(1974-1996)
Ridwan Moch Noor
180310060056
ABSTRAK
Karya tulis ini berjudul Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di
Kamojang (1974-1996). Pokok masalah yang dikaji dalam skripsi ini adalah
proses kelahiran dan juga perkembangan perusahaan pengeboran panas bumi di
Kamojang yang menjadi cikal bakal PLTP Kamojang dilihat dari faktor produksi
yang meliputi, modal, tenaga kerja dan sumber produksi.
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode sejarah yang
terdiri dari empat tahapan kerja meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan
historiografi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai
perkembangan pengeboran panas bumi di Kamojang dapat disimpulkan bahwa
pengeboran panas bumi di Kamojang pertama kali dilakukan oleh perusahaan
swasta
milik
pemerintah
Belanda
yaitu
The
Netherland
East
Indies
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Semakin berkembangnya industri akan menuntut penyediaan energi yang
besar terhadap suplai kebutuhan industri tersebut. Pembangkit tenaga listrik
merupakan salah satu penyedia yang memiliki kontribusi yang sangat penting di
antara penunjang-penunjang energi lain.
Energi panas bumi merupakan sumber energi alternatif pengganti sumber
energi fosil yang diperkirakan dapat mengakibatkan kandungannya akan habis
bila dikonsumsi terus-menerus karena energi fosil tidak dapat diperbaharuhi.
Selain itu, biaya produksi energi panas bumi lebih ekonomis jika dibandingkan
dengan biaya produksi energi fosil seperti minyak bumi dan batubara.
Potensi sumber daya energi panas bumi di Kabupaten Bandung dapat
dikatakan sangat melimpah karena secara geografis struktur daerah Kabupaten
Bandung dikelilingi oleh gunung api yang masih aktif. Energi panas bumi yang
ada di Kabupaten Bandung, salah satunya berada di Kamojang. Keberadaannya
tidak dapat dipisahkan dari peran kaum penjajah, terutama Pemerintah Hindia
Belanda yang telah meletakkan dasar berkembangnya pengeboran energi panas
bumi tersebut. Pengeboran panas bumi di Kamojang sangat mempengaruhi
kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di sekitarnya.
Sumber energi panas bumi Kamojang merupakan sumber energi panas
bumi yang pertama diteliti di Indonesia. Ide awal eksplorasi panas bumi di
Kamojang dicetuskan oleh seorang ilmuan dari Belanda yang bernama J.B. van
Dijk pada tahun 1918. Akan tetapi, usulan tersebut tidak langsung dilaksanakan,
karena banyak kendala dan pertimbangan dari pemerintah Hindia Belanda. Pada
1925 ide untuk mengeksplorasi sumber panas bumi di Kamojang dicetuskan
kembali oleh N.J.M. Taverne setelah melihat hasil-hasil yang nyata pemanfaatan
panas bumi yang dikembangkan di Italia dan di California (Djayadi, 1974:19).
perkembangan
Pembangkit
Listrik
Tenaga
Panas
pengumpulan data, tahap kritik, tahap interpretasi atau penafsiran, dan terakhir
adalah tahapan historiografi (Herlina, 2008:15).
1.5 Tinjauan Pustaka
Pada masa sekarang ini, kajian mengenai sejarah perindustrian semakin
banyak diangkat untuk dikaji, salah satunya sejarah perindustrian yang ditinjau
dari masalah perusahaannya. Namun memfokuskan kajian pada permasalahan
pengeboran panas bumi di Kamojang yang lebih terfokus pada masalah mengenai
faktor-faktor produksi yang bergerak didalamnya, belum ada yang membahas.
Kurangnya pembahasan mengenai panas bumi Kamojang bisa dilihat dari
tersedianya beberapa sumber yang membahas tentang pengeboran panas bumi,
namun belum ada yang benar-benar terfokus pada permasalahan mengenai fakta
produksi yang bergerak dalam pengeboran panas bumi itu sendiri.
