PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemampuan dari seluruh organisme untuk berfungsi secara normal tergantung pada
terpeliharanya suatu lingkungan interna yang stabil. Istilah lingkungan interna terutama
merujuk pada kandungan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Agar setiap individu sehat, tubuh
harus mengandung konsentrasi cairan dan elektrolit yang semestinya (Sacharin, 1996).
Keseimbangan cairan dan elektrolit pada anak yang sehat dikendalikan oleh mekanisme
sistem saraf dan hormonal yang memungkinkan masuknya berbagai cairan, mineral, dan zat gizi
yang relatif tidak teratur. Bila kehilangan cairan dan elektrolit melalui kulit, saluran cerna, dan
saluran kencing tidak meningkat, maka kebutuhan dasar cukup memadai. Kehilangan cairan dan
elektrolit yang abnormal melalui saluran cerna, ginjal, atau kulit bila tidak diganti, dapat
menimbulkan dehidrasi, gangguan elektrolit, dan/atau ketidakseimbangan asam-basa (Insley,
2005).
Perubahan terjadi pada volume air tubuh total, volume ekstraselular (CES) dan volume
cairan intraselular (CIS) selama transisi dari kehidupan fetal ke pascanatal. Saat lahir, 73% dari
berat badan total bayi adalah cairan, dibandingkan dengan 58% pada dewasa. Bayi secara
proporsional memiliki rasio cairan ekstraselular yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang
dewasa. Konsekuensinya, kadar natrium dan klorida tubuh total lebih tinggi, dan kadar kalium,
magnesium, dan fosfat lebih rendah (Wong, 2009).
Aspek yang sangat penting dari keseimbangan cairan dan elektrolit adalah hubungannya
dengan sistem lain. Di samping kecepatan pertukaran cairan sebanyak tujuh kali lebih cepat
dibandingkan dengan orang dewasa, laju metabolisme pada bayi dua kali lebih cepat terkait berat
badannya. Akibatnya, terbentuk dua kali lebih banyak asam yang mempercepat terjadinya
asidosis. Selain itu, ginjal yang imatur belum mampu mengosentrasikan urin secara memadai
untuk mempertahankan cairan tubuh. Ketiga faktor tersebut membuat bayi cenderung rentan
terhadap dehidrasi, asidosis, dan hidrasi berlebihan (Wong, 2009).
1.2 Tujuan
Setelah mempelajari makalah ini, mahasiswa mampu untuk:
Memahami asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan cairan dan elektrolit.
Memahami asuhan keperawatan pada anak dengan luka bakar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Cairan dan Elektrolit
2.1.1 Distribusi Cairan Tubuh
Cairan total tubuh dijelaskan dalam persentase berat badan, persentase ini beragam
pada setiap usia.
Pada bayi baru lahir, cairan total tubuh adalah 80% berat badan.
Pada usia 3 bulan, cairan total tubuh adalah 70% berat badan.
Pada usia 3 tahun, cairan total tubuh adalah 65% berat badan.
Pada usia 15 tahun, cairan total tubuh adalah 60% berat badan.
Cairan total tubuh terdiri atas cairan dan elektrolit yang didistribusikan di antara
kompartemen cairan ekstraselular (CES) dan cairan intraselular (CIS). Cairan intraselular
mencakup seluruh cairan di dalam dinding sel, kalium merupakan elektrolit utama CIS.
Cairan ekstraselular mencakup semua cairan yang berada di luar dinding sel, natrium
2 ANAK DENGAN GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
merupakan elektrolit utama CES. Cairan ekstraselular dikelompokkan lagi dalam dua
bentuk, yaitu cairan interstisial dan cairan intravaskular (Muscari, 2005).
Proporsi cairan tubuh berdasarkan usia (Tamsuri, 2009):
Jenis
Usia 3 Bulan
Usia 3 Tahun
Usia 15 Tahun
40%
40%
40%
40%
5%
5%
5%
5%
35%
25%
20%
15%
80%
70%
65%
60%
Cairan
Intraselular
Cairan Ekstra-
Plasma
selular
Cairan
Interstisial
Total Cairan
2.1.2
Kebutuhan meningkat saat demam, diare, muntah, diabetes insipidus, gagal ginjal dengan
haluaran tinggi, luka bakar, syok, dan takipnea. Kebutuhan menurun pada gagal jantung
kongestif (CHF), gagal ginjal oligurik, peningkatan tekanan intrakranial (TIK), ventilasi
mekanis, sindrom ketidaksesuaian hormon antidiuretik [SIADH], dan pascaoperasi
(Muscari, 2005).
