Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
Berbagai penyakit dapat menyerang susunan saraf pusat. Salah satunya adalah
peradangan pada selaput otak, yang sering disebut sebagai meningitis. Meningitis merupakan
penyakit susunan saraf pusat yang dapat menyerang semua orang. Bayi, anak-anak, dan
dewasa muda merupakan golongan usia yang mempunyai resiko tinggi untuk terkena
meningitis. Di Inggris, dilaporkan bahwa 3000 orang terkena meningitis setiap tahunnya, baik
dewasa maupun anak-anak. Dilaporkan juga bahwa satu dari sepuluh orang yang menderita
meningitis akan meninggal, dan sisanya akan sembuh dengan meninggalkan kecacatan.
Berbagai faktor dapat menyebabkan terjadinya meningitis, diantaranya infeksi virus,
bakteri, dan jamur. Sebab lain adalah akibat trauma, kanker, dan obat-obatan tertentu.
Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang belakang, sehingga
dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran bahkan kematian

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya
gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai
peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS) yang disebabkan oleh
bakteri, virus, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Berdasarkan
durasi dari gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut
memberikan manifestasi klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari, sedangkan
meningitis kronik memiliki onset dan durasi bermingu-minggu hingga berbulan-bulan.
Pada banyak kasusu, gejala klini meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya
sangat bervariasi.
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdarakan perubahan yang terjadi pada
cairan otak yaitu meningtis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai
dengan jumlah sel dan protein yang meningkat disertai carian serebrospinal yang jernih.
Penyebab yang peling sering dijumpai adalah kuman tuberculosis dan virus. Meningitis
purulenta atau meningtis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan
eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus.
Meningitis meningococcus merupakan meningitis purulenta yang sering terjadi.
Menigitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater, araknoid
dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang
superfisial. Sedang yang dimaksud Menigitis Purulenta adalah infeksi akut selaput otak
yang disebabkan oleh bakteri dan menimbulkan rekasi purulent pada cairan otak.
Penyakit ini lebih sering di dapatkan pada anak dari pada orang dewasa.
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan lapisan selaput otak yang mengalami radang maka menigitis dibagi menjadi
1. Pakimeningitis
: yang mengalami radang adalah durameter
2. Leptomenigitis : yang mengalami radang adalah araknoid dan piamater.

Berdasarkan penyebab meningitis dibagi menjadi :


1. Menigitis bakterial

Meningitis bakterial merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang


susunan saraf pusat, mempunyai risiko tinggi dalam menimbulkan kematian, dan
kecacatan. Diagnosis yang cepat dan tepat merupakan tujuan dari penanganan
meningitis bakteri.
Meningitis bakteri selalu bersifat purulenta. Pada umumnya meningitis
purulenta timbul sebagai komplikasi dari septikemia. Pada meningitis
meningokokus terjadi di nasofaring, prodomnya ialah infeksi nasofaring, oleh
karena invasi dan multipikasi meningokokus terjadi dinasofaring.
Meningitis purulenta dapat menjadi komplikasi dari otitis media akibat infeksi
kuman-kuman tersebut.
Etiolgi dari meningitis bakterial antara lain :
1) S.pneumoniae : bakteri ini yang paling umum menyebabkan meningitis pada
bayi ataupun anak-anak. Jenis bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi
penumonia, telinga dan rongga hidung (sinus)
2) N.meningitis : Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah
streptococcus pneumonia terjadi akibat adanya ISPA dan kemudai bakteri
masuk kedalam peredaran darah.
3) Group B streptococcus atau S. Agalactiae
4) L. Monocytogenes : ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa
menyebabkan meningitis. Bakteri ini dapat ditemukan dibanyak tempat, dalam
debu dan dalam makanan yang terkontaminasi. Makanan ini biasanya yang
berjneis keju, hot dog dan daging sandwich yang mana bakteri ini berasal dari
hewan lokal (peliharaan)
5) H.influenza : Haemophilus influenza type b adala jenis bakteri yang juga dapat
menyebabkan meningitis. Jenis virus ini sebagai penyebab infeksi pernafasan
bagian atas, telinga bagian dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin telah
membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang
disebabkan bakteri jenis ini.
6) Staphylococcus aureus
Bakterial meningitis merupakan tipe meningitis yang paling sering terjadi.
Tetapi tidak setiap bakteri mempunyai cara yang sama dalam menyebabkan
meningitis. H.influenza dan N.meningitidis biasanya menginvasi dan membentuk
koloni di sel-sel epitel faring. Demikian pula S.pneumoniae, hanya saja
S.pneumonaie

dapat

menghasilkan

immunoglobulin

protease

yang

mengnonaktifkan antibodi local.

Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah S.pneumonaie dan


N.meningitidi. Bakteri tersebut berpindah menginisiasi kolonisasi di nasofaring
dengan menempel di sel epitel nasofaring. Bakteri tersebut berpindah
menyeberangi sel epitel tersebut menuju ke ruang intravaskular atau menginvasi
ruang intravaskular dengan menciptakan ruang di tight junction dari sel epitel
kolumnar. Sekali masuk aliran darah, bakteri dapat menghindari fagositosis dan
neutrofil dan komplemen dengan adanya kapsul polisakarida yang melindungi
tubuh

mereka.

Bloodborne

bacteria

dapat

menjadi

fleksus

koroideus

intraventrikular, menginfeksi langsung sel epitel fleksus koroideus, dan mencapai


akses ke cairan serebrospinal. Beberapa bakteri seperti S.pneumonia dapat
menempel di sel endotelial kapiler serebral dan bermigrasi melewati sel tersebut
lansung menuju cairan serebrospinal. Bakteri dapat bermultiplikasi dengan cepat
dicairan

serebrospinal karena kurang efektifnya

sistem imun dicairan

serebrospinal (CSS). Cairan serebrospinal normal mengandung sedikit sel darah


putih, sedikit protein komplemen, dan immunoglobulin. Kekurangan komlemen
dan immunoglobulin mencegah opsonisasi dari bakteri oleh neutrofil. Fagositosis
bakteri juga diganggu oleh bentuk cair dari cairan serebrospinal itu sendiri.
Persitiwa yang penting dalam patogenesis meningitis bakterial adalah reaksi
inflamasi diinduksi oleh bakteri. Manifestasi-manifestasi neurologis yang terjadi
dan komplikasi akibat meningitis bakterial merupakan hasil dari respon imun
tubuh terhadap zat patogen yang masuk dibandingkan dengan kerusakan jaringan
langsung oleh bakteri. Sehingga cedera neurologis dapat terus terjadi meskipun
bakteri telah ditangani dengan antibodi.
Lisis dari bakteri dan dilepaskannya komponen-komponen dinding sel di
ruang subaraknoid merupakan langkah awal dari induksi respon inflamasi dan
pembentukan eksudat di ruang subaraknoid. Komponen dinding sel bakteri,
seperti molekul lipopolisakarida (LPS) bakteri gram negatif dan asam teikhoic
dan peptidoglikan S.pneumonia, menginduksi inflamasi selaput meningens
dengan menstimulasi produksi sitokin-sitokin inflamasi dan kemokin-kemokin
oleh mikroglia, astrosit, monosit, dan sel leuksoit CSS. Kemudian setelah 1-2 jam
LPS dilepaskan di cairan serebrospinal, sel-sel endotelial dan meningeal,
makrofag, dan mikroglia akan mengeluarkan Tumor Necrosis Factor (TNF) dan
Interlekuin-1 (IL-1) lalu kemudian setelah dilepaskannya sitokin tersebut, akan
4

terjadi peningkatan kandungan protein CSS dan leukositosis. Kemokin (yang


turut menginduksi migrasi leukosit) dan berbagai sitokin inflamasi lainnya juga
diproduksi dan disekresi oleh leukosit dan jaringan yang diinduksi oelh IL-1 dan
TNF.
Kebanyakan patofisiologi dari bakterial meningitis merupakan akibat dari
meingkatnya sitokin CSS dan kemokin. TNF dan IL-1 bekerja sinergis
meningkatkan permeabilitas Blood-Brain Barries (BBB), yang mengakibatkan
edema vasogenik, bocornya protein serum ke ruang subaraknoid. Eksudat di
ruang subaraknoid mengganggu aliran CSS di sistem ventrikular dan mengurangi
reabsorbsi dari CSS di sinus dura, sehingga dapat menyebabkan communicating
edema dan concomintant interstitial edema.
Gambaran klinik yang didapatkan yaitu penyakit berjalan akut, dan pasien
tampak sakit berat. Gejala dimulai dengan demam, muntah-muntah, nyeri kepala,
kejang-kejang, ransang meningens, penurunan kesadaran. Pada meningitis
ptechiae, purpura, syok dan DIC. Ini disebut sebagai waterhouse Frederiksen
Syndrome.
2. Meningitis tuberkulosa
Untuk meningitis tuberkulosa sendiri masih banyak ditemukan di Indonesia
karena morbiditas tuberculosis masih tinggi. Meningitis tuberculosis terjadi
sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberculosis primer, biasanya di paru.
Terjadinya meningitis tuberkulosa bukanlah karena infeksinya selaput otak
langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui
pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsung tulang belakang atau
vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga araknoid. Pada pemeriksaan
histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningoensefalitis.
Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama pada batang otak
tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa
dapat menimbulkan obstruksi pada sistem basalis. Etiologi dari meningitis
tuberkulosa adalah Mycobacterium tuberculosis homonis (terbanyak) dan
Mycobacterium tuberculosis bovi (5%).
Patofisiologi terjadinya meningitis tuberculosis dapat dijelaskan dalam beberapa
hipotesis antara lain :
a. Hipotesis RICH M.tuberculsis keruang subaraknoid
5

b. Fokus RICH adalah focus perkejuan lokal diotak


c. Penyebaran M.tuberculosis dari focus yang dekat menuju ke vertebra menuju
ke ruang subaraknoid
d. Meningitis TBC adalah rekasi radang akut di leptomening dengan eksudat
kuning kehijauan di bassis otak.

