Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan yang sering dihadapi dalam dunia kesehatan adalah tidak lain
dari reaksi hospitalisasi serta dampak yang ditimbulkannya. Sebagaimana komitmen
dalam mengatasi hal tersebut baik secara individual maupun secara social yaitu upaya
meminimalkan dampak serta memaksimalkan manfaat dari hospitalisasi.
Fungsi dari rumah sakit adalah melengkapi suatu lingkungan dimana anak
yang sakit dapt dibantu untuk mengatasi atau meringankan penyakitnya. Tujuannya
adalah untuk menyembuhkan atau memperbaiki status fisik dan mental sehingga anak
dapat berkembang dalam keterbatasannya. Hal ini melibatkan suatu kerja tim, dan
pada hakikatnya masyarakat rumah sakit terdiri dari suatu tim atau suatu kelompok
orang masing-masing dengan suatu fungsi spesifik serta menyumbang bagi suatu
tujuan yang diinginkan, kecuali jika batas-batas dari setiap kelompok dipadukan,
kendatipun hal ini secara tidak kentara, maka secara keseluruhan sasaran ini tidak
dapat dicapai. Betapapun ramahnya staf,tetapi tetap terdapat perasaan ketakutan dan
terror bagi anak-anak. Hal ini berkaitan dengan umur anak: semakin muda anak maka
akan semakin sukar baginya untuk menyesuaikan diri dengan pengalaman dirawat di
rumah sakit. Hal ini tidak berlaku sepenuhnya bagi bayi yang sangat muda, yang
masalahnya berbeda, tapi kendatipun demikian tetap merasakan adanya pemisahan.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari hospitalisai pada anak.
2. Untuk mengetahui dampak dampak hospitalisasi pada anak.
3. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi koping anak.
4. Untuk mengetahui reaksi anak terhadap hospitalisasi.

BAB II
1 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

PEMBAHASAN
A. Pengertian hospitalisasi
Hospitalisasi adalah stressor individu yang berlangsung selama individu tersebut
dirawat di rumah sakit. Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi
individu karena stressor yang dihadapi dapat menimbulkan perasaan tidak aman,
seperti:
1.
2.
3.
4.
5.

Lingkungan yang asing.


Berpisah dengan orang yang berarti.
Kurang informasi.
Kehilangan kemandirian dan kebebasan.
Pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan, semakin sering
berhubungan dengan rumah sakit, maka bentuk kecemasan semakin

kecilatau malah sebaliknya.


6. Prilaku petugas rumah sakit.
Hospitalisasi selama kanak-kanak adalah pengalaman yang memiliki efek yang lama
kira-kira satu dari tiga anak pernah mengalami hospitalisasi (fortinasand warrel,
1995).
Suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana mengharuskan anak untuk
tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke
rumah. Selama proses tersebut bukan saja anak tetapi orang tua juga mengalami
kebiasaan kebiasan yang asing, lingkungannya yang asing, orang tua yang kurang
mendapat dukungan emosi akan menunjukkan rasa cemas. Rasa cemas pada orang tua
akan membuat stress anak meningkat. Dengan demikian asuhan keperawatan tidak
hanya terfokus pada anak tetapi juga pada orang tuanya.
B. Persiapan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit
Persiapan anak sebelum dirawat dirumah sakit didasarkan pada adanya asumsi bahwa
ketakutan akan sesuatu yang tidak diketahui akan menjadi ketakutan yang nyata.
Pada tahap sebelum masuk rumah sakit dapat dilakukan:
1. Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia anak dan jenis penyakit dengan
peralatan yang diperlukan.
2. Apabila anak harus dirawat secara berencana, 1-2 hari sebelum dirawat
diorientasikan dengan situasi rumah sakit dengan bentuk miniature bangunan
rumah sakit.
C. Pendekatan yang digunakan dalam hospitalisasi
1. Pendekatan empiric

