Anda di halaman 1dari 14

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Kamojang

(1974-1996)
Ridwan Moch Noor
180310060056
ABSTRAK
Karya tulis ini berjudul Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di
Kamojang (1974-1996). Pokok masalah yang dikaji dalam skripsi ini adalah
proses kelahiran dan juga perkembangan perusahaan pengeboran panas bumi di
Kamojang yang menjadi cikal bakal PLTP Kamojang dilihat dari faktor produksi
yang meliputi, modal, tenaga kerja dan sumber produksi.
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode sejarah yang
terdiri dari empat tahapan kerja meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan
historiografi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai
perkembangan pengeboran panas bumi di Kamojang dapat disimpulkan bahwa
pengeboran panas bumi di Kamojang pertama kali dilakukan oleh perusahaan
swasta

milik

pemerintah

Belanda

yaitu

The

Netherland

East

Indies

Vulcanologycal Survey, yang sekarang lebih dikenal dengan nama PLTP


Kamojang. Pengeboran panas bumi di Kamojang didirikan dengan maksud untuk
memenuhi kebutuhan Listrik di Jawa Barat . Selama periode 1974-1996. Pada
awal dilakukan pengeboran panas bumi di Kamojang, prioritas utama dari hasil
produksi uap adalah untuk memenuhi kebutuhan Listrik di Bandung dan Garut,
Namun setelah dikembangkan, PLTP mengkonsentrasikan produksinya khusus
untuk memenuhi kebutuhan listrik di Jawa Barat.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Semakin berkembangnya industri akan menuntut penyediaan energi yang
besar terhadap suplai kebutuhan industri tersebut. Pembangkit tenaga listrik
merupakan salah satu penyedia yang memiliki kontribusi yang sangat penting di
antara penunjang-penunjang energi lain.
Energi panas bumi merupakan sumber energi alternatif pengganti sumber
energi fosil yang diperkirakan dapat mengakibatkan kandungannya akan habis
bila dikonsumsi terus-menerus karena energi fosil tidak dapat diperbaharuhi.
Selain itu, biaya produksi energi panas bumi lebih ekonomis jika dibandingkan
dengan biaya produksi energi fosil seperti minyak bumi dan batubara.
Potensi sumber daya energi panas bumi di Kabupaten Bandung dapat
dikatakan sangat melimpah karena secara geografis struktur daerah Kabupaten
Bandung dikelilingi oleh gunung api yang masih aktif. Energi panas bumi yang
ada di Kabupaten Bandung, salah satunya berada di Kamojang. Keberadaannya
tidak dapat dipisahkan dari peran kaum penjajah, terutama Pemerintah Hindia
Belanda yang telah meletakkan dasar berkembangnya pengeboran energi panas
bumi tersebut. Pengeboran panas bumi di Kamojang sangat mempengaruhi
kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di sekitarnya.
Sumber energi panas bumi Kamojang merupakan sumber energi panas
bumi yang pertama diteliti di Indonesia. Ide awal eksplorasi panas bumi di
Kamojang dicetuskan oleh seorang ilmuan dari Belanda yang bernama J.B. van
Dijk pada tahun 1918. Akan tetapi, usulan tersebut tidak langsung dilaksanakan,
karena banyak kendala dan pertimbangan dari pemerintah Hindia Belanda. Pada
1925 ide untuk mengeksplorasi sumber panas bumi di Kamojang dicetuskan
kembali oleh N.J.M. Taverne setelah melihat hasil-hasil yang nyata pemanfaatan
panas bumi yang dikembangkan di Italia dan di California (Djayadi, 1974:19).

