Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Sedativa dan Hipnotika

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Disusun Oleh :
Kevin Ardiansyah
11-2013-265
Pembimbing :
dr. Evalina Asnawi Sp. KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA


Bab I
Pendahuluan
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat (SSP).
Efeknya bergantung dosis, mulai dari ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk,
menidurkan, hingga berat yaitu kehilangan kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati.
Obat-obatan hipnotik sedative adalah istilah untuk obat-obatan yamg mampu mendepresi
sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas moderate yang memberikan
efek menenangkan, sementara hipnotik adalah substansi yang dapat memberikan efek mengantuk
dan yang dapat memberikan onset serta mempertahankan tidur.
Obat yang dikaitkan dengan kelas gangguan terkait zat-zat ini adalah golongan
benzodiazepine (cth; diazepam, flunitrazepam), barbiturate ( cth: sekobarbital) dan zat lir
1 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

barbirturat yang meliputi metakualon ( dulu dikenal sebagai qualude dan meprobamat (equanil).
Indikasi utama untuk obat-obatan ini adalah sebagai antiepileptic, relaksan otot, anestetik, dan
ajuvan anestetik. Alkohol dan semua obat dari kelas ini memiliki toleransi silang, dan efek nya
bersifat aditif. Ketergantungan fisik dan psikologis terjadi pada semua jenis obat dan semua
dikaitkan dengan gejala putus obat.
Sedativ sendiri adalah obat yang mengurangi ketegangan subjektif dan menginduksi
ketenangan mental. Istilah sedative hampir sinonim dengan ansiolitik, obat yang mengurangi
ansietas. Hipnotik adalah obat yang digunakan untuk menginduksi tidur.
Dalam PPDJ Sendiri Gangguan Mental akibat Hipnotika dan Sedativa terdapat pada butir
F13.1

Bab II
Tinjauan Pustaka
Pengertian Hipnotik dan Sedativa
Hipnotika
Hipnotika atau obat-obat tidur (bahasa Yunani: hypnos = tidur) adalah zat-zat yang
diberikan pada malam hari dalam dosis terapi, dapat mempertinggi keinginan faal dan normal
untuk tidur, mempermudah atau menyebabkan tidur (Tjay dan Rahardja, 2002). Hipnotika
bekerja dengan cara mendepresi susunan saraf pusat (SSP) sehingga menyebabkan tidur,
menambah keinginan tidur atau mempermudah tidur (Anonim, 1994) yang realtif tidak selektif,
mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat
(kecuali benzodiazepin) yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati, bergantung
pada dosis.
Hipnotik efektif dalam mempercepat waktu menidurkan, memperpanjang waktu tidur
dengan mengurangi frekuensi bangun, serta memperbaiki kualitas (dalamnya) tidur. Akan tetapi
mempersingkat periode tidur REM (Rapid Eye Movement) .Kebutuhan tidur dapat dianggap
sebagai suatu perlindungan dari organisme untuk menghindari pengaruh yang merugikan tubuh
2 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

karena kurang tidur. Tidur yang baik, cukup dalam dan lama. Efek terpenting yang
mempengaruhi kualitas tidur adalah penyingkatan waktu peniduran, perpanjangan masa tidur dan
pengurangan jumlah periode bangun.
Insomnia atau kesulitan tidur dapat diakibatkan oleh banyak gangguan fisik, misalnya
batuk, rasa nyeri, atau sesak nafas. Yang sangat penting pula adalah gangguan jiwa, seperti
emosi, ketegangan, kecemasan atau depresi. Di samping faktor-faktor itu perlu juga diperbaiki
cara hidup yang salah, misalnya melakukan kegiatan psikis yang melelahkan sebelum tidur.
Dianjurkan untuk melakukan gerak badan secara teratur, jangan merokok dan minum kopi atau
alkohol sebelum tidur. Gerak-jalan, melakukan kegiatan yang rileks, mandi air panas, minum
susu hangat sebelum tidur, ternyata dapat mempermudah dan memperdalam tidur yang normal.
Obat-obat tertentu, kualitas kasur yang dan bantal yang buruk, ruangan yang berisik, cahaya
yang terang benderang, ventilasi yang jelek, serta suhu kamar yang tidak menunjang juga dapat
menyulitkan tidur.2
Sedativa
Sedangkan Obat-obat sedatif/sedativa pada dasarnya segolongan dengan hipnotik, yaitu
obat-obat yang bekerja menekan reaksi terhadap perangsangan terutama rangsangan emosi tanpa
menimbulkan kantuk yang berat.Jadi, bila obat-obat hipnotik menyebabkan kantuk dan tidur
yang sulit dibangunkan disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang kehilangan tonus otot
(Djamhuri, 1995), obat-obat sedatif hanya menekan reaksi terhadap perangsangan emosi tanpa
menimbulkan kantuk yang berat.
Golongan obat hipnotik-sedatif dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu
benzodiazepin, contohnya: flurazepam, lorazepam, temazepam, triazolam; barbiturat, contohnya:
fenobarbital, tiopental, butobarbital; hipnotik sedatif lain, contohnya: kloralhidrat, etklorvinol,
glutetimid, metiprilon, meprobamat; dan alcohol.2
Pengertian Akan Gangguan yang Disebabkan oleh obat Hipnotik dan Sedativ
Penyalahgunaan narkoba, penyalahgunaan, dan kecanduan yang sangat berakar nilai dan
sikap sosial. Nilai-nilai sosial dalam budaya kebanyakan yang direfleksikan dalam kebijakan
penyalahgunaan narkoba dan undang-undang pengendalian obat. Sebagai contoh, penggunaan
alkohol moderat banyak sanksi untuk orang dewasa, tapi keracunan publik atau mengemudi
dengan tingkat alkohol darah di atas 80-100 mg / dL tidak dikenakan sanksi. Istilah
"penyalahgunaan" umumnya diterapkan pada resep sedatif hipnotik-. The DSM-IV-TR tidak
3 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