2 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

Dalam menanamkan kesadaran diri terhadap para personil yang terlibat dalam
hospitalisasi, metode pendekatan empiric menggunakan strategi, yaitu:
a. Melalui dunia pendidikan yang ditanamkan secara dini kepada peserta didik.
b. Melalui penyuluhan atau sosialisasi yang diharapkan kesadaran diri mereka
sendiri dan peka terhadap lingkungan sekitarnya.
2. Pendekatan melalui metode permainan
Yaitu pendekatan dilakukan melalui permainan yang sesuai dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan anak. Reaksi hospitalisasi bersifat individual dan
sangat tergantung pada usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya
terhadap sakit, system pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang
dimilikinya. Pada umumya reaksi anak adalah kecemasan karena perpisahan,
kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri.
D. Factor-faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak
1. Berpisah dengan orang tua dan sibling.
2. Fantasi-fantasi dan unrealistikanxienties tentang kegelapan, monster, pembunuhan
3.
4.
5.
6.

dan diawali oleh situasi yang asing.


Gangguan kontak social jika pengunjung tidak diizinkan.
Nyeri dan komplikasi akibat pembedahanatau penyakit.
Prosedur yang menyakitkan.
Takut akan cacat atu mati.

E. Reaksi anak terhadap hospitalisasi


Berbagai macam perilaku yang dapat ditunjukkan anak,orang tua dan saudara
kandung anak sebagai reaksinya terhadap perawatan di rumah sakit
1. Reaksi anak terhadap hospitalisasi
Seperti telah dikemukakan diatas, anak akan menunjukkan reaksi terhadap
pengalalman hospitalisasi.reaksi tersebut bersifat individual dan sangat bergantung
pada tahapan usia perkembangan anak.pengalaman sebelumnya terhadap sakit,system
pendukung yang tersedia dan mekanisme koping yang dimiliki anak. Pada umumnya
reaksi

anak

terhadap

hospitalisasi

adalah

kecemasan

karena

perpisahan

,kehilangan,perlukaan tubuh dan rasa nyeri. Berikut ini reaksi anak terhadap sakit dan
dirawat di rumah sakit sesuai tahap perkembangan anak.
a. Masa bayi (0-1 tahun )
Masalah utama yang terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang
tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih saying. Pada anak
usia lebih dari 6 bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila berhadapan dengan
3 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering
muncul pada anak usia ini adalah menangis,marah, dan banyak melakukan berbagai
gerakan sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya anaknya akan merasa cemas
karena perpisahan dan perilaku yang ditunjukan adalah menangis keras. Respons
terhadap nyeri atau adanya perlukaan biasanya menangis keras,pergerakan tubuh yang
banyak, dan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan.
b. Masa toddler (2-3 Tahun)
Anak dengan massa toddler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber
stersnya. Sumber sters yang pertama adalah cemas karena perpisahan.respon perilaku
anak sesuai dengan tahapannya.yaitu tahap protes, putus asa,dan pengingkaran
(denial).pada tahap protes perilaku yang ditunjjukan oleh anak adalah menangis
keras,menjerit memanggil orang tua,atau menolak perhatian yang diberikan orang
lain.Pada tahap putus asa perilaku yang ditunjukkan adalah menangis berkurang,anak
tidak aktif,kurang menunjukan minat untuk bermain dan makan,sedih dan apatis.Pada
tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan adalah secara samar mulai menerima
perpisahan, membina hubungan secara dangkal,dan anak terlihat mulai terlihat
menyukai lingkunganya.

c. Masa prasekolah (3-6 tahun)


