Anda di halaman 1dari 5

EECCIS2008

Alternatif Pembangkit Tenaga Listrik


yang Ramah Lingkungan di Indonesia

Abstract Kebutuhan akan energi listrik terus meningkat,


diperkirakan pertumbuhan akan mencapai 7,1% setiap
tahun sampai tahun 2012 dengan rasio elektrifikasi
60%. Kondisi seperti ini pada satu sisi menggembirakan,
namun sisi lain akan memberikan dampak yang
memprihatinkan dari aspek lingkungan hidup, sebab
89,5% pembangkit tenaga listrik di Indonesia
menggunakan energi fosil. Dampak penggunaan energi
fosil salah satunya adalah mengahasilkan emisi gas
buang yang cukup besar, sebagai misal setiap kWh
energi listrik yang diproduksi oleh energi fosil
menghasilkan polutan yang dibuang keudara 974 gr CO 2,
962 mg SO2 dan 700 mg Nox. Pada tahun 2012
diperkirakan produksi energi listrik di Indonesia
mencapai 192,590 GWh, berarti 172,360GWh listrik
yang diproduksi menggunakan energi fosil. Jumlah ini
mengakibatkan terjadi pelepasan 168 juta ton CO 2, 159,6
ribu ton SO2 serta 120,7 ribu ton Nox ke udara. Bertolak
dari dampak tersebut, perlu dilakukan kajian yang lebih
komprihensif dan komparatif mengenai pembangkit
yang di gunakan di Indonesia. Kajian ini dilakukan
berdasarkan tinjaun dari berbagai informasi sebagai
bahan rujukan, untuk kemudian menghasilkan
rekomendasi mengenai pembangkit yang sesuai untuk
digunakan di Indonesia. Adapun variabel yang akan
dipakai sebagai indikator evaluasi adalah aspek
ekonomis, teknis dan ekologis atau lingkungan. Dari
variabel tersebut, maka pembangkit yang relevan untuk
konteks Indonesia adalah pembangkit listrik tenaga
panas bumi dan pembangkit listrik tenaga nuklir.

Kata Kunci : energi, ekologi, ekomomi

I. PENDAHULUAN
Kehidupan masyarakat modern tergantung pada
ketersediaan sumber energi terutama energi listrik.
Kebutuhan terhadap listrik sama seperti kebutuhan
pokok manusia lainnya. Pemanfaatan energi listrik
telah mempengaruhi dan membentuk peradaban
manusia didekade ini, sebab kualitas kehidupan
manusia memiliki korelasi terhadap pemanfaatan
energi listrik dalam kehidupan sehari-hari. Krisis
energi akibat dari berkurangnya ketersediaan sumber
energi primer dunia, yang ditandai dengan
melambungnya harga minyak di pasaran dunia
menjadi 130 dolar Amerika setiap barel telah memicu
krisis ekonomi dan sosial di berbagai negara termasuk
di Indonesia.
Kebijakan pemerintah Indonesia untuk menaikan
harga bahan bakan minyak (BBM) dengan alasan
penyelamatan anggaran pendapatan dan belanja
negara (APBN) memicu kenaikan harga hampir semua
komoditi yang diperlukan masyarakat di Indonesia.
Hal ini membuat angka kemiskinan meningkat dan
kehidupan rakyat semakin terpuruk. Berbagai elemen