menyediakan

kriteria

untuk

penyalahgunaan

seperti

halnya

karena

melanggar

dan

ketergantungan. Kapan obat yang diambil dalam dosis yang lebih tinggi, lebih sering atau untuk
jangka waktu lebih lama dari yang ditentukan, atau diambil oleh seseorang selain orang untuk
siapa obat itu diresepkan, perilaku umumnya dianggap penyalahgunaan obat.
DSM-IV-TR mendefinisikan penyalahgunaan dan ketergantungan dalam hal konsekuensi
perilaku dan fisiologis untuk orang minum obat. Kriteria untuk penyalahgunaan dan
ketergantungan dimaksudkan untuk menerapkan seragam mungkin di kelas obat, dan kriteria
tidak membedakan sumber obat atau tujuan yang ditujukan untuk yang awalnya diambil.
Selanjutnya, ketika kebanyakan orang, termasuk dokter berbicara tentang ketergantungan obat,
mereka mengacu pada ketergantungan fisik, yang ditandai dengan permusuhan konsekuensi
fisiologis dan gejala yang timbul selama penarikan. DSM-IV-TR menggunakan ketergantungan
jangka untuk menunjukkan bentuk yang lebih parah dari gangguan penggunaan zat dari
penyalahgunaan, dan menggunakan ERS1 spesifik "dengan fisiologis ketergantungan "atau"
tanpa ketergantungan fisiologis " untuk mencatat ada atau tidak adanya ketergantungan fisik.
Ketergantungan fisiologis tidak diperlukan untuk diagnosis ketergantungan obat.
Diagnosis ketergantungan zat adalah dibuat ketika pasien memiliki perilaku disfungsional yang
akibat dari penggunaan narkoba, dan menunjukkan ketidakmampuan untuk memodifikasi atau
membatasi penggunaannya meskipun konsekuensi negatif yang sering perilaku tersebut.
Menentukan apakah atau tidak perilaku disfungsional adalah "hasil" dari penggunaan
narkoba sangat penting. Pasien mungkin perlu diamati penggunaannya

untuk menentukan

apakah disfungsi adalah "disebabkan" oleh penggunaan narkoba. Pasien, anggota keluarga pasien
dan psikiater mengobati mungkin tidak setuju tentang apa yang menyebabkan gejala atau
perilaku disfungsi. Demikian juga, motivasi yang mendasari untuk "drugseeking" perilaku dapat
bervariasi. Sebagai contoh, seorang pasien yang serangan panik yang terbantu dengan obat
mungkin menunjukkan apa yang dapat ditafsirkan sebagai perilaku mencari obat jika akses untuk
obat terancam.3-4

Penggolongan Obat Hipnotik dan Sedativ.2


Terdapat 3 golongan agen sedatif hipnotik, yaitu :
1. Benzodiazepine
Golongan benzodiazepine menurut lama waktu kerjanya dapat dibagi menjadi 4 golongan
senyawa: bekerja sangat cepat dengan t 1/2 kurang dari 2 jam ( midazolam, tiopental), bekerja cepat
dengan t1/2 kurang dari 6 jam (triazolam, non-benzodiazepine; zolpidem, zolpiklon), bekerja
4 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

sedang dengan t1/2 antara 6 24 jam (estazolam, temazepam), bekerja lambat dengan t 1/2 lebih dari
24 jam (flurazepam, diazepam, quazepam).
Mekanisme kerja
Benzodiazepine berinteraksi dengan reseptor penghambat neurotransmiter yang diaktifkan
oleh asam gamma amino butirat (GABA). Benzodiazepine bekerja pada reseptor GABA A.
Benzodiazepine berikatan langsung pada sisi spesifik () reseptor GABA A (reseptor kanal ion
klorida), sedangkan GABA berikatan pada subunit atau . Pengikatan ini menyebabkan
pembukaan kanal klorida, memungkinkan masuknya ion klorida ke dalam sel, menyebabkan
peningkatan potensial elektrik sepanjang membran sel dan menyebabkan sel sukar
tereksitasi. Benzodiazepine tidak secara langsung mengaktifkan reseptor GABA A tapi
membutuhkan GABA untuk mengekspresikan efeknya. Ikatan benzodiazepine dengan
reseptor dapat bekerja sebagai agonis,antagonis atau invers agonis tergantung senyawa yang
terikat.
Farmakodinamik :
Pada sistem susunan saraf pusat, benzodiazepine tidak mampu menghasilkan tingkat
depresi saraf sekuat golongan barbiturat atau anestesi umum. Semua benzodiazepin memiliki
profil farmakologi yang hampir sama, namun efek utamanya bervariasi. Peningkatan dosis
benzodiazepine dapat menyebabkan depresi SSP yang meningkat dari sedasi ke hipnosis, dan
berlanjut ke stupor, keadaan ini sering dinyatakan sebagai efek anestesi namun kesadaran
pasien tetap bertahan dan tidak tercapai relaksasi otot yang diperlukan untuk pembedahan.
Pada dosis preanastetik, benzodiazepine menimbulkan anamnesia anterograd.
Pada sistem respirasi, dosis hipnotik tidak berefek pada orang normal. Pada dosis yang
lebih tinggi, benzodiazepine mendepresi ventilasi alveoli dan menyebabkan asidosis
respiratoar.
Benzodiazepine dapat menyebabkan apnea selama anestesi atau saat pemberian bersama
opioat. Pada pasien apnea saat obstructive sleep apnea (tidur karena sumbatan), efek
hipnotiknya dapat menurunkan tonus otot pada saluran napas atas dan meningkatkan
terjadinya episode apnea pada hipoksia alveolar, hipertensi pulmonaris dam pembebanan
ventrikular jantung. Pemberian benzodiazepine pada anak-anak dan individu yang
mempunyai kelainan fungsi hati perlu diperhatikan.
Pada sistem kardiovaskular, efek bevzodiazepine umumnya ringan kecuali pada
intoksikasi berat. Pada dosis preanestesi, dapat menurunkan tekanan darah dan menaikkan

denyut jantung.
Indikasi
Benzodiazepine dapat digunakan untuk berbagai indikasi, antara lain: pengobatan
insomnia, ansietas, kaku otot, medikasi preanestesi, dan anestesi. Secara umum penggunaan
terapi benzodiazepine bergantung pada waktu paruh, dan tidak selalu sesuai dengan indikasi

5 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

yang dipasarkan. Penggunaan sebagai hipnotik menggunakan benzodiazepine dengan waktu


paruh pendek, walaupun memiliki kelemahan yaitu peningkatan penyalahgunaan dan
beratnya gejala putus obat setelah penghentian penggunaan secara kronik.

