KerjaCepat
Cortisone
Hydrocortison
Dosis
Equivalen
Potensi
Mineralo
kortikoid
Waktu
paruh
plasma
(menit)
LamaKerja
(jam)
25
20
1
0,8
60
90
812
812
KerjaSedang
Prednisone
Prednisolone
Methylprednisolone
Triamcinolone
KerjaLama
Dexamethasone
Betamethasone
Kortisol
5
5
4
4
0,25
0,25
0
0
60
200
180
300
2436
2436
2436
2436
0,75
0,6
0
0
200
200
3654
3654
memasuki
sitoplasma
sel
dan
berikatan
dengan
reseptor
(DNA)
spesifik,
yang
dikenal
sebagai
respon
elemen
Rejimen hari alternatif digunakan ketika penyakit sudah terkontrol, yakni dua
kali lipat dosis harian yang biasa diberikan setiap hari kedua. Alasannya adalah bahwa
keberhasilan lebih ditentukan oleh mekanisme anti-inflamasi transkripsi intraseluler
dibandingkan dengan jumlah obat yang sebenarnya berada di sirkulasi. Dalam rejimen
ini, pasien tidak terpapar dengan konsentrasi glukokortikoid harian yang tinggi dan,
dan dngan begitu, lebih sedikit penekanan terhadap aksis HPA. Konversi dari dosis
harian ke regimen hari alternatif harus dilakukan bertahap. Tujuan metode tersebut
adalah menurunkan dosis harian secara progesif, namun meninglatkan dosis pada hari
berikutnya.
Penggunaan kortikosteroid dapat dibagi menjadi terapi jangka pendek dan
jangka panjang. Jangka pendek didefinisikan sebagai pengobatan untuk durasi 3
minggu dan biasanya diperuntukkan untuk kondisi akut (seperti, dermatitis kontak
alergika). Terapi jangka panjang didefinisikan sebagai durasi > 4 minggu. Dalam
terapi jangka panjang, kortikosteroid-sparing agent biasanya ditambahkan ke dalam
terapi, yang memungkinkan pasien dapat terlepas dari penggunaan steroid.
Tapering
Tapering kortikosteroid diperlukan untuk menghindari efek samping
dermatalogis dan mencegah gejala withdrawal karena penekanan persisten aksis HPA.
Kurang terdapat bukti klinis untuk mendukung rejimen tertentu, dan berbagai jangka
waktu tapering telah dipelajari. Dua penelitian mengungkapkan bahwa tidak ada
perbedaan hasil yang signifikan secara klinis antara durasi 2 hingga 5 bulan tapering.
Terapi glukokortikoid jangka pendek, bahkan dengan dosis tinggi, dapat berhenti
tanpa tapering karena penekanan HPA tidak akan menetap dan konsekuensinya
jarang. Namun dalam terapi jangka panjang, tapering harus dilakukan dengan
pengurangan dosis dari 10% sampai 20% setiap 1 sampai 2 minggu, dengan
mempertimbangkan penyakit yang mendasari, kelemahan pasien, dan respon individu.
Untuk prednison, secara kasar diterjemahkan menjadi penurunan dosis:
keuntungan ialah kepatuhan terjamin karena pemberian dosis dilakukan oleh dokter.
Namun, setelah dosis diberikan, terdapat kelemahan termasuk variabilitas
interpersonal yang tinggi terhadap penyerapan yang tak menentu, kurangnya kontrol
terhadap dosis harian, dan tidak ada variasi diurnal. Oleh karena itu, dengan
pemberian cara ini dianggap kurang fisiologis. Tapering hanya terjadi melalui
biotransformasi dari obat. Komplikasi yang unik lainnya adalah lipoatrofi dan
pembentukan abses steril di tempat suntikan.
kortikosteroid
berhubungan
dengan
berbagai
efek
samping.
Penggunaan jangka pendek biasanya dapat ditoleransi dengan baik dan lebih sedikit
efek samping.
