PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan yang sering dihadapi dalam dunia kesehatan adalah tidak lain
dari reaksi hospitalisasi serta dampak yang ditimbulkannya. Sebagaimana komitmen
dalam mengatasi hal tersebut baik secara individual maupun secara social yaitu upaya
meminimalkan dampak serta memaksimalkan manfaat dari hospitalisasi.
Fungsi dari rumah sakit adalah melengkapi suatu lingkungan dimana anak
yang sakit dapt dibantu untuk mengatasi atau meringankan penyakitnya. Tujuannya
adalah untuk menyembuhkan atau memperbaiki status fisik dan mental sehingga anak
dapat berkembang dalam keterbatasannya. Hal ini melibatkan suatu kerja tim, dan
pada hakikatnya masyarakat rumah sakit terdiri dari suatu tim atau suatu kelompok
orang masing-masing dengan suatu fungsi spesifik serta menyumbang bagi suatu
tujuan yang diinginkan, kecuali jika batas-batas dari setiap kelompok dipadukan,
kendatipun hal ini secara tidak kentara, maka secara keseluruhan sasaran ini tidak
dapat dicapai. Betapapun ramahnya staf,tetapi tetap terdapat perasaan ketakutan dan
terror bagi anak-anak. Hal ini berkaitan dengan umur anak: semakin muda anak maka
akan semakin sukar baginya untuk menyesuaikan diri dengan pengalaman dirawat di
rumah sakit. Hal ini tidak berlaku sepenuhnya bagi bayi yang sangat muda, yang
masalahnya berbeda, tapi kendatipun demikian tetap merasakan adanya pemisahan.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari hospitalisai pada anak.
2. Untuk mengetahui dampak dampak hospitalisasi pada anak.
3. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi koping anak.
4. Untuk mengetahui reaksi anak terhadap hospitalisasi.
BAB II
1 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi
PEMBAHASAN
A. Pengertian hospitalisasi
Hospitalisasi adalah stressor individu yang berlangsung selama individu tersebut
dirawat di rumah sakit. Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi
individu karena stressor yang dihadapi dapat menimbulkan perasaan tidak aman,
seperti:
1.
2.
3.
4.
5.
Dalam menanamkan kesadaran diri terhadap para personil yang terlibat dalam
hospitalisasi, metode pendekatan empiric menggunakan strategi, yaitu:
a. Melalui dunia pendidikan yang ditanamkan secara dini kepada peserta didik.
b. Melalui penyuluhan atau sosialisasi yang diharapkan kesadaran diri mereka
sendiri dan peka terhadap lingkungan sekitarnya.
2. Pendekatan melalui metode permainan
Yaitu pendekatan dilakukan melalui permainan yang sesuai dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan anak. Reaksi hospitalisasi bersifat individual dan
sangat tergantung pada usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya
terhadap sakit, system pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang
dimilikinya. Pada umumya reaksi anak adalah kecemasan karena perpisahan,
kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri.
D. Factor-faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak
1. Berpisah dengan orang tua dan sibling.
2. Fantasi-fantasi dan unrealistikanxienties tentang kegelapan, monster, pembunuhan
3.
4.
5.
6.
anak
terhadap
hospitalisasi
adalah
kecemasan
karena
perpisahan
,kehilangan,perlukaan tubuh dan rasa nyeri. Berikut ini reaksi anak terhadap sakit dan
dirawat di rumah sakit sesuai tahap perkembangan anak.
a. Masa bayi (0-1 tahun )
Masalah utama yang terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang
tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih saying. Pada anak
usia lebih dari 6 bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila berhadapan dengan
3 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi
orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering
muncul pada anak usia ini adalah menangis,marah, dan banyak melakukan berbagai
gerakan sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya anaknya akan merasa cemas
karena perpisahan dan perilaku yang ditunjukan adalah menangis keras. Respons
terhadap nyeri atau adanya perlukaan biasanya menangis keras,pergerakan tubuh yang
banyak, dan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan.
b. Masa toddler (2-3 Tahun)
Anak dengan massa toddler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber
stersnya. Sumber sters yang pertama adalah cemas karena perpisahan.respon perilaku
anak sesuai dengan tahapannya.yaitu tahap protes, putus asa,dan pengingkaran
(denial).pada tahap protes perilaku yang ditunjjukan oleh anak adalah menangis
keras,menjerit memanggil orang tua,atau menolak perhatian yang diberikan orang
lain.Pada tahap putus asa perilaku yang ditunjukkan adalah menangis berkurang,anak
tidak aktif,kurang menunjukan minat untuk bermain dan makan,sedih dan apatis.Pada
tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan adalah secara samar mulai menerima
perpisahan, membina hubungan secara dangkal,dan anak terlihat mulai terlihat
menyukai lingkunganya.