2.1.3
mukosa) dan kulit anak. Faktor yang meningkatkan IWL: prematuritas, kelembapan
lingkungan yang rendah, suhu lingkungan yang tinggi, hipertermia, peningkatan aktivitas
motorik dan menangis, fototerapi, kerusakan kulit, takipnea, serta dukungan pernapasan
tanpa gas yang melembapkan. Faktor yang menurunkan IWL: mengenakan pembalut ke
kulit bayi untuk mencegah kerusakan kulit, meningkatkan kelembapan lingkungan 40%50%, selimut plastik dan pelindung panas, serta dukungan pernapasan dengan gas yang
melembapkan (Haws, 2008).
3 ANAK DENGAN GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
hilang.
Ginjal dan sistem pengaturan homeostatik (buffer) yang belum sempurna.
Kehilangan banyak cairan yang tidak disadari.
Tidak mampu menggigil atau mengeluarkan keringat untuk mengendalikan suhu tubuh.
2.2.1 Dehidrasi
A. Penjelasan
1) Dehidrasi adalah kehilangan cairan dari jaringan tubuh yang berlebihan. Dehidrasi
merupakan gangguan yang umum terjadi pada bayi dan anak-anak ketika haluaran
cairan total melebihi asupan cairan total.
4 ANAK DENGAN GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
sakit.
Dehidrasi sedang dicirikan dengan kehilangan 5% sampai 10% dari berat
sering terjadi.
Dehidrasi hipertonik dicirikan dengan kehilangan cairan melebihi
kehilangan elektrolit.
Dehidrasi hipotonik dicirikan dengan kehilangan sejumlah elektrolit
melebihi kehilangan cairan.
B. Etiologi
1) Dehidrasi dapat disebabkan oleh kehilangan air yang tidak disadari pada kulit dan
saluran pernapasan, peningkatan ekskresi cairan pada ginjal dan gastrointestinal
(GI), atau penurunan asupan cairan.
2) Kemungkinan penyebab dehidrasi antara lain: muntah dan diare yang berlebihan,
asupan cairan yang tidak cukup, ketoasidosis diabetik, luka bakar berat, demam
tinggi berkepanjangan, hiperventilasi.
C. Patofisiologi
1) Dehidrasi isotonik
a. Kehilangan cairan terutama melibatkan komponen ekstrasel dan volume darah
sirkulasi, menyebabkan anak rentan terhadap syok hipovolemik.
b. Kadar natrium serum menurun atau tetap dalam batas normal; kadar klorida
menurun; dan kadar kalium tetap normal atau menurun.
2) Dehidrasi hipertonik
a. Kehilangan air yang berlebihan dibandingkan elektrolit, mengakibatkan
perpindahan cairan dari kompartemen intrasel ke ekstrasel, yang dapat
menyebabkan gangguan neurologis seperti kejang.
b. Kadar natrium serum meningkat; kadar kalium serum bervariasi; dan kadar
klorida meningkat.
3) Dehidrasi hipotonik
5 ANAK DENGAN GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
a.
Ringan
< 5%
Pucat
Menurun
Kering
Menurun
Normal
Denyut nadi
Normal atau
Derajat Dehidrasi
Sedang
5-9%
Abu-abu
Tidak elastis
Sangat kering
Oliguria
Normal atau
semakin rendah
Meningkat
Berat
10 %
Bercak-bercak
Sangat tidak elastis
Pecah-pecah
Oliguria nyata
Semakin rendah
Cepat dan panjang
meningkat
E. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik:
Urinalisis akan menunjukkan urin yang terkonsentrasi dengan berat jenis tinggi (>
1) Etiologi
Kehilangan abnormal melalui ginjal, GI, dan kulit, perpindahan cairan plasma ke
interstisial, hemoragi, perubahan asupan; kekurangan cairan.
2) Manifestasi klinis
Lemah, muntah, konstipasi, oliguria, penurunan TD, peningkatan frekuensi jantung,
turgor kulit buruk, lidah kering dan kasar, mata cekung, vena leher kempes,
penurunan berat badan akut, penurunan air mata, depresi fontanel anterior.
3) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
Nitrogen urea darah (BUN) meningkat.
Hematokrit; meningkat pada dehidrasi dan menurun pada perdarahan.
Berat jenis urin meningkat.