Tabel 3. Efek samping berkaitan dengan terapi kortikosteroid
Baseline (Pretreatment)
Anamnesa
Riwayat pribadi
Follow up
Penghentia
kemudian setiap
pengobatan
3 bulan
Poliuria
dan keluarga:
Polidipsia
diabetes,
Efek psikologi
hipertensi,
Gangguan tidur
dislipidemia,
Nyeri sendi
Pemeriksaan
glaukoma
Tekanan Darah
Nyeri abdomen
Tekanan Darah
Fisik
Tinggi badan
Tinggi badan
Berat badan
Laboratorium Gula Darah Puasa
Berat badan
Gula
Darah
Kortisol pagi
Profil lipid
Puasa
hari
Elektrolit
Profil lipid
Elektrolit
Radiologi
Uji Khusus
X-Foto Toraks
DEXA (pasien
DEXA
berisiko)
Tuberculin skin
Slit
test (PPD)
examinatio
lamp
Efek samping biasanya berhubungan dengan dosis dan peningkatan secara signifikan
pada dosis yang lebih tinggi. Namun, bahkan dengan dosis rendah untuk waktu yang
lama berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Dokter perlu benar-benar
mengevaluasi dan memantau (Tabel 3) pasien pada awal dan selama perawatan ketika
terapi kortikosteroid dalam jangka panjang diperlukan. Sehubungan dengan
banyaknya jumlah efek samping pada penggunaan kortikosteroid, artikel ini berfokus
pada efek samping yang lebih umum dan dapat dicegah.
Skeletal
Osteoporosis merupakan salah satu yang paling lazim dan merupakan efek
samping serius pada terapi kortikosteroid berkepanjangan. Prevalensi osteoporosis
yang diinduksi kortikosteroid dapat setinggi 30% - 50% jika tidak ada tindakan
pencegahan yang dilakukan. Pasien dengan resiko yang lebih tinggi adalah orang tua,
wanita pascamenopause, perokok, pecandu alkohol, dan mereka yang sebelumnya
osteoporosis atau patah tulang, gaya hidup lebih sering duduk statis, indeks masa
tubuh yang rendah, hipertiroidisme, dosis kortikosteroid yang lebih tinggi, dan
rheumatoid arthritis. Sebagian besar kehilangan tulang terjadi pada 6-12 bulan
pertama kortikoterapi; Oleh karena itu, pencegahan harus dimulai dini bila terapi
berkepanjangan diharapkan (>5mg prednisone untuk > 4 minggu). Pasien harus
menjauhkan diri dari merokok, mengurangi konsumsi alkohol dan kafein, melakukan
latihan angkat beban, dan mengambil kalsium 1500 mg dan vitamin D 800 IU per hari
(beberapa penulis menyarankan dosis yang lebih tinggi dari vitamin D). Pasien harus
menjalani pemeriksaan kepadatan tulang tahunan; berhubung absorptiometry dualenergi x-ray scan tidak semuanya sama, pasien harus melakukan pemeriksaan di
tempat yang sama tiap tahun. Terapi pencegahan lini pertama adalah oral bifosfonat;
misalnya, alendronate (70 mg sekali dalam 1 minggu) atau risedronate (35 mg sekali
seminggu atau 150 mg sekali sebulan). Diskusi mengenai terapi pencegahan lini
kedua lainnya (raloxifen, calcitonin) dan molekul yang lebih baru (teriparatide dan
denosumab) di luar akupan artikel ini.
Osteonekrosis, juga dikenal sebagai avaskular atau aseptik nekrosis caput
femoral, adalah salah satu komplikasi yang paling ditakuti dari terapi kortikosteroid.
Biasanya terjadi setelah 6-12 bulan terapi kortikosteroid dan berhubungan dengan
faktor-faktor risiko seperti trauma, penyalahgunaan alkohol, merokok, transplantasi
ginjal, lupus eritematosus sistemik (SLE), dan hipertrigliseridemia. Nyeri lokal pada
pergerakan berkembang menjadi nyeri saat istirahat, dan karena temuan pada foto xray membutuhkan waktu 6 bulan hingga tampak, MRI lebih dianjurkan karena
sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi. Pengelolaan konservatif terdiri dari
menghentikan obat, istirahat, dan menghindari menahan beban. Kasus yang lebih
lanjut memerlukan rujukan ke ahli bedah ortopedi untuk core decompression dan
fibular grafting. Dalam kebanyakan kasus, total hip arthroplasty akhirnya diperlukan.
