barbirturat yang meliputi metakualon ( dulu dikenal sebagai qualude dan meprobamat (equanil).
Indikasi utama untuk obat-obatan ini adalah sebagai antiepileptic, relaksan otot, anestetik, dan
ajuvan anestetik. Alkohol dan semua obat dari kelas ini memiliki toleransi silang, dan efek nya
bersifat aditif. Ketergantungan fisik dan psikologis terjadi pada semua jenis obat dan semua
dikaitkan dengan gejala putus obat.
Sedativ sendiri adalah obat yang mengurangi ketegangan subjektif dan menginduksi
ketenangan mental. Istilah sedative hampir sinonim dengan ansiolitik, obat yang mengurangi
ansietas. Hipnotik adalah obat yang digunakan untuk menginduksi tidur.
Dalam PPDJ Sendiri Gangguan Mental akibat Hipnotika dan Sedativa terdapat pada butir
F13.1
Bab II
Tinjauan Pustaka
Pengertian Hipnotik dan Sedativa
Hipnotika
Hipnotika atau obat-obat tidur (bahasa Yunani: hypnos = tidur) adalah zat-zat yang
diberikan pada malam hari dalam dosis terapi, dapat mempertinggi keinginan faal dan normal
untuk tidur, mempermudah atau menyebabkan tidur (Tjay dan Rahardja, 2002). Hipnotika
bekerja dengan cara mendepresi susunan saraf pusat (SSP) sehingga menyebabkan tidur,
menambah keinginan tidur atau mempermudah tidur (Anonim, 1994) yang realtif tidak selektif,
mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat
(kecuali benzodiazepin) yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati, bergantung
pada dosis.
Hipnotik efektif dalam mempercepat waktu menidurkan, memperpanjang waktu tidur
dengan mengurangi frekuensi bangun, serta memperbaiki kualitas (dalamnya) tidur. Akan tetapi
mempersingkat periode tidur REM (Rapid Eye Movement) .Kebutuhan tidur dapat dianggap
sebagai suatu perlindungan dari organisme untuk menghindari pengaruh yang merugikan tubuh
2 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
karena kurang tidur. Tidur yang baik, cukup dalam dan lama. Efek terpenting yang
mempengaruhi kualitas tidur adalah penyingkatan waktu peniduran, perpanjangan masa tidur dan
pengurangan jumlah periode bangun.
Insomnia atau kesulitan tidur dapat diakibatkan oleh banyak gangguan fisik, misalnya
batuk, rasa nyeri, atau sesak nafas. Yang sangat penting pula adalah gangguan jiwa, seperti
emosi, ketegangan, kecemasan atau depresi. Di samping faktor-faktor itu perlu juga diperbaiki
cara hidup yang salah, misalnya melakukan kegiatan psikis yang melelahkan sebelum tidur.
Dianjurkan untuk melakukan gerak badan secara teratur, jangan merokok dan minum kopi atau
alkohol sebelum tidur. Gerak-jalan, melakukan kegiatan yang rileks, mandi air panas, minum
susu hangat sebelum tidur, ternyata dapat mempermudah dan memperdalam tidur yang normal.
Obat-obat tertentu, kualitas kasur yang dan bantal yang buruk, ruangan yang berisik, cahaya
yang terang benderang, ventilasi yang jelek, serta suhu kamar yang tidak menunjang juga dapat
menyulitkan tidur.2
Sedativa
Sedangkan Obat-obat sedatif/sedativa pada dasarnya segolongan dengan hipnotik, yaitu
obat-obat yang bekerja menekan reaksi terhadap perangsangan terutama rangsangan emosi tanpa
menimbulkan kantuk yang berat.Jadi, bila obat-obat hipnotik menyebabkan kantuk dan tidur
yang sulit dibangunkan disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang kehilangan tonus otot
(Djamhuri, 1995), obat-obat sedatif hanya menekan reaksi terhadap perangsangan emosi tanpa
menimbulkan kantuk yang berat.
