Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Gaya gempa sangat berbahaya bagi sturktur yang ada diatasnya, karena
ketika terjadi gempa suatu struktur mengalami getaran gempa dari lapisan tanah
dibawahnya. Pada bawah bangunan/struktur tersebut juga akan terjadi gerakan yang
menimbulkan struktur diatasnya mengalalami goncangan.
Pada sebuah sruktur, perlu dilakukan analisa perencanaan struktural yang
akan dijadikan sebagai analisis awal sebelum dilakukan kegiatan pembanguan.
Konsep dasar perencanaan struktur merupakan dasar teori perencanaan struktur yang
meliputi konsep dasar pemilihan struktur dan konsep dasar desain perencanaan
struktur yang meliputi konsep desain terhadap beban lateral dan konsep terhadap
beban gravitasi.
Selain analisis perencanaan yang dilakukan terhadap struktural bangunan,
juga dilakukan perhitungan perencanaan kebutuhan bahan bangunan yang nantinya
dijadikan sebagai rencana pengeluaran biaya sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal ini
perhitungan perencanaan kebutuhan meliputi kebutuhan tulangan (besi) dan juga
kebutuhan beton.
Oleh karena itu, kebutuhan bahan bangunan yang akan dikeluarkan harus
sesuai dengan analisis perencanaan yang nantinya menentukan ukuran dan
banyaknya tulangan (besi) dan ukuran yang nanti digunakan sebagai acuan untuk
menentukan kebutuhan beton.
2.2 Prinsip Perencanaan Bangunan Tahan Gempa
Indonesia merupakan negara yang termasuk dalam jalur gempa berbahaya,
maka dalam mendesain sebuah bangunan harus memperhatikan adanya pengaruh
gempa dan kerugian-kerugian yang ditimbulkan. Prinsip-prinsip utama yang harus
dipenuhi dalam merancang bangunan tahan gempa yang meliputi denah, material
bangunan, dan strukur-struktur pada bangunan. (Benny Puspantoro,2014)

Mendesain bangunan tahan gempa pada dasarnya adalah sebuah upaya


untuk membuat seluruh elemen bangunan menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak
mudah roboh akibat gempa. Konsep bangunan tahan gempa yang diterapkan dalam
proses desain meliputi rancangan denah, pemilihan material bangunan, dan strukturstruktur utama bangunan. Selain itu, konsep desain bangunan tahan gempa juga
mengacu pada pemanfaatan material setempat, serta aspek kemudahan dalam
pelaksanaan di lapangan. (Benny Puspantoro, 2014)

2.2.1 Pengertian Gempa


Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan
bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan
gelombang seismik. Gempa Bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak Bumi
(lempeng Bumi). Frekuensi suatu wilayah, mengacu pada jenis dan ukuran gempa
bumi yang di alami selama periode waktu. Gempa Bumi diukur dengan
menggunakan alat Seismometer (http://id.wikipedia.org).
Gempa dapat terjadi kapan saja, tanpa mengenal musim. Meskipun
demikian, konsentrasi gempa cenderung terjadi di tempat-tempat tertentu saja, seperti
pada batas Plat Pasifik. Tempat ini dikenal dengan Lingkaran Api karena banyaknya
gunung berapi (Ratih Pinarisraya, 2015).
Seismologist adalah ilmuwan yang mempelajari tentang gempa. Mereka
menggunakan peralatan yang disebut seismograf untuk mencatat gerakan tanah dan
mengukur besarnya suatu gempa. Seismograf memantau gerakan-gerakan bumi
mencatatnya dalam seismogram, gelombang seismik, atau getaran yang terjadi
selama gempa tergambar sebagai garis bergelombang pada seismogram. Seismologist
mengukur garis-garis ini dan menghitung besaran gempa. Seismologist menggunakan
skala Richter untuk menggambarkan besaran gempa, dan skala Mercalli untuk
menunjukkan intensitas gempa, atau pengaruh gempa terhadap tanah, gedung dan
manusia (Endro Sambodo, 2012).
Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan
oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan
itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut

tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa bumi akan
terjadi.
Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa
bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan
translasional. Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi
lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih
dari 600 km. Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma
di dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya
letusan gunung berapi (http://id.wikipedia.org).
Menurut http://id.wikipedia.or, Gempa bumi sendiri terbagi menjadi 4 jenis
yakni sebagai berikut :
1. Gempa bumi vulkanik (Gunung Api)
Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa
terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin
tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan
menimbulkan terjadinya gempa bumi. Gempa bumi tersebut hanya
terasa di sekitar gunung api tersebut.
2. Gempa bumi tektonik
Gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu
pergeseran lempeng

lempeng tektonik secara mendadak yang

mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar.
Gempa bumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di
bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian
bumi. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan (tenaga) yang
terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya
gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba. Tenaga yang
dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal sebagai kecacatan
tektonik. Teori dari tectonic plate (lempeng tektonik) menjelaskan
bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian besar area
dari lapisan kerak itu akan hanyut dan mengapung di lapisan seperti
salju. Lapisan tersebut begerak perlahan sehingga berpecah-pecah dan

bertabrakan satu sama lainnya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya


gempa tektonik.
3. Gempa bumi runtuhan
Gempa bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada
daerah pertambangan, gempa bumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal.
4. Gempa bumi buatan
Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh
aktivitas dari manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang
dipukulkan ke permukaan bumi.
Dampak yang diakibatkan dari gempa bumi terganntung dari skala besar
kecilnya dan juga lokasi pusat gempa bumi. Berikut ini merupakan dampak yang
diakibatkan dari bencana gempa bumi :

Gelombang tsunami
Mengakibatkan kerusakan bangunan
Mengubah topografi atau bentuk bumi
Menyebabkan perubahan tata air tanah
Mengakibatkan trauma

2.2.2 Gempa Bumi di Indonesia


Sampai saat ini bumi merupakan satu-satunya planet yang dapat mendukung
kelangsungan hidup seluruh makhluk, diantara planet-planet anggota tata-surya
lainnya. Oleh karenanya pengetahuan mengenai bumi dianggap sangat vital guna
kelangsungan hidup penghuninya termasuk manusia.
Indonesia adalah pertemuan rangkaian sirkum mediterania dan rangkaian
sirkum pasifik dengan proses peembentukan gunung yang masih berlangsung. Oleh
sebab itu, di Indonesia banyak terjadi gempa bumi. Korban jiwa yang di timbulkan
dari gempa bumi ini mengalami peningkatan dari sekian gempa yang terjadi (gempagempa besar), hal ini disebabkan karena kurangnya wawasan dan pengetahuan
masyarakat terhadap gempa dan cara penanggulanganya, oleh karena itu kami
menyusun makalah ini unutk meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap
gempa, serta cara penanggulanganya dan mitigasi yang baik dan benar.

Menurut SNI 03-1726-2002 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa


untuk Rumah dan Gedung, Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 wilayah gempa
seperti yang ditunjukan Gambar 2.1. wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan
kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6 adalah wilayah dengan kegempaan
paling tinggi. Dalam hal pembebenan gempa, penentuan lokasi sangat berpengaruh
terhadap perhitungan beban gempa. Perencanaan struktur gedung di wilayah gempa 1
dan 6 akan sangat jauh berbeda. Hal ini disebabkan pembagian wilayah gempa yang
didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat gempa recana dengan periode
500 tahum.

Gambar 2.1. Wilayah Gempa Indonesia dengan Percepatan Batuan Dasar Periode
Ulang 500 Tahun
Sumber: SNI 03-1726-2002

Menurut SNI 03-1726-2002 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa


untuk Rumah dan Gedung, percepatan batuan dasar rata-rata untuk wilayah gempa 1
s/d 6, telah ditetapkan yaitu sebagai berikut :

