. (Bilirubin dihasilkan dengan mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel
darah merah yang tua). Bersama dengan kantong empedu, pembuluh-pembuluh
empedu membuat saluran empedu. Pada PBC, kerusakkan dari pembuluh-pembuluh
kecil empedu menghalangi aliran yang normal dari empedu kedalam usus. Ketika
peradangan terus menerus menghancurkan lebih banyak pembuluh-pembuluh
empedu, ia juga menyebar untuk menghancurkan sel-sel hati yang berdekatan. Ketika
penghancuran dari hepatocytes menerus, jaringan parut (fibrosis) terbentuk dan
menyebar keseluruh area kerusakkan. Efek-efek yang digabungkan dari peradangan
yang progresif, luka parut, dan efek-efek keracunan dari akumulasi produk-produk
sisa memuncak pada sirosis.
Primary sclerosing cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak umum yang
seringkali ditemukan pada pasien-pasien dengan radang borok usus besar. Pada PSC,
pembuluh-pembuluh empedu yang besar diluar hati menjadi meradang, menyempit,
dan terhalangi. Rintangan pada aliran empedu menjurus pada infeksi-infeksi
pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang menguning) dan akhirnya
menyebabkan sirosis. Pada beberapa pasien-pasien, luka pada pembuluh-pembuluh
empedu (biasanya sebagai suatu akibat dari operasi) juga dapat menyebabkan
rintangan dan sirosis pada hati.
Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan
sistim imun yang ditemukan lebih umum pada wanita-wanita. Aktivitas imun yang
abnromal pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel
hati (hepatocytes) yang progresif, menjurus akhirnya pada sirosis.
enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus pada akumulasi gulagula dan sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, ketidakhadiran dari suatu enzim
spesifik dapat menyebabkan sirosis dan luka parut pada paru (kekurangan alpha 1
antitrypsin).
9
Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang tidak
umum pada beberapa obat-obat dan paparan yang lama pada racun-racun, dan juga
gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari dunia
(terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan suatu parasit (schistosomiasis)
adalah penyebab yang paling umum dari penyakit hati dan sirosis.
MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1 Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati
mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul. Sirosis
mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada
yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan
makronodular.
2
Makronodular
Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi, mengandung nodul (> 3 mm) yang besarnya juga bervariasi ada nodul
besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi
regenerasi parenkim.
Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
pemeriksaan screening.
Sirosis hati Dekompensata .
Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah
jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.
Berdasarkan etiologi:
1 Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
12
Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
r
Bilirubin(mg %) < 2,0
Albumin(mg %) > 3,5
Protrombin time > 70
2-<3
2,8 - < 3,5
40 - < 70
> 3,0
< 2,8
< 40
(Quick %)
Asites
Min. sedang
Banyak (+++)
Tidak ada
(+) (++)
Stadium 1 & 2
Stdium 3 & 4
Hepatic
Ensephalopathy
MANIFESTASI KLINIS
1
Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Gejala kegagalan hati
ditimbulkan oleh keaktifan proses hepatitis kronik yang masih berjalan bersamaan
dengan sirosis hati yang telah terjadi dalam proses penyakit hati yang berlanjut sulit
dibedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan permulaan sirosis yang terjadi
(sirosis dini ).
Fase kompensasi sempurna pada fase ini tidak mengeluh sama sekali atu bisa juga
keluhan samar-samar tidak khas seperti pasien merasa tidak bugar/ fit merasa kurang
kemampuan kerja selera makan berkurang, perasaan perut gembung, mual, kadang
mencret atau konstipasi berat badan menurun, pengurangan masa otot terutama
pengurangannya masa daerah pektoralis mayor.
13
Pada sirosis hati dalam fase ini sudah dapat ditegakkan diagnosisnya dengan
bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan
manifestasi seperti: eritema palmaris, spider nevy, vena kolateral pada dinding perut,
ikterus, edema pretibial dan asites. Ikterus dengan eir kemih berwarna seperti air
kemih yang pekat mungkin disebabkan oleh penyakit yang berlanjut atau transformasi
ke arah keganasan hati, dimana tumor akan menekan saluran empedu atau
terbentuknya trombus saluran empedu intra hepatik. Bisa juga pasien datang dengan
gangguan pembentukan darah seperti perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus
haid, haid berhenti.