Golongan obat hipnotik-sedatif dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu
benzodiazepin, contohnya: flurazepam, lorazepam, temazepam, triazolam; barbiturat, contohnya:
fenobarbital, tiopental, butobarbital; hipnotik sedatif lain, contohnya: kloralhidrat, etklorvinol,
glutetimid, metiprilon, meprobamat; dan alcohol.2
Pengertian Akan Gangguan yang Disebabkan oleh obat Hipnotik dan Sedativ
Penyalahgunaan narkoba, penyalahgunaan, dan kecanduan yang sangat berakar nilai dan
sikap sosial. Nilai-nilai sosial dalam budaya kebanyakan yang direfleksikan dalam kebijakan
penyalahgunaan narkoba dan undang-undang pengendalian obat. Sebagai contoh, penggunaan
alkohol moderat banyak sanksi untuk orang dewasa, tapi keracunan publik atau mengemudi
dengan tingkat alkohol darah di atas 80-100 mg / dL tidak dikenakan sanksi. Istilah
"penyalahgunaan" umumnya diterapkan pada resep sedatif hipnotik-. The DSM-IV-TR tidak
3 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
menyediakan
kriteria
untuk
penyalahgunaan
seperti
halnya
karena
melanggar
dan
ketergantungan. Kapan obat yang diambil dalam dosis yang lebih tinggi, lebih sering atau untuk
jangka waktu lebih lama dari yang ditentukan, atau diambil oleh seseorang selain orang untuk
siapa obat itu diresepkan, perilaku umumnya dianggap penyalahgunaan obat.
DSM-IV-TR mendefinisikan penyalahgunaan dan ketergantungan dalam hal konsekuensi
perilaku dan fisiologis untuk orang minum obat. Kriteria untuk penyalahgunaan dan
ketergantungan dimaksudkan untuk menerapkan seragam mungkin di kelas obat, dan kriteria
tidak membedakan sumber obat atau tujuan yang ditujukan untuk yang awalnya diambil.
Selanjutnya, ketika kebanyakan orang, termasuk dokter berbicara tentang ketergantungan obat,
mereka mengacu pada ketergantungan fisik, yang ditandai dengan permusuhan konsekuensi
fisiologis dan gejala yang timbul selama penarikan. DSM-IV-TR menggunakan ketergantungan
jangka untuk menunjukkan bentuk yang lebih parah dari gangguan penggunaan zat dari
penyalahgunaan, dan menggunakan ERS1 spesifik "dengan fisiologis ketergantungan "atau"
tanpa ketergantungan fisiologis " untuk mencatat ada atau tidak adanya ketergantungan fisik.
Ketergantungan fisiologis tidak diperlukan untuk diagnosis ketergantungan obat.
Diagnosis ketergantungan zat adalah dibuat ketika pasien memiliki perilaku disfungsional yang
akibat dari penggunaan narkoba, dan menunjukkan ketidakmampuan untuk memodifikasi atau
membatasi penggunaannya meskipun konsekuensi negatif yang sering perilaku tersebut.
Menentukan apakah atau tidak perilaku disfungsional adalah "hasil" dari penggunaan
narkoba sangat penting. Pasien mungkin perlu diamati penggunaannya
untuk menentukan
apakah disfungsi adalah "disebabkan" oleh penggunaan narkoba. Pasien, anggota keluarga pasien
dan psikiater mengobati mungkin tidak setuju tentang apa yang menyebabkan gejala atau
perilaku disfungsi. Demikian juga, motivasi yang mendasari untuk "drugseeking" perilaku dapat
bervariasi. Sebagai contoh, seorang pasien yang serangan panik yang terbantu dengan obat
mungkin menunjukkan apa yang dapat ditafsirkan sebagai perilaku mencari obat jika akses untuk
obat terancam.3-4
sedang dengan t1/2 antara 6 24 jam (estazolam, temazepam), bekerja lambat dengan t 1/2 lebih dari
24 jam (flurazepam, diazepam, quazepam).