RIDWAN MOCH NOOR SIDANG 18 JULI 2012

Kemudian, pemerintah Hindia Belanda merealisasikannya dengan membentuk


perusahaan yang bernama The Netherland East Indies Vulcanologycal Survey.
Perusahaan ini berhasil melakukan pengeboran 5 sumur dari tahun 1925 sampai
1928. Setelah pertengahan tahun 1928 pengoboran oleh The Netherland East
Indies Vulcanologycal Survey berhenti karena keadaan finansial pemerintah
kolonial Belanda tidak memadai untuk melakukan pengembangan pengeboran
lebih lanjut1.
Meningkatnya pertumbuhan penduduk serta berkembangnya sektor
Industri secara signifikan, menyebabkan kebutuha pasokan listrik meningkat pula.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah tersebut adalah mengadakan kerjasama
dengan Selandia Baru yang tertuang dalam colombo plant pada tahun 1974.
Pengembangan PLTP kamojang dilakukan melalui dua tahapan yaitu, tahap
pertama adalah membangun PLTP unit satu yang berkapasitas 30 MW diresmikan
pada tahun 1983, Pada tahap kedua dan ketiga membangun PLTP unit 2 dan unit 3
yang masing-masing berkapasitas 55 MW yang diresmikan pada tahun 1988.
Beberapa alasan utama penulis melakukan penelitian ini ialah karena PLTP
Kamojang merupakan sumber energi panas bumi pertama yang dikembangkan
oleh pemerintah Hidia Belanda di Indonesia (The Netherland East Indies
Vulcanologycal Survey). Hasil dari penelitian tersebut merupakan cikal bakal
terjunnya Pertamina dalam pengeboran di Kamojang. Alasan lain ketertarikan
penulis terhadap penelitian ini karena panas bumi merupakan energi alternatif
pengganti energy
1.2 Perumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah perkembangan panas
bumi di Kamojang. Untuk memudahkan penulisan, ada beberapa permasalahan
pokok yang berkaitan dengan tema yang dibahas. Hal tersebut melahirkan sebuah
perumusan masalah sebagai berikut:
1 Berhentinya kegiatan pengeboran di Kamojang disebab oleh beberapa faktor yaitu, kekosongan
kas negara karena korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan Hindia Belanda, banyaknya
pengeluaran untuk membiayai perang, krisis ekonomi yang melanda dunia dan berdampak
langsung terhadap negara jajahan. Kegiatan pengeboran di Kamojang tersebut berhenti total pada
saat itu dan setelah Indonesia merdeka dilanjutkan kembali oleh pemerintah Indonesia yang
mengadakan kerjasama dengan negara asing melalui proyek yang berbeda.

1. Apa yang melatarbelakangi dibukanya Pembangkit Listrik Tenaga Panas


bumi (PLTP) Kamojang?
2. Bagaimana perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP)
Kamojang (1974-1996)?
3. Sejauh mana perubahan yang berhubungan dengan faktor produksi dalam
perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Kamojang?
4. Bagaimana peran serta pemerintah terhadap perkembangan pengeboran
panas bumi di Kamojang?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menghasilkan sebuah karya
ilmiah yang sesuai dengan kaidah-kaidah dalam penulisan karya sejarah. Selain
itu, dapat menambah pengetahuan penulis serta pembaca tentang bagaimana
sejarah perkembangan pengeboran panas bumi di Kamojang Kabupaten Bandung.
Penelitian ini juga bertujuan sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar
sarjana. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menjelaskan apa melatarbelakangi dibukanya Pembangkit Listrik Tenaga
Panas bumi (PLTP) Kamojang.
2. Menguraikan

perkembangan

Pembangkit

Listrik

Tenaga

Panas

bumi(PLTP) Kamojang (1974-1996).


3. Mengetahui sejauh mana perubahan yang berhubungan dengan faktor
produksi dalam perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi
(PLTP) Kamojang.
4. Mengetahui peran serta pemerintah terhadap perkembangan pengeboran
panas bumi di Kamojang.
1.4 Metode Penelitian
Dalam setiap penelitian tentu menggunakan metode yang merupakan
prosedur umum dalam melakukan sebuah penelitian. Penulis menggunakan
metode sejarah sebagai patokan dalam menulis suatu karya sejarah yang bersifat
kronologis. Metode sejarah terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap heuristik atau