hospitalisasi,
prosedur
pengobatan,
kekuatan
ego
individu,
belakang, ganti balutan atau injeksi. Anak yang mendapat suntikan berulang tidak
mengerti mengapa tubuhnya selalu disakiti. Pengalaman ini dapat menimbulkan
trauma jika orang yang dipercaya anak tidak memberikan rasa nyaman atau
menenangkannya.
e. Ketakutan
Terjadinya karena anak berada di lingkungan rumah sakit yang mungkin asing
baginya dan karena perpisahan dengan orang-orang yang sudah dikenalnya.
f. Lingkungan asing
Menurut wong & whaley (1998) lingkungan asing merupakan lingkungan yang
berbeda dari lingkungan rumah atau tempat tinggalnya dan tidak dikenali
sebelumnya. Dalam hal ini adalah rumah sakit yang menakutkan atau mengerikan
bagi anak, tidak ada orang yang dikenalinya dan banyak terdapat perawat dan
dokter yang berbaju putih serta peralatan yang mengerikan seperti jarum suntik,
infuse, kateter maupun alat-alat pemeriksaan radiologis.
g. Jenis tindakan/prosedur
Tindakan atau prosedur merupakan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan
yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara
optimal (carpenito, 1998). Pelaksanaan tindakan keperawatan dapat dilaksanakan
secara langsung yaitu ditangani sendiri oleh perawat yang menemukan masalah
kesehatan, dan dapat juga dengan cara delegasi yaitu diserahkan kepada perawat
lain atau orang lain yang dapat dipercaya seperti keluarga pasien untuk melakukan
tindakan kepada pasien. Tindakan atau prosedur yang menyakitkan merupakan
stressor bagi anak pada semua usia. Selama masa prasekolah anak belajar
mengasosiasikan dengan prosedur yang spesifik seperti pengambilan darah,
infuse, penyuntikan maupun ganti balutan. Pengalaman ini dapat menimbulkan
trauma jika orang yang dipercaya tidak memberikan rasa nyaman atau
menenangkannya (Mott et all,1995).
h. Immobilitas fisik
Immobilitas fisik merupakan pembatasan gerak atau aktivitas dari yang biasanya
dilakukan (carpenito,1998). Seorang anak yang dimasa pertumbuhan dan
perkembangan, dimana dalam kesehariannya ia tampak begitu aktif, harus
terganggu karena ia harus dirawat di rumah sakit. Untuk meminimalkan gangguan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari dapat dibuat jadwal waktu bersama-sama
antara anak dan perawat yang akan dipakai pedoman oleh anak dengan tidak
mengabaikan kesehatan atau program pengobatan (Depkes,1998).
H. Dampak hospitalisasi pada orang tua
7 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi
Penelitian membuktikan bahwa, rasa cemas paling tinggi yang dirasakan oleh orang
tua
saat
menunggu
informasi
tentang
diagnosis
tentang
penyakit
orang
yang
berbeda,
gelisah,
ekspresi
oleh
tegang,
dan
bahkan
marah( supartini,2001).
I. Stressor anak sesuai tingkat usia
Hospitalisasi bagi anak dan keluarga dapat dianggap sebagai
Pengalaman yang mengancam.
Stressor
Keduanya dapat menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga, bagi anak hal ini
mungkin terjadi karena: anak tidak memahami mengapa dirawat di rumah sakit, stress
dengan adanya perubahan akan status kesehatan, lingkungan dan kebiasaan sehari
hari, dan keterbatasan mekanisme koping. Reaksi anak terhadap sakit dan
hospitalisasi dipengaruhi :
Tingkat perkembangan usia.
Pengalaman sebelumnya.
Support system dalam keluarga.
Keterampilan koping.
Berat ringannya penyakit.
1.
b. Tahap putus asa (phase of despair): tangis anak mulai berkurang, murung,
diam, apatis, tidak tertarik dengan aktivitas disekitarnya, menghisap jari,
menghindari kontak mata, berusaha menghindari orang yang hendak dekat,
kadang anak tidak mau makan.
c. Tahap menolak (phase of detachment/ denial): secara samar anak seakan
menerima perpisahan (pura-pura), anak mulai tertarik dengan sesuatu
disekitarnya, bermain dengan orang lain, mulai membina hubungan yang
dangkal dengan orang lain, dan anak mulai terlihat gembira.