Anak dengan masa prasekolah bereaksi terhadap hospitalisasi dengan cara
menolak makan, sering bertanya, menangis perlahan, tidak koperatif terhadap
petugas kesehatan,
Perawatan dirumah sakit :
Kehilangan control
Pembatasan aktivitas
Sering kali dipersepsikan anak, sekolah sebagai hukuman sehingga ada
perasan malu, takut,sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak, tidak
mau bekerja sama dengan perawat.
d. Masa sekolah (6-12 Tahun)
Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkunganyang
dicintai, keluarga, kehilangan kelompok social, perasan takut mati, kelemahan
fisik, reaksi nyeri bias digambarkan dengan verbal dan non verbal.
e. Masa remaja (12-18 tahun)
4 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya, saat


merasa cemas karena perpisahan tersebut pembatasan aktivitas dan kehilangan
control reaksi yang muncul :
Menolak perawatan yang diberikan
Tidak koperatif dengan petugas
Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan respon : bertanya-tanya,
menarik diri, menolak kehadiran orang lain.
2. Stressor dan reaksi orangtua terhadap hospitalisasi pada anak
a. Stressor reaksi orang tua, dipengaruhi oleh:
Tingkat keseriusan penyakit anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit
dan

hospitalisasi,

prosedur

pengobatan,

kekuatan

ego

individu,

kemampuan koping individu, kebudayaan dan kepercayaan, komunikasi


dalam keluarga, reaksi orang tua.
b. Reaksi orang tua
1) Denial/disbelief : tidak percaya penyakit anaknya.
2) Marah/merasa bersalah : merasa tidak mampu merawat anaknya
3) Ketakutan, cemas dan frustrasi : tingkat keseriusan penyakit, prosedur
tindakan medis, ketidaktahuan.
4) Depresi : terjadi setelah masa krisis anak berlalu, merasa lelah fisik dan
mental, khawatir memikirkan anaknya yang lain di rumah,
berhubungan dengan efek samping pengobatan, dan berhubungan
dengan biaya pengobatan dan perawatan.
5) Reaksi sibling : pada umunya reaksi sibling merasa kesepian,
ketakutan, khawatir, marah, cemburu, rasa benci, rasa bersalah.
3. Pengaruh pada fungsi keluarga(pola komunikasi)
a. Komunikasi antar keluarga terganggu.
b. Respon emosional tidak dapat terkontrol dengan baik.
F. Perubahan yang terjadi akibat hospitalisasi
1. Perubahan konsep diri
Akibat penyakit yang diderita atau tindakan seperti pembedahan, pengaruh citra
tubuh, perubahan citra tubuh dapat menyebabkan perubahan peran, idial diri,
harga diri dan identitasnya.
2. Regresi
Klien mengalami kemunduran ketingkat perkembangan sebelumnyaatau lebih
rendah dalam fungsi fisik, mental, prilaku dan intelektual.
3. Dependensi
Klien merasa tidak berdaya dan terantung pada orang lain.
4. Dipersonalisasi

5 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

Peran sakit yang dialami klien menyebabkan perubahan kepribadian, tidak


realistis, tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, perubahan identitas
dansulit bekerjasama mengatasi masalahnya.
5. Takut dan ansietas
Perasan takut dan ansietas timbul karena persepsi yang salah terhadap
penyakitnya.