RIDWAN MOCH NOOR SIDANG 18 JULI 2012

pengumpulan data, tahap kritik, tahap interpretasi atau penafsiran, dan terakhir
adalah tahapan historiografi (Herlina, 2008:15).
1.5 Tinjauan Pustaka
Pada masa sekarang ini, kajian mengenai sejarah perindustrian semakin
banyak diangkat untuk dikaji, salah satunya sejarah perindustrian yang ditinjau
dari masalah perusahaannya. Namun memfokuskan kajian pada permasalahan
pengeboran panas bumi di Kamojang yang lebih terfokus pada masalah mengenai
faktor-faktor produksi yang bergerak didalamnya, belum ada yang membahas.
Kurangnya pembahasan mengenai panas bumi Kamojang bisa dilihat dari
tersedianya beberapa sumber yang membahas tentang pengeboran panas bumi,
namun belum ada yang benar-benar terfokus pada permasalahan mengenai fakta
produksi yang bergerak dalam pengeboran panas bumi itu sendiri.
Dalam penulisan dan pembahasan skipsi ini, penulis menggunakan
sumber-sumber primer yang berupa koran-koran, wawancara yang berkaitan
dengan judul skripsi ini sebagai acuan utama dalam penulisan. Selain itu, penulis
juga menggunakan sumber-sumber yang berupa buku sebagai acuan utama dalam
penulisan.
1.6 Kerangka Pemikiran Teoretis
Corak atau model dari penelitian sejarah tidak hanya memfokuskan pada
sejarah yang bersifat menceritakan suatu kejadian atau peristiwa namun lebih
kepada menerangkan suatu kejadian atau peristiwa tersebut, hal ini bisa juga
disebut sebagai analisis sejarah. Langkah yang sangat penting dalam membuat
suatu analisis sejarah adalah menyiapkan suatu kerangka pemikiran yang
mencakup berbagai konsep dan teori yang akan dipakai dalam membuat analisis
tersebut. (Kartodijrdo, 1993 : 2)
Kerangka pemikiran teoretis diperlukan dalam suatu penulisan sejarah
modern yang membutuhkan analisis untuk menjelaskan stuktur suatu masalah.
Penulis juga menyadari pentingnya hal tersebut oleh karena itu dalam sub bab
kerangka pemikiran teoritis ini, penulis menampilkan konsep mengenai
perusahaan.

Menurut Pandojo dalam Pengantar Ekonomi Perusahaan

dijelaskan

bahwa perusahaan merupakan suatu lembaga yang diorganisir dan dijalankan


untuk menyediakan barang-barang dan jasa-jasa untuk masyarakat dengan motif
keuntungan (Pandojo, 1986: 3). Selain bertujuan agar mendapatkan keuntungan,
perusahaan juga mempunyai tujuan lain seperti perkembangan, pretise, servis, dan
juga diterimanya lembaga perusahaan tersebut dalam kehidupan. Oleh karena
itulah dalam pembuatan suatu perusahaan harus diterima dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat.
Dalam pembentukan suatu perusahaan diperlukan suatu sumber-sumber
ekonomi diantaranya adalah : alam, manusia, modal, ilmu pengetahuan, sosial dan
budaya. Sumber ekonomi biasa juga disebut dengan faktor produksi yang secara
spesifik diantaranya meliputi : modal, sumber produksi dan manajemen.
1.7 Organisasi Penulisan
Organisasi penulisan skripsi ini disusun secara kronologis dan sistematis
serta berdasarkan kepada syarat penulisan yang diakronis. Organisasi penulisan
ini terdiri dari empat bab pembahasan yang dikomposisikan dengan sub-bab
pembahasan disetiap babnya. Pada bab pertama terdapat pendahuluan yang terdiri
dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode
penelitian, tinjauan pustaka, kerangka pemikiran teoretis, dan organisasi
penulisan. Bab pertama ini berguna sebagai landasan awal untuk memahami
substansi pada bab-bab berikutnya sekaligus sebagai pengantar untuk memahami
skripsi ini.
Bab II menguraikan letak geografis dan penduduk sekitar Kamojang.
Bab III membahas mengenai berdirinya pembangkit listrik tenaga panas
bumi(1974-1983). Tahun 1974 merupakan awal pengeksplorasian yang dilakukan
pertamina, sedangkan tahun 1983 dijadikan sebagai peresmian pembuatan PLTP
yang berkapasitas 30 MW. Uraian dari bab ini dibagi kedalam sub-bab yang
terdiri dari enam sub-bab yang meliputi eksplorasi, sumber produksi, modal,
tenaga kerja, produksi dan manajemen.
Bab IV menjelaskan tentang perkembangan produksi pembangkit listrik
RIDWAN MOCH NOOR SIDANG 18 JULI 2012

panas bumi di Kamojang (1983-1996). Dalam bab ini diuraikan menjadi lima subbab yang meliputi sumber produksi,modal, tenaga kerja, produksi dan
manajemen. Tahun 1983 dijadikan awal untuk melanjutkan pengembangan panas
bumi di kamojang menjadi 110 MW, sedangkan tahun 1996 dijadikan akhir
pembahasan dikarenakan adanya pengembangan perusahaan dari bentuk awalnya
menyatu dalam menajemen Pertamina secara keseluruhan menjadi milik
Perusahaan Listrik Negara.
Bab V menguraikan hasil analisis