masyarakat termasuk mahasiswa menyampaikan


keberatan melalui demonstrasi menolak kebijakan ini
terjadi dihampir semua penjuru tanah air. Pilihan
sulit yang harus diambil oleh pemerintah dengan
berbagai konsekuensi yang harus dipikul. Fakta ini
menunjukan bahwa krisis energi dapat memicu krisis
multidimensi di arah global maupun di negara
masing-masing.
Penggunaan BBM secara berlebihan tidak saja
memicu krisis ekonomi global maupun setiap negara,
melainkan yang lebih memprihatinkan adalah memicu
krisis lingkungan global. Krisis lingkungan global
yang ditandai dengan fenomena pencemaran udara,
tanah dan air. Krisis tersebut, akibat dari eksploitasi
sumber daya energi sampai dengan pemanfaatannya
untuk berbagai kebutuhan hidup manusia di berbagai
sektor seperti tenaga listrik, transportasi, industri dan
domestik.
Salah satu fenomena lingkungan hidup yang
mengancam kehidupan umat manusia sejagat adalah
pemanasan global atau global warming. Salah zat
penyebab utama pemanasan global adalah penggunaan
energi fosil yakni minyak bumi, gas dan batu bara.
Pembakaran energi fosil menyebabkan bertambahnya
konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Gas-gas
rumah
kaca
yang
ada
diatmosfer
seperti
carbondioksida (CO2), dinitro oksida (N2O), metana
(CH4), sulfurheksaflorida (SF6),perflorokarbon (PFCs)
dan hidroflorokarbon (HFCs) konsentrasi gas rumah
kaca yang berlebihan akan merangkap cahaya
matahari sehingga suhu bumi semakin naik. Kenaikan
suhu akan memicu ketidakseimbangan lingkungan
yakni terjadi perubahan iklim[1]. Dampak dari
perubahan iklim menyentuh semua sektor terutama
sektor pertanian selin itu, berbagai bencana yang
terjadi akahir-akhir ini acapkali dikaitkan dengan
fenomena pemanasan global.
Sektor tenaga listrik memberikan kontribusi paling
besar bertambahnya konsentrasi gas rumah kaca di
atmosfir yakni sebesar 40% dan sisanya sektor
transportasi 27% , sektor industri 21%, sektor
domestik 15% serta sektor lain lain 1% [2]. Data
ini cukup valid karena sebagian besar pembangkit
listrik di Indonesia yakni 89,5% menggunakan bahan
bakar fosil dengan rasio elektrifikasi baru mencapai
56%, bayangkan kalau rasio elektrifikasi terus
meningkat sedangkan ketergantungan pembangkit
listrik masih pada bahan bakar fosil. Sebagai ilustrasi
setiap kWh energi listrik yang diproduksi oleh
penggunaan energi fosil menghasilkan gas rumah kaca
sebesar 974 gr CO2, 962 mg SO2 dan 700 mg Nox. [3]

EECCIS2008

II. METODOLOGI
Metode yang dipakai dalam kajian ini adalah
menggunakan kajian pustaka yakni mengumpulkan
berbagai informasi yang terkait dengan persolan energi
khususnya energi listrik dikaitkan dengan faktor
ligkungan hidup atau ekologi. Data-data yang
diperoleh dari berbagai sumber seperti buku referensi,
jurnal ilmiah, tulisan ilmiah populer, dan lain
sebagainya akan dianalisa menggunakan pendekatan
teknis, ekonomis dan ekologis atau lingkungan.
Analisis hanya dibatasi untuk pembangkit listrik
berskala besar.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Energi di Indonesia
Faktor
alamiah
Negara
Indonesia
sangat
mendukung pengembangan sektor energi di Indonesia
terutama di sektor kelistrikan. Secara geografis
Indoneia kaya akan sumber daya energi. Sumber daya
tersebut antara lain yang dapat diperbaharui dan yang
tidak dapat diperbaharui. Keberadaan potensi energi
tersebut tersebar merata di seluruh wilayah Nusantara.
Potensi energi fosil minyak mumi 86,9 miliar barel
sedangkan yang dicadangan hanya sebesar 9 miliar
barel atau 10,36% sedangkan kemampuan untuk
dimanfaatkan masih tergolong rendah yakni hanya
5.56% setiapa tahun (tabel 1).[3].
Hal yang perlu diperhatikan bahwa potensi tersebut
tidak bertahan lama atau akan habis setelah
diekploitasi tanpa upaya ekplorasi seperti minyak bumi
akan habis 18 tahun kemudian, hal yang sama untuk
gas 61 tahun dan batu bara 147 tahun. Kelangkaan ini
sudah terasa saat ini yakni Indonesia sudah tidak
memenuhi kuota sebagai negara pengeksport minyak
yang ditentukan oleh organisasi negara-negara
pengeksport minyak (OPEK). Fakta ini menunjukan
bahwa ketergantungan terhadap bahan bakar fosil
perlu segera dikurangi secara bertahap memandang
keberadaannya yang terbatas, karena dapat habis kalau
diekploitasi terus-menerus.
Krisis BBM yang dialami Indonesia saat ini
merupakan bukti ketidakmampuan pemerintah untuk
memprediksi kebutuhan BBM akibatnya saat ini
Negara Indonesia yang dulunya pengesport saat ini
menjadi pengimport. Konsekuensinya kenaikan harga
minyak
dunia
mempengaruhi
ketahanan
perekonomian negara dan sektor tenaga listrik
mengalami
dampak
ekonomis
yang
cukup
memprihatinkan karena sebagian besar pembangkit
listrik adalah menggunakan BBM.

Tabel 1 Potensi Energi Fosil Nasional

Krisis energi dan krisis lingkungan global


merupakan peluang yang perlu dimanfaatkan untuk
mekasimalkan pemanfaatan potensi energi bukan fosil
yang sifanya terbarukan. Potensi energi bukan fosil
sangat banyak dan pemanfaatnya belum maksimal
(tabel 2)[4]. Potesi terbesar adalah pada tenaga air
yakni 846,00 JUTA BOE atau 75,67 GW dan baru
dimanfaatkan sebesar 4.2 GW atau 5,55%. Hal yang
sama untuk panas bumi, potensi panas bumi di
indonesia merupakan terbesar di dunia yaki 40% dari
cadangan panas bumi dunia, namun di Indonesia
pemanfaatannya masih sangat rendah yakni 3.1%.
Pemanfaatan potensi energi non fosil yang masih
sangat
rendah
disebabkan
karena
beberapa
pertimbangan antara lain biaya investasi tinggi, harga
energi terbarukan belum dapat bersaing dengan harga
energi fosil, kemampuan sumber daya manusia relatif
rendah, tntuk energi terbarukan yang belum komersial
dan kemampuan jasa dan industri energi kurang
mendukung [5].
Kelemahan tersebut dapat diatasi apabila
pemerintah memiliki kebijakan untuk memberikan
kemudahan dan insentif agar pemanfaatan energi
terbarukan dapat dimaksimalkan. Namun demikian
hal ini tidak terjadi karena dari kebijakan pemerintah
mengenai komposisi penggunaan energi (energi mix)
sampai tahun 2025 yakni minyak bumi 26,2%,
batubara 32,7% gas bumi 30,6%, panas bumi 3,8%
dan sisanya adalah energi alternatif/energi baru
terbarukan 4,4% terdiri dari : PLTS 0,02%, PLT
Angin 0,028%, Biomasa 0,766%, Biofuel 1,335%,
nuklir 1,993% (gambar 1).
Tabel 2. Potensi Energi Terbarukan Nasional

Berdasarkan RKAP PLN tahun 2007, energi mix


produksi energi listrik diperoleh dari Batubara 44%,
energi air 8,6%, bahan bakar minyak 23,7% , panas
bumi 3,1% dan gas alam 20,05%.
Dengan demikian dari sisi pemerintah potensi
energi terbarukan yang berlimpah masih belum
menjadi target yang dapat diandalkan untuk mengatasi
krisis energi dan krisis ekologi di Indonesia.
Prediksi Kebutuhan Listrik Nasional
Rasio elektrifikasi di Indonesia masih tergolong
rendah yakni sebesar 56%, karena kelemahan dari
negara untuk mengembangkan sistem kelistrikan
secara nasional yang mampu memenuhi kebutuhan
seluruh rakyat. Perkembangan pembangunan yang
pesat dibidang industri dan konstruksi memicu

EECCIS2008
permintaan akan pasokan tenaga listrik dan sampai
sekarang PLN belum mampu memenuhi semua. Hal
ini terlihat dari krisis listrik yang terjadi di berbagai
daerah yang harus melakukan pemadaman bergilir.
Pertumbuhan permintaan tenaga litrik cukup besar
yakni sekitar 7% setiap tahun (tabel-3).[4].
Tabel 3. Kebutuhan Energi Listrik di Indonesia