Dalam penulisan dan pembahasan skipsi ini, penulis menggunakan
sumber-sumber primer yang berupa koran-koran, wawancara yang berkaitan
dengan judul skripsi ini sebagai acuan utama dalam penulisan. Selain itu, penulis
juga menggunakan sumber-sumber yang berupa buku sebagai acuan utama dalam
penulisan.
1.6 Kerangka Pemikiran Teoretis
Corak atau model dari penelitian sejarah tidak hanya memfokuskan pada
sejarah yang bersifat menceritakan suatu kejadian atau peristiwa namun lebih
kepada menerangkan suatu kejadian atau peristiwa tersebut, hal ini bisa juga
disebut sebagai analisis sejarah. Langkah yang sangat penting dalam membuat
suatu analisis sejarah adalah menyiapkan suatu kerangka pemikiran yang
mencakup berbagai konsep dan teori yang akan dipakai dalam membuat analisis
tersebut. (Kartodijrdo, 1993 : 2)
Kerangka pemikiran teoretis diperlukan dalam suatu penulisan sejarah
modern yang membutuhkan analisis untuk menjelaskan stuktur suatu masalah.
Penulis juga menyadari pentingnya hal tersebut oleh karena itu dalam sub bab
kerangka pemikiran teoritis ini, penulis menampilkan konsep mengenai
perusahaan.
dijelaskan
panas bumi di Kamojang (1983-1996). Dalam bab ini diuraikan menjadi lima subbab yang meliputi sumber produksi,modal, tenaga kerja, produksi dan
manajemen. Tahun 1983 dijadikan awal untuk melanjutkan pengembangan panas
bumi di kamojang menjadi 110 MW, sedangkan tahun 1996 dijadikan akhir
pembahasan dikarenakan adanya pengembangan perusahaan dari bentuk awalnya
menyatu dalam menajemen Pertamina secara keseluruhan menjadi milik
Perusahaan Listrik Negara.
Bab V menguraikan hasil analisis
pengeboran panas bumi di Kamojang dari tahun 1974 hingga 1996 yang
dijelaskan dalam bab simpulan. Sebagai akhir dari penulisan skripsi ini, penulis
juga mencantumkan daftar pustaka yang bertujuan untuk menguji dan
membuktikan bahwa sumber-sumber yang dicantumkan mempunyai keterkaitan
dan mendukung dari keakuratan data menjadi fakta sejarah.
ISI
Kamojang merupakan nama lain dari Kampung Pangkalan. Pangkalan
dapat diartikan sebuah tempat untuk berkumpul. Menurut cerita yang berkembang
di masyarakat setempat, Kamojang berasal dari kata mojang cantik. Konon
katanya, di kawasan ini pernah hidup seorang perempuan yang cantiknya begitu
tersohor di tatar Sunda. Secara geografis wilayah PLTP Kamojang terletak di
kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Kamojang, berada pada koordinat
07000120700657 Lintang Selatan (LS) dan 1070313510705350 Bujur
Timur (BT), luas kawasan Kamojang adalah 15,5363 km2. Secara administrasi
pemerintahan, kawasan konservasi TWA Kawah Kamojang terletak dalam dua
wilayah, yaitu Desa Laksana, Kecamatan Ibun (Kabupaten Bandung) dan Desa
Randukurung, Kecamatan Samarang (Kabupaten Garut).
Kebijakan pemerintah terhadap kawasan Kamojang dibagi menjadi dua
bagian pelaksana karena kawasan Kamojang terletak di daerah perbatasan antara
Kabupaten Bandung dengan Kabupaten Garut. Pemerintah Kabupaten Bandung
berfungsi sebagai fasilitator, dalam arti memberikan fasilitas yang dapat
menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan kepariwisataan, seperti
dalam hal investasi di bidang pariwisata dan peningkatan kedatangan wisatawan.
Kebijakan pemerintah mengenai pajak pendapatan wisata alam TWA Kawah
Kamojang dialokasikan oleh pemerintah Kabupaten Bandung.