dan interpretasi penulis terhadap

pengeboran panas bumi di Kamojang dari tahun 1974 hingga 1996 yang
dijelaskan dalam bab simpulan. Sebagai akhir dari penulisan skripsi ini, penulis
juga mencantumkan daftar pustaka yang bertujuan untuk menguji dan
membuktikan bahwa sumber-sumber yang dicantumkan mempunyai keterkaitan
dan mendukung dari keakuratan data menjadi fakta sejarah.

ISI
Kamojang merupakan nama lain dari Kampung Pangkalan. Pangkalan
dapat diartikan sebuah tempat untuk berkumpul. Menurut cerita yang berkembang
di masyarakat setempat, Kamojang berasal dari kata mojang cantik. Konon
katanya, di kawasan ini pernah hidup seorang perempuan yang cantiknya begitu
tersohor di tatar Sunda. Secara geografis wilayah PLTP Kamojang terletak di
kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Kamojang, berada pada koordinat
07000120700657 Lintang Selatan (LS) dan 1070313510705350 Bujur
Timur (BT), luas kawasan Kamojang adalah 15,5363 km2. Secara administrasi
pemerintahan, kawasan konservasi TWA Kawah Kamojang terletak dalam dua
wilayah, yaitu Desa Laksana, Kecamatan Ibun (Kabupaten Bandung) dan Desa
Randukurung, Kecamatan Samarang (Kabupaten Garut).
Kebijakan pemerintah terhadap kawasan Kamojang dibagi menjadi dua
bagian pelaksana karena kawasan Kamojang terletak di daerah perbatasan antara
Kabupaten Bandung dengan Kabupaten Garut. Pemerintah Kabupaten Bandung
berfungsi sebagai fasilitator, dalam arti memberikan fasilitas yang dapat
menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan kepariwisataan, seperti
dalam hal investasi di bidang pariwisata dan peningkatan kedatangan wisatawan.
Kebijakan pemerintah mengenai pajak pendapatan wisata alam TWA Kawah
Kamojang dialokasikan oleh pemerintah Kabupaten Bandung.
Pemerintah Daerah Kabupaten Garut tidak mempunyai kebijakan secara
langsung dalam pengelolaan dan pengembangan TWA Kawah Kamojang karena
secara administrasi blok pemanfaatan TWA Kawah Kamojang berada di
Kabupaten Bandung. Hanya saja, Pemerintah Daerah Kebupaten Garut
mempunyai kebijakan secara tidak langsung dalam mendukung pengembangan
TWA Kawah Kamojang, yaitu dengan membangun sarana dan prasarana di jalur
ke arah TWA Kawah Kamojang seperti pembangunan hotel atau penginapan, oleh
karena itu orang-orang berpikiran bahwa daerah kamojang masuk ke dalam
wilayah administratif Garut serta didukung oleh akses jalan dan sarana
RIDWAN MOCH NOOR SIDANG 18 JULI 2012

transportasi untuk menuju Kamojang lebih mudah dicapai melalui Garut.