Kadang-kadang pasien sering mendapat flu akibat infeksi sekunder atau
keadaan aktivitas sirosis itu sendiri. Sebagian pasien datang dengan gejala
hematemesis, hematemesis dan melena, atau melena saja akibat perdarahan farises
esofagus. Perdarahan bisa masif dan menyebabkan pasien jatuh ke dalam renjatan.
Pada kasus lain, sirosis datang dengan gangguan kesadaran berupa ensefalopati, bisa
akibat kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut atau akibat perdarahan varises
esofagus.
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit
lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi: perasaan mudah lelah dan lemas,
selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, BB menurun, pada laki-laki
dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan
seksualitas.
Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala yang lebih menonjol terutama
bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut
badan, gangguan tidur, dan demam tidak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya
gangguan pembekuan darah,perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus
dengan warna air kemih seperti teh pekat, muntah darah dan atau melena, serta
perubahan mental seperti lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi sampai koma.
Berikut gejala-gejala umum /manifestasi klinis umum beserta dengan penjelasan
patomekanismenya :
14
Hipertensi Portal
Hati yang normal mempunyai kemampuan untuk mengakomodasi perubahan
pada aliran darah portal tanpa harus meningkatkan tekanan portal. Hipertensi portal
terjadi oleh adanya kombinasi dari peningkatan aliran balik vena portal dan
peningkatan tahanan pada aliran darah portal. Meningkatnya tahanan pada area
sinusoidal vascular disebabkan oleh faktor tetap dan faktor dinamis. Dua per tiga dari
tahanan vaskuler intrahepatis disebabkan oleh perubahan menetap pada arsitektur hati.
Perubahan tersebut seperti terbentuknya nodul dan produksi kolagen yang diaktivasi
oleh sel stellata. Kolagen pada akhirnya berdeposit dalam daerah perisinusoidal.
Faktor dinamis yang mempengaruhi tahanan vaskular portal adalah adanya
kontraksi dari sel stellata yang berada disisi sel endothellial. Nitric oxide diproduksi
oleh endotel untuk mengatur vasodilatasi dan vasokonstriksi. Pada sirosis terjadi
penurunan produksi lokal dari nitric oxide sehingga menyebabkan kontraksi sel
stellata sehingga terjadi vasokonstriksi dari sinusoid hepar. Hepatic venous pressure
gradient (HVPG) merupakan selisih tekanan antara vena portal dan tekanan pada vena
cava inferior. HVPG normal berada pada 3-6 mm Hg. Pada tekanan diatas 8 mmHg
dapat menyebabkan terjadinya asites. Dan HVPG diatas 12 mmHg dapat
menyebabkan munculnya varises pada organ terdekat. Tingginya tekanan darah portal
merupakan salah satu predisposisi terjadinya peningkatan resiko pada perdarahan
varises utamanya pada esophagus.
Pemeriksaan
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Tepi
Kimia Darah
Serologi
4
5
6
7
- FP
Varises, gastropati
Ukuran hati, kondisi v. Porta,
Laparoskopi
splenomegali, ascites,dll
Gambaran makroskopik visualisasi
Biopsi hati
langsung hepar
Dilakukan bila koagulasi
memungkinkan dan diagnosis masih
belum pasti
KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering timbul pada penderita sirosis hati diantaranya adalah:
1
Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan
timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah
pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan
adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa
didahului rasa nyeri di epigastrium.
16
Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma
hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri
yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali.
Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul
sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain,
dan disebut koma hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan
berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses
detoksifikasi berkurang.
Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke
dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan
kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh
karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak
menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
3
Ulkus peptikum
Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis
Karsinoma hepatoselular
17
Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga
PEMERIKSAAN PENUNJANG
18
SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat aminotransferase) dan
SGPT (serum glutamil piruvat transferase) atau ALT (alanin aminotransferase)
meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat dibanding ALT. Namun,
hepatosit.
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan meningkat
immunoglobulin.
Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor koagulan akibat
sirosis
Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya hipertensi porta
b. USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta untuk
melihat adanya asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena
porta, dan sebagai skrinning untuk adanya karsinoma hati pada pasien
sirosis. Biopsi Hati
PENATALAKSANAAN
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk
mengurangi progresi penyakit , menghindari bahan bahan yang biasa menambah
kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma
19
hepatic, berikan diet yang mengandung protein 1gram/kgBB dan kalori sebanyak 20003000 kkal/ hari.
Tatalaksana pasien sirosis hati yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi
progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi
diantaranya alcohol dan bahan bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati
dihentikan penggunaannnya. Pemberian asetaminofen, kolkisisn, dan obat herbal bisa
menghambat kolagenik.
Pada Hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau immunosupresif. Pada
hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi bias menjadi normal dan
diulang sesuai kebutuhan.Pada penyakit hati nonalkoholik , menurunkan berat badan akan
mencegah terjadinya sirosis.
Pada hepatitis B, Interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi
utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100mg secara oral setiap hari
selama satu tahun. Namun pemberian lmivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi
YMDD sehingga terjadi resistensi obat interferon alfa diberikan secara subcutan 3MIU ,
tiga kali seminggu selama 4-6 bulan.
Pada hepatitis C kronis, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi
standar. Interferon diberikan secara suntikan subcutan dengan dosis 5 MIU tiga kali
seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.
Pada pengobatan fibrosis hati : pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah
kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa mendataang, menempatkan sel
stellata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi uatama.
Pengobatan untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata bias merupakan salah satu
pilihan. Interferon mempunyai aktifiats antifibrotik yang dihubungkan dengan
pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memliki efek antiperadangan dan mencegah
pembentukan kolagen , namun belum terbukti dalam penenlitian sebagai antifibrosis dan
sirosis . Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai antifibrosis.
20
Suportif, yaitu :
a
Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites dan demam.
b Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; diet rendah protein (diet hati III :
protein 1 g/kgBB, 55 g protein, 2.000 kalori).
c
Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2.000
mg).
Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3.000 kalori) dan tinggi
protein (80-125 g/hari).
Bila ada tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan
dihentikan (diet hati I) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit
sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh, misalnya : cukup kalori, protein
1gr/kgBB/hari dan vitamin
Pengobatan berdasarkan etiologi. Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C
dapat dicoba dengan interferon.
Causative
Pencangkokan hati efektif dilakukan pada penderita yang sirosisnya telah
berkembang. Tetapi bila penderita tetap mengkonsumsi alkohol atau jika penyebabnya
21
tidak dapat diatasi, maka hati yang dicangkokkan pada akhirnya juga bisa mengalami
sirosis
Telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C
kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti:
a
Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan
RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan
kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi
dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x
seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCVRNA negatif di serum dan jaringan hati.
Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi
seperti:
a
Asites
Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas:
istirahat
diet rendah garam (200-500 mg/hari) : untuk asites ringan dicoba dulu dengan
istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila
Mengurangi sesak
secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya
tinggi maka untuk profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3
minggu.
c. Hepatorenal syndrome
Adapun kriteria diagnostik sindrom hepato-renal dapat kita lihat sebagai berikut :
Major:
Minor:
pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi.
Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Ritriksi cairan,garam,
potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic. Manitol tidak
bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra seluler. Diuretik dengan dosis yang
tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil jelek
pada Childs C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan transplantasi.
Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.
24
darah
Pemberian
obat-obatan
berupa
VitaminK,
Rata-rata 80% pasien pasca transplantasi bisa hidup selama lima tahun
Donor terbatas
Pencegahan
Komplikasi:
Ascites dan edema
Perdarahan gastrointestinal
Varises esofagus
Koma hepatikum
Ensefalophati
Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
Karsinoma hepatoseluler
Gagal hati, kematian
Pengobatan SIROSIS DEKOMPENSATA
Asites : Tirah baring dan diawali dengan diet rendah garam, konsumsi garam
sebanyak 5, 2 gram atau 90 mmol perhari. Diet rendah garam dikombinasikan
dengan obat antidiuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis
100-200 mg sekali sehari. Respons diuretic bias dimonitor dengan penurunan berat
badan 0,5 kg perhari, tanpa adanya edema kai. Atau 1 kg perhari bila ada edema kai.
Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat, bias dikombinasi dengan
furosemid dengan dosis 20-40 mg perhari. Pemberian furosemid bias ditambah
dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160mg /hari. Paresentetis
dilakukan bila asites sangat besar. Engeluaran asites bias hingga 4-6 liter dan
dilindungi dengan pemberian albumin.
Manifestasi Klinis
Kesadaran normal, hanya sedikit ada penurunan daya ingat,
konsentrasi, fungsi intelektual, dan koordinasi.
Gangguan pola tidur
Letargi
Somnolen, disorientasi waktu dan tempat, amnesia
26
Varises Esofagus : sebelum berdarah dan sesudah berdarah bias diberikan obat
penyekat beta (propsnolol). Waktu perdarahan akut, bias diberikan preparat
somatostatin dan oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi
endoskopi.
KESIMPULAN
Sirosis hepatis merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dimana terjadi
fibrosis pada hepar dengan distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodul-nodul
degeneratif. Secara klinis sirosis hepatis dibagi menjadi sirosis kompensata dimana gejala
klinisnya belum tampak nyata dan sirosis dekompensata yang gejala dan tanda klinisnya
27
sudah jelas. Di Indonesia sirosis hepatis paling banyak disebabkan oleh infeksi virus hepatitis
B dan C, tetapi terdapat beberapa etiologi lain meliputi konsumsi alkohol, kelainan
metabolik, kholestasis berkepanjangan, obat-obatan, dan lain-lain.
Hepar memiliki banyak fungsi terutama dalam metabolisme, meliputi metabolisme
karbohidrat, lemak, protein, penyimpanan vitamin, dan menyimpan besi dalam bentuk
ferritin. Pada sirosis hepatis, sel-sel hepatosit mengalami kematian dan digantikan oleh
jaringan fibrotik sehingga fungsinya pun akan terganggu.
Manifestasi klinis dari sirosis akan muncul dikarenakan kerusakan sel-sel hepar
sehingga terjadi kegagalan fungsi hepar dan juga karena hipertensi portal yang terjadi.
Manifestasinya meliputi ikterus, adanya spider naevi, hipoalbuminemia, ascites, varises
esophagus, dan lain-lain. Diagnosis sirosis hepatis dapat ditunjang dengan pemeriksaan
laboratorium seperti SGOT, SGPT, FP, HBsAg, USG abdomen, dan untuk pastinya dapat
dilakukan biopsi hepar.
Sirosis hepatis menimbulkan mortalitas yang tinggi diakibatkan oleh komplikasi yang
ditimbulkan, meliputi hematemesis melena karena pecahnya varises esophagus, peritonitis
bakterial spontan, ensefalopati hepatic, dan lain-lain. Untuk penatalaksanaannya sendiri
meliputi penghindaran terhadap bahan yang dapat menambah kerusakan hati, diet rendah
protein pada ensefalopati hepatic, diuretic pada ascites, antibiotic pada peritonitis bakteri
spontan, dan lain- lain tergantung dari keadaan pasien. Untuk prognosis dari penyakit ini,
dipengaruhi berbagai faktor meliputi etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasinya, dan
adanya penyakit yang menyertai.
DAFTAR PUSTAKA
Braundwald,Eugene. ed. (2001).Chirrosis and alchoholic liver disease: Harrisons
Principles of
Companies,Inc.
28
Raymon, T.C. & Daniel, K.P. 2005. Cirrhosis and its complications in Harrisons
Principles of Internal Medicine 16th Edition. Mc-Graw Hill: USA.
Hadi, Sujono. (2002). Sirosis hati : Gastroenterohepatologi. Bandung : Penerbit PT
Alumni.
Nurdjanah, Siti. (2007). Sirosis Hati : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Sherwood,Lauralee. (2001). Sistem Hepatobilier : Fisiologi Manusia dari Sel ke
Sistem. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, Sylvia Anderson. (2003). Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Fauci, A.S. et all. 2008. Cirrhosis and its complications in Harrisons Principles of
Internal Medicine 17th Edition. Mc-Graw Hill: USA
Putz, R. & Pabst, R. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Batang Badan, Panggul,
Ekstremitas Bawah Edisi 22 Jilid 2. EGC: Jakarta
Junqueira, L.C.,et all. 1997. Histologi Dasar. EGC: Jakarta
Ganong, W.F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta
29