Mekanisme kerja
Benzodiazepine berinteraksi dengan reseptor penghambat neurotransmiter yang diaktifkan
oleh asam gamma amino butirat (GABA). Benzodiazepine bekerja pada reseptor GABA A.
Benzodiazepine berikatan langsung pada sisi spesifik () reseptor GABA A (reseptor kanal ion
klorida), sedangkan GABA berikatan pada subunit atau . Pengikatan ini menyebabkan
pembukaan kanal klorida, memungkinkan masuknya ion klorida ke dalam sel, menyebabkan
peningkatan potensial elektrik sepanjang membran sel dan menyebabkan sel sukar
tereksitasi. Benzodiazepine tidak secara langsung mengaktifkan reseptor GABA A tapi
membutuhkan GABA untuk mengekspresikan efeknya. Ikatan benzodiazepine dengan
reseptor dapat bekerja sebagai agonis,antagonis atau invers agonis tergantung senyawa yang
terikat.
Farmakodinamik :
Pada sistem susunan saraf pusat, benzodiazepine tidak mampu menghasilkan tingkat
depresi saraf sekuat golongan barbiturat atau anestesi umum. Semua benzodiazepin memiliki
profil farmakologi yang hampir sama, namun efek utamanya bervariasi. Peningkatan dosis
benzodiazepine dapat menyebabkan depresi SSP yang meningkat dari sedasi ke hipnosis, dan
berlanjut ke stupor, keadaan ini sering dinyatakan sebagai efek anestesi namun kesadaran
pasien tetap bertahan dan tidak tercapai relaksasi otot yang diperlukan untuk pembedahan.
Pada dosis preanastetik, benzodiazepine menimbulkan anamnesia anterograd.
Pada sistem respirasi, dosis hipnotik tidak berefek pada orang normal. Pada dosis yang
lebih tinggi, benzodiazepine mendepresi ventilasi alveoli dan menyebabkan asidosis
respiratoar.
Benzodiazepine dapat menyebabkan apnea selama anestesi atau saat pemberian bersama
opioat. Pada pasien apnea saat obstructive sleep apnea (tidur karena sumbatan), efek
hipnotiknya dapat menurunkan tonus otot pada saluran napas atas dan meningkatkan
terjadinya episode apnea pada hipoksia alveolar, hipertensi pulmonaris dam pembebanan
ventrikular jantung. Pemberian benzodiazepine pada anak-anak dan individu yang
mempunyai kelainan fungsi hati perlu diperhatikan.
Pada sistem kardiovaskular, efek bevzodiazepine umumnya ringan kecuali pada
intoksikasi berat. Pada dosis preanestesi, dapat menurunkan tekanan darah dan menaikkan
denyut jantung.
Indikasi
Benzodiazepine dapat digunakan untuk berbagai indikasi, antara lain: pengobatan
insomnia, ansietas, kaku otot, medikasi preanestesi, dan anestesi. Secara umum penggunaan
terapi benzodiazepine bergantung pada waktu paruh, dan tidak selalu sesuai dengan indikasi
Kontraindikasi
Benzodiazepine dikontraindikasikan pada pasien yang secara reguler tidur mendengkur,
karena dapat mengubah penyumbatan jalan napas parsial menjadi OSA (obstructive sleep
apnea).