Pemerintah Daerah Kabupaten Garut tidak mempunyai kebijakan secara
langsung dalam pengelolaan dan pengembangan TWA Kawah Kamojang karena
secara administrasi blok pemanfaatan TWA Kawah Kamojang berada di
Kabupaten Bandung. Hanya saja, Pemerintah Daerah Kebupaten Garut
mempunyai kebijakan secara tidak langsung dalam mendukung pengembangan
TWA Kawah Kamojang, yaitu dengan membangun sarana dan prasarana di jalur
ke arah TWA Kawah Kamojang seperti pembangunan hotel atau penginapan, oleh
karena itu orang-orang berpikiran bahwa daerah kamojang masuk ke dalam
wilayah administratif Garut serta didukung oleh akses jalan dan sarana
RIDWAN MOCH NOOR SIDANG 18 JULI 2012
stasiun monoblok
dengan kapasitas 0,5 MW, yang diresmikan oleh Mentri Enegi Prof. Dr. Subroto
pada tanggal 27 November 1978. Monoblok inilah yang dijadikan langkah untuk
pengembangan pemanfaatan panas bumi untuk selanjutnya
Seiring dengan perkembangan penelitian panas bumi maka pemerintah
menunjuk Pertamina untuk melakukan eksploitasi dan eksplorasi panas bumi.
Dalam hal ini Pertamina membentuk Divisi Geothermal berdasarkan Keputusan
Presiden (Kepres) no. 6 tanggal 20 Maret 1974 meskipun dengan wilayah kerja
yang masih terbatas yaitu pulau Jawa saja.
Kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Selandia Baru selesai, maka
penelitian dan pengembangan potensi panas bumi di kamojang dilakukan oleh
Pertamina. Tahap pertama Pertamina melakukan pengeboran sumur untuk
pemenuhan suplai panas bumi, sehingga akhirnya menggerakkan
seluruh
komponen yang berada di stasiun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi sampai
menghasilkan listrik. Pangeboran pertama dilakukan pada tahun 1976 dengan
melakukan pengeboran sumur Kamojang 11, pengeboranpun dilakukan terus
sampai akhirnya setelah melakukan 10 pengeboran sumur dan dirasakan cukup
untuk suplai uap maka pemerintah meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Panas
Bumi di Kamojang yang menghabiskan Rp. 17,47 milyar itu tanggal 29 Januari
1983, sementara biaya dalam pendistribusiannya Pertamina membangunan power
plant, jaringan transmisi dan semua gardu induk sebesar Rp.11.251.558.000,00.
kedaerah sekitar Kabupaten Bandung dan Garut.
Pengeboranpun terus dilanjutkan untuk perkembangan Pembangkit Listrik
Tenaga Panas Bumi di Kamojang, yang mana perencanaanya itu akan dibangun
unit II dan III yang berkapasitas masing-masing 55 MW dan diresmikan pada
tahun 1988 oleh Presiden Soeharto, biaya dikeluarkan dalam pengeboran satu
sumur eksplorasi dan sumur produksi masing-masing sebesar $ 2,540.000 dan US
$ 1,400.000. dalam kurun waktu tahun 1974-1992 telah berhasil melakukan
pengeboran 52 sumur yang mana sumur yang menghasilkan uap disambungkan ke
setiap masing-masing stasiun PLTP.
Kehadiran industri besar PLTP Kamojang di perbatasan kecamatan Ibun
Kab.Bandung dan Kecamatan Samarang (Kab.Garut) 1974, telah mengakibatkan
munculnya berbagai dampak terhadap kehidupan masyarakat. Dampak yang
disebabkan oleh keberadaan PLTP tersebut ada yang positif maupun negatif. Oleh
sebab itu, peran serta masyarakat dibutuhkan untuk mengontrol jalannya usaha
pengeboran tersebut.