6. Kehilangan dan perpisahan


Kehilangan dan perpisahan selama klien dirawat muncul karena lingkungan yang
asing dan jauh dari suasana kekeluargaan, kehilangan kebebasan, berpisah dengan
pasangan dan terasing dari orang yang dicintai.
G. Dampak hospitalisasi pada anak usia prasekolah
Menurut Sandra R. Mort et all (1990) dampak hospitalisasi pada anak meliputi:
a. Dampak perpisahan
Perpisahan dengan orang yang dapat memberinya semangat menimbulkan suatu
kecemasan pada anak. Perpisahan dengan figure pemberi kasih saying selama
prosedur yang menakutkan atau menyakitkan akan meningkatkan rasa tidak
nyatapada anak. Lebih jauhnya, anak tidak mampu untuk mengerti bahwa hal
tersebut merupakan perpisahan sementaradan alasan ketidakhadiran orang tua
berakibat perasaan dibiarkan.
b. Kehilangan control
Hospitalisasi pada anak tanpa melihat usia anak sering menimbulkan kehilangan
control pada fungsi tubuh tertentu. Anak sering membutuhkan bantuan dalam
mengerjakan aktifitas yang dia dapat sendiri di rumah. Hal ini menyebabkan anak
merasa tidak berdaya dan frustasi serta meningkatkan ketergantungan pada orang
lain.
c. Gangguan body image
Mulai pada masa pra sekolah, anak sering meras tidak nyaman terhadap
perubahan penampilan tubuh atau fungsinya yang disebabkan oleh pengobatan,
perlukaan, atau ketidakmampuan. Mereka mungkin takut bertemu orang lain dan
tidak memperbolehkan orang lain untuk melihatnya.
d. Sakit/pain
Prosedur yang menyakitkan dan invasive merupakan stressor bagi anak pada
semua usia. Selama masa prasekolah anak belajar mengasosiasikan nyeri dengan
prosdur spesifik missal pengambilan sampel darah, aspirasi sumsum tulang
6 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

belakang, ganti balutan atau injeksi. Anak yang mendapat suntikan berulang tidak
mengerti mengapa tubuhnya selalu disakiti. Pengalaman ini dapat menimbulkan
trauma jika orang yang dipercaya anak tidak memberikan rasa nyaman atau
menenangkannya.
e. Ketakutan
Terjadinya karena anak berada di lingkungan rumah sakit yang mungkin asing
baginya dan karena perpisahan dengan orang-orang yang sudah dikenalnya.
f. Lingkungan asing
Menurut wong & whaley (1998) lingkungan asing merupakan lingkungan yang
berbeda dari lingkungan rumah atau tempat tinggalnya dan tidak dikenali
sebelumnya. Dalam hal ini adalah rumah sakit yang menakutkan atau mengerikan
bagi anak, tidak ada orang yang dikenalinya dan banyak terdapat perawat dan
dokter yang berbaju putih serta peralatan yang mengerikan seperti jarum suntik,
infuse, kateter maupun alat-alat pemeriksaan radiologis.
g. Jenis tindakan/prosedur
Tindakan atau prosedur merupakan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan
yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara
optimal (carpenito, 1998). Pelaksanaan tindakan keperawatan dapat dilaksanakan
secara langsung yaitu ditangani sendiri oleh perawat yang menemukan masalah
kesehatan, dan dapat juga dengan cara delegasi yaitu diserahkan kepada perawat
lain atau orang lain yang dapat dipercaya seperti keluarga pasien untuk melakukan
tindakan kepada pasien. Tindakan atau prosedur yang menyakitkan merupakan
stressor bagi anak pada semua usia. Selama masa prasekolah anak belajar
mengasosiasikan dengan prosedur yang spesifik seperti pengambilan darah,
infuse, penyuntikan maupun ganti balutan. Pengalaman ini dapat menimbulkan
trauma jika orang yang dipercaya tidak memberikan rasa nyaman atau
menenangkannya (Mott et all,1995).
h. Immobilitas fisik
Immobilitas fisik merupakan pembatasan gerak atau aktivitas dari yang biasanya
dilakukan (carpenito,1998). Seorang anak yang dimasa pertumbuhan dan
perkembangan, dimana dalam kesehariannya ia tampak begitu aktif, harus
terganggu karena ia harus dirawat di rumah sakit. Untuk meminimalkan gangguan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari dapat dibuat jadwal waktu bersama-sama
antara anak dan perawat yang akan dipakai pedoman oleh anak dengan tidak
mengabaikan kesehatan atau program pengobatan (Depkes,1998).
H. Dampak hospitalisasi pada orang tua
7 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