Kenyataan bahwa permintaan akan energi litrik


yang terus berkembang, maka perlu diupayakan untuk
pengembangan di sektor kelistrikan melalui
pembngunan pembangkit-pembangkit baru, sekaligus
memaksimalkan yang sudah ada serta melakukan
efisiensi dalam pengoperasian. Dengan demikian
masih terbuka peluang untuk memanfaatkan energi
terbarukan sebagai pembangkit.
Penngkit Listrik dan Persoalan Lingkungan
Dari urain diatas dapat disimpulkan bahwa potensi
energi fosil terbatas dan berpotensi mengancam atau
memicu krisis ekologi, sedangkan pengembangan
energi terbarukan terbuka peluang karena potensinya
memadai serta ramah terhadap lingkungan.
Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana
menemukan pembangkit listrik yang memilliki
kapasitas tinggi, memiliki nilai ekonomis sekaligus
tetap menjamin kelestarian lingkungan. Teknologi
pembangkit yang dipakai untuk semua pembangkit
tidak banyak berbeda, yang memberikan perbedaan
adalah energi yang dipakai untuk pembangkitan.
Secara umum pembangkit tenaga listrik bekerja
dengan prinsip elektromagnetik yakni perpotongan
medan magnet akibat dari pergerakan kutub magnet
(rotor) didalam kutub magnet tetap (stator) akan
menghhasilkan arus tegangan. Proses ini terjadi di
generator listrik yakni mesin listrik yang
mengkonversi energi mekanik atau gerak menjadi
energi litrik. Untuk membangkitkan energi listrik,
generator digerakakan oleh berbagai energi pada
umumnya tiga glongan yakni energi pertama energi
fosil: minyak, batubara, dan gas alam, kedua energi
terbarukan, seperti: hidro, matahari/solar, angin , dan
panas bumi, terakhir Energi nuklir
Kenyataan bahwa pada tahun 2004 konsumsi energi
primer didominasi oleh energi fosil sebesar 93%
terdidi dari: minyak bumi 53%, gas 19% dan batubara
21%, energi air sebesar 4%, dan geotermal sebesar
3%.
Produksi listrik Indonesia pada tahun 2003
bersumber dari energi fosil sebesar 80% terdiri dari

batubara : 52%, BBM 5%, gas 23%, hidro 9% dan


panas bumi 9% dengan kapasitas listrik terpasang
sekitar 25.681 MWe yang terdiri dari 22.231 MWe
atau 86,6 % diproduksi oleh PLN dan 3.450 MWe atau
13,4 % diproduksi oleh perusahaan listrik swasta.
Sedangkan sumber energi untuk pembangkit listrik.
[6].
Dari data diperoleh bahwa polusi yang dihasilkan
oleh pembangkit paling banyak bersumber pada pada
pembangkit yang mengugunakan bahan bakar fosil
yakni batu bara, minyak bumi atau solar dan gas alam
(gambar 3) [6].

Gambar 1. Kontribusi peningkatan CO2 pembangkit listrik

Berdasarkan data PLN pada tahun 2012


diperkirakan produksi energi listrik di Indonesia
mencapai 192,590 GWh, berarti 172,360GWh listrik
yang diproduksi menggunakan energi fosil. Jumlah ini
mengakibatkan terjadi pelepasan 168 juta ton CO 2,
159,6 ribu ton SO2 serta 120,7 ribu ton Nox.
Kondisi ini menunjukan bahwa ketergantungan
pembangkit listrik di Indonesia terhadap energi fosil
cukup besar dan hal ini telah memicu krisis ekonomi
di Indonesia sekaligus menyebabkan krisis ekologi.
Krisis
ekologi
dimungkinkan
karena
setiap
penggunaan BBM akan menghasilkan emisi gas buang
yang cukup signifikan.
Dengan demikian salah satu solusi untuk
mengurangi penyebab krisis lingkungan hidup global
adalah pembenahan di sektor kelistrikan melaui upaya
pemanfaatan sumber energi listrik yang ramah
lingkungan dan juga secara ekonomis memberikan
keuntungan sehingga mudah dijangkau oleh kalangan
ekonomi yang paling bawah..
Alterantif yang dapat dirawarkan yang dapat
dilaksanakan di Indonesia dalam konteks saat ini
adalah pengembangan penggunaan energi panas bumi
dan penggunaan energi nuklir. Energi terbarukan
lainnya untuk jangka pendek belum dapat
dimanfaatkan
secara
maksimal
berdasarkan
pertimbangan efisiensi atau ekonomi.
Kedua jenis energi ini memiliki keunggulan
dibandingkan dengan energi fosil dari aspek
lingkungan dan ekonomis.
Panas Bumi Sebagai Alternative
Enegi panas bumi merupakan energi panas yang
keluar dari perut bumi yang dapat dimanfaatkan untuk
memutar turbin generator pembangkit. Penggunaan
energi panas bumi di Indonesia sudah berlangsung
lama, namun perkembangannya relatif lambat.

