Anda di halaman 1dari 9

TUGAS E-LEARNING

KEPERAWATAN KRITIS II
INFARK MIOKARD DAN ARITMIA

OLEH:

I KOMANG LEO TRIANDANA A.


131411123076
B17-AJ2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015

1. Data tambahan yang diperlukan pada pasien dengan Infark Miokard


a.

Apakah ada riwayat PJKA sebelumnya?

b.

Apakah ada faktor risiko seperti merokok, hipertensi, dislipidemia atau


riwayat PJKA sebelumnya

c.

Apakah nyeri dirasakan pada saat istirahat dan apakah terjadi terusmenerus (lebih dari 20 menit)

d.

Hasil laboratorium
1) CPK (Creatinin Phospokinase) > 50 u/L.
2) CK-MB (Creatinin kinase-MB) > 10 u/L.
3) LDH (Lactate Dehydrogenase) > 240 u/L.
4) SGOT (Serum Glutamic Oxalo Transminase) > 18 u/L.
5) Cardiac Troponin: positif.

e.

Untuk kasus kedua: EKG 12 Lead

Sumber: Muchid, A. 2006. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit


Jantung Koroner: Fokus Sindrom Koroner Akut. Jakarta: Direktorat
Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen bina kefarmasian dan
Alat Kesehatan Departemen kesehatan.

2. Interpretasi EKG pada kasus 1

a. Rhythm: irama sinus, ditandai dengan adanya gelombang P yang diikuti


kompleks QRS, lebar kompleks QRS 0,06-0,08 detik
b. Rate: dihitung dengan menggunakan rumus 300/kotak besar jarak antara
R-R (dicari letak gelombang R yang menempel pada garis)
300/4 = 75 kali/menit
c. Axis: normal
d. Hipertrofi: e. Injury
ST elevasi di lead II, III, aVF, V4, V5 dan V6 serta V4R, V5R, dan V6R
ST depresi di lead aVL, V1, V2 dan V3
Menunjukkan adanya infark miokard akut inferior (ST elevasi di lead II,
III dan aVF), iskemik high lateral (ST depresi di lead I dan aVL), infark
miokard akut anterolateral (ST elevasi di lead V4, V5 dan V6) serta infark
miokard akut ventrikel kanan (ST elevasi di lead V4R, V5R, V6R serta
reciprocal ST depresi di lead V1 dan V2)
Sumber:
Team ICCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta. 2012. Elektrokardiografi.
Surakarta: RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
3. Urutan intervensi yang akan diberikan pada kedua pasien
Manajemen awal kasus IMA adalah MONA yaitu Morfin-OksigenNitrogliserin-Aspirin dengan urutan A-O-N-M

Aspirin dengan dosis awal 162-365 mg dikunyah atau dihisap selanjutnya 81325 mg per hari
Oksigen: 2-4 L melalui nasal kanul
Nitrogliserin: 0,3-0,4 tablet sublingual setiap 5 menit (3 kali pemberian) atau 12 spray sublingual setiap 5 menit (3 kali pemberian) atau 10 mcg/menit melaui
intravena (titrasi 10 mcg setiap 3-5 menit menurut pengkajian nyeri dan
tekanan darah)
Morfin sulfat: 2-4 mg bolus iv (dapat diulangi setiap 5-15 menit sampai nyeri
terkontrol)

4. Penyebab kasus 1 berbeda dengan kasus 2


Umumnya berupa polineuropati diabetika, kompikasi yang sering
terjadi pada penderita DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. Manifestasi
klinis dapat berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses kejadian
neuropati biasanya progresif dimana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf
dengan gejala-gejala nyeri atau bahkan baal. Yang terserang biasanya adalah
serabut saraf tungkai atau lengan. Hal inilah yang menyebabkan Tn. R
merasakan nyeri dada daerah anterior tetapi tidak menyebar.
Sedangkanya pada Ny. W, nyeri epigastrium dapat diakibatkan adanya
persafaran yang sama antara jantung dan area epigastrium yaitu berasal dari
nervus vagus sehingga apabila terjadi infark pada jantung dapat bermanifestasi
menjadi nyeri epigastrium.
Usia lanjut, Wanita nyeri dada juga tidak khas (sesak nafas, nyeri dada
atipikal). Pada kasus 1: Laki-laki usia 60 tahun. Pada kasus 2: Wanita usia 56
tahun.
Sumber:
Konsesus Pencegahan dan Pengelolaan Nasional Penatalaksanaan Diabetes
Mellitus tipe 2 di Indonesia, Perkeni, 2006.
5. Pendidikan kesehatan apa yang perlu diberikan kepada kedua pasien setelah
mereka sembuh dari serangan
Pasien dengan miokard infark perlu belajar mengatur kegiatan sesuai
respon personal terhadap setiap situasi.

a.