Gas darah arteri (GDA); rendah pada asidosis dan tinggi pada alkalosis.
4) Penanganan
Pemulihan volume cairan normal dan koreksi gangguan penyerta asam-basa dan
elektrolit.
Perbaikan perfusi jaringan pada syok hipovolemik.
Rehidrasi oral.
Tindakan terhadap penyebab dasar.
B. Hipervolemia
Hipervolemia adalah suatu keadaan dimana terjadinya penambahan volume cairan
ekstraselular (CES).
1) Etiologi
Retensi natrium dan air, fungsi ginjal abnormal, kelebihan pemberian cairan IV,
perpindahan cairan interstisial ke plasma.
2) Manifestasi klinis
Sesak napas, ortopnea, edema, peningkatan berat badan, peningkatan TD, nadi kuat,
asites, krekles, ronki, mengi, kulit lembab, distensi vena leher, takikardia.
3) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
Hematokrit menurun.
BUN meningkat pada gagal ginjal.
Natrium dan osmolalitas serum menurun.
Natrium urin meningkat.
Berat jenis urin menurun.
4) Penanganan
Pembatasan natrium dan air.
Terapi diuretik.
2.2.3
KALSIUM
A. Hipokalsemia
Hipokalsemia adalah suatu keadaan dimana kalsium serum total (tCa) < 7 mg/dL atau
kalsium terionisasi dalam serum (iCa) < 4,4 mg/dL (1,1 mmol/L).
1) Etiologi
Peningkatan kehilangan kalsium dalam cairan tubuh, defisiensi vitamin D,
hiperfosfatemia, hipoparatiroidisme, hipomagnesemia, pankreatitis akut.
2) Manifestasi klinis
Iritabilitas, gelisah, tetani berat, refleks hiperaktif, rakitis, fraktur tulang (pada
keadaan kronis).
3) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
Kadar kalsium serum total < 7 mg/dL.
Kadar kalsium serum terionisasi < 4,4 mg/dL.
Hormon paratiroid menurun.
Kadar magnesium dan fosfor: dapat diperiksa untuk mengidentifikasi penyebab
potensial hipokalsemia.
4) Penanganan
Pengobatan penyebab dasar.
Penggantian kalsium PO atau IV.
Penanganan akut tetani adalah bolus IV kalsium glukonat 10% (1-2 mL/kg
B. Hiperkalsemia
Hiperkalsemia adalah suatu keadaan dimana kalsium serum total (tCa) > 11 mg/dL
atau kalsium terionisasi dalam serum (iCa) > 5,4 mg/dL (1,36 mmol/L).
1) Etiologi
Peningkatan asupan kalsium, sindrom Fanconi (gangguan disfungsi tubular ginjal
proksimal), hipervitaminosis D, hiperparatiroidisme, terapi diuretik tiazid.
2) Manifestasi klinis
Letargi, kram perut, mual dan muntah, kejang, poliuria, batu ginjal, tak mau
minum, berat badan tak bertambah, nyeri tulang, fraktur.
3) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
Kadar kalsium serum total > 11 mg/dL.
Kadar kalsium serum terionisasi > 5,4 mg/dL.
Hormon paratiroid meningkat.
Temuan sinar x: dapat menunjukkan adanya osteoporosis rongga tulang atau
batu ginjal.
4) Penanganan
Pengobatan penyebab dasar.
8 ANAK DENGAN GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
MAGNESIUM
A. Hipomagnesemia
Hipomagnesemia adalah suatu keadaan dimana kadar magnesium serum < 1,52 mEq/L
(0,75 mmol/L).
1) Etiologi
Kehilangan melalui urin: hiperkalsemia, diuretik, kehilangan melalui GI: muntah,
diare, sindrom malabsorpsi, hiperparatiroidisme, hiperaldosteron, malnutrisi
protein-kalori.
2) Manifestasi klinis
Tremor, iritabilitas, hiperrefleksia, kejang, anoreksia, mual dan muntah, parestesia.
3) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
Kadar magnesium serum < 1,52 mEq/L.
Kadar albumin serum menurun.
Kadar kalium serum menurun.
4) Penanganan
Pemberian magnesium sulfat parenteral.
B. Hipermagnesemia
Hipermagnesemia adalah suatu keadaan dimana kadar magnesium serum > 2,3 mEq/L
(1,15 mmol/L).
1) Etiologi
Pemberian antasid mengandung magnesium, pemberian magnesium sulfat
prenatal, penurunan ekskresi magnesium.