BTA masuk tubuh

Tersering melalui inhalasi, jarang pada kulit, saluran cerna

Multiplikasi

Infeksi paru/focus infeksi lain

Penyebaran hematogen

Meningens

Membentuk tuberkel

BTA tidak aktif/doman


Bila daya tahan tubuh lemah

Ruptur tuberkel meningen

Pelepasan BTA keruang subaraknoid

Meningitis
Terjadi

peningkatan

inflamasi

granulomatus

di

leptomeningen

(piamater dan araknoid) dan korteks serebri disekiratnya menyebabkan eksudat


cenderung terkumpul di daerah basal otak.
3. Menigitis karena virus
Disebut juga dengan meningitis aseptik, terjadi akibat akhir/sequel dari berbagai
penyakit yang disebabkan oleh virus seperti campak, mumps, herpes simpleks,
dan herpes zoster. Pada meningitis virus ini tidak terbentuk eksudat dan pada
pemeriksaan cairan serebrospinal tidak ditemukan adanya organisme. Inflamasi
terjadi pada korteks serebri, white matter, dan lapisan meningens. Terjadinya
kerusakan jaringan otak tergantung dari jenis sel yang terkena. Pada herpes
simpleks, virus ini akan mengganggu metabolisme sel, sedangkan jenis virus lain
bisa menyebabkan gangguanproduksi enzim neurotransmiter, dimana hal ini akan
berlanjut terganggunya fungsi sel dan akhirnya terjadi kerusakan neurologis.
Ada 2 rute virus menyerang sistem saraf pusat manusia, yaitu hematogenus
(infeksi enterovirus)dan limfogenus (infeksi Herpeks Simpleks Virus (HSV).
Enterovirus pertama kali menuju ke lambung, bertahan dari keasaman asam
lambung, dan berlanjut ke saluran pencernaan dibawahnya lagi. Beberapa virus
bereplikasi di nasofaring dan menyebar ke kelenjar limfe regional. Setelah virus
menempel ke reseptor di enterosit, virus menembus lapisan epitelialnya dan
melakukan replikasi di sel enterosit tersebut. Dari situ, virus menuju peyer
petches, dimana replikasi yang lebih lanjut terjadi. Kemudian dari situ viremia
enterovirus berkembang ke sistem saraf pusat, hati, jantung, dan sistem
retikuloendotelial. Dan kemudian virus bereplikasi dengan cepat ditempat-tempat
tersebut. Mekanisme enterovirus memasuki SSP diduga dengan cara menembus
BBB tight junction dan memasuki cairan serebrospinal.
Berlawanan dengan enterovirus, infeksi HSV mencapai SSP dengan jalur
neuronal. Pada HSV-1 ensefalitis, virus masuk lewat jalur oral menuju nervus
trigeminal dan olfaktori, sedangkan di HSV-2 aseptic meningitis, virus menyebar
7

dari lesi genital menuju sacral nerve roots menuju meningens. Dari situ, HSV-2
menjadi fase laten dan meunggu untuk reaktivasi menjadi episode aseptik
meningitis.
4. Mengitis karena jamur
Meningitis oleh karena jamur merupakan penyakit yang relatif yarag
ditemukan, namun dengan meningkatnya pasien dengan gangguan imunitas,
angka kejadian meingitis jamur semakin meningkat. Probelm yang dihadapi oleh
para klinisi adalah ketepatan diagnosa dan terapi yang efektif. Sebagai contoh,
jamur tidak langsung dipikirkan sebagai penyebab gejala penyakit/infeksi dan
jamur tidak sering ditemukan dalam cairan serebrospinal. Pasien yang terinfeksi
oleh karena jamur hanya dapat ditemukan dalam beberapa hari sampai minggu
pertumbuhannya. Etiologi dari meningitis jamur adalah Crytococcuc neoformans
dan Coccidioides immitris.
Ada tiga pola dasar infeksi jamur pada susunan saraf pusat yaitu : meningitis
kronis, vaskulitis dan invasi parenkimal. Pada infeksi Cryptococcal jaringan
menunjukan adanya meningitis kronis pada leptomeningen basal ayang dapat
menebal dan mengeras oleh rekasi jaringan penyokong dan dapat mengobstruksi
aliran likuor dari foramen luschka dan magendi sehingga terjadi hidrosefalus.
Pada jaringa otak terdapat substansia gelatinosa pada ruang subaraknoid dan kista
kecil di dalam parenkim yang erletak terutama pada ganglia basalis pada
distribusi arteri lentikulostriata. Lesi parenkimal terdiri dari agregrasi atau gliosis.
Infiltrat meningens terdiri dari sel-sel inflamasi dan fibroblast yang bercampur
dengan Crytococcus. Bentuk granuloma tidak sering ditemukan, pada beberapa
kasus terlihat rekasi inflamasi kronis dan rekasi granulomatosa sama dengan yang
terlihat pada Mycobacterium tuberculosa dengan segala bentuk komplikasinya. 5
C. FAKTOR PEDISPOSISI
Beberapa keadaan merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya mengitis purulenta,
yaitu :
1. Sepsis
2. Kelainan yang berhubungan dengan penekanan rekasi imunologik misalnya
agamaglobulinemis
3. Pemirauan ventrikel (Ventrikulo peritonel shunt) pada hidrosefalus
4. Pungsi lumbal dan anasthesia spinal
5. Infeksi parameningeal
Bila terdapat meningitis purulenta yang sering kambuh, harus dipikirkan keadaankeadaan tersebut diatas.
8

D. ETIOLOGI
Tiap organisme yang masuk kedalam tubuh mempunyai kesempatan untuk
menimbulkan meningitis. Terdapat bakteri-bakteri

tertentu yang menimbulkan

kecenderungan untuk menyebabkan meningitis pada umur-umur tertentu.


Penyebab paling banyak meningitis pada beberapa golongan umur :
1. Neonatus :
- Eserichia coli
- Sterptococcus beta hemolitikus
- Liseria monocytogenes
2. Anak diabawah 4 tahun :
- Haemofilus influenza
- Meningococcus
- Penumococcus
3. Anak diatas 4 tahun dan orang dewasa :
- Meningococcus
- Pneumococcus

E. PATOLOGI
Perubahan patologik pada semua jenis meningitis purulenta adalah sama. Pada
stadium dini satu-satunya kelainan yang dilihat adalah pembendungan pembuluhpemubuluh darah otak yang superfisial dan pembuluh-pembuluh darah pada piamater
serta pembesaran plesus koroideus. Kemudian timbul eksudat pada ruang subaraknoid,
permukaan otak. Eksudat yang purulen bisa juga terdapat pada ventrikel, ruang
subaraknoid medula spinalis sepanjang otak dan saraf spinalis. Setelah beberapa minggu
terjadi pelebaran ventrikel, sering pula terjadi sembab otak yang bila hebat dapat
menyebabkan herniasi jaringan otak.
Secara mikroskopik tampak subaraknoid terisi fibrin dan eksudat purulen yang
sebagian besar mengandung leukosit PMN dan sedikit limfosit serta monosit.
Sebagian besar pembuluh-pembuluh darah melebar, di dalam beberapa diantaranya
terbentuk trombus, sedang yang lainnya pecah. Kuman dapat ditemukan didalam dan
diluar leukosit.
Radang dapat pula mengenai pleksus koroideus dan ependim yang melapisis ventrikel
serta terus meluas sampai ke jaringan subependim. Pada neonatus ventrikel dapat
menjadi sumber bakteri.
F. PATOFISIOLOGI

Meningitis pada umunya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput
otak, misalnya pada penyakit faringitis, tonsilitIs, pneumonia, bronchopneumonia dan
endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari
peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya abses otak,
otitis media, mastoditis, trombosis sinus kavernosus dan sinusitis. Penyebaran kuman
bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedak otak.
Invasi kuman-kuman kedalam ruang subaraknoid menyebabkan reakasi radang pada pia
dan araknoid, CSS dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi
dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke
dalam ruang subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi
pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat
yang

terbentuk

terdiri

dari

dua lapisan,

bagian

luar

mengandung

leukosit

polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag. Proses


radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan
trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Trombosis serta
organisasi eksudat perneural yang fibropurulen menyebabkan kelainan kranial. Pada
meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan
meningitis yang disebabkan oleh bakteri.
Secara umum patofisiologi dari meingitis adalah sebagai berikut :
Agen penyebab

Invasi ke susuna saraf pusat melalui aliran darah

Bermigrasi kelapisan subaraknoid

Respon inflamasi di piamater, araknoid, cairan serebrospinal, dan ventrikel

10

Eksudat menyebar di seluruh saraf kranial dan saraf spinal

Kerusakan neurologis

Selain darai adanya invasi bakteri, virus, jamur, maupun protozoa, masuknya kuman
juga dapat melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak yang peah. Penyebab
lainnya adalah rhinorhea, atorhea pada basis kranial yang memungkinkan kontaknya
CSS dengan lingkunganluar.

Kuman dapat mencapai selaput otak dan ruang subaraknoid melalui :


1. Implantasi langsung, misalnya melalui luka terbuka di kepala, atau luka operasi.
2. Perluasan langsung dari infeksi telinga tengah dan sinus paranasalis
3.
4.
5.
6.

(perkontuinatum).
Lewat aliran darah pada keadaan sepsis (hematogen)
Penyebaran dari abses ekstradural, abses subdural dan abses otak.
Lamina kribrosa osis ethmoidalis pada keadaan rhionora.
Penyebaran dari radang paru (Pneumonia)

G. GEJALA KLINIS
Keluhan utama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan
punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot
ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala
tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. Tanda
kernigs dan Brudzinky positif.
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi,
muntah, kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospnal
(CSS) melalui pungsi lumbal.
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa
sakit pada penderita tidak terlalu berat. Pada umunya, meningitis yang disebabkan oleh
Mumpsvirus

ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh

pembesaran kelenjar parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat.

11

Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit
kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam
makolapapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas.
Gejala yang tampak pada meningtis Coxsakie virus yaitu tampak lesi vesikuler pada
palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit
kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung.
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan
gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas
tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi
dan konstipasi, biasanya selau ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang
dialami lebih kurang 44% anak dengan penyebab Haemophilus influenza, 25% oleh
Streptococcus

pneumoniae, 21%

oleh

sterptococcuc, dan

10%

oleh

infeksi

Meningococcus. 8
Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan
bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat,
malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau
purulen.
Meningitis tuberkulosis terdiri dari tiga stadium :
1. Stadium I atau stadium prodromal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan
nampak seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat
subakut, sering tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung,
berat badan turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggua
dan gangguan kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang
hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri
punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.
2. Stadium II atau stadium transis berlangsung selama 1-3 minggu dengan gejala
penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepela yang hebat dan
kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda ransangan
meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda
peningkata intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat.
3. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan
kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meinggal dunai dalam
wakt tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.
Pemeriksaan ransangan meningeal
1. Pemeriksaan kaku kuduk

12

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan
rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak
dapat disentuh ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi
kepala.
2. Pemeriksaan tanda kernigs
Pasien berbaring terlentang diluruskan tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada
sendi panggul kemudain ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin
tanpa rasa nyeri. Tanda kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai
sudut 1350 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha
biasanya diikuti rasa nyeri.
3. Pemeriksaan tanda brudzinski I
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah
kepala dan tangan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan
cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
4. Pemeriksaan tanda brudzinski II
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif pada paha sendi panggul
(seperti pada pemeriksaan kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan
terjadi fleksi involunter pada sendi panggual dan lutut kontralateral.
Selanjutnya untuk memastikan diagnosis meningitis dilakukan pemeriksaan
mikroskopik likuor serbrospinal yang didaptkan dengan pungsi lumbal pada saat pasien
masuk rumah sakit. Diagnosis dapat diperkuat dengan hasil positif pemeriksaan langsung
sediaan berwarna dibawah mikroskop dan hasil biakan. Namun hasil negatif dari dua
jenis pemeriksaan tersebut tidak merupakan indikasi kontra terhadap pengobatan secara
meningtis purulenta. Pada pemeriksaan cairan likuor serebrospinalis biasanya
didapatkan:
1. Tekanan cairan otak meningkat diatas 180 mmH2O
2. Cairan likuor mulai dari keruh sampai purulent, bergantung pada jumlah
selnya.
3. Jumlah leukosit meingkat antara 1000-10.000/ml, dan 95% terdiri dari sel
PMN, setelah pengobatan dengan antibiotika perbandingan jumlah sel MN
terhadap sel PMN meningkat.
4. Kadar protein meingkat, biasanya diatas 75/100 ml, kadang-kadang sampai
500mg/100ml atau lebih.
5. Kadar gula menurun biasanya lebih rendah dari 40mg/100ml
6. Kadar klorida menurun kurang darai 700mg/100ml
13

Selain pemeriksaan tersebut diatas pemeriksaan dan pembenihan (kultur)


merupakan pemeriksaan yang dapat dipercaya, namun pemeriksaan tersebut biasanya
memerlukan waktu yang agak lama. Pemeriksaan ini terbagi atas :
1. Sediaan basah
Cara ini merupakan pengamatan langsung terhadap mikroorganisme yang
masik hidup yang terdapat dalam cairan likuor serebrospinal, namun pada
pemeriksaan ini biasanya kuman penyenbab jarang ditemukan.
2. Pewarnaan hapusan likuor
Pada pemeriksaan ini dilakukan pewranaan pada sediaan sebelum diamati.
Untuk likuor yang purulen digunakan pengectean gram, sedangkan untuk
likuor yang jernih dipakai pengecetan gram dan pengecetan tahan asam (ziehl
neelsen).
3. Pemeriksaan pada biakan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang akurat untuk menemukan
bakteri penyebab meningitis, sayangnya dapat terjadi kontaminasi dari tabung
dan lain-lain. Pemberian antibiotika sebelumnya juga akan menyulitkan
penemuan kuman penyebab.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk membantu mendiagnosa meningitis
purulenta antara lain :
1. Pemeriksaan antigen bakteri pada cairan otak
Antigen bakteri tertentu calam cairan otak dapat diketahui dengan cepat yaitu
dalam waktu satu jam atau kurang. Walapupun demikian pemulasan gram dan
biakan cairan otak, pemberikan antibiotik sebelumnya dapat menyebabkan
2.

hasil negatif. Jenis-jenis pemeriksaan antigen adalah :


Immuno-elektroforesis arus kontra (Countercurrent immunoelectro-phoresis)
Aglutinasi lateks (Latex aglutinations)
Uji imun enzim (Enzyme immunoassay)
Test pembengkakan (Quellung test)
Lisat amebosit limulus (Limmulus amebocit lysate)
Pemeriksaan darah tepi
Biasanya terdapat kenaikan jumlah leukosit dan pada hitung jenis terdapat

pergeseran kekiri.
3. Pemeriksaan eketrolit darah
Gangguan elektrolit sering

terjadi

karena

dehidrasi.

Disamping

itu

hiponatremia dapat terjadi akibat pengeluaran hormon ADH (anti diuretik


hormon) yang menurun.
4. Pemeriksaan radiologi
Pada foto thorax, mungkin dijumpai sumber infeksi misalnya radang paru atau
abses paru. Pada foto tengkorak mungkin dijumpai sinusitis, mastoiditis. Sutura
14

yang melebar pada anak perlu dicurigai adanya efusi subdural atau abses otak.
Scan tomografi pada meningitis purulenta mungkin akan menunjukan adanya
sembab otak dan hidrosefalus. Scan tomografi ini akan berguna untuk
mengetahui adanya komplikasi seperti abses otak atau efusi subdural.
5. Pemeriksaan EEG
Pemeriksaan dengan elektroensefalografi akan menunjukan perlambatan yang
menyeluruh di kedua hemisfer dan derajatnya sebanding dengan beratnya
radang.
H. KOMPLIKASI
1. Subdural effusion
Terjadi 30% pada anak-anak. Terutama pada anak umur kurang dari 2 tahun. Keadaan
ini dapat menimbulkan kompresi sehingga mengakibatkan pergeseran atau
mendesakan substanis otak. Sebagian besar asimptomatik, hanya dapat diagnosis
melalui Transluminasi, USG dan lain-lain.
Gejala :
- Febris
- Fontanel cembung
- Lingkar kepama membesar
- Penurunan kesadaran
- Papiledema
2. Lesi saraf kranial
Saraf otak yang paling sering terkena adalah N.VIII 8-24% mengalami tuli permanen.
Selain itu yang sering adalah lesi pada N.VI dan N.III
3. Cerebral Infark
Disebabkan oleh trombophlebitis atau arteritis. Trombosis dari vena-vena kecil di
daerah kortikal meinmbulkan infark dan secara klinis timbul gejala neurologis fokal
seperti hemiparese atau kejang. Oklusi arteri besar intrakranial dapat terjadi, dan
puncaknya pada hari ketiga dan ke empat.
4. Kejang
Komplikasi kejang terjadi pada 20%-50% kasus. Bentuk kejang dapat fokal atau
umum. Sering terjadi pada hari kedua sampai hari ke tiga. Patogenesa dari kejang ini
tidak diketahui. Kejang dapat disebabkan keran toksik atau sekunder terhadap adanya
vaskulitis, iritasi kortikal, panas, gangguan elektrolit atau proses immunologis.
5. SIADH
Hiponatremi dapa terjadi pada 20% kasus meningitis pada anak-anak. Pada beberapa
kasus berhubungan dengan pemebrian cairan yang berlebihan, dan yang lain
berhubungan dengan adanya gangguan pengeluaran hormon antidiuretik oleh
hipotalamus (innappropiate antidiuretics hormone)
6. Gangguan intelektual

15

Dari beberapa kasus dilaporkan pada sejumlah anak setelah mengalami meningitis
purulenta ditemukan bahwa mereka mempunyai tingkat kepandaian yang rendah
7. Hidrosefalus
Tejadi akibat sumbatan pada jalannya atau resrbsis atau produksi likuor
serebrospinalis yang berlebihan.
8. Gejala neurologis sisa (sequelle)
Dapat berupa paresis atau paralisis sampai deserebrasi (hilangnya fungsi otak)
I. DIAGNOSA BANDING
1. Perdarahan subaraknoid
2. Meningitis viral
3. Meningitis tuberkulosa
4. Meningitis karena jamur
5. Abses otak
Test

Meningitis purulenta

Meningitis serosa

Meningitis virus
(bakterial )
(tuberkulosa)
Tekanan likuor
Meningkat
Bervariasi
Biasanya normal
Warna
Keruh purulent
Xanthochromia
Jernih
Jumlah sel
1000 / ml
Bervariasi
<100 / ml
Jenis sel
Predominan PMN
Predominan MN
Predominan MN
Kadar proteni
Sedikit meningkat
Meningkat
Normal / meningkat
Kadar glukosa
Normal / menurun
Rendah
Biasanya normal
Kadar klorida
Menurun < 700mg/dl
menurun
Normal
J. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan umum
a. Penderita dirawat di rumah sakit.
b. Mula-mula ciaran diberikan secara infus dalam jumlah yang cukup dan jangan
berlebihan.
c. Bila gelisah diberi secativa seperti Fenobarbital atau penenang
d. Nyeri kepala diatasi dengan analgetika
e. Panas diturunkan dengan :
- Paracetamol
- Asam salisilat
f. Kejang diatasi dengan
- Diazepam
Dewasa
: dosisnya 10-20 mg IV
Anak
: dosisnya 0,5 mg/kg BB IV
- Fenobarbital
Dewasa
: dosisnya 6-120 mg/hari secara oral
Anak
: dosisnya 5-6 mg/kgBB/hari secara oral
- Difenil hidantoin
Dewasa
: dosisnya 300 mg/hari secara oral
Anak
: dosisnya 5-9 mg/kgBB/ hari secara oral
g. Sumber infeksi yang meinbulkan meningitis purulenta diberantas dengan obatobatan atau dengan operasi
h. Kenaikan tekanan intrakranial diatasi dengan :
16

Manitol
Kortikosteroid
Biasanya dipakai deksametason secara IV dengan sosi pertama 10mg lalu

diulangi dengan 4 mg setiap 6 jam.


- Pernafasan diusahan sebaik mungkin dengan membersihkan jalan nafas.
i. Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau (shunting).
j. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25-30 cc setiap hari selama 2-3 minggu,
bila gagal dilakukan operasi.
k. Fisioterapi diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat
2. Pemberian antibiotika
Antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa menunggu hasil
biakan. Baru setelah ada hasil biakan diganti dengan antibiotika yang sesuai. Pada
terapi meningitis diperlukan antibiotikan yang jauh lebih besar daripada konsentrasi
bakterisidal minimal, oleh karena :
a. Dengan menembusnya organisme kedalam ruang sub araknoid berarti daya tahan
host telah menurn.
b. Keadaan likuor serebrospinal tidak mengungtungkan bagi leukosit dan fagositosis
tidak efektif
c. Pada awal perjalanan meningtis purulenta konsentrasi antibodi dan komplemen
likuor rendah.
Pemberian antibiotika dianjurkan secara intravena yang mempunyai spektrum
luas baik terhadap kuman gram positif, gram negatif dan anaerob serta dapat melewati
sawar darah otak (blood brain barier). Selanjutnya antibiotika diberikan berdasarkan
hasil test sensivitas menurut jenis bakteri.
Antibiotikan yang sering dipakai untuk meningitis purulenta adalah :
a. Ampisilin
Dosis :
- Neonatus
: 50-100 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian
- Umur 1-2 bulan : 100-200 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 kali pemerian
- Umur > 2 bulan : 300-400 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 kali pemberian
- Dewasa
: 8-12 gram/hari, dibagi dalam 4 kali pemberian.
b. Gentamisin
Diberikan secara intravena, dosis :
- Prematur
: 5mg/kgBB/hari, diabgi dalam 2 kali pemberian
- Neonatus
: 7,5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 kali pemberian.
- Bayi dan dewasa : 5 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 kali pemberian,
c. Kloramfenikol
Diberikan secara intravena, dosis :
- Prematur
: 25mg/kgBB/hari, diabgi dalam 2 kali pemberian
- Bayi
: 50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian
- Anak
: 100mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 kali pemberian
- Dewasa
: 4-8mg/hari, diabgi dalam 4 kali pemberian.
d. Sefalosporin
17

Diberikan secara intravena


- Sefotaksim, dosis :
Prematur dan neonatus : 50mg/kgBB/hari, 2 kali pemberian
Bayi dan anak
: 50-200mg/kgBB/hari, 2-4 kali pemberian
Dewasa
: 2 gr tiap 4-6 jam.
Bila fungsi ginjal jelek, dosis diturunkan.
- Sefuroksin, dosis :
Anak
: 200mg/kgBB/hari, 4 kali pemberian
Dewasa : 2 gram tiap 6 jam .
3. Meningitis tuberculosi
1) INH : 10-15mg/kgBB/hari.
2) Rifampisin : 600mg (BB>50kg), 450 mg(BB<50kg)
3) Etambutol : 25 mg/kgBB/hari
4) Streptomisin : 1 gr/hari
5) Pirazinamid : 20-35 mg/kgBB/hari
6) Terapi tambahan : kortikosteroid
7) Meningitis stadium II-III. Prednison selama 3-4 minggu lalu ditappering off
8) Dexametason 10 mg IV kemudian 4mg tiap 6 jam

Bila dilakukan kultur dan bakteri penyebab dapat ditemukan, biasanya antibiotik
yang digunakan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut ini :
No
1.
2.
3.
4.

5.

Kuman penyebab
H. influenza
S. pneumoniae
N. meningitidis
S. aureus

S. epidermitis
Enterobacteriaceae

Pilihan pertama
Ampisillin
Penisillin G
Penisillin G
Nafosillin

Alternatif lain
Cefotaksim
Kloramfenikol
Kloramfenikol
Vancomisin
Ampisillin bila
sensitif dan atau

Sefotaksim

ditambah
aminoglikosida secara
itrateca

6.
7.
8.
9.

