Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori Asuhan Keperawatan

2.1.1 Sejarah proses keperawatan

Proses keperawatan pertama kali diperkenalkan pada tahun 1950-an sebagai

proses tiga tahap yaitu pengkajian, perencanaan, dan evaluasi yang berdasarkan

pada metode ilmiah yaitu mengobservasi, mengukur, mengumpulkan data, dan

menganalisis temuan-temuan tersebut (Doenges, Moorhouse, dan Burley, 1998).

Seiring perkembangan keperawatan, berbagai penemuan dalam dunia

keperawatan pun diperkenalkan, salah satunya adalah proses keperawatan.

Pada tahun 1955, seorang ahli keperawatan bernama Hall memperkenalkan

istilah proses keperawatan. Namun, hal ini baru sekadar istilah dan belum

dilaksanakan. Delapan tahun kemudian, Wiedenbach memperkenalkan 3 langkah

dalam proses keperawatan, yaitu : observasi, bantuan pertolongan, dan validasi

(Deswani, 2011).

Pada tahun 1967, Yura dan Walsh menjabarkan menjadi 4 tahap proses,

yaitu pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pada tahun 1967, edisi

pertama proses keperawatan dipublikasikan. Kemudian sejak edisi kedua tahun

1973 dipublikasikan tentang proses keperawatan semakin meningkat (Nursalam,

2011).

Pada tahun 1977 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan

proses keperawatan sebagai istilah pada sistem karakteristik intervensi

keperawatan pada kesehatan individu, keluarga dan komunitas. Sejalan dengan

pendekatan Organisasi Kesehatan Dunia, di Inggris sepanjang tahun 1980


membicarakan proses keperawatan yang meliputi 4 tahap yaitu pengkajian,

perencanaan, implementasi, evaluasi (Basfor & Slevin, 2006).

Pada tahun 1982, National Council of State Boards of Nursing

menyempurnakan tahapan dari proses keperawatan menjadi 5 tahap, yaitu :

pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Lima tahapan

inilah yang sampai saat ini digunakan sebagai langkah-langkah proses

keperawatan (Deswani, 2011).

2.1.2 Pengertian

Asuhan keperawatan adalah segala bentuk tindakan atau kegiatan pada

praktik keperawatan yang diberikan kepada klien yang sesuai dengan standar

operasional prosedur (SOP) (Carpenito, 2009).

Pemberi asuhan keperawatan adalah tugas perawat pelaksana (Hidayat,

2011). Perawat pelaksana bertugas memberikan asuhan keperawatan, membantu

penyembuhan, membantu memecahkan masalah pasien dibawah pengawasan

dokter atau kepala ruang (Pratiwi & Utami, 2010).

Pelayanan keperawatan dalam pelaksanaannya merupakan praktik

keperawatan yaitu tindakan mandiri perawat profesional dalam memberikan

asuhan keperawatan yang dilaksanakan dengan cara kerjasama yang bersifat

kolaboratif dengan klien dan tenaga kesehatan lain sesuai dengan lingkup

wewenang dan tanggungjawabnya.

Dalam memberikan pelayanan keperawatan terhadap pasien, perawat

memerlukan suatu kerangka kerja dan struktur organisasi dalam melakukan

rangkaian tahapan pendekatan untuk pemecahan masalah yang disebut proses


keperawatan, sehingga memungkinkan perawat untuk mengatur dan memberikan

asuhan keperawatan. Proses keperawatan adalah tindakan berurutan yang

dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah pasien, membuat

perencanaan untuk mengatasinya, melaksanakan rencana itu atau menugaskan

kepada orang lain untuk melaksanakannya dan mengevaluasi keberhasilan secara

efektif terhadap masalah yang diatasi.

Proses keperawatan memberikan cetak biru untuk berpikir kritis sehingga

perawat dapat mengindividulisasikan asuhan keperawatan dan memberikan respon

terhadap kebutuhan pasien dengan tepat. Proses keperawatan mencakup lima

tahap: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan

evaluasi. Proses tersebut harus dikerjakan secara ilmiah dan rasional, serta

dilaksanakan dengan sistematis.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa asuhan

keperawatan merupakan seluruh rangkaian proses keperawatan yang diberikan

kepada pasien yang berkesinambungan dengan kiat-kiat keperawatan yang di

mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki ataupun

memelihara derajat kesehatan yang optimal.

2.1.3 Tujuan Asuhan Keperawatan

Muhlisin (2011) menjelaskan bahwa penerapan proses keperawatan dalam

pemberian asuhan keperawatan mempunyai beberapa tujuan, yaitu :

1. Sebagai standar pemberian asuhan keperawatan.

2. Mempraktekkan metode pemecahan masalah dalam praktek keperawatan.

3. Memperoleh metode yang baku, sistematis, dan rasional.


4. Memperoleh metode yang dapat digunakan dalam berbagai macam situasi.

5. Memperoleh hasil asuhan keperawatan dengan kualitas tinggi.

Sedangkan menurut Christensen dan Kenney (2009) tujuan utama dari

asuhan keperawatan adalah:

1. Memberikan metode sistematis bagi praktek keperawatan.

2. Memudahkan pendokumentasian data, diagnosis, rencana, respon klien, dan

evaluasi.