Kontraindikasi
Benzodiazepine dikontraindikasikan pada pasien yang secara reguler tidur mendengkur,
karena dapat mengubah penyumbatan jalan napas parsial menjadi OSA (obstructive sleep

apnea).
Efek samping
Benzodiazepine dosis hipnotik pada kadar tinggi dapat menimbulkan efek samping,
antara lain : kepala ringan, malas, sakit kepala, pandangan kabur, vertigo, miam, muntah,
diare, nyeri dada, nyeri sendi, lamban, inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi mental
dan psikomotorik, gangguan koordinasi berpikir, disartria, dan amnesia anterograd. Efek
residual terliahat pada beberap benzodiazepine dan berhubungan erat dengan dosis yang
diberikan. Intensitas dan insiden intoksikasi SSP umumnya meningkat sesuai dengan usia

pasien, farmakokinetik dan farmakodinamik obat.


2. Barbiturat
Mekanisme
Barbiturat bekerja pada seluruh SSP walaupun pada setiap tempat tidak sama kuatnya. Dosis
nonanestesi menekan respon pasca sinapsis. Penghambatan hanya terjadi pada sinapsis
GABA-nergik. Walau demikian efek yang terjadi tidak semuanya melalui GABA sebagai
mediator. Barbiturat membantu kerja GABA, namun pada dosis lebih tinggi bersifat sebagai
agonis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi dapat menimbulkan depresi SSP yang
berat.

Farmakodinamik
- Susnan saraf pusat
Efek utama barbiturt adalah depresi SSP. Semua tingkat depresi tercapai ; sedasi,
hipnosis, berbagai tingkat anestesi, koma, sampai kematian. Barbiturat mengurangi rasa
nyeri dengan disertai hilangnya kesadaran, dan dosis keci barbiturat dapat meningkatkan
-

reaksi terhadap rangsangan nyeri.


Efek pada tingkatan tidur
Efek hipnotik barbiturat meningkatkan total lama waktu tidur dan mempengaruhi
tingkatan tidur yang bergantung pada dosis. Barbiturat mengurangi masa tidur laten,

jumlah terbangun, dan lama tidur REM serta tidur gelombang pendek.
Toleransi
Toleransi farmakodinamik terjadi dalam penurunan efek, dan berlangsung lebih lama
daripada toleransi farmakokinetik. Toleransi terhadap efek sedasi-hipnotik terjadi lebih
cepat dan kuat daripada efek antikonvulsi.

6 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Indikasi
Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik sedatit telah menurun karena efeknya terhadap
SSP kurang spesifik. Barbiturat masih digunakan pada terapi darurat kejang, seperti tetanus,
eklamsia, epilepsi, perdarahan serebral, dan keracunan konvulsan. Sebagai anestetik IV
menggunakan barbiturat yang bekerja sangat singkat. Barbiturat juga digunakan pada
narkoanalisis dan narkoterapi di klinik psikiatri. Fenorbartial digunakan untuk pengibatan

hiperbilirubinemia dan kernicetus pada neonatus.


Kontraindikasi
Barbiturat tidak boleh diberikan pada pasien alergi barbiturat, penyakit hati, ginjal,
hipoksia, dan penyakit parkinson, serta pasien psikoneuritik tertentu karena dapat menambah

kebingungan di malam hari pada pasien usia lanjut.


Efek samping
- Hangover / after effects.
Gejala ini merupakan residu depresi SSP setelah hipnotik berakhir. Dapat terjadi setelah
beberapa hari dari pemberian obat dihentikan. Efek residu berupa mual, muntah, vertigo,
-

diare, dan kadang muncul kelainan emosional serta fobia bertambah hebat
Nyeri
Barbiturat dapat menimbulkan mialgia, neuralgia, artragia, terutama pada pasien

psikoneuretik yang menderita insomnia.


Hipersensitivitas
Reaksi alergi terjadi pad individu yang menderita asma, urtikaria, sngiodema. Semua

gejala hipersensitivitas dapar terjadi, terutama dermatitis.


Interaksi obat
Barbiturat secara kompetitif menghambat metabolisme beberapa obat. Bagian terbanyak
interaksi barbiturat ialah induksi enzim mikrosomal hati yang mengakibatkan
peningkatan eliminasi banyak obat dan senyawa endogen lain. Metabolisme vitamin D
dan K ditingkatkan, yang kemudian menahan mineralisasi tulang dan menurunkan
absorbsi Ca2+ pada pasien yang diberi fenorbatital, penyebab gangguan pembekuan darah
pada neonatus. Induksi enzim di hati memacu metabolisme hormon steroid endogen, hal
ini mengganggu keseimbangan hormonal dan obat kontrasepsi oral, yang kemudian

menyebabkan kehamilan yang tidak didinginkan.


3. Sedatif-hipnotik golongan lain
Obat sedatif-hipnotik golongan lain, antara lain: paraldehid, kloral hidrat, etklorvinol,
glutetimid, metiprilon, etinamat, dan meprobamat. Semua obat tersebut memiliki efek
farmakologi yang menyerupai barbiturat kecuali meprobamat. Obat obat tersebut merupakan
depresan SSP yang dapat menghasilkan efek hipnotik dengan sedikit atau tanpa efek analgetik.
Penggunaan obat tersebut dapat menyebabkan toleransi dan ketergantungan fisik. Meprobamat
memiliki sifat yang menyerupai benzodiazepine, tetapi memiliki potensi kuat untuk
disalahgunakan dan antiansietasnya kurang efektif.
7 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Tabel 1. Jenis Obat hipnotik dan sedative dan dosis terapeutik


Sumber : Tasman A, Kay J, Lieberman JA, etc.Psychiatry.3 rd-Ed.USA:Library of

Congress;2008

Epidemiologi
Menurut DSM-IV TR , sekitar 6 persen individu pernah menggunakan sedative maupun
penenang , secara illegal termasuk 0,3 persen yang melaporkan penggunaan sedative pada tahun
sebelumnya dan 0,1 persen yang melaporkan penggunaan sedative pada bulan sebelumnya.
Kelompok umur penggunaan sedatif (3 persen) atau obat penenang ( 6 persen) dengan prevalensi
seumur hidup tertinggi adalah 26 sampai 34 tahun sementara mereka yang berusia 18 tahun
sampai 25 tahun paling besar kemungkinan menggunakan pada tahun sebelumnya. Sekitar

8 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

seperempat sampai sepertiga dari semua kunjungan ke ruang gawat darurat terkait zat melibatkan
zat dari kelas ini.
Rasio pasien pria terhadap wanita sebesar 3:1 dan rasio kulit putih terhadap kulit hitam
2:1. Beberapa orang menggunakan benzodiazapin sendiri , tapi orang yang menggunakan kokain
sering menggunakan benzodiazepine untuk mengurangi gejala putus zat dan penyalahguna
opiod. Karena zat ini mudah diperoleh, benzodiazepine juga digunakan oleh penyalahguna
stimulansia , halusinogen, , dan fensilklidin untuk membantu mengurangi ansietas yang
disebabkan oleh zat-zat tersebut,
Sementara penyalahgunaan barbiturat lazim pada dewasa matur yang memilki riwayat
penggunaan jangka lama penyalahgunaan zat ini, benzodiazepine disalahgunakan kelompok usia
yang lebih muda, biasanya di bawah usia 40 tahun. Kelompok ini mungkin memiliki sedikit
predominansi laki-laki dan mempunyai rasui kulit putih terhadap kulit hitam 2:1. Benzodiazepin
mungkin tidak disalahgunakan sesering zat lain untuk mabuk-mabukan atau menginduksi
perasaan euforik. Melainkan, mereka digunakan ketika seseorang berharap mengalami perasaan
rileks secara umum.3-5
Etiologi dan Neurofarmakologi
Benzodiazepin, barbiturate dan zat lir barbiturate semua memiliki efek primer terhadap
kompleks receptor asam gama aminobutirat (GABA) tipe A , yang memuat kanal ion klorida,
situs pengikat gaba , dan situs pengikat yang telah didefinisikan dengan baik untuk
benzodiazepine. Barbiturat dan zat lir barbiturate juga diyakini berikatan di suatu tempat pada
kompleks reseptor GABAA. Ketika benzodiazepine , barbiturate atau zat lir barbiturate berikatan
dengan kompleks tersebut , efeknya adalah meningkakan afinitas reseptor terhadap
neurotransmitter endongenya yaitu GABA dan meningkatkan aliran ion klorida yang bermuatan
negatif ke dalam neuron, influx dari ion klorida yang bermuatan negative ke dalam neuron
bersifat inhibitorik, dan menyebabkan hiperpolarisasi neuron secara relatif terhadap ruang
ekstraselular.
Meski semua zat dalam kelas ini menginduksi toleransi dan ketergantungan fisik,
mekanisme di balik efek ini pada benzodiazepin yang paling baik dipahami. Setelah penggunaan
benzodiazepin jangka panjang, efek reseptor yang disebabkan oleh agonis melemah. Secara
spesifik, stimulasi GABA oleh reseptor GABAA mengakibatkan lebih sedikit influx klorida
dibanding yang disebabkan oleh stimulasi GABA sebelum pemberian benzodiazepine.
Penurunan respon reseptor ini tidak disebabkan penurunan jumlah reseptor atau penurunan
9 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

afinitas terhadap GABA. Dasar penurunan regulasi tampaknya adalah perangkaian ( coupling )
antara situs pengikat GABA dan aktivasi kanal ion klorida. Penurunan efisiensi perangkaian ini
mungkin diatur di dalam kompleks reseptor GABAa itu sendiri atau melalui mekanisme neuronal
lain. 3-5
Ketergantungan dan Penyalahgunaan
Pola Penyalahgunaan
Beberapa sedatif hipnotik-, seperti barbiturat short-acting, adalah obat utama
penyalahgunaan-yaitu, biasa disuntikkan untuk dilihat efek inhibisi seperti alkohol.
Methaqualone Oral umumnya digunakan sebagai obat rekreasi. Penyalahgunaan benzodiazepin
adalah dalam konteks penggunaan polifarmasi di mana beberapa obat diambil dalam kombinasi
dengan lainnya minuman keras utama, seperti alkohol atau heroin, untuk mengintensifkan efek
subjektif yang diinginkan. Pecandu narkoba juga dapat menggunakan sedatif hipnotik-untuk
selfmedicate penarikan obat-obatan seperti heroin. Ketika maksud diakui adalah untuk
menghentikan penggunaan obat-obatan seperti heroin, dokter mungkin akan terpikat ke dalam
pemikiran bahwa selfadministration pecandu 'obat penenang-hipnotik tidak "penyalahgunaan."
Sementara pada kesempatan ini mungkin terjadi, sering itu bukan. Pecandu ' upaya episodik
untuk berhenti menggunakan heroin dengan mengobati diri sendiri gejala penarikan opiat dengan
sedatif hipnotik-tanpa memasuki penyalahgunaan narkoba pengobatan jarang menghasilkan
candu pantang dan dapat mengakibatkan pengembangan sekunder ketergantungan sedatifhipnotik. Pecandu juga dapat menggunakan sedatif hipnotik-untuk mengurangi efek samping
yang tidak menyenangkan dari stimulan, misalnya, kokain atau metamfetamin. Penurunan
penghakiman dan memori diproduksi oleh sedatif-hipnotik dalam kombinasi dengan terjaga dari
stimulan dapat mengakibatkan terduga perilaku.3-5
Macam Gangguan yang Disebabkan Hipnotik dan Sedatif
Revisi teks edisi keempat the Diagnostic and statistical manual of mental disorder IV
mendaftar sejumlah gangguan terkait sedative dan hipnotik atau ansiolitik

tapi hanya

menyertakan kriteria diagnosis spesifik untuk intoksikasi sedative dan hipnotik dan keadaan
putus sedative, hipnotik atau ansiolitik. Kriteria untuk mendiagnosis gangguan terkait sedative,
hipnotik atau ansiolitik lain diuraikan pada DSM-IV-TR yang spesifik untuk gejala utamasebagai contoh, gangguan psikotik terinduksi sedative hipnotik atau ansiolitik.3-4
Intoksikasi

10 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

DSM-IV-TR memuat satu set kriteria diagnosis untuk intoksikasi oleh zat sedative,
hipnotik atau ansiolitik apapun. Meski sindrom intoksikasi yang diinduksi oleh semua zat ini
serupa, perbedaan klinis yang samar dapat diamati, terutama dengan intoksikasi yang melibatkan
dosis kecil, diagnosis intoksikasi oleh salah satu dari kelas zat ini paling baik dikonfirmasi
dengan mengambil sampel darah untuk penapisan zat.
Benzodiazepin
Intoksikasi benzodiazepin dapat menyebabkan hambatan perilaku yang berpotensi
menyebabkan timbul perilaku yang agresif dan meresahkan orang lain. Efeknya mungkin paling
sering terjadi ketika benzodiazepine dikonsumsi bersama dengan alcohol. Intoksikasi
benzodiazepin menyebabkan lebih sedikit euphoria dibanding dengan intoksikasi oleh obat lain
dalam kelas ini. Karakteristik ini menjadi dasar lebih rendah nya potensi penyalahgunaan dan
ketergantungan benzodiazepine dari pada barbiturate. 3-4
Barbiturat dan zat lir-barbiturat
Barbiturate dan zat lir barbiturate dikonsumsi dalam jumlah relatif kecil, sindrom klinis
intoksikasinya tidak dapat dibedakan dengan yang disebabkan oleh intoksikasi alcohol. Gejala
meliputi kemalasan, inkoordinasi, kesulitan berpikir, daya ingat yang buruk, bicara dan
pemahaman lambat, daya nilai salah, impuls agresif seksual yang tidak dapat dihambat, perhatian
yang yang berkurang, emosi , cirr kepribadian dasar yang berlebihan.
Gejala-gejala lain yang mungkin ada adalah hostilitas, argumentative, kemurungan dan
kadang-kadang ide paranoid serta suicidal. Efek neurologis mencakup nistagmus , diplopia,
strabismus, cara berjalan ataksik dan tanda Romberg postif, hipotonia dan berkurangnya reflex
superficial. 3-4
Keadaan Putus Zat
DSM-IV-TR memuat satu set kriteria diagnosis untuk keadaan putus zat dari zat sedative,
hipnotik atau ansiolitik. Klinisi dapat merinci dengan gangguan persepsi bila ilusi, persepsi
yang berubah atau halusinasi tampak namun disertai uji realitas yang intak Benzodiazepin
mentebabkan sindrom putus zat dan bahwa keadaan putus zat dari benzodiazepine juga dapat
mengakibatkan penyulit medis serus
Benzodiazepin
Keparahan dinsdrom putus zat yang disebabkan oleh benzodiazepine bervarasi secara
signifikan tergantung dosis rata-rata dan durasi penggunaan, tapi sindrom putus zat ringan b
bahkan dapat terjadi setelah penggunaan jangka pendek benzodiazepine dosis yang rendah.
Sindrom putus zat yang signifikan terjadi pada penghentian dosis, contohnya dalam kisaran 40
mg sehari untuk diazepam, meski 10-20 mg sehari tetapi apabila dikonsumsi dalamm waktu yang
11 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

lama maka bila dihentikan juga akan mengakibatkan sindrom putus zat.Awitan gejala putus zat
biasanya terjadi 2 sampai 3 hari setelah penghentian penggunaan, tapi dengan obat dengan waktu
paruh lama seperti diazepam, latensi sebelum awitan mungkin 5 sampai 6 hari.
Gejalanya meliputi ansietas , disforia, intoleransi terhadap cahaya terang dan suara keras,
mual , berkerngat, kedutan otot dan kadang-kadang kejang ( biasanya pada dosis diazepam 50
mg perhari atau lebih ). 3-4
Barbiturat dan zat lir-barbiturat
Sindrom putus zat untuk barbiturate dan zat lir barbiturate berkisar dari gejala ringan
( contoh ansietas, kelemahan, berkeringat dan insomnia ) sampai gejala berat ( contoh kejang,
delirium, kolaps kardiovaskular dan kematian ). Orang yang telah menyalahgunakan fenobarbital
dalam kisaran 400 mg sehari dapat mengalami gejala putus zat yang ringan; mereka yang telah
menyalahgunakan zat dalam kisaran 800 mg sehari mengalami hipotensi ortostatik, kelemahan,
tremor, dan ansietas berat. Kurang lebih 75 persen orang-orang ini mengalami kejang terkait
putus zat. Pengguna dosis diatas 800 mg perhari dapat mengalami anoreksia , delirium,
halusinasi dan kejang berulang. 3-4
Sebagian besar gejala muncul dalam 3 hari pertama. Dan gangguan psikotik apabila
terjadi dimulai pada hari ketiga sampai kedelapan.
Delirium
DSM-IV-TR memungkinkan diagnosis delirium pada intoksikasi sedative, hipnotik atau
ansiolitik dan delirium pada putus sedative hipnotik atau ansiolitik. Delirium yang tidak dapat
dibedakan dengan delirium tremens yang disebabkan oleh keadaan putus alcohol lebih sering
dijumpai pada keadaan putus barbiturate dibanding pada keadaan putus zat benzodiazepine.
Delirium yang dikaitkan dengan intoksikasi dapat terlihat pada barbiturate maupun
benzodiazepine bila dosisnya cukup tinggi. 3-4
Dementia Persisten
DSM-IV-TR memungkinkan diagnosis demensia persisten terinduksi sedative, hipnotik
atau ansiolitik. Keberadaan gangguan ini controversial, karena terdapat ketidakpastian apakah
demensia persisten akibat penggunaan zat itu sendiri atau terhadap gambaran terkait penggunaan
zat. Seseorang sebaiknya mengevaluasi lebih lanjut diagnosis inidengan menggunaan kriteria
DSM-IV-TR untuk memastikan validitasnya. 3-4
Gangguan Amnestik Persisten