Efek samping
Benzodiazepine dosis hipnotik pada kadar tinggi dapat menimbulkan efek samping,
antara lain : kepala ringan, malas, sakit kepala, pandangan kabur, vertigo, miam, muntah,
diare, nyeri dada, nyeri sendi, lamban, inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi mental
dan psikomotorik, gangguan koordinasi berpikir, disartria, dan amnesia anterograd. Efek
residual terliahat pada beberap benzodiazepine dan berhubungan erat dengan dosis yang
diberikan. Intensitas dan insiden intoksikasi SSP umumnya meningkat sesuai dengan usia
Farmakodinamik
- Susnan saraf pusat
Efek utama barbiturt adalah depresi SSP. Semua tingkat depresi tercapai ; sedasi,
hipnosis, berbagai tingkat anestesi, koma, sampai kematian. Barbiturat mengurangi rasa
nyeri dengan disertai hilangnya kesadaran, dan dosis keci barbiturat dapat meningkatkan
-
jumlah terbangun, dan lama tidur REM serta tidur gelombang pendek.
Toleransi
Toleransi farmakodinamik terjadi dalam penurunan efek, dan berlangsung lebih lama
daripada toleransi farmakokinetik. Toleransi terhadap efek sedasi-hipnotik terjadi lebih
cepat dan kuat daripada efek antikonvulsi.
Indikasi
Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik sedatit telah menurun karena efeknya terhadap
SSP kurang spesifik. Barbiturat masih digunakan pada terapi darurat kejang, seperti tetanus,
eklamsia, epilepsi, perdarahan serebral, dan keracunan konvulsan. Sebagai anestetik IV
menggunakan barbiturat yang bekerja sangat singkat. Barbiturat juga digunakan pada
narkoanalisis dan narkoterapi di klinik psikiatri. Fenorbartial digunakan untuk pengibatan
diare, dan kadang muncul kelainan emosional serta fobia bertambah hebat
Nyeri
Barbiturat dapat menimbulkan mialgia, neuralgia, artragia, terutama pada pasien
Congress;2008
Epidemiologi
Menurut DSM-IV TR , sekitar 6 persen individu pernah menggunakan sedative maupun
penenang , secara illegal termasuk 0,3 persen yang melaporkan penggunaan sedative pada tahun
sebelumnya dan 0,1 persen yang melaporkan penggunaan sedative pada bulan sebelumnya.
Kelompok umur penggunaan sedatif (3 persen) atau obat penenang ( 6 persen) dengan prevalensi
seumur hidup tertinggi adalah 26 sampai 34 tahun sementara mereka yang berusia 18 tahun
sampai 25 tahun paling besar kemungkinan menggunakan pada tahun sebelumnya. Sekitar
seperempat sampai sepertiga dari semua kunjungan ke ruang gawat darurat terkait zat melibatkan
zat dari kelas ini.
Rasio pasien pria terhadap wanita sebesar 3:1 dan rasio kulit putih terhadap kulit hitam
2:1. Beberapa orang menggunakan benzodiazapin sendiri , tapi orang yang menggunakan kokain
sering menggunakan benzodiazepine untuk mengurangi gejala putus zat dan penyalahguna
opiod. Karena zat ini mudah diperoleh, benzodiazepine juga digunakan oleh penyalahguna
stimulansia , halusinogen, , dan fensilklidin untuk membantu mengurangi ansietas yang
disebabkan oleh zat-zat tersebut,
Sementara penyalahgunaan barbiturat lazim pada dewasa matur yang memilki riwayat
penggunaan jangka lama penyalahgunaan zat ini, benzodiazepine disalahgunakan kelompok usia
yang lebih muda, biasanya di bawah usia 40 tahun. Kelompok ini mungkin memiliki sedikit
predominansi laki-laki dan mempunyai rasui kulit putih terhadap kulit hitam 2:1. Benzodiazepin
mungkin tidak disalahgunakan sesering zat lain untuk mabuk-mabukan atau menginduksi
perasaan euforik. Melainkan, mereka digunakan ketika seseorang berharap mengalami perasaan
rileks secara umum.3-5
Etiologi dan Neurofarmakologi
Benzodiazepin, barbiturate dan zat lir barbiturate semua memiliki efek primer terhadap
kompleks receptor asam gama aminobutirat (GABA) tipe A , yang memuat kanal ion klorida,
situs pengikat gaba , dan situs pengikat yang telah didefinisikan dengan baik untuk
benzodiazepine. Barbiturat dan zat lir barbiturate juga diyakini berikatan di suatu tempat pada
kompleks reseptor GABAA. Ketika benzodiazepine , barbiturate atau zat lir barbiturate berikatan
dengan kompleks tersebut , efeknya adalah meningkakan afinitas reseptor terhadap
neurotransmitter endongenya yaitu GABA dan meningkatkan aliran ion klorida yang bermuatan
negatif ke dalam neuron, influx dari ion klorida yang bermuatan negative ke dalam neuron
bersifat inhibitorik, dan menyebabkan hiperpolarisasi neuron secara relatif terhadap ruang
ekstraselular.