1. Wilayah gempa 1 sebesar 0,03 g.

Daerah ini mempunyai potensi sangat rendah untuk mengalami gempa,


meliputi sebagian besar pulau Kalimantan, kecuali Kalimantan Timur dan
sebagian Kalimantan Tengah.
2. Wilayah gempa 2 sebesar 0,10 g.
Daerah ini mempunyai potensi rendah untuk mengalami gempa, meliputi
bagian timur P. Kalimantan dan Sulawesi bagian selatan, pantai timur
Sumatra, pantai utara Jawa Timur dan Madura.
3. Wilayah gempa 3 sebesar 0,15 g
Daerah ini mempunyai potensi sedang untuk mengalami gempa, meliputi
pantai utara pulau Jawa, pantai timur pulau Sumatra, Sulawesi Tenggara dan
bagian timur Halmahera.
4. Wilayah gempa 4 sebesar 0,20 g
Daerah ini mempunyai potensi tinggi untuk mengalami gempa, meliputi
bagian selatan Pulau Jawa dan Maluku.
5. Wilayah gempa 5 sebesar 0,25 g.
Daerah ini mempunyai potensi sangat tinggi untuk mengalami gempa,
meliputi Bali, NTB, sebagian Sumatra dan Irian.
6. Wilayah gempa 6 sebesar 0,30 g.
Daerah itu mempunyai potensi paling tinggi untuk mengalami gempa,
meliputi bagian barat Pulau Sumatera, NTT, Ambon dan Irian bagian tengan.
Semakin besar resiko kegempaan, maka semakin rawan daerah tersebut
terhadap bahaya gempa.

2.2.3 Pengaruh Gempa Terhadap Struktur


Gempa akan menyebabkan terjadinya getaran pada tanah, dan selanjutnya
akan menggerakkan struktur bagian bawah bangunan yang berdiri di atasnya.
Sebagaimana dijelaskan dengan Hukum Newton I, ketika terjadi gempa bumi, maka
tanah bergetar dan menggerakkan lantai dan pondasi. Dalam keadaan demikian,
sebenarnya struktur bagian atas bangunan seperti atap punya kecenderungan untuk
tetap bertahan pada kondisi semula, tetapi karena terikat dengan dinding dan kolom,
maka atap tertarik oleh gerakan dinding dan kolom.
Kondisi ini seperti situasi ketika kita berdiri di atas kendaraan kemudian
tiba-tiba kendaran itu berjalan, maka kaki kita akan ikut bergerak bersama kendaraan,
tetapi bagian atas tubuh kita akan cenderung bertahan pada kondisi semula, sehingga

menyebabkan kita terlempar jatuh ke belakang. Gaya yang menyebabkan kita jatuh
terlempar

ke

belakang

itulah

yang

disebut

dengan

Inertia

Force

(http://blog.umy.ac.id)
Apabila diterapkan pada bangunan dengan dinding dan kolom fleksibel,
maka gerak atap tidak akan sama dengan gerakan tanah di bawahnya, seperti terlihat
pada gambar 2.2. Hal itu dikarenakan pada bagian atap dikenai gaya yang bernama
Inertia Force.

Gambar 2.2. Inertia Force terhadap gedung


Sumber : http://blog.umy.ac.id

Apabila atap mempunyai massa M dan mengalami percepatan a, maka besar


Inertia Force adalah sebesar M x a, dengan arah berlawanan dengan percepatan.
(Hukum Newton II). Sehingga semakin besar massanya, maka Inertia Force juga
akan semakin besar. Oleh karena itu, bangunan yang lebih ringan akan lebih baik
dalam menghadapi getaran gempa.
Inertia force akan ditransfer melalui plat lantai ke dinding dan kolom hingga
fondasi dan akhirnya sampai ke tanah. Sehingga elemen-elemen tersebut (plat lantai,
dinding, kolom, dan fondasi) dan pertemuan antara elemen tersebut harus dirancang
sehingga aman untuk transfer Inertia force yang melaluinya. Seperti pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Transfer Inertia Force terhadap gedung


Sumber : http://blog.umy.ac.id

Dinding dan kolom adalah elemen yang sangat kritis dalam mentransfer
Inertia force ini. Tetapi dalam bangunan tradisional, terkadang justru plat lantai dan
balok yang mendapatkan perhatian khusus. Bahkan terkadang dinding yang dibuat
sangat tipis dan dengan material yang rapuh seperti batu bata, sehingga tidak akan
mampu melawan gaya gempa horisontal yang mempunyai arah tegak lurus dengan
dinding tersebut.
Gaya gempa yang bekerja pada elemen struktur dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:

a) Gaya Vertikal
Berpengaruh terhadap elemen bangunan pendukung gaya normal,
seperti kolom-kolom, jenis balok kantilever

dan dinding-dinding

pendukung. Terutama pada bagian kantilever, