Anda di halaman 1dari 2

Hubungan Paradigma dengan Perkembangan pangan di Indonesia

Berbicara perihal perkembangan pangan merupakan hal vital yang


menjadi parameter maju mundurnya sebuah negara. Sebuah negara dengan
predikat negara maju, pasti telah memenuhi syarat ketahanan pangan yang baik
serta dengan memberdayakan segala sumber daya yang dimiliki dengan
meminimalisir ketergantungan pada negara lain atau dengan kata lain impor.
Indonesia sebagai pemegang peringkat ke-4 dengan jumlah penduduk 250
juta jiwa di dunia yang sedang berkembang serta seiring berjalannya waktu,
peningkatan penduduk yang cepat dan angka penduduk yang tinggi ini
memaksa Indonesia menciptakan ketahanan pangan sebagai wahana penguatan
stabilitas ekonomi dan politik, jaminan ketersediaan pangan, dengan harga
terjangkau dan menjanjikan untuk mendorong peningkatan produksi. Permintaan
pangan yang terus meningkat seiringnya dengan pertambahan jumlah penduduk
setiap harinya, mendorong percepatan produksi pangan dalm rangka stabilisasi
harga dan ketersediaan pangan, sehingga katahanan pangan sangat terkait
dengan kemampuan pemerintah untuk menjaga stabilisasi penyediaan pangan
serta daya dukung sektor pertanian.
Kepadatan penduduk yang diperkuat dengan penyusutan areal tanam,
khusuusnya penurunan luas lahan pertanian produktif akibat konversi lahan
untuk kepentingan sektor non-pertanian, serta adanyan kendala dalam distribusi
pangan sebagai akibat keterbatasan jangkauan jaringan sistem transportasi,
ketidaktersediaan produk pangan akibat lemahnya teknologi pengawetan
pangan dan pengolahan pangan sehingga lebih banyak mengekspor bahan
mentah di banding produk olahan pangan yang lebih berdaya nilai jual tinggi di
banding produk mentah. Kondisiyang demikian semakin memperpanjang
fenomena kemiskinan dan ketahanan pangan yang di hadapi.
Berdasarkan peta orang lapar yang di buat oleh Food and Aagricluture
Organization (FAO), Hampir di seluruh wilayah Indonesia termasuk daerah rawan
atau miskin. Sementara itu, Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan,
pada pasal 1 ayat 17, menyebutkan Ketahanan pangan adalah kondisi
terpenuhinya pangan rumah tangga ang tercermin dari tersedianya pangan
cukup baik dalam jumlah maupun mutunya, aman , merata, dan terjangkau.
Kondisi saat ini, pemenuhan pangan sebagai hak dasar masih merupakan salah
satu permasalahan mendasar dari berbagai permasalahan yang ada di
Indonesia.
Data yang digunakan MDGs dalam indikator kelaparan, hampir dua-pertiga
dari penduduk Indonesia masih berada di bawah asupan kalori sebanyak 2100
kalori/kapita/hari. Hal ini menunjukan bahwa permasalahn kecukupan kalori,
disamping menjadi permasalahan masyarakat miaskin ternyata juga dialami oleh
kelompok masyarakat lainnya yang berpendapatan tidak jauh diatas garis
kemiskinan.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009
menggambarkan masih terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, yaitu belum
terpenuhinya pangan yang layak dan memenuhi syarat gizi bagi masyarakat

miskin, rendahnya kemampuan daya beli, masih rentannya stabilitas


ketersediaan pangan secara merata dan harga yang terjangkau, masih
ketergantunga yang tinggi terhadap makanan pokok beras, kurangnya
diversfikasi pangan, belum efisiensinya proses produksi pangan serta rendahnya
harga jual yang di terima petani, masih ketergantungan terhadap import pangan.
Berkaca dari struktur permasalahan di Indonesia mengenai pangan yang
menyangkut hajat hidup orang banyak, pasti memerlukan penangan serius dari
berbaagai pihak terkait. Menghaadapi berbagai permasalahan yang di
ungkapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dimulai dari
menyelesaikan masalah yang paling mendasar lalu beranjak ke permasalahan
yang lebih kompleks lagi agar semuanya tersusun rapi dan terwujudnya
katahanan pangan hingga kemandirian pangan sehingga menekan angka import
yang tinggi di negara ini.
Sesuai dengan perrkembangan era globalisasi dan liberalisasi
perdagangan, beberapa koomoditas pangan telah menjadi komoditas yang
semakin strategis, karena dinamika ketidakpastian dan ketidakstabilan produksi
nasionalnya, sehingga tidak senantiasa dapat mengandalkan pada ketersediaan
pangan di pasar dunia. Oleh karena itu, sebagian besar negara-negara
menetapkan Sistem Ketahanan Pangan untuk kepentingan dalam negerinya,
termasuk Indonesia.
Oleh

: Linda Octaviani

NIM

: 14104001

Mahasiswa

: Agroekoteknologi, Universitas Trilogi

Anda mungkin juga menyukai