Kebijakan terhadap pengembangan panas bumi Kamojang terbagi menjadi
dua yaitu, Pertamina Area Panas Bumi EP Kamojang dan PT. Indonesia Power.
Kedua perusahaan tersebut tidak mempunyai kewenangan dan kebijakan secara
langsung berhubungan dengan pengembangan dan pengelolaan TWA Kawah
Kamojang karena pengelolaan wisata alam TWA Kawah Kamojang diserahkan
pengusahaannya kepada Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten (KPH
Bandung Selatan) dan pengelola kawasannya oleh BKSDA Jawa Barat II.
Kawah Kamojang merupakan salah satu dari empat sumber geothermal
yang sudah dieksploitasi di Jawa Barat. Jika dilihat dari gunung Guntur,
Kamojang merupakan bagian dari suatu kelompok gunung yang terdapat di tiga
daerah dataran tinggi. Gagasan awal untuk membuka lapangan panas bumi di
Kamojang dikemukakan oleh J.B. van Dijk kepada Pemerintahan Hindia Belanda
pada 1918. Usulan J.B. van Dijk itu tidak langsung dilaksanakan, karena banyak
kalangan yang meragukan keberhasilan proyek tersebut. Salah satunya seperti
yang dikemukakan oleh B.G. Escher. Menurut pendapat B.G. Escher, letak
gunung api sangat jauh dari pusat perkotaan atau industri, letak gunung api yang
terlalu tinggi dapat mengakibatkan terhambatnya proses produksi panas bumi,
Pada tahun 1925 N.J.M. Taverne mengemukakan saran-saran baru untuk
pendayagunaan kekuatan volkanik. Hal ini didasarkan atas hasil-hasil yang nyata
di Italia dan di California. Pengeboranpun mulai dilakukan pada tahun 1925
sampai 1928 dengan melakukan pengeboran sebanyak 5 sumur, akan tetapi hanya
sumur 3 yang menghasilkan panas bumi dan dapat dimanfaatkan. Akan tetapi
pengeboran sumur tersebut berhenti dilakukan oleh pemerintah Belanda
dikarenakan pada saat itu pemerintah Belanda sedang terkena krisis ekonomi yang
diakibatkan perang dan korupsi.
Penelitianpun dilanjutkan kembali pada tahun 1971 sampai tahun 1978,
kerjasama antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Selandia
Baru, mengadakan proyek kerjasama penelitian studi kelayakan potensi panas
bumi di Indonesia. Kerjasama tersebut tertuang dalam Colombo Plan Technical
Aidprogram yang di lakukan oleh Selandia Baru Geothermal Project dan

Geological survey of Indonesia (GSI). Salah satu daerah penelitiannya adalah


kawasan panas bumi Kamojang. Tidak hanya mengirimkan para ahli geothermal
saja, pemerintah Selandia Baru pun memberikan dana yang diperlukan untuk
melakukan eksplorasi ini. Pemerintah Selandia Baru memberikan 24 juta dolar
dari 34 juta dolar yang diperlukan, sedangkan untuk sisanya sebanyak 10 juta
dolar didapat dari pemerintah Indonesia. Dana itu dipakai untuk pengeboran 5
sumur penyidikan, 10 sumur produksi dan membangun 1

stasiun monoblok

dengan kapasitas 0,5 MW, yang diresmikan oleh Mentri Enegi Prof. Dr. Subroto
pada tanggal 27 November 1978. Monoblok inilah yang dijadikan langkah untuk
pengembangan pemanfaatan panas bumi untuk selanjutnya
Seiring dengan perkembangan penelitian panas bumi maka pemerintah
menunjuk Pertamina untuk melakukan eksploitasi dan eksplorasi panas bumi.
Dalam hal ini Pertamina membentuk Divisi Geothermal berdasarkan Keputusan
Presiden (Kepres) no. 6 tanggal 20 Maret 1974 meskipun dengan wilayah kerja
yang masih terbatas yaitu pulau Jawa saja.
Kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Selandia Baru selesai, maka
penelitian dan pengembangan potensi panas bumi di kamojang dilakukan oleh
Pertamina. Tahap pertama Pertamina melakukan pengeboran sumur untuk
pemenuhan suplai panas bumi, sehingga akhirnya menggerakkan

seluruh

komponen yang berada di stasiun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi sampai
menghasilkan listrik. Pangeboran pertama dilakukan pada tahun 1976 dengan
melakukan pengeboran sumur Kamojang 11, pengeboranpun dilakukan terus
sampai akhirnya setelah melakukan 10 pengeboran sumur dan dirasakan cukup
untuk suplai uap maka pemerintah meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Panas
Bumi di Kamojang yang menghabiskan Rp. 17,47 milyar itu tanggal 29 Januari
1983, sementara biaya dalam pendistribusiannya Pertamina membangunan power
plant, jaringan transmisi dan semua gardu induk sebesar Rp.11.251.558.000,00.
kedaerah sekitar Kabupaten Bandung dan Garut.
Pengeboranpun terus dilanjutkan untuk perkembangan Pembangkit Listrik
Tenaga Panas Bumi di Kamojang, yang mana perencanaanya itu akan dibangun
unit II dan III yang berkapasitas masing-masing 55 MW dan diresmikan pada