Melaporkan ke fasilitas darurat terdekat bila merasa tekanan atau nyeri


dada tidak hilang setelah 15 menit dengan nitrogliserin

b.

Menghubungi dokter bila terjadi napas pendek, pingsan, denyut jantung


yang cepat atau lambar dan bengkak pada tumit atau kaki.

c.

Menghindari aktivitas yang menyebabkan nyeri dada, dispnu atau


kelelahan yang luar biasa

d.

Menurunkan berat badan bila perlu

e.

Berhenti merokok

f.

Aktivitas harus diselingi dengan istirahat yang cukup. Kelelahan yang


ringan itu normal dan biasa dijumpai pada masa-masa penyembuhan

g.

Menghindari makan besar dan tergesa-gesa

h.

Membatasi minuman yang mengandung kafein karena kafein dapat


mempengaruhi frekuensi jantung, irama dan tekanan darah

i.

Mematuhi diet yang dianjurkan, menyesuaikan kalori, lemak dan natrium


sesuai yang dianjurkan

j.

Berusaha mematuhi aturan pengobatan, khususnya dalam hal minum obat

k.

Melakukan aktivitas yang dapat membebaskan dari tekanan.

l.

Berjalan-jalan setiap hari dengan meningkatkan jarak dan lamanya sesuai


yang dianjurkan

m. Memantau denyut nadi selama aktivitas fisik sampai tercapai tingkat


aktivitas maksimal
n.

Menghindari aktivitas yang menegangkan otot, latihan isometrik, angkat


berat, setiap aktivitas yang memerlukan energi mendadak.

o.

Menghindari latihan fisik segera setelah makan

p.

Menyingkat waktu kerja saat pertama kali kembali ke pekerjaan

Sumber:
Smeltzer, S.C. dan Brenda G. B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.

PETA KONSEP KASUS 1


Risk Factors (Dapat dirubah):
Merokok, Kadar HDL yang rendah,
kolesterol total & LDL, trigliserid
yang tinggi, kurang olahraga, DM,
Obesitas,
Infeksi,
Konsumsi
alcohol.
Risk Factors (Tidak Dapat
dirubah):
Usia, jenis kelamin, riwayat
keluarga, RAS, Geografi, Kelas
Sosial.

Tn. R 60 tahun, riwayat DM 20 tahun


dibawa ke IRD. Keluhan nyeri dada
anterior, tidak ada penyebaran. Nyeri
memberat saat naik tangga, membaik
saat klien duduk. TTV : S 36.9, N : 95,
TD : 84/56, RR : 22, O2 sat : 99%

perfusi
jaringan tidak
efektif

intoleransi
aktivitas

PK:
Disritmia

Hasil ECG :
Infark miokard akut inferior
Iskemik high lateral
Infark miokard akut anterolateral
Infark miokard akut ventrikel kanan

nyeri

1. Tindakan emergensi (A-BC-D)


2. Beri
aspirin,
oksigen,
notrogliserin, morfin
3. Posisi semifowler, ling
tenang
4. Rekaman EKG 12 lead,
monitoring EKG
5. Ajarkan
teknik
napas
dalam
6. Kaji keluhan & TTV

PK:
Gagal Jantung

1. Beri terapi: aspirin,


fibrinolitik,
glikoprotein, beta
bloker, ACE inhibitor
(evaluasi ESO: krakles,
wheezing,
hiperglikemia)
2. Kolaborasi tindakan
PTCA atau CABG

5. Fase akut : istirahat, batasi


aktivitas, bantu ADL
6. Independen ambulasi
7. Latihan (pemanasan,
latihan, pendinginan)
8. Kaji TTV

1. Identifikasi disritmia
2. Kaji status hemodinamik
3. Evaluasi adanya
ketidaknyamanan
4. Jika disritmia, lakukan
tindakan sesuai algoritma
disritmia