Penelitian membuktikan bahwa, rasa cemas paling tinggi yang dirasakan oleh orang
tua

saat

menunggu

informasi

tentang

diagnosis

tentang

penyakit

anaknya(supartini,2000), sedangkan rasa takut muncul pada orangtua terutama akibat


takut kehilangan anak pada kondisi sakit yang terminal(brewis,1995), perasan cemas
juga dapat muncul pada saat pertama kali datang ke rumah sakit dan membawa
ananknyauntuk dirawat, merasa asing dengan lingkungan rumah sakit. Bahkan bias
saja walaupun orangtua pernah mempunyai pengalaman dirawat di rumah sakit atau
pernah mengenal lingkungan rumah sakit, tetapi tetap perasaan cemas itu muncul
karena pengalaman sebelunya dirasakan menimbulkan trauma. Pengalaman
sebelumnya yang traumatic bias dialami karena ada interaksi yang tidak baik dengan
petugas kesehatan atau menunggu/menjenguk kerabat yang sakit dan meninggal di
rumah sakit(Morison,1998).
Perilaku yang sering ditunjukan orangtua berkaitan dengan adanya perasaan takut dan
cemas ini adalah sering bertanya atau bertanya tentang hal yang sama secara berulang
pada

orang

yang

berbeda,

gelisah,

ekspresi

oleh

tegang,

dan

bahkan

marah( supartini,2001).
I. Stressor anak sesuai tingkat usia
Hospitalisasi bagi anak dan keluarga dapat dianggap sebagai
Pengalaman yang mengancam.
Stressor
Keduanya dapat menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga, bagi anak hal ini
mungkin terjadi karena: anak tidak memahami mengapa dirawat di rumah sakit, stress
dengan adanya perubahan akan status kesehatan, lingkungan dan kebiasaan sehari
hari, dan keterbatasan mekanisme koping. Reaksi anak terhadap sakit dan
hospitalisasi dipengaruhi :
Tingkat perkembangan usia.
Pengalaman sebelumnya.
Support system dalam keluarga.
Keterampilan koping.
Berat ringannya penyakit.
1.

Stressor pada infant


Separation anxiety ( cemas karena perpisahan): pengertian terhadap realita
terbatas hubungan dengan ibu sangat dekat, kemampuan bahasa terbatas. Respon
infant akibat perpisahan dibagi tiga tahap:
a. Tahap protes (phase of protes): anak menangis kuat, menjerit, menendang,
berduka dan marah.

8 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

b. Tahap putus asa (phase of despair): tangis anak mulai berkurang, murung,
diam, apatis, tidak tertarik dengan aktivitas disekitarnya, menghisap jari,
menghindari kontak mata, berusaha menghindari orang yang hendak dekat,
kadang anak tidak mau makan.
c. Tahap menolak (phase of detachment/ denial): secara samar anak seakan
menerima perpisahan (pura-pura), anak mulai tertarik dengan sesuatu
disekitarnya, bermain dengan orang lain, mulai membina hubungan yang
dangkal dengan orang lain, dan anak mulai terlihat gembira.

2. Stressor pada anak usia awal(Toddler dan prasekolah)


Reaksi emosional ditunjukkan dengan menangis, marah, dan berduka sebagai
bentuk yang sehat dalam mengatasi stress karena hospitalisasi. Anak
mempersepsikan sakit sebagai hukuman untuk perilaku buruk, hal ini terjadi
karena anak masih mempunyai keterbatasan tentang dunia disekitar mereka.
Anak mempunyai kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bias
bermain dengan temannya, mengapa mereka terluka dan nyeri sehingga
membuat harus pergi ke rumah sakit dan harus mengalami hospitalisasi. Reaksi
anak tentang hukuman yang diterimanya dapat bersifat passiv, cooperative,
membantu atau anak mencoba menghindar dari orangtua, anak menjadi marah.
3. Stressor bagi usia pertengahan
Restrain atau immobilisasi dapat menimbulkan kecemasan, pengertian tentang
sakit, anak usia 5-7 tahun mendefinisikan bahwa mereka sakit sehingga
membuat mereka harus beristirahat di tempat tidur, pengalaman anak terdahulu
selalu mempengaruhi anak tentang penyakit yang dialaminya.
4.