EECCIS2008
Potensi energi panas bumi di Indonesia relatif besar
karena merupakan potensi terbesar di dunia, yakni
40% cadangan panas bumi di seluruh dunia terdapat di
Indonesia. Penyebaran energi ini relatiif merata di
seluruh Indonesia, karena negara Indonesia secara
geografis berada di wilayah lintasan gunung berapi
(ring of fire)
Total potensi energi panas bumi di Indonesia
mencapai 27.487 MW yang terdapat dihampir seluruh
kawasan di Indonesia yakni pulau Sumatra, pulau
Jawa, pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Pulau
Kalimantan dan Papua (tabel-3). Hal yang menarik
dari potensi energi panas bumi dari segi penyebaran
geografis adalah 18.183 MW atau 66,15% terdapat
diluar pulau Jawa. Namun demikian pemanfaatannya
justru terkonsentrasi di pulau Jawa, padahal di luar
pulau Jawa ketergantungan terhadap bahan bakar fosil
sangat tinggi.

listrik cukup tinggi, namun untuk jangka panjang


tetap menjanjikan secara ekonomis.
Tabel 6 . Faktor Ekonomi PLTPB

Tenaga Nuklir Sebagai Alternatif


Prinsip kerja PLTN adalah uap air untuk memutar
turbin dihasilkan oleh panas dari proses pembelahan
inti reaksi uranium didalam reaktor (gambar 2) [8].

Tabel 4. Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia

Dari aspek lingkungan PLTPB memberikan dampak


yang sangat positif bagi keseimbangan lingkungan,
karena menghasilkan emisi gas buang CO 2 yang
sangat rendah (tabel 5) [4], yakni 10,48 kali lebih
rendah dari batu bara, 9,85 kali lebih rendah dari
minyak bumi dan 6,61 kali lebih rendah dari gas alam.
Hal yang mencolok adalah pada emisi SO2 yaitu 315,4
kali lebih sedikit dibanding dengan batu bara dan
34,29 kali lebih sedikit dari minyak bumi. Dengan
demikian penggunaan PLTPB sangat ramah terhadap
lingkungan.
Dari aspek ekonomi pengembangan PLTPB
memiliki keunggulan (tabel 6)[7]. Sebab, tidak
memerlukan
bahan
bakar
sehingga
dapat
menghasilkan energi listrik dengan harga yang relatif
murah dan kontinuitasnya terjamin karena tidak
tergantung pada cuaca, sehingga memiliki faktor
kapasitas yang tinggi yakni 95% waktu operasional.
Tabel 5. Emisi gas dari berbagai pembangkit listrik

Biaya investasi awal cukup tinggi namun


pemeliharaan rendah sehinggga untuk jangka panjang
sangat mengutungkan. Walaupun demikian kelemahan
dari PLTPB adalah lokasinya yang jauh dari pusat
beban membuat biaya transmisi dan distribusi tenaga

Gambar 2. Skema prinsip kerja PLTN

Reaksi pembelahan inti uranium terjadi dalam


reaktor. Didalam reaktor reaksi tersebut terjadi secara
berantai pada saat inti dari uranium dalam hal ini U235 atau U-233 terbelah bereaksi dengan neutron yang
akan menghasilkan berbagai unsur lainnya dalm
waktu yang sangat cepat, proses ini akan
menimbulkan panas dan netron-netron baru.
Panas yang berasal dari inti reaktor dialirkan ke
sistem pendingin primer, untuk kemudian dilewatkan
pada alat penukar panas dan selanjutnya panas
dibuang ke lingkungan melalui sisten pendingin
sekunder [9].
Pengoperasian PLTN sangat bersih karena tidak
menghasilkan emisi gas buang sehingga tidak
mencemari lingkungan dan dari segi ekonomi
investasi cukup besar, namun untuk jangka panjang
cukup memiliki prospek.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
enanganan PLTN adalah keamanan. Apabila terjadi
kebocoran reaktor berakibat fatal karena, radio aktif
akan dibawa oleh udara dan dapat menjangkau areal
yang cukup luas dan itu,akan mengancam kehidupan
di areal tersebut. Berbagai bencana kegagalan reaktor
nuklir seperti salah satunya di Chernobyl Rusia
masih meninggalkan trauma di kalangan masyarakat
dunia termasuk di Indonesia.
Selain itu, isu seperti radiasi yang ditimbukan,
pengolahan limbah radioaktif, dampak sosial dan