RIDWAN MOCH NOOR SIDANG 18 JULI 2012

tahun 1988 oleh Presiden Soeharto, biaya dikeluarkan dalam pengeboran satu
sumur eksplorasi dan sumur produksi masing-masing sebesar $ 2,540.000 dan US
$ 1,400.000. dalam kurun waktu tahun 1974-1992 telah berhasil melakukan
pengeboran 52 sumur yang mana sumur yang menghasilkan uap disambungkan ke
setiap masing-masing stasiun PLTP.
Kehadiran industri besar PLTP Kamojang di perbatasan kecamatan Ibun
Kab.Bandung dan Kecamatan Samarang (Kab.Garut) 1974, telah mengakibatkan
munculnya berbagai dampak terhadap kehidupan masyarakat. Dampak yang
disebabkan oleh keberadaan PLTP tersebut ada yang positif maupun negatif. Oleh
sebab itu, peran serta masyarakat dibutuhkan untuk mengontrol jalannya usaha
pengeboran tersebut.
Sebagai suatu perusahaan industri besar, kehadiran PLTP Kamojang telah
menyebabkan pesatnya angka pertumbuhan bagi tenaga pencari kerja untuk
wilayah kedua kecamatan tersebut dan sekitarnya. Pada awalnya, perekrutan
pekerja PLTP Kamojang mengambil tenaga kerjanya berasal dari luar daerah
sekitar. Hal ini disebabkan orang-orang daerah setempat tidak mempunyai
keahlian dalam teknologi panas bumi. Bahkan PLTP Kamojang mendatangkan
tenaga-tenaga ahli dari luar negeri untuk menduduki posisi yang penting. Setelah
mencapai tahap perkembangan PLTP Kamojang, mereka memberi kesempatan
luas bagi tenaga kerja putra daerah, yang ingin bekerja di PLTP Kamojang. Akan
tetapi hal tersebut disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan pengalaman si
pencari kerja serta lowongan pekerjaan yang tersedia.Hal ini dimaksudkan agar
tidak terjadi kecemburuan sosial di daerah tersebut. Khusus untuk tenaga kerja
asing, PLTP Kamojang sejak dini telah berusaha meminimalisasikan jumlah dan
memproritaskan tenaga-tenaga kerja yang berasal dari Indonesia.
Usaha untuk mengatasi masalah tenaga pencari kerja putra daerah yang
belum

ditempatkan,

PLTP

Kamojang

dibawah

Pertamina

antara

lain

mengutamakan mereka untuk belajar ke luar daerah selama kurun waktu


tertentu.Bagi putra daerah, dari program belajar tersebut diharapkan dapat
memanfaatkan keahlian yang mereka peroleh. Hal tersebut dimaksudkan antara
lain untuk meningkatkan kualitas pendidikan memacu keinginan bekerja bagi

tenaga kerja putra daerah.Selain itu, juga dimaksudkan untuk menghilangkan


pandangan masyarakat sekitar yang beranggapan bahwa pendirian PLTP
Kamojang di tengah-tengah kehidupan masyarakat sekitar akan membawa
negative dari segi lingkungan, sosial dan keamanan.
Keberadaan PLTP Kamojang di wilayah perbatasan antara Kecamatan
Ibun (Kab.Bandung) dan Kecamatan Samarang (Kab.Garut) secara tidak
langsung, telah mengakibatkan meningkatnya sarana dan prasarana masyarakat
sekitar dan luar daerah. Diantaranya dalam bidang kesehatan, pendidikan dan
pembangunan jalan. Jumlah sarana dan prasarana kesehatan masyarakat di
wilayah sekitar pada masa sebelum pendirian PLTP (1974-1980) tidak sebanyak
pada masa PLTP Kamojang didirikan.Untuk jumlah puskesmas, pada kurun waktu
1974-1980, hanya terdapat 1buah puskesmas yang berada di dekitar wilayah PLTP
Kamojang.Jumlah dokter pada masa itu sangat sedikit yaitu 2 orang, itupun
bertugas secara giliran. Akan tetapi setelah PLTP Kamojang berdiri, mereka
mendirikan beberapa tambahan puskesmas baik itu di daerah sekitar Kecamatan
Ibun maupun diKecamata Samarang bahkan atas dasar timbal balik perusahaan
kepada masyarakat pembuatan puskesmas pun dilakukan di luar daerah tersebut
seperti pembuatan ke puskesmas di kota Garut maupun di pusat Kabupaten
Bandung, selain pembuatan puskesmas mereka mendatangkan dokter dari kota.
Tingkat pendidikan mayoritas masyarakat Kamojang pada masa sebelum
pendirian PLTP Kamojang masih berada di bawah rata-rata, keadaan ini antara
lain disebabkan terbatasnya keuangan (tingkat ekonomi rendah), tradisi turunmenurun yang tidak bisa mengenyam pendidikan, serta minimnya sarana
pendidikan dan tenaga pengajar pada masa itu. Seiring dengan berdirinya PLTP
Kamojang serta makin berkembangnya teknologi di wilayah Kecamata Ibun
(Kab.Bandung) maupun Kecamata Samarang (Kab.Garut), masyarakat semakin
sadar bahwa untuk mengembangkan daerahnya diperlukan individu-individu yang
berkualitas.Oleh sebab itu, pembangunan sarana bidang pendidikan terutama
pendidikan dasar juga digalakan, misalnya dengan menbangunan sekolah-sekolah
dasar (SD), SLTP, SLTA.