12 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

DSM-IV-TR memungkinkan diagnosis gangguan amnesik persisten terinduksi sedative,


hipnotik, atau ansiolitik. Gangguan amnesik yang dikaitkan dengan sedative dan hipnotif
mungkin tidak terdiagnosis. Satu pengecualian adalah meningkatnya jumlah laporan episode
amnesik yang disebabkan oleh penggunaan jangka pendek benzodiazepine dengan waktu paruh
pendek contoh : triazolam. 3-4
Gangguan Psikotik
Gejala psikotik pada keadaan putus barbiturate bisa jadi tidak dapat dibedakan dengan
delirium tremens yang disebabkan oleh alcohol. Agitasi , waham dan halusniasi biasanya visual ,
tapi terkadang gambaran taktil atau auditorik timbul setelah sekitar 1 minggu abstinensi. Gejala
psikotik yang disebabkan oleh intoksikasi atau keadaan putus zat lebih sering pada pemakaian
barbiturat dibanding benzodiazepine dan didiagnosis sebagai gangguan psikotik terinduksi
sedative , dan hipnotik. Klinisi dapat merinci lebih lanjut apakah waham atau halusinasi yang
menjadi gejala predominannya. 3-4
Gangguan lain
Penggunaan sedative, hipnotik atau ansiolitik juga dapat menyebabkankan gangguan
mood, gangguan ansietas, gangguan tidur dan disfungsi seksual. Bila tidak ada kategori
diagnostic yang dibahas sebelumnya yang tepat untuk seseorang dengan gangguan penggunaan
sedative dan hipnotik, diagnosis yang tepat adalah gangguan terkait sedative, hipnotik yang tak
tergolongkan. 3-4

13 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Sedative, hypnotic, or anxiolytic use disorders


Sedative, hypnotic, or anxiolytic dependence
Sedative, hypnotic, or anxiolytic abuse
Sedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced disorders
Sedative, hypnotic, or anxiolytic intoxication
Sedative, hypnotic, or anxiolytic withdrawal
Specify if:
With perceptual disturbances
Sedative, hypnotic, or anxiolytic intoxication delirium
Sedative, hypnotic, or anxiolytic withdrawal delirium
Sedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced persisting dementia
Sedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced psychotic disorder, with delusions
Specify if:
With onset during intoxication
With onset during withdrawal
Sedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced psychotic disorder, with hallucinations
Specify if:
With onset during intoxication
With onset during withdrawal
Sedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced mood disorder
Specify if:
14 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

With onset during intoxication


With onset during withdrawal
Sedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced anxiety disorder
Specify if:
With onset during withdrawal
Sedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced sexual dysfunction
Specify if:
With onset during intoxication
Sedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced sleep disorder
Specify if:
With onset during intoxication
With onset during withdrawal
Sedative-, hypnotic-, or anxiolytic-related disorder not otherwise specified
(Sumber : American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2000,
with permission.)
Tabel 2. Gangguan Terkait Sedatif, Hipnotik atau Ansiolitik DSM-IV-TR

A. Recent use of a sedative, hypnotic, or anxiolytic.


B. Clinically significant maladaptive behavioral or psychological changes (e.g.,
inappropriate sexual or aggressive behavior, mood lability, impaired judgment, impaired
social or occupational functioning) that developed during, or shortly after, sedative,
hypnotic, or anxiolytic use.
C. One (or more) of the following signs, developing during, or shortly after, sedative,
hypnotic, or anxiolytic use:
1. slurred speech
2. incoordination

15 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

3. unsteady gait
4. nystagmus
5. impairment in attention or memory
6. stupor or coma
D. The symptoms are not due to a general medical condition and are not better accounted for
by another mental disorder.
(Sumber : American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2000,
with permission.)
Tabel 3. Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR Intoksikasi Sedatif, Hipnotik atau Ansiolitik

A. Cessation of (or reduction in) sedative, hypnotic, or anxiolytic use that has been heavy
and prolonged.
B. Two (or more) of the following, developing within several hours to a few days after
16 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

criterion A:
1. autonomic hyperactivity (e.g., sweating or pulse rate greater than 100)
2. increased hand tremor
3. insomnia
4. nausea or vomiting
5. transient visual, tactile, or auditory hallucinations or illusions
6. psychomotor agitation
7. anxiety
8. grand mal seizures
C. The symptoms in criterion B cause clinically significant distress or impairment in social,
occupational, or other important areas of functioning.
D. The symptoms are not due to a general medical condition and are not better accounted for
by another mental disorder.
Specify if:
With perceptual disturbances
(Sumber : American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2000,
with permission.)
Tabel 4. Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR Keadaan Putus Sedatif, Hipnotik atau Ansiolitik

17 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Kriteria Diagnosis Menurut PPDGJ III