3. Mengevaluasi efektivitas dan efisiensi asuhan.

4. Memberikan kemungkinan asuhan yang berkesinambungan dan mengurangi

kelalaian.

5. Mengindividualisasikan keikutsertaan klien dalam perawatan.

6. Meningkatkan kreativitas dan fleksibilitas dalam praktik keperawatan.

2.1.4 Fungsi Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan berfungsi sebagai berikut:

1. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi

tenaga keperawatan dalam memecahkan masalah klien melalui asuhan

keperawatan.

2. Memberi ciri profesionalisasi asuhan keperawatan melalui pendekatan

pemecahan masalah dan pendekatan komunikasi yang efektif dan efisien.

3. Memberi kebebasan pada klien untuk mendapat pelayanan yang optimal

sesuai dengan kebutuhanya dalam kemandirianya di bidang kesehatan.


2.1.5 Tahapan Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu

proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian yang

akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam

merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan

keperawatan sesuai dengan respon individu sebagaimana yang telah ditentukan

dalam standar praktik keperawatan dari ANA (American Nurses Association)

(Handayaningsih, 2007).

Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan, mengorganisasikan, dan mencatat

data-data yang menjelaskan respon tubuh manusia yang diakibatkan oleh masalah

kesehatan. Pencatatan pengkajian keperawatan bertujuan mengidentifikasi

kebutuhan unik klien dan respon klien terhadap masalah atau diagnosa

keperawatan yang akan mempengaruhi layanan keperawatan yang akan diberikan,

mengonsolidasikan dan mengorganisasikan informasi yang diperoleh dari

berbagai sumber ke dalam sumber yang bersifat umum sehingga pola kesehatan

klien dapat dievaluasi dan masalahnya dapat teridentifikasi, menjamin adanya

informasi dasar yang berguna yang memberikan referensi untuk mengukur

perubahan kondisi klien, mengidentifikasi karakteristik unik dari kondisi klien dan

responnya yang mempengaruhi perencanaan keperawatan dan tindakan

keperawatan, menyajikan data yang cukup bagi kebutuhan klien untuk tindakan

keperawatan; menjadi dasar bagi pencatatan rencana keperawatan yang efektif

(Ali, 2009).
Kegiatan utama dalam tahap pengkajian ini adalah pengumpulan data,

pengelompokan data, dan analisis data guna perumusan diagnosa keperawatan.

Pengumpulan data merupakan aktivitas perawat dalam mengumpulkan informasi

yang sistemik tentang klien. Pengumpulan data ditujukan untuk mengidentifikasi

dan mendapatkan data yang penting dan akurat tentang klien (Asmadi, 2008).

Metode utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara,

observasi, dan pemeriksaan fisik serta diagnostik.

1) Wawancara

Wawancara atau interview merupakan metode pengumpulan data secara

langsung antara perawat dan klien. Data wawancara adalah semua ungkapan

klien, tenaga kesehatan, atau orang lain yang berkepentingan termasuk keluarga,

teman, dan orang terdekat klien.

2) Observasi

Observasi merupakan metode pengumpulan data melalui pengamatan visual

dengan menggunakan panca-indra. Kemampuan melakukan observasi merupakan

keterampilan tingkat tinggi yang memerlukan banyak latihan. Unsur terpenting

dalam observasi adalah mempertahankan objektivitas penilaian. Mencatat hasil

observasi secara khusus tentang apa yang dilihat, dirasa, didengar, dicium, dan

dikecap akan lebih akurat dibandingkan mencatat interpretasi seseorang tentang

hal tersebut.

3) Pemeriksaan

Pemeriksaan adalah proses inspeksi tubuh dan sistem tubuh guna

menentukan ada/tidaknya penyakit yang didasarkan pada hasil pemeriksaan fisik

dan laboratorium. Cara pendekatan sistematis yang dapat digunakan perawat


dalam melakukan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan dari ujung rambut sampai

ujung kaki (head to toe) dan pendekatan sistem tubuh (review of system).

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan empat metode, yakni inspeksi,

auskultasi, perkusi dan palpasi.

(1) Inspeksi

Secara sederhana, inspeksi didefinisikan sebagai kegiatan melihat atau

memperhatikan secara seksama status kesehatan klien.