Pseudomonas
Streptococcus Group

Pipersillin +
Tobramisin
Penicillin G

A/B
Streptococcuc Group

Ampisilin +

Gentamisin

L Monocytogenes

Ampisilin

Sefotaksim
Vankomisin

Trimetroprim
sulfametoksasol

K. PROGNOSIS
18

Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada :


1. Umur
Anak
: makin muda makin jelek prognosisnya
Dewasa
: makin tua makin jelek prognosisnya
2. Kuman penyebab
3. Lama penyakit sebelum diberikan antibiotika
4. Jenis dan dosis antibiotika yang diberikan
5. Penyakit yang menjadi faktor predisposisi
Pada banyak kasus, penderita meningitis yang ringan dapat sembuh sempurna
walaupun proses penyembuhan memerlukan waktu yang lama. Sedangkan pada kasus
yang berat, dapat terjadi kerusakan otak dan saraf secara permanen, dan biasanya
memerlukan terapi jangka panjang.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis
purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa).
Lima puluh persen meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan seperti ketulian,
keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan mental, dan 5-10% penderita
mengalami kematian. Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada
umumnya tinggi. Penderita meningitis karena virus baisanya menunjukan gejala klini yang
lebih ringan, penurunan kesadaran jarang ditemukan.

BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Baozier F, Anggraeni R, Hartono P. Pedoman Diagnosis dan terapi UPF Ilmu Penyakit

2.
3.
4.
5.
6.

Saraf; Meningitis bakterial. 2004. Surabaya:RSUD Dokter Soetomo.


Harsono. Meningitis Kapita Selekta Neurologi. 2003. Jakarta:Erlangga
Japardi, Iskandar. Meningitis meningococcus. USU digital library
MarjonoM, Shidarta P. Neruologi Klinis Dasar.2006. Jakarta: Dian Rakyat
Price SA, Wilson LM. Gangguan Sistem Neurologis. 2006. Jakarta:EGC
Razonables R.R. 2005. Meningitis. Division of Infectious Diseases Departement of
Medicine. Mayo Clinic College of Medicine.

19

20

Anda mungkin juga menyukai

  • Trauma Okuli Hifema
    Trauma Okuli Hifema
    Dokumen11 halaman
    Trauma Okuli Hifema
    Vira Ngedihu
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen29 halaman
    Bab I
    Vira Ngedihu
    Belum ada peringkat
  • Trauma Okuli
    Trauma Okuli
    Dokumen30 halaman
    Trauma Okuli
    De Hidayat
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Pustaka
    Tinjauan Pustaka
    Dokumen17 halaman
    Tinjauan Pustaka
    Ahmad Faizal Zain
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen29 halaman
    Bab I
    Vira Ngedihu
    Belum ada peringkat
  • Cover CA Mamae
    Cover CA Mamae
    Dokumen1 halaman
    Cover CA Mamae
    Vira Ngedihu
    Belum ada peringkat
  • Herpes Zoster Oftalmika
    Herpes Zoster Oftalmika
    Dokumen12 halaman
    Herpes Zoster Oftalmika
    Vira Ngedihu
    Belum ada peringkat
  • Case Report 3
    Case Report 3
    Dokumen29 halaman
    Case Report 3
    Vira Ngedihu
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen17 halaman
    Bab 1
    Vira Ngedihu
    Belum ada peringkat
  • PTERIGIUM
    PTERIGIUM
    Dokumen21 halaman
    PTERIGIUM
    Zyad Kemal
    Belum ada peringkat
  • Referat-Keratosis Seboroik
    Referat-Keratosis Seboroik
    Dokumen24 halaman
    Referat-Keratosis Seboroik
    Anwarusy Syamsi
    100% (2)
  • BAB 1 - Pendahuluan
    BAB 1 - Pendahuluan
    Dokumen7 halaman
    BAB 1 - Pendahuluan
    Vira Ngedihu
    Belum ada peringkat
  • Struma
    Struma
    Dokumen4 halaman
    Struma
    Vira Ngedihu
    Belum ada peringkat
  • Struma
    Struma
    Dokumen4 halaman
    Struma
    Vira Ngedihu
    Belum ada peringkat
  • DODI - PBL Endokrin
    DODI - PBL Endokrin
    Dokumen2 halaman
    DODI - PBL Endokrin
    Vira Ngedihu
    Belum ada peringkat
  • Teks Lagu Padi
    Teks Lagu Padi
    Dokumen1 halaman
    Teks Lagu Padi
    Vira Ngedihu
    Belum ada peringkat
  • PANKREAS
    PANKREAS
    Dokumen12 halaman
    PANKREAS
    Vira Ngedihu
    100% (1)
  • Gagal Jantung Kongestif
    Gagal Jantung Kongestif
    Dokumen5 halaman
    Gagal Jantung Kongestif
    Vira Ngedihu
    Belum ada peringkat