Meski semua zat dalam kelas ini menginduksi toleransi dan ketergantungan fisik,
mekanisme di balik efek ini pada benzodiazepin yang paling baik dipahami. Setelah penggunaan
benzodiazepin jangka panjang, efek reseptor yang disebabkan oleh agonis melemah. Secara
spesifik, stimulasi GABA oleh reseptor GABAA mengakibatkan lebih sedikit influx klorida
dibanding yang disebabkan oleh stimulasi GABA sebelum pemberian benzodiazepine.
Penurunan respon reseptor ini tidak disebabkan penurunan jumlah reseptor atau penurunan
9 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
afinitas terhadap GABA. Dasar penurunan regulasi tampaknya adalah perangkaian ( coupling )
antara situs pengikat GABA dan aktivasi kanal ion klorida. Penurunan efisiensi perangkaian ini
mungkin diatur di dalam kompleks reseptor GABAa itu sendiri atau melalui mekanisme neuronal
lain. 3-5
Ketergantungan dan Penyalahgunaan
Pola Penyalahgunaan
Beberapa sedatif hipnotik-, seperti barbiturat short-acting, adalah obat utama
penyalahgunaan-yaitu, biasa disuntikkan untuk dilihat efek inhibisi seperti alkohol.
Methaqualone Oral umumnya digunakan sebagai obat rekreasi. Penyalahgunaan benzodiazepin
adalah dalam konteks penggunaan polifarmasi di mana beberapa obat diambil dalam kombinasi
dengan lainnya minuman keras utama, seperti alkohol atau heroin, untuk mengintensifkan efek
subjektif yang diinginkan. Pecandu narkoba juga dapat menggunakan sedatif hipnotik-untuk
selfmedicate penarikan obat-obatan seperti heroin. Ketika maksud diakui adalah untuk
menghentikan penggunaan obat-obatan seperti heroin, dokter mungkin akan terpikat ke dalam
pemikiran bahwa selfadministration pecandu 'obat penenang-hipnotik tidak "penyalahgunaan."
Sementara pada kesempatan ini mungkin terjadi, sering itu bukan. Pecandu ' upaya episodik
untuk berhenti menggunakan heroin dengan mengobati diri sendiri gejala penarikan opiat dengan
sedatif hipnotik-tanpa memasuki penyalahgunaan narkoba pengobatan jarang menghasilkan
candu pantang dan dapat mengakibatkan pengembangan sekunder ketergantungan sedatifhipnotik. Pecandu juga dapat menggunakan sedatif hipnotik-untuk mengurangi efek samping
yang tidak menyenangkan dari stimulan, misalnya, kokain atau metamfetamin. Penurunan
penghakiman dan memori diproduksi oleh sedatif-hipnotik dalam kombinasi dengan terjaga dari
stimulan dapat mengakibatkan terduga perilaku.3-5
Macam Gangguan yang Disebabkan Hipnotik dan Sedatif
Revisi teks edisi keempat the Diagnostic and statistical manual of mental disorder IV
mendaftar sejumlah gangguan terkait sedative dan hipnotik atau ansiolitik
tapi hanya
menyertakan kriteria diagnosis spesifik untuk intoksikasi sedative dan hipnotik dan keadaan
putus sedative, hipnotik atau ansiolitik. Kriteria untuk mendiagnosis gangguan terkait sedative,
hipnotik atau ansiolitik lain diuraikan pada DSM-IV-TR yang spesifik untuk gejala utamasebagai contoh, gangguan psikotik terinduksi sedative hipnotik atau ansiolitik.3-4
Intoksikasi
DSM-IV-TR memuat satu set kriteria diagnosis untuk intoksikasi oleh zat sedative,
hipnotik atau ansiolitik apapun. Meski sindrom intoksikasi yang diinduksi oleh semua zat ini
serupa, perbedaan klinis yang samar dapat diamati, terutama dengan intoksikasi yang melibatkan
dosis kecil, diagnosis intoksikasi oleh salah satu dari kelas zat ini paling baik dikonfirmasi
dengan mengambil sampel darah untuk penapisan zat.