RIDWAN MOCH NOOR SIDANG 18 JULI 2012

SIMPULAN
Pengeboran tahap pertama dilakukan tahun 1925 sampai tahun 1928 oleh
The Netherland East Indies Vulcanologycal Survey dengan melakukan
pengeboran sumur sebanyak 5 sumur yang mana hanya sumur 3 saja
menghasilakan uap panas bumi.
Penelitian panas bumi di Indonesia kembali dilakukan pada tahun 1971
atas dasar kerjasama antara Indonesia dengan Selandia Baru salah satu tempat
yang diteliti adalah wilayah Kamojang. dalam hal ini pemerintah Indonesia yang
diwakili oleh Pertamina dengan Selandia Baru berhasil melakukan pengeboran 10
sumur dan 1 buah monoblok berkapasitas 0,25 MW yang diresmikan pada tahun
1978 dan mampu menyuplai listrik untuk keperluan PLTP, yang mana monoblok
ini merupakan titik awal dalam pengembangan PLTP di Kamojang.
Kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan Selandia Baru selesai,
maka pengembangan PLTP di Kamojang dilakukan oleh Pertamina dalam hal ini
sesuai dengan Keputusan Presiden (Kepres) no. 6 tanggal 20 Maret 1974. Tahap
pertama yang dilakukan pertamina dengan melakukan melakukan pengeboran
sumur panas bumi untuk menyuplai pasokan panas bumi ke stasiun PLTP unit I
yang berkapsitas 30 MW. PLTP unit I pun diresmikan untuk beroprasi pada tahun
1983, yang mana pasokan listriknya dialirkan untuk memenuhi kebutuhan listrik
di Kabupaten Bandung terutama Majalaya, Cicalengka, rancaekek dan beberapa
daerah di Garut. Diresmikanmikannya PLTP Kamojang unit I itu menambah
motivasi bagi Permaina untuk melakukan pengembangan PLTP di Kamojang. Hal
itu dilakukan dengan membuat PLTP unit II dan Unit III masing-masing
berkapasitas 55 MW, yang mana peresmiannya dilakukan tahun 1988 oleh
presiden Soeharto.
Dampak positif dengan adanya pembangunan PLTP di Kamojang, seiring
dengan perkembangan PLTP maka perekrutan tenaga kerja diproritaskan dari
daerah sekitar, kegiatan ekonomi masyarakat sekitar yang meningkat karena
pasokan listrik yang tersedia, adanya timbal balik perusaan terhadap masyarakat.

DAFTAR SUMBER
A.Dokumen / Arsip
Arsip Pertamina Divisi Hubungan Masyarakat 1992.
Arsip Pertamina Divisi Produksi (1974-1996).
Arsip Pertamina Divisi Sumber Daya Manusia (1974-1996).
B. Buku
Anwari. 1997.
Panasbumi dalam perpektif Nasional. Jakarta: Manajemen pembangunan.

Anwari dkk.1996.
Dinamika Kepemimpinan dalam Pertamina. Jakarta : LAN.

Boedoyo, M. Sidik. 1994.


Aspek Teknik dalam Pengembangan PLTP di Indonesia. Jakarta:
DirektoratTeknologi BPPT.

Dienaputra, Reiza D. 2006.


Sejarah Lisan ; Konsep dan Metode. Bandung: Minor Books.

Herlina, Nina. 2008.


Metode Sejarah. Bandung: Satya Historika.

RIDWAN MOCH NOOR SIDANG 18 JULI 2012

Anda mungkin juga menyukai