2) Manifestasi klinis
Tak mau minum, kelambatan motilitas GI dan buang air besar, distensi abdomen,
letargi, hipotonia, depresi pernapasan.
3) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
Kadar magnesium serum > 2,3 mEq/L.
4) Penanganan
Hilangkan pemberian magnesium.
Tunda pemberian makanan enteral sampai anak memperlihatkan kemampuan
FOSFOR
9 ANAK DENGAN GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
A. Hipofosfatemia
Hipofosfatemia adalah suatu keadaan dimana kadar fosfor serum < 4 mg/dL (1,29
mmol/L).
1) Etiologi
Rakitis/osteopenia pada prematuritas, asupan fosfor tak adekuat, hipofosfatemia
familial (sidrom Fanconi, hipofosfatemia terkait-X, dan rakitis resisten terhadap
vitamin D).
2) Manifestasi klinis
Demineralisasi tulang, kejang, letargi.
3) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
Kadar fosfor serum < 4 mg/dL.
Kadar hormon paratiroid tinggi.
Kadar magnesium menurun.
4) Penanganan
Tingkatkan asupan kalsium dan fosfor.
Fosfat suplemental oral.
B. Hiperfosfatemia
Hiperfosfatemia adalah suatu keadaan dimana kadar fosfor serum > 7 mg/dL (2,26
mmol/L).
1) Etiologi
Gagal ginjal,
peningkatan
asupan
parenteral,
defek
regulasi
hormon:
hipoparatiroidisme
2) Manifestasi klinis
Hipokalsemia, anoreksia, mual dan muntah, kejang, takikardia.
3) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
Kadar fosfor serum > 7 mg/dL.
Kadar hormon paratiroid rendah.
4) Penanganan
Kurangi asupan fosfor parenteral.
Ganti dengan formula rendah fosfor.
Berikan suplementasi kalsium.
KALIUM
A. Hipokalemia
Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana kadar kalium serum < 3,5 mEq/L.
1) Etiologi
Hiperaldosteronisme, diuretik atau kehilangan urin abnormal, peningkatan
kehilangan melalui GI: muntah, diare, drainase NG, stenosis pilorik, peningkatan
NATRIUM
A. Hiponatremia
Hiponatremia adalah suatu keadaan dimana kadar natrium serum < 130 mEq/L.
1) Etiologi
Kehilangan melalui GI: diare, muntah, fistula, penghisapan NG. Kehilangan
melalui ginjal: diuretik, gagal ginjal, insufisiensi adrenal. Kehilangan melalui kulit:
luka bakar, drainase luka. Produksi berlebihan dari hormone antidiuretik, gagal
jantung kongestif, sirosis, sindrom nefrotik, pemberian cairan hipotonik
berlebihan, oliguria, polidipsia.
2) Manifestasi klinis
Edema, kejang, turgor kulit buruk, membran mukosa kering, haluaran urin
berkurang, peningkatan berat jenis urin, fontanel cekung.
3) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
Kadar natrium serum < 130 mEq/L.
Osmolalitas serum menurun.
Berat jenis urin menurun.
Natrium urin menurun.
4) Penanganan
Perbaiki defisit natrium secara parenteral.
Pembatasan cairan dengan kelebihan beban cairan dan SIADH.
Tingkatkan asupan natrium.
B. Hipernatremia
Hipernatremia adalah suatu keadaan dimana kadar natrium serum > 150 mEq/L.
1) Etiologi
Dehidrasi: air terlalu sedikit dan peningkatan kehilangan cairan tak disadari
melalui kulit dan paru, peningkatan asupan natrium, tenggelam dalam air yang
mengandung garam.
2) Manifestasi klinis
Haus berat (dehidrasi), lemah, gelisah, tonus buruk, iritabilitas, kejang, gagal
napas.
3) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
Kadar natrium serum > 150 mEq/L.
Osmolalitas serum meningkat.
Berat jenis dan osmolalitas urin meningkat.
4) Penanganan
Penggantian dengan air bebas garam.
KLORIDA
A. Hipokloremia
Hipokloremia adalah suatu keadaan dimana kadar klorida serum < 90 mEq/L.
1) Etiologi
Berkurangnya asupan dan peningkatan pengeluaran dari sumber GI atau ginjal
(muntah berkepanjangan atau aspirasi NG; kehilangan melalui ginjal akibat terapi
diuretik).
2) Manifestasi klinis
Alkalosis metabolik, hipokalemia, dan gagal tumbuh.
3) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
Kadar klorida serum < 90 mEq/L.
Kadar kalium rendah.
4) Penanganan
Ganti kehilangan melalui NG.
Koreksi alkalosis dan pertimbangkan untuk mengganti terapi diuretik.
B. Hipekloremia
Hiperkloremia adalah suatu keadaan dimana kadar klorida serum > 115 mEq/L.
1) Etiologi
Asupan klorida meningkat (pemberian NaCl berlebihan), diare, asidosis tubular
ginjal.
2) Manifestasi klinis
Asidosis metabolik hiperkloremik.
3) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
Kadar klorida serum > 115 mEq/L.
4) Penanganan
Hentikan pemberian NaCl.
Ganti kehilangan air-bebas.
2.2.4
kondisi demam tinggi pada bayi dan anak yang lebih kecil. Gangguan ini juga dapat terjadi
akibat komplikasi gangguan pernapasan, endokrin, ginjal, dan metabolik.
Intervensi penting untuk menangani anak dengan ketidakseimbangan asam basa
sampai gangguan utama teratasi adalah sebagai berikut:
Memberikan hidrasi yang adekuat.
Mengganti elektrolit yang hilang.
Mengoreksi ketidakseimbangan asam basa.
13 ANAK DENGAN GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
A. Asidosis respiratorik
Asidosis respiratorik terjadi akibat hilangnya atau tidak adekuatnya ventilasi pulmonal
yang menyebabkan peningkatan kadar PCO2 (PaCO2 > 40 mmHg) dan penurunan pH
plasma (pH < 7,4).
1) Etiologi
Penyakit pernapasan akut: pneumonia, ARDS. Depresi pusat pernapasan,
pneumothoraks, asfiksia, kerusakan otot pernapasan.
2) Manifestasi klinis
Dispnea, gelisah, letargi, peningkatan frekuensi jantung dan pernapasan,
diaphoresis, sianosis, koma.
3) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
pH plasma rendah.
Kadar PCO2 meningkat.
Kadar HCO3 meningkat.
Sinar x: menentukan adanya penyakit pernapasan yang mendasari.
4) Penanganan
Pengobatan gangguan dasar.
Sokong fungsi pernapasan (intubasi dan ventilasi mekanik).
B. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik terjadi akibat peningkatan asam atau kehilangan basa dan
mengakibatkan penurunan pH plasma (pH < 7,4) serta penurunan konsentrasi HCO3 plasma
(HCO3 < 22 mEq/L).
1) Etiologi
Penyakit ginjal, ketoasidosis, kegagalan pernapasan dan sirkulasi, gangguan
herediter, septik syok, keracunan dan toksisitas obat, diare.
2) Manifestasi klinis
Pernapasan cepat dan dalam, lemah, kulit dingin dan lembab, koma.
3) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
pH plasma rendah.
Kadar HCO3 menurun.
Kadar PCO2 menurun.
4) Penanganan
Pengobatan gangguan dasar.
Pemberian natrium bikarbonat (NaHCO3).
Ventilasi mekanik.
C. Alkalosis respiratorik
Alkalosis respiratorik terjadi karena peningkatan frekuensi dan kedalaman ventilasi
pulmonal, yang mengakibatkan penurunan kadar PCO2 (PaCO2 < 40 mmHg) dan
peningkatan pH plasma (pH > 7,4).
1) Etiologi
Kecemasan, hipoksia akut, keadaan hipermetabolik, intoksikasi salisilat, ventilasi
mekanik berlebihan, trauma system saraf pusat.
2) Manifestasi klinis
Pernapasan lambat dan dangkal, kepala terasa melayang, tremor, tetani, kram,
ansietas, parestesia.
3) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
pH plasma tinggi.
Kadar PCO2 menurun.
Kadar HCO3 menurun.
Kadar fosfat serum menurun.
4) Penanganan
Pengobatan gangguan dasar.
Terapi oksigen: jika hipoksia faktor penyebab.
Farmakoterapi: sedatif dan traquilizer untuk ansietas.
D. Alkalosis metabolik
Alkalosis metabolik terjadi akibat peningkatan basa atau kehilangan asam dan
menyebabkan peningkatan pH plasma (pH > 7,4) serta peningkatan konsentrasi HCO 3
plasma (HCO3 > 22 mEq/L).
1) Etiologi
Muntah, drainase lambung, alkalosis posthiperkapnia, asupan alkali yang
berlebihan, terapi diuretik tiazid.