Benzodiazepin
Intoksikasi benzodiazepin dapat menyebabkan hambatan perilaku yang berpotensi
menyebabkan timbul perilaku yang agresif dan meresahkan orang lain. Efeknya mungkin paling
sering terjadi ketika benzodiazepine dikonsumsi bersama dengan alcohol. Intoksikasi
benzodiazepin menyebabkan lebih sedikit euphoria dibanding dengan intoksikasi oleh obat lain
dalam kelas ini. Karakteristik ini menjadi dasar lebih rendah nya potensi penyalahgunaan dan
ketergantungan benzodiazepine dari pada barbiturate. 3-4
Barbiturat dan zat lir-barbiturat
Barbiturate dan zat lir barbiturate dikonsumsi dalam jumlah relatif kecil, sindrom klinis
intoksikasinya tidak dapat dibedakan dengan yang disebabkan oleh intoksikasi alcohol. Gejala
meliputi kemalasan, inkoordinasi, kesulitan berpikir, daya ingat yang buruk, bicara dan
pemahaman lambat, daya nilai salah, impuls agresif seksual yang tidak dapat dihambat, perhatian
yang yang berkurang, emosi , cirr kepribadian dasar yang berlebihan.
Gejala-gejala lain yang mungkin ada adalah hostilitas, argumentative, kemurungan dan
kadang-kadang ide paranoid serta suicidal. Efek neurologis mencakup nistagmus , diplopia,
strabismus, cara berjalan ataksik dan tanda Romberg postif, hipotonia dan berkurangnya reflex
superficial. 3-4
Keadaan Putus Zat
DSM-IV-TR memuat satu set kriteria diagnosis untuk keadaan putus zat dari zat sedative,
hipnotik atau ansiolitik. Klinisi dapat merinci dengan gangguan persepsi bila ilusi, persepsi
yang berubah atau halusinasi tampak namun disertai uji realitas yang intak Benzodiazepin
mentebabkan sindrom putus zat dan bahwa keadaan putus zat dari benzodiazepine juga dapat
mengakibatkan penyulit medis serus
Benzodiazepin
Keparahan dinsdrom putus zat yang disebabkan oleh benzodiazepine bervarasi secara
signifikan tergantung dosis rata-rata dan durasi penggunaan, tapi sindrom putus zat ringan b
bahkan dapat terjadi setelah penggunaan jangka pendek benzodiazepine dosis yang rendah.
Sindrom putus zat yang signifikan terjadi pada penghentian dosis, contohnya dalam kisaran 40
mg sehari untuk diazepam, meski 10-20 mg sehari tetapi apabila dikonsumsi dalamm waktu yang
11 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
lama maka bila dihentikan juga akan mengakibatkan sindrom putus zat.Awitan gejala putus zat
biasanya terjadi 2 sampai 3 hari setelah penghentian penggunaan, tapi dengan obat dengan waktu
paruh lama seperti diazepam, latensi sebelum awitan mungkin 5 sampai 6 hari.