Gastrointestinal
Banyak dokter meresepkan bersamaan dengan antagonis reseptor histamin
atau proton pump inhibitor dengan kortikosteroid untuk menghindari ulkus lambung
dan ulkus duodenum; namun, terdapat kontroversi dalam literatur tentang topik ini.
Kortikosteroid secara independen meningkatkan risiko PUD, tetapi peningkatan ini
bersifat marginal (perkiraan risiko relatif 1,1-1,5) yang mana lebih kecil dari risiko
yang berhubungan dengan NSAID. Namun demikian, kombinasi kortikosteroid dan
NSAID meningkatkan efek samping secara sinergis. Penelitian telah mengungkapkan
9
2 kali lipat peningkatan risiko efek samping GI pada pasien yang menggunakan CSS
dan NSAID dibandingkan dengan yang hanya memnggunakan NSAID saja dan
peningkatan risiko 4 kali lipat komplikasi GI bila dibandingkan dengan bukan
pengguna kedua golongan obat tersebut. Pasien yang mengkonsumsi kombinasi
kortikosteroid dengan asam asetilsalisilat atau NSAID lainnya atau yang dengan
faktor risiko terhadap PUD membutuhkan profilaksis; namun, sitoproteksi masih
diperdebatkan pada pasien yang hanya menggunakan glokokortikoid. Gejala awal
PUD tersamarkan oleh efek antiinflamasi dari kortikosteroid, di mana menjelaskan
kemungkinan lebih besar terjadi perforasi.
Okular
Glaukoma, sebagian besar terkait dengan preparat topikal steroid oftalmikal,
telah didokumentasikan dengan kortikosteroid sistemik pada dosis > 10 mg/hari.
Katarak biasanya terjadi bilateral setelah penggunaan kortikosteroid berkepanjangan
dan dapat dibedakan dari katarak senilis oleh lokasi subcapsular posteriornya. Anakanak lebih rentan daripada orang dewasa. Pembentukan katarak biasanya disebabkan
oleh dosis > 10 mg/hari terus menerus selama > 1 tahun. Katarak dapat distabilkan
jika dosis kortikosteroid secara signifikan diturunkan atau dihentikan. Evaluasi
oftalmologi harus dilakukan setiap tahun untuk mendeteksi dan mengobati komplikasi
ini.
Kardiometabolik
Efek
samping
metabolik
dan
kardiovaskular
yang
terkait
dengan
kortikosteroid cukup banyak terjadi. Peningkatan tekanan darah (BP) dapat terjadi
sekunder untuk meningkatan natrium dan retensi cairan, khususnya di antara
kortikosteroid dengan efek mineralokortikoid yang tinggi (fludrocortisone dan
hidrokortison). Pasien harus dipantau setiap 2-3 bulan untuk peningkatan BP.
Abnormalitas lipid, terutama hipertrigliseridemia, adalah umum; mekanismenya
mungkin berhubungan dengan insufisiensi insulin dan supresi ACTH. Semua pasien
yang menggunakan kortikosteroid berkepanjangan harus mengikuti diet kalori
terbatas dan rendah lemak jenuh. Hiperglikemia merupakan potensi lain terhadap efek
samping metabolik. Mekanisme penyebab termasuk peningkatan glukoneogenesis
hepatik, penurunan uptake glukosa perifer, dan resistensi insulin melalui perubahan
fungsi reseptor. Perkembangan dari DM de novo jarang terjadi jika pasien sebelumnya
10
sebelumnya
dalam
beberapa
bulan
setelah
penghentian
glukosa
umumnya
signifikan
mengalami
hiperglikemia
dan
yang
kesulitan
untuk
ditangani
secara
farmakologi
sebagai
penderita
11
Kesimpulan
Kortikosteroid merupakan molekul yang sangat berguna molekul dalam
pengobatan berbagai kondisi dermatologis. Kortikosteroid sering memberikan respon
cepat; namun, penting untuk memiliki pengetahuan mendalam tentang mekanisme
kerja agar dapat dengan nyaman menggunakannya dan untuk menghindari atau
mengurangi dampak buruk efek samping. Dalam era fobia steroid, dokter perlu untuk
menyampaikan manfaat dari obat-obatan ini, begitu juga dengan pentingnya
kepatuhan dan pemantauan untuk mencegah komplikasi serius.
13