Kiri
1. Kaji wheezing, crakles
2. Auskultasi bunyi jantung : evaluasi
S3
3. Monitor adekuasi perfusi organ
4. Monitor hemodinamik
Kanan
1. Beri cairan adekuat
2. Monitor PAWP
3. Auskultasi bunyi jantung utk
identifikasi gagal jantung kiri

1. Tindakan
emergensi (A-BC-D)
2. Beri
aspirin,
oksigen,
notrogliserin,
morfin
3. Posisi semifowler,
ling tenang
4. Rekaman EKG 12
lead, monitoring
EKG
5. Ajarkan
teknik
napas dalam
6.
keluhan &
1. Kaji
Beri terapi:
TTV
aspirin,
fibrinolitik,
glikoprotein, beta
bloker, ACE
inhibitor (evaluasi
ESO: krakles,
wheezing,
hiperglikemia)
2. Kolaborasi
tindakan PTCA
atau CABG

PETA KONSEP KASUS 2


Risk Factors (Dapat dirubah):
1. Merokok
2. Kadar HDL yang rendah
3. kolesterol total & LDL, trigliserid
yang tinggi,
4. kurang olahraga
5. DM
6. Obesitas
7. Infeksi
8. Konsumsi alkohol
Risk Factors (Tidak Dapat dirubah):
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Riwayat keluarga
4. RAS
5. Geografi
6. Kelas Sosial

Ny W, 56 th. Keluhan utama: nyeri


epigastrium dengan karakteristik
seperti terbakar. Klien mengatakan
ini merupakan keluhan gastritis
paling parah yang pernah dia alami
yang tidak menghilang dalam waktu
lama.
DO:
tampak
sedikit
sesak,
diaforesis, mual, muntah.
TD: 122/78 mmHg, N: 82 x/menit,
RR 20 x/menit, S 36,7C. TB 170
cm, BB 85 kg.
Dx: IMA

perfusi
jaringan
tidak efektif

Kriteria Hasil:
1. Nyeri

nyeri

dada

berkurang,
2. Perfusi
jaringan
jantung efektif
3. Kekurangan
vol.

Ris.
kekurangan
volume cairan

cairan

tidak terjadi
4. Aktivitas
toleran
5. Potensial
komplikasi
tidak terjadi.

1. Pertahankan catatan
intake output yang
akurat
2. Monitor status hidrasi
3. Pantau TTV
4. Berikan cairan intravena

intoleransi
aktivitas

1. Fase akut : istirahat,


batasi aktivitas,
bantu ADL
2. Independen
ambulasi
3. Latihan (pemanasan,
latihan,
pendinginan)
4. Kaji TTV

PK:
Disritmia

PK:
Gagal
Jantung

1. Identifikasi disritmia
2. Kaji
status
hemodinamik
3. Evaluasi
adanya
ketidaknyamanan
4. Jika
disritmia,
lakukan
tindakan
sesuai
algoritma
disritmia

Kiri
1. Kaji wheezing, crakles
2. Auskultasi bunyi jantung :
evaluasi S3
3. Monitor adekuasi perfusi organ
4. Monitor hemodinamik
Kanan
1. Beri cairan adekuat
2. Monitor PAWP
3. Auskultasi bunyi jantung untuk
identifikasi gagal jantung kiri

SOAL ARITMIA

Gambar di atas menunjukkan adanya Atrial Flutter


Rasionalnya:
1.

Irama teratur

2.

Tidak ada garis isoelektrik antara dua gelombang P

3.

Tampak ada gambaran gelombang P seperti gigi gergaji (saw tooth)

PETA KONSEP ATRIAL FLUTTER

Penyakit jantung koroner


Hipertensi
Idiopatik
Penggunaan obat-obatan

Nadi bervariasi (lambat, cepat, atau


normal)
Irama bisa teratur bisa tidak
Gelombang P tidak normal, seperti
gigi gergaji, teratur dan dapat
dihitung)
Interval PR tidak dapat dihitung
Gelombang QRS normal

intoleransi
aktivitas

perfusi jaringan
tidak efektif

a.
b.
c.
d.
e.

Bebaskan jalan nafas


Kompresi dada 30:2
Berikan O2
Lakukan defibrilasi
Evaluasi irama, denyut
jantung
f. Kolaborasi pemberian
antiaritmia

1. Fase akut : istirahat,


batasi aktivitas, bantu
ADL
2. Independen ambulasi
3. Latihan (pemanasan,
latihan, pendinginan)
4. Kaji TTV

Anda mungkin juga menyukai