Stressor pada anak usia akhir


Anak mulai memahami konsep sakit yang bias disebabkan oleh factor eksternal
maupun bakteri, virus dan lain-lain, mereka percaya bahwa penyakit itu bias
dicegah. Perpisahan dengan orangtua bukan menjadi suatu masalah, perpisahan
dengan teman sebaya dapat mengakibatkan stress, dan anak takut kehilangan
status hubungan dengan teman, anak takut kehilangan control diri karena
penyakit dan rasa nyeri yang dialaminya.
5. Stressor pada anak usia remaja( adolescent)
Anak mulai memahami konsep yang abstrakdan penyebab sakit yang
bersifat komplek, anak mulai memahami bahwa hal-hal yang bias

9 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

mempengaruhi sakit. Anak remaja sangat dipengaruhi oleh peer groupnya,


jika mereka sakit akan menimbulkan stress akan perpisahan dengan teman
sebayanya, anak juga kadang menghindar dan mencoba membatasi kontak
dengan peer groupnya jika mereka mengalami kecacatan. Bagi remaja
dengan sakit dapat mempengaruhi fungsi kemadirian mereka, penyakit
kronis dapat menimbulkan kehilangan dan mengancam konsep diri remaja,
reaksi anak biasanya marah frustrasi atau menarik diri.
J. Upaya meminimalkan stressor atau penyebab stress
Upaya meminimalkan stressor dapat dilakukan dengan dengan cara mencegah atau
mengurangi dampak perpisahan, mencegah perasaan kehilangan control, dan
mengurangi atau meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri.
Untuk mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan dapat dilakukan dengan
cara :
1. Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak dengan cara
membolehkan mereka untuk tinggal bersama anak selama 24 jam(rooming
in).
2. Jika tidak mungkin untuk rooming in, beri kesempatan orangtua untuk
melihat anak setiap saat dengan maksud mempertahankan komunikasi
mereka.
3. Beri dukungan kepada kelurga untuk menerima kondisi anaknya dengan
nilai-nilai yang diyakininya.
4. Fasilitasi untuk menghadirkan saudara kandung anak apabila diperlukan
keluarga dan berdampak positif padaa anak yang dirawat maupun saudara
kandungnya.
K. Factor-faktor yang mempengaruhi koping anak
a. Umur dan perkembangan kognitifnya.
b. Pengalaman sakit terdahulu.
c. Kedekatan anak pada orang tua.
d. Lamanya sakit dan seringnya anak dirawat.
e. Tipe dan frekuensi tindakan invasive yang dilakukan.
f. Tingkat kecemasan orang tua.
g. Stress yang dialami anak sebelum di rumah sakit.
L. Intervensi perawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi
Fokus intervensi keperawatan adalah:
a. Meminimalkan stressor dapat dilakukan dengan cara, mencegah atau mengurangi
dampak perpisahan, mencegah perasaan kehilangan control, mengurangi atau
meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri.
b. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak: membantu perkembangan anak
dengan member kesempatan orangtua untuk belajar, member kesempatan padaa
10 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

orangtua untuk belajar tentang penyakit anak, meningkatkan kemampuan control


diri, member kesempatan untuk sosialisasi, member support kepada anggota
keluarga.
c. Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit: siapkan ruangan
rawat dengan tahapan usia anak, mengorientasikan situasi rumah sakit, pada hari
pertama lakukan tindakan:
Kenalkan perawat dan dokter yang akan merawatnya
Kenalkan pada pasien yang lain.
Berikan identitas pada anak.
Jelaskan aturan rumah sakit.
Laksanakan pengkajian.
Lakukan pemeriksaan fisik.

11 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

Anda mungkin juga menyukai