Sebagai suatu perusahaan industri besar, kehadiran PLTP Kamojang telah
menyebabkan pesatnya angka pertumbuhan bagi tenaga pencari kerja untuk
wilayah kedua kecamatan tersebut dan sekitarnya. Pada awalnya, perekrutan
pekerja PLTP Kamojang mengambil tenaga kerjanya berasal dari luar daerah
sekitar. Hal ini disebabkan orang-orang daerah setempat tidak mempunyai
keahlian dalam teknologi panas bumi. Bahkan PLTP Kamojang mendatangkan
tenaga-tenaga ahli dari luar negeri untuk menduduki posisi yang penting. Setelah
mencapai tahap perkembangan PLTP Kamojang, mereka memberi kesempatan
luas bagi tenaga kerja putra daerah, yang ingin bekerja di PLTP Kamojang. Akan
tetapi hal tersebut disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan pengalaman si
pencari kerja serta lowongan pekerjaan yang tersedia.Hal ini dimaksudkan agar
tidak terjadi kecemburuan sosial di daerah tersebut. Khusus untuk tenaga kerja
asing, PLTP Kamojang sejak dini telah berusaha meminimalisasikan jumlah dan
memproritaskan tenaga-tenaga kerja yang berasal dari Indonesia.
Usaha untuk mengatasi masalah tenaga pencari kerja putra daerah yang
belum
ditempatkan,
PLTP
Kamojang
dibawah
Pertamina
antara
lain
SIMPULAN
Pengeboran tahap pertama dilakukan tahun 1925 sampai tahun 1928 oleh
The Netherland East Indies Vulcanologycal Survey dengan melakukan
pengeboran sumur sebanyak 5 sumur yang mana hanya sumur 3 saja
menghasilakan uap panas bumi.
Penelitian panas bumi di Indonesia kembali dilakukan pada tahun 1971
atas dasar kerjasama antara Indonesia dengan Selandia Baru salah satu tempat
yang diteliti adalah wilayah Kamojang. dalam hal ini pemerintah Indonesia yang
diwakili oleh Pertamina dengan Selandia Baru berhasil melakukan pengeboran 10
sumur dan 1 buah monoblok berkapasitas 0,25 MW yang diresmikan pada tahun
1978 dan mampu menyuplai listrik untuk keperluan PLTP, yang mana monoblok
ini merupakan titik awal dalam pengembangan PLTP di Kamojang.
Kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan Selandia Baru selesai,
maka pengembangan PLTP di Kamojang dilakukan oleh Pertamina dalam hal ini
sesuai dengan Keputusan Presiden (Kepres) no. 6 tanggal 20 Maret 1974. Tahap
pertama yang dilakukan pertamina dengan melakukan melakukan pengeboran
sumur panas bumi untuk menyuplai pasokan panas bumi ke stasiun PLTP unit I
yang berkapsitas 30 MW. PLTP unit I pun diresmikan untuk beroprasi pada tahun
1983, yang mana pasokan listriknya dialirkan untuk memenuhi kebutuhan listrik
di Kabupaten Bandung terutama Majalaya, Cicalengka, rancaekek dan beberapa
daerah di Garut. Diresmikanmikannya PLTP Kamojang unit I itu menambah
motivasi bagi Permaina untuk melakukan pengembangan PLTP di Kamojang. Hal
itu dilakukan dengan membuat PLTP unit II dan Unit III masing-masing
berkapasitas 55 MW, yang mana peresmiannya dilakukan tahun 1988 oleh
presiden Soeharto.
Dampak positif dengan adanya pembangunan PLTP di Kamojang, seiring
dengan perkembangan PLTP maka perekrutan tenaga kerja diproritaskan dari
daerah sekitar, kegiatan ekonomi masyarakat sekitar yang meningkat karena
pasokan listrik yang tersedia, adanya timbal balik perusaan terhadap masyarakat.
DAFTAR SUMBER
A.Dokumen / Arsip
Arsip Pertamina Divisi Hubungan Masyarakat 1992.
Arsip Pertamina Divisi Produksi (1974-1996).
Arsip Pertamina Divisi Sumber Daya Manusia (1974-1996).
B. Buku
Anwari. 1997.
Panasbumi dalam perpektif Nasional. Jakarta: Manajemen pembangunan.
Anwari dkk.1996.
Dinamika Kepemimpinan dalam Pertamina. Jakarta : LAN.