(2) Auskultasi

Auskultasi adalah langkah pemeriksaan fisik dengan menggunakan

stetoskop yang memungkinkan pemeriksa mendengar bunyi keluar dari rongga

tubuh pasien. Auskultasi dilakukan untuk mendapatkan data tentang kondisi

jantung, paru, dan saluran pencernaan.

(3) Perkusi

Perkusi atau periksa ketuk adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara

mengetuk secara pelan jari tengah menggunakan jari yang lain untuk menentukan

posisi, ukuran, dan konsistensi struktur suatu organ tubuh.

(4) Palpasi

Palpasi atau periksa raba adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara meraba

atau merasakan kulit klien untuk mengetahui struktur yang ada dibawah kulit.

2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai pengalaman/respon

individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual atau

potensial. Diagnosa keperawatan memberi dasar pemilihan intervensi


keperawatan untuk mencapai hasil akhir sehingga perawat menjadi akuntabel

(NANDA (North American Nursing Dianosis Association), 2012)

Komponen-komponen dalam pernyataan diagnosa keperawatan menurut

Asmadi (2008) meliputi:

1) Masalah (problem)

Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yang menggambarkan

perubahan status kesehatan klien. Perubahan tersebut menyebabkan timbulnya

masalah.

2) Penyebab (etiology)

Pernyataan etiologi mencerminkan penyebab dari masalah kesehatan klien

yang memberi arah bagi terapi keperawatan. Etiologi tersebut dapat terkait dengan

aspek patofisiologis, psikososial, tingkah laku, perubahan situasional gaya hidup,

usia perkembangan, juga faktor budaya dan lingkungan. Frase “berhubungan

dengan” (related to) berfungsi untuk menghubungkan masalah keperawatan

dengan pernyataan etiologi.

3) Data (sign and symptom)

Data diperoleh selama tahap pengkajian sebagai bukti adanya masalah

kesehatan pada klien. Data merupakan informasi yang diperlukan untuk

merumuskan diagnosa keperawatan. Penggunaan frase “ditandai oleh”

menghubungkan etiologi dengan data.

Rumusan diagnosa dapat PE yaitu permasalahan (P) yang berhubungan

dengan etiologi (E) dan keduanya ada hubungan sebab akibat secara ilmiah.

Rumusan PES sama dengan PE hanya ditambah simptom (S) atau gejala sebagai

data penunjang (Keliat, 2011).


Diagnosa keperawatan dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe menurut

Asmadi (2008) yaitu:

1) Diagnosa keperawatan aktual, yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan

masalah kesehatan yang nyata terjadi saat ini dan benar-benar faktual, sesuai

dengan data klinis yang diperoleh.

2) Diagnosa keperawatan risiko, yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan

masalah kesehatan yang berpeluang besar akan terjadi jika tidak dilakukan

tindakan keperawatan. Pada diagnosa ini masalah belum ada secara pasti,

namun etiologi penunjangnya sudah ada.

3) Diagnosa keperawatan potensial, yaitu diagnosa keperawatan yang

menjelaskan tetang keadaan sejahtera (wellness), yakni ketika klien

memiliki potensi untuk lebih meningkatkan derajat kesehatanya dan belum

ada data maladaptif atau paparan terhadap masalah kesehatan sebelumnya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tahap diagnosa keperawatan menurut

Asmadi (2008), antara lain:

1) Kesesuaian masalah dengan lingkup keperawatan

2) Kejelasan masalah

3) Keakuratan masalah dan faktor penyebab

4) Validitas masalah

5) Komponen diagnosa keperawatan (Problem, Etiology, Sign and symptom

(PES))

3. Planning

Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, klien, keluarga,

dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna
mengatasi masalah yang dialami klien. Perencanaan merupakan suatu petunjuk

atau bukti tertulis yang menggambarkan secara tepat rencana tindakan

keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya

berdasarkan diagnosa keperawatan (Asmadi, 2008).

Nursalam (2008) menjelaskan bahwa perencanaan meliputi pengembangan

strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah

yang diidentifikasikan pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah

menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi.

Kualitas rencana keperawatan dapat menjamin sukses dan keberhasilan rencana

keperawatan, perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk

mencegah, mengurangi, atau mengoreksi masalah-masalah yang telah

diidentifikasi pada diagnosa keperawatan, tahap ini dimulai setelah menentukan

diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana keperawatan.

Tahap perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses

keperawatan sebab perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi arah

bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk bagaimana,

kapan, dan siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan. Keterlibatan

keluarga dan orang terdekat klien atau pasien sangat diperlukan dalam

penyusunan rencana tindakan keperawatan untuk memaksimalkan perencanaan

tindakan keperawatan tersebut.

Tahap perencanaan memiliki beberapa tujuan penting, diantaranya sebagai

alat komunikasi perawat dan tim kesehatan lainya, meningkatkan kesinambungan

asuhan keperawatan bagi klien, serta mendokumentasikan proses dan kriteria hasil

asuhan keperawatan yang ingin dicapai (Asmadi, 2008). Unsur terpenting dalam
tahap perencanaan ini adalah membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan,

merumuskan tujuan, merumuskan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi

keperawatan.

1) Membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan (tahap kedua), perawat dapat

mulai membuat urutan prioritas diagnosa. Penentuan prioritas ini dilakukan

karena tidak semua diagnosa keperawatan dapat diselesaikan dalam waktu

bersamaan. Pada tahap ini perawat dan klien bersama-sama menentukan diagnosa

keperawatan mana yang harus dipecahkan lebih dulu dan memprioritaskannya.

Penentuan prioritas dapat dibuatkan skala prioritas tertinggi sampai prioritas

terendah. Ini dilakukan dengan mengurutkan diagnosa keperawatan yang

dianggap paling mengancam kehidupan sampai diagnosa yang tidak terlalu

mengancam kehidupan.

2) Merumuskan tujuan

Perawat perlu merumuskan tujuan untuk masing-masing diagnosa setelah

menyusun diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas. Tujuan ditetapkan dalam

bentuk tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang

dimaksudkan untuk mengatasi masalah secara umum, sedangkan tujuan jangka

pendek dimaksudkan untuk mengatasi etiologi guna mencapai tujuan jangka

panjang. Rumusan tujuan ini keperawatan harus SMART, yaitu specific (rumusan

tujuan harus jelas), measurable (dapat diukur), achievable (dapat dicapai,

ditetapkan bersama klien), realistic (dapat tercapai dan nyata), dan timing (harus

ada target waktu).


3) Merumuskan kriteria evaluasi

Penyusunan kriteria hasil/evaluasi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

diantaranya, kriteria hasil/evaluasi terkait dengan tujuan, bersifat khusus dan

konkret serta hasilnya harus dapat dilihat, didengar dan diukur oleh orang lain.

4) Merumuskan intervensi keperawatan

Perawat harus memperhatikan beberapa kriteria yang terkait dengan

rumusan intervensi keperawatan dalam merencanakan intervensi keperawatan.

Kriteria tersebut antara lain:

(1) Memakai kata kerja yang tepat.

(2) Bersifat spesifik.

(3) Dapat dimodifikasi.

Intervensi keperawatan terdiri atas intervensi keperawatan yang independen

dan intervensi keperawatan kolaboratif. Intervensi keperawatan independen

adalah intervensi keperawatan yang dilakukan perawat terhadap klien secara

mandiri tanpa peran aktif dari tenaga kesehatan lain. Intervensi keperawatan

kolaboratif adalah intervensi keperawatan yang dilakukan oleh perawat terhadap

klien dalam bentuk kerja sama dengan tenaga kesehatan lain.

4. Implementasi

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan

keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat

pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif,

kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu,

kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan observasi


sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi

dan kemampuan evaluasi.

Implementasi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase pertama

merupakan fase persiapan yang mencakup pegetahuan tentang validasi rencana,

implementasi rencana, persiapan klien dan keluarga. Fase kedua merupakan

puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Pada fase ini,

perawat menyimpulkan data yang dihubungkan dengan reaksi klien. Fase ketiga

merupakan terminasi perawat-klien setelah implementasi keperawatan selesai

dilakukan (Asmadi, 2008).

Dinarti (2009) menjelaskan bahwa implementasi keperawatan terdiri dari

rangkaian aktivitas keperawatan dari hari ke hari yang harus dilakukan dan

didokumentasikan dengan cermat.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan

perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan

tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan

secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.

Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa

keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali

ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment) (Asmadi,

2008).

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan

keperawatan pada klien. Evaluasi dapat dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau

formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau


sumatif dilakukan dengan membandingkan respons klien pada tujuan khusus dan

umum yang telah ditentukan, (Keliat, 2011). Evaluasi dapat dilakukan dengan

menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir:

S = respons subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan.

0 = respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan

A = analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan

apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru

P = perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada

respons klien

Menurut Asmadi (2008) ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait

dengan pencapaian tujuan keperawatan.

1) Tujuan tercapai jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan standar

yang telah ditentukan.

2) Tujuan tercapai sebagian atau klien masih dalam proses pencapaian tujuan

jika klien menunjukan perubahan pada sebagian kriteria yang telah

ditetapkan.

3) Tujuan tidak tercapai jika klien hanya menunjukan sedikit perubahan dan

tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat timbul masalah baru.
2.2 Kerangka Teori

Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian keperawatan
2. Diagnosa keperawatan
3. Perencanaan keperawatan
4. Tindakan keperawatan
5. Evaluasi keperawatan

Gambar 2.1 Kerangka teori asuhan keperawatan National Council of State


Boards of Nursing (1982

Anda mungkin juga menyukai