Gejalanya meliputi ansietas , disforia, intoleransi terhadap cahaya terang dan suara keras,
mual , berkerngat, kedutan otot dan kadang-kadang kejang ( biasanya pada dosis diazepam 50
mg perhari atau lebih ). 3-4
Barbiturat dan zat lir-barbiturat
Sindrom putus zat untuk barbiturate dan zat lir barbiturate berkisar dari gejala ringan
( contoh ansietas, kelemahan, berkeringat dan insomnia ) sampai gejala berat ( contoh kejang,
delirium, kolaps kardiovaskular dan kematian ). Orang yang telah menyalahgunakan fenobarbital
dalam kisaran 400 mg sehari dapat mengalami gejala putus zat yang ringan; mereka yang telah
menyalahgunakan zat dalam kisaran 800 mg sehari mengalami hipotensi ortostatik, kelemahan,
tremor, dan ansietas berat. Kurang lebih 75 persen orang-orang ini mengalami kejang terkait
putus zat. Pengguna dosis diatas 800 mg perhari dapat mengalami anoreksia , delirium,
halusinasi dan kejang berulang. 3-4
Sebagian besar gejala muncul dalam 3 hari pertama. Dan gangguan psikotik apabila
terjadi dimulai pada hari ketiga sampai kedelapan.
Delirium
DSM-IV-TR memungkinkan diagnosis delirium pada intoksikasi sedative, hipnotik atau
ansiolitik dan delirium pada putus sedative hipnotik atau ansiolitik. Delirium yang tidak dapat
dibedakan dengan delirium tremens yang disebabkan oleh keadaan putus alcohol lebih sering
dijumpai pada keadaan putus barbiturate dibanding pada keadaan putus zat benzodiazepine.
Delirium yang dikaitkan dengan intoksikasi dapat terlihat pada barbiturate maupun
benzodiazepine bila dosisnya cukup tinggi. 3-4
Dementia Persisten
DSM-IV-TR memungkinkan diagnosis demensia persisten terinduksi sedative, hipnotik
atau ansiolitik. Keberadaan gangguan ini controversial, karena terdapat ketidakpastian apakah
demensia persisten akibat penggunaan zat itu sendiri atau terhadap gambaran terkait penggunaan
zat. Seseorang sebaiknya mengevaluasi lebih lanjut diagnosis inidengan menggunaan kriteria
DSM-IV-TR untuk memastikan validitasnya. 3-4
Gangguan Amnestik Persisten
3. unsteady gait
4. nystagmus
5. impairment in attention or memory
6. stupor or coma
D. The symptoms are not due to a general medical condition and are not better accounted for
by another mental disorder.
(Sumber : American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2000,
with permission.)
Tabel 3. Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR Intoksikasi Sedatif, Hipnotik atau Ansiolitik
A. Cessation of (or reduction in) sedative, hypnotic, or anxiolytic use that has been heavy
and prolonged.
B. Two (or more) of the following, developing within several hours to a few days after
16 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
criterion A:
1. autonomic hyperactivity (e.g., sweating or pulse rate greater than 100)
2. increased hand tremor
3. insomnia
4. nausea or vomiting
5. transient visual, tactile, or auditory hallucinations or illusions
6. psychomotor agitation
7. anxiety
8. grand mal seizures
C. The symptoms in criterion B cause clinically significant distress or impairment in social,
occupational, or other important areas of functioning.
D. The symptoms are not due to a general medical condition and are not better accounted for
by another mental disorder.
Specify if:
With perceptual disturbances
(Sumber : American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2000,
with permission.)
Tabel 4. Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR Keadaan Putus Sedatif, Hipnotik atau Ansiolitik
atau alkohol
F1x.2 Sindrom ketergantungan;yang pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau lebih
penggunaan zat
F1x.4 Keadaan Putus Zat dengan Delirium
berat
F1x.5 Gangguan Psikotik
penggunaannya.
F1x.8 Gangguan Mental dan Perilaku lainnya
kepada pasien yang koma atau sangat terintoksikasi . Seorang klinisi sebaiknya mencoba
menentukan dosis harian barbiturat yang biasa digunakan pasien kemudian menguji dosis
tersebut secara klinis. Sebagai contoh , seorang klinisi dapat member dosis uji 200 mg
pentobarbital tiap jam sampai terjadi intoksikasi ringan namun tidak terjadi gejala putus zat.
Klinisi kemudian dapat menurunkan total dosis harian dengan kecepatan sekitar 10 persen dari
total dosis harian. Bila dosis yang tepat telah ditentukan, barbiturat kerja lama dapat digunakan
untuk periode detoksifikasi. Selama proses ini, pasien mungkin mulai mengalami gejala putus
zat, pada kasus demikian klinisi sebaiknya membagi dua penurunan harian.
Pada prosedur putus zat , fenobarbital dapat digantikan dengan barbiturate kerja singkat
yang lebih sering disalahgunakan. Efek fenobarbital bertahan lebih lama, dan karena lebih
sedikit terjadi fluktuasi kadar darah barbiturate, fenobarbital tidak menyebabkan tanda toksik
atau overdosis serius yang teramati. Dosis adekuat adalah 30 mg fenobarbital untuk setiap 100
mg zat kerja singkat. Pengguna sebaiknya dipertahankan selama 2 hari pada kadar tersebut
sebelum dosis dukurangi lebih lanjut. Regimen ini analog dengan subtitusi metadon untuk heroin
Setelah keadaan putus zat selesai, pasien harus mengatasi hasrat untuk mulai
mengomsumsi zat lagi. Meski subtitusi sedative atau hipnotik nonbarbiturat untuk barbiturate
telah disarankan sebagai usaha terapeutik preventif , hal ini sering berujung dengan
menggantikan ketergantungan pada satu zat dengan zat lain3-4
.
Overdosis
Penanganan overdosis kelas zat ini mencakup lavase lambung, arang teraktivasi,
pemantauan tanda vital dan aktivitas system saraf pusat. Pasien overdosis yang datang mencari
pertolongan medis saat terjaga sebaiknya dijaga jangan sampai jatuh ke keadaan tidak sadar.
Memasang jalur intravena dan endotrakealtube sangat perlu untuk memantau keadaan vital
pasien dan jalan napas nya. 3-4
Bab 3
Kesimpulan
Gangguan mental dan perilaku yang disebabkan oleh hipnotik dan sedativa pada dasarnya
disebabkan karena penggunaan yang tidak tepat dan diluar indikasi yang seharusnya sehingga
timbul reaksi obat akibat intoksikasi, ketergantungan dan juga putus obat. Karenanya dibutuhkan
pengertian akan penggunaan serta indikasi yang tepat akan penggunaan obat hipnotik dan
sedative
terutama
benzodiazepine
yang
sering
dikonsumsi
sehingga
ketagihan/addict.
menimbulkann
Daftar Pusaka
1. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Departemen
Kesehatan RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Jakarta, 1993 dan Supulement PPDGJ
III.
2. Setiabudi R. Farmakologi dan Terapi.Ed-5.Jakarta:FKUI;2007.h.139-60
3. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan&Sadock;Buku Ajar Psikiatri
Klinis.Ed-
2.Jakarta:EGC;2014.h.138-43
4. Sadock BJ, Sadock VA.Kaplan&Sadock;Synopsis of Psychiatry.10 th-Ed. New York:
Lippincott William Wilkins, 2007.p.457-60
5. Tasman A, Kay J, Lieberman JA, etc.Psychiatry.3 rd-Ed.USA:Library
Congress;2008.p.1186-98
of