EECCIS2008
proliferasi, adalah isu-isu yang perlu mendapat
perhatian dalam rangka pengembangan PLTN di
Indonesia. Untuk itu upaya menyiapkan masyarakat
secara psikologis, menggalang partispasi masyarakat
unuk memberikan dukungan dan peningkatan kualitas
serta kedisiplinan tenaga ahli yang menggeluti PLTN
merupakan sebuah keniscahyaan bagi kehadiran PLTN
di Indonesia.
IV.SIMPULAN
Berdasarkan data dan analisa diatas dapat
dirangkum beberapa hal antara lain :
1.

2.

3.

4.

5.

Krisis energi global akibat ketergantungan


terhadap energi fosil berdampak pada krisis energi
di Indonesia yag telah memicu krisis sosial dan
ekonomi di Indonesia
Sektor energi listrik merupakan kontributor
terbesar yakni 40 % bagi peningatan onsentrasi
gas rumah kaca di atmosfer yang menyebabkan
pemanasan global.
Polusi yang dihasilkan oleh pembangkit paling
banyak bersumber pada pada pembangkit yang
mengugunakan bahan bakar fosil yakni yang
menggunakan batu bara, minyak bumi dan gas
alam
Alterantif yang dapat dirawarkan untuk
dilaksanakan di Indonesia dalam konteks saat ini
untuk mengatasi krisis energi dan persoalan
lingkungan
hidup
adalah
pengembangan
penggunaan energi panas bumi dan penggunaan
energi nuklir. Keda energi tersebut terbukti ramah
lingkungan dan ekonomis.
Pemanfaatan energi nuklir di sektor kelistrikan
perlu mempertimbangkan aspek psikologis
masyarakat yang masih trauma terhadap
kecelakaan radisi penangana limbah nuklir serta
polifersi.
DAFTAR PUSTAKA

[1.]

Hemana, Joni, Pemanasan Global dan Dampaknya


Terhadap lingkungan Hidup, Makalah pada seminar
kimia lingkungan VII FMIPA Universitas Airlangga
Surabaya 2008

[2.]

Slamet, Agus

[3.]

Depatemen ESDM Indonesia (2008), Handbook


Statistik
Ekonomi
Energi
di
Indonesia
2006,http://www1.esdm.go.id/files/publikasi/buku/Han
dbook%20Statistik%20Ekonomi%20Energi
%202006.pdf

[4.]

Rohi, Daniel, Mengkaji Kontroversi Penggunaan


Energi Nuklir dalam Mendukung Kelistrikan
Nasional, Prosiding Seminar Nasional Universitas
Negeri Surakarta 2006

[5.]

Hermawan, Potensi dan Aspek teknis Pengembangan


Energi Terbarukan, Prociding Seminar dan Lokakarya
Nasional
Energi dan Lingkungan
Universitas
Diponegoro Semarang 2008

[6.]

Lumbanraja M. Sahala, Kontroversi Pembangunan


PLTN Pertama di Indonesia;Suatu Kajian Komparatif,
Prosiding Seminar Nasional Lingkungan Hidup dan
Energi Universitas Diponegoro Semarang 2008

Global Warming Bagi Profesi


Insinyur , CD Makalah Seminar Persatuan Insinyur
Indonesia (PII) Subabaya, 2008

[7.]

Reed, M.J and Renner, L.Jl : Environmental


Compatibilility of Geothermal Energy, CRP Press,
1995,
http://geothermal.inel.gov/publications/articles/reed/ree
d-renner.pdf

[8.]

Sriyana, Studi unjuk Kerja PWR di Negra Penyedia


Teknologi, Kasus Amerika dan Perancis, Prosisding
Seminar dan Lokakarya Nasional
Energi dan
Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang 2008

[9.]

Kadir, Abdul, Energi : sumber daya,inovasi, tenaga


listri da potensi ekonomi, UI-Press 1987

Anda mungkin juga menyukai