2) Manifestasi klinis
Kelemahan otot, ketidakstabilan saraf otot, hiporefleksia, penurunan motilitas
saluran GI, koma.
3) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
pH plasma tinggi.
Kadar HCO3 meningkat.
Kadar PCO2 meningkat.
4) Penanganan
Infus salin normal untuk mengoreksi kekurangan klorida.
Berikan kalium klorida: alkalosis posthiperkapnia.
Berikan bahan-bahan yang bersifat asam.
2.3 Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Gangguan Cairan dan Elektrolit
2.3.1 Pengkajian
a. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, khususnya mengenai masalah
kesehatan sekarang, lama sakit, kejadian yang mencetuskan gejala.
b. Lakukan pengkajian fisik.
c. Observasi manifestasi klinis gangguan cairan dan elektrolit.
d. Lakukan pengkajian khusus:
Asupan dan haluaranPengukuran asupan oral dan parenteral dan kehilangan
cairan melalui urin, feses, muntah, fistula, penghisapan nasogastrik, keringat,
Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan
Faktor yang berhubungan:
Berhubungan dengan gagalnya mekanisme regulasi, seperti ginjal, hipotalamus.
Berhubungan dengan kehilangan aktif dari ginjal, gastrointestinal (muntah,
diare, selang nasogastrik), atau saluran pernapasan (hiperventilasi); dari kulit
(diaforesis, luka)
Berhubungan dengan penggunaan laksatif atau diuretik yang berlebihan.
Berhubungan dengan motivasi untuk minum, sekunder akibat depresi atau
keletihan.
2.3.3
2.3.4
Implementasi
Diagnosa 1: Kekurangan volume cairan.
a. Dapatkan data berat badan sebelum sakit yang akurat dan pantau perubahan berat
badan, yang mengidentifikasi peningkatan dan penurunan cairan.
b. Pantau dan catat asupan dan haluaran cairan dengan akurat.
c. Pantau kadar elektrolit darah, nitrogen urea darah, urine dan serum osmolalitas,
kreatinin, hematokrit, dan hemoglobin dengan akurat.
d. Pertimbangkan kehilangan cairan tambahan yang berhubungan dengan muntah,
diare, demam, selang drein.
e. Berikan cairan intravena (IV).
Penggantian awal terdiri dari bolus larutan elektrolit isotonik yang diberikan
rata-rata 20-30 mL/kg. Fase ini dikontraindikasikan pada dehidrasi hipertonik
Evaluasi
Anak menerima asupan cairan dan elektrolit yang sesuai dengan kebutuhan
tubuhnya.
Anak mencapai dan mempertahankan status hidrasi yang adekuat ditandai dengan
peningkatan berat badan, tonus dan warna kulit kembali normal, serta nilai
elektrolit normal.
Anak tidak menunjukkan tanda dan gejala dehidrasi (seperti turgor kulit buruk,
Pengkajian
Kaji penyebab, luas, dan kedalaman luka bakar.
Kaji status volume cairan.
Kaji status nutrisi.
Kaji keadekuatan oksigenasi dan perfusi jaringan.
2.4.2
Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas/oksigen berhubungan dengan kerusakan jalan nafas.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan banyaknya
2.4.3
1. Kaji
Intervensi
tanda-tanda distress
nafas,
bunyi,
AGD,
kadar
atau
tracheostomi
tube
bila
diperlukan.
5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemasangan
ventilator bila diperlukan.
6. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian
inhalasi terapi bila diperlukan.
Diagnosa: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
banyaknya penguapan/cairan tubuh yang hilang.
Tujuan: Pemulihan cairan optimal dan keseimbangan elektrolit serta perfusi organ vital
tercapai.
- Tidak
Kriteria Hasil
Intervensi
ada
tanda-tanda 1. Berikan banyak minum kalau kondisi lambung
dehidrasi
- Turgor elastis
- Mukosa lembab
- Akral hangat
tim
ahli
gizi
untuk
Betz, C.L. & Sowden, L.A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta: EGC.
Haws, P.S. 2008. Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta: EGC.
Horne, M.M., dan Swearingen, P.L. 2001. Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam Basa
Edisi 2. Jakarta: EGC.
Insley, Jack. 2005. Vade-Macum Pediatri Edisi 13. Jakarta:EGC.
Muscari, M.E. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Sacharin, R.M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Tamsuri, Anas. 2009. Klien Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Jakarta: EGC.
Wong, D.L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Wong, D.L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.