Menurut PPDGJ III Pada gangguan mental organik yang disebabkan oleh zat termasuk ke
penggolongan F1. Dimana dibagi lagi menjadi F10-19. Pada topik ini Gangguan mental dan
perilaku akibat penggunaan sedativa dan hipnotika tergolong dalam F13,Dalam Gangguan mental dan perilaku itu sendiri dibagi lagi menjadi
beberapa bagian tipe pennyalahgunaan zat yakni :1
F1x.0 Intoksikasi akut : Pedoman diagnositiknya adalah;

Intoksikasi akut sering dikaitkkan dengan : tingkat dosis zat yang


digunakan ( dose-dependent), individu dengan kondisi organik tertentu
yang mendasarinya ( Misalnya insufisiensi ginjal atau hati) yang dalam
dosis kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi berat yang tidak
proporsional

Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial perlu


dipertimbangkan (misalnya disihinbisi perilaku pada pesta atau upacara
keagamaan)

Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul


akibat penggunaan alkohol atau zat psikoaktif lainnya sehingga terjadi
gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau

fungsi dan respons psikofisiologis lainnya.


F1x.1 Penggunaan Yang Merugikan
Adanya Pola penggunaan zat psikoatif yang merusak kesehatan yang
dapat berupa fisik ( seperti pada kasus hepatitis karena menggunakan obat
melalui suntikan diri sendiri ) atau mental (misalnya episode gangguan
depresi sekunder karena konsumsi berat alkohol)
Pola penggunaan yang merugikan sering dikecam oleh pihak lain dan sering
kali disertai berbagai konsekuensi sosial yang tidak diinginkan
Tidak ada sindrom ketergantungan (F1x.2), gangguan psikotik (F1x.5),
bentuk spesifik lain dari gangguan yang berkaitan dengan penggunaan obat

atau alkohol
F1x.2 Sindrom ketergantungan;yang pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau lebih

gejala dibawah ini dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya


(a) adanya keinginan yang kuad atau dorongan yang memakan
(kompulsi) untuk menggunakan zat psikoaktif
18 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

(b) Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat termasuk


sejak mulainya usaha penghentian atau pada tingkat sedang
menggunakan
(c) keadaan putus zat secara fisiologis ketika penghentian penggunaan zat
atau pengurangan, terbukti dengan adanya gejala putus zat yangkhgas
atau orang tersebut menggunakan zat atau golongan zat yang sejenis
dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya
gejala putus zat
(d) terbuktinya adanya toleransi berupa peningkatan dosis zat psikoaktif
yang diperlukan guina memperoleh efek yang sama yang biasanya
diperoleh dengan dosis lebih rendah. Contoh yang kelas dapat
ditemukan pada individu dengan ketergantungan alkohol dan opiat
yang dosis hariannya dapat mencapai taraf yang dapat membuat tak
berdaya atau mematikan bagi pengguna pemula
(e) secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minad lain
disebabkan penggunaan zat psikoatif meningkatny jumlah waktu yang
diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan zat atau untuk
pulih dari akibatnya
(f) tetap menggunakan zat meskupun ia menyadari adanya akibat yang
merugikan seperti gangguan fungsi hati karena minum alkohol yang
berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat dari suatu periode
penggunaan zat yang berat atau hendaya fungsi kognitif berkaitan
engan penggunaan zat. Upaya perlu diadaakan untuk memastikan
bahwa pengguna zat sungguh-sunguh atau dapat diandalkan m sadar

akan hakekat dan besarnya bahaya.


F1x.3 Keadaan putus Zat

Keadaan putus zat merupakan salah satu indikator dari sindrom


ketergantungan dan diagnosis sindromketergantungan zat harus turut
dipertimbangkan

Keadaan putus zat hendaknya dicatat sebagai diagnosis utama bila


hal ini merupakan alasan rujukan dan cukup parah sampai memerlukan
perhaitan medis secara khusus

19 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan gangguan

psikologis (misalnya anxietas, depresi dan gangguan tidur) merupakan


gambaran umum dari keadaan putus zat ini Yang khas ialah pasien akan
melaporkan bahwa gejala putus zat akan mereda denganmeneruskan

penggunaan zat
F1x.4 Keadaan Putus Zat dengan Delirium

Suatu keadaan putus zat disertai komplikasi delirium

Termasuk delirium tremens , yangmerupakan akibat dari putus


alkohol secara absolut atau relatif pada pengguna yang ketergantungan
berat dengan riwayat penggunaan yang lama. Onset biasanya terjadi
sesudah putus alkohol. Keadaan gaduh gelisah toksik yang berlangsung
singkat tetapi adakalanya dapat membahayakan jiwam yang disertai
gangguan somatik

Gejala prodromal khas berupa : insomnia, ghemetar dan ketakutan.


Onset dapat didahuluio kejang setelah putus zat. Trias Klasik dari
gejalanya adalah : kesadaran berkabut dan kebingungan;halusinasi dan
ilusi yang hidup (vivid) yang mengenai salah satu pancaindera;dan tremor

berat
F1x.5 Gangguan Psikotik

Gangguan psikotik yang terjadi selama atau segerea sesudah


penggunaan zat psikoaktif (biasanya dalam waktu 48 jam), buka
merupakan manifestasi dari keadaan putus zat dengan delirium atau suatu
onset lambat.

Gangguan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoatif dapat tampil


dengan pola gejala yang bervariasi. Variasi ini akan dipengaruhi oleh jenis
zat yang digunakan dan krpibadian pengguna zat

F1x.6 Sindrom Amnesik

Sindrom amnesik yang disebabkan oleh zat psikoaktif harus


memenuhi kriteria umum untuk sindrom amnesik organik (F04)

Syarat utama untuk menentukan diagnosis adalah


(a) Gangguan daya ingat jangka pendek ( " rencent memory",
dalam mempelajari hal baru);gangguan sensai waktu ("time

20 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

sense", menyusun kembali urutan kronologis , meninjau


kejadian yang berulang menjadi satu peristiwa, dll)
(b) tidak ada gangguan daya ingat segera (immediate recall),
tidak ada gangguan kesadaran dan tidak adanya gangguan
kognitif secara umum
(c) adanya riwayat atau bukti yang objektif dari penggunaan

alkohol atau zat yang kronis ( terutama dengan dosis tinggi)


F1x.7Gangguan Psikotik Residual atau onset Lambat

Onset dari gangguan haris secara langsung berkaitan dengan


penggunaan alkohol atau zat psikoaktif

Gangguan fungsi kognitif,afek, kepribadian atau perilaku yang


disebabkan oleh alkohol atau zat psikoaktif yang berlangusng melampaui
jangka waktu khasiat psikoaktifnya (efek residual zat tersebut terbukti
secara jelas). Gangguan tersebut harus memperlihatkan suatu perubahan
atau kelebihan yang jelas dari fungsi sebelumnya yang normal

Gangguan ini harus dibedakan dari kondisi berhubungan dengan


peristiwa putus zat. Pada kondisi tertentu dan utnuk zat tertentu, fenomena
putus zat dapat terjaid beberapa hari atau minggu sesudah zat dihentikan

penggunaannya.
F1x.8 Gangguan Mental dan Perilaku lainnya

kaegori untuk semua gangguan sebagai akibat penggunaan zat


psikoatif yang dapat diidentifikasi berperan langsung pada gangguan
tersebut tetapi yang tidak memenuhi kriteria untuk dimasukkian dalam

salah satu gangguan yang telah disebutkan sebelumnya.


F1x.9 Gangguan Mental dan Perilaku YTT (Tak tergolongkan)
Penanganan dan Rehabilitasi
Keadaan Putus Zat
Benzodiazepin
Oleh karena beberapa benzodiazepine di eliminasi secara lambat dari tubuh, gejala putus
zat dapat terus berlangsung selama beberapa minggu. Untuk mencegah kejang dan gejala putus
zat lain, klinisi sebaiknya mengurangi dosis secara bertahap. Sejumlah laporan mengindikasikan
bahwa karbamazepin ( Tegretol ) mungkin berguna dalam penanganan keadaan putus zat
benzodiazepine. 3-4
Barbiturat
Untuk menghindari kematian mendadak selama keadaan putus zat barbiturate, klinisi
harus mengikuti pedoman klinis konservatif. Klinisi sebaiknya tidak memberikan barbiturate
21 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

kepada pasien yang koma atau sangat terintoksikasi . Seorang klinisi sebaiknya mencoba
menentukan dosis harian barbiturat yang biasa digunakan pasien kemudian menguji dosis
tersebut secara klinis. Sebagai contoh , seorang klinisi dapat member dosis uji 200 mg
pentobarbital tiap jam sampai terjadi intoksikasi ringan namun tidak terjadi gejala putus zat.
Klinisi kemudian dapat menurunkan total dosis harian dengan kecepatan sekitar 10 persen dari
total dosis harian. Bila dosis yang tepat telah ditentukan, barbiturat kerja lama dapat digunakan
untuk periode detoksifikasi. Selama proses ini, pasien mungkin mulai mengalami gejala putus
zat, pada kasus demikian klinisi sebaiknya membagi dua penurunan harian.
Pada prosedur putus zat , fenobarbital dapat digantikan dengan barbiturate kerja singkat
yang lebih sering disalahgunakan. Efek fenobarbital bertahan lebih lama, dan karena lebih
sedikit terjadi fluktuasi kadar darah barbiturate, fenobarbital tidak menyebabkan tanda toksik
atau overdosis serius yang teramati. Dosis adekuat adalah 30 mg fenobarbital untuk setiap 100
mg zat kerja singkat. Pengguna sebaiknya dipertahankan selama 2 hari pada kadar tersebut
sebelum dosis dukurangi lebih lanjut. Regimen ini analog dengan subtitusi metadon untuk heroin
Setelah keadaan putus zat selesai, pasien harus mengatasi hasrat untuk mulai
mengomsumsi zat lagi. Meski subtitusi sedative atau hipnotik nonbarbiturat untuk barbiturate
telah disarankan sebagai usaha terapeutik preventif , hal ini sering berujung dengan
menggantikan ketergantungan pada satu zat dengan zat lain3-4
.
Overdosis
Penanganan overdosis kelas zat ini mencakup lavase lambung, arang teraktivasi,
pemantauan tanda vital dan aktivitas system saraf pusat. Pasien overdosis yang datang mencari
pertolongan medis saat terjaga sebaiknya dijaga jangan sampai jatuh ke keadaan tidak sadar.
Memasang jalur intravena dan endotrakealtube sangat perlu untuk memantau keadaan vital
pasien dan jalan napas nya. 3-4

22 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Bab 3
Kesimpulan
Gangguan mental dan perilaku yang disebabkan oleh hipnotik dan sedativa pada dasarnya
disebabkan karena penggunaan yang tidak tepat dan diluar indikasi yang seharusnya sehingga
timbul reaksi obat akibat intoksikasi, ketergantungan dan juga putus obat. Karenanya dibutuhkan
pengertian akan penggunaan serta indikasi yang tepat akan penggunaan obat hipnotik dan
sedative

terutama

benzodiazepine

yang

sering

dikonsumsi

sehingga

ketagihan/addict.

23 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

menimbulkann

Daftar Pusaka
1. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Departemen
Kesehatan RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Jakarta, 1993 dan Supulement PPDGJ
III.
2. Setiabudi R. Farmakologi dan Terapi.Ed-5.Jakarta:FKUI;2007.h.139-60
3. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan&Sadock;Buku Ajar Psikiatri

Klinis.Ed-

2.Jakarta:EGC;2014.h.138-43
4. Sadock BJ, Sadock VA.Kaplan&Sadock;Synopsis of Psychiatry.10 th-Ed. New York:
Lippincott William Wilkins, 2007.p.457-60
5. Tasman A, Kay J, Lieberman JA, etc.Psychiatry.3 rd-Ed.USA:Library
Congress;2008.p.1186-98

24 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

of

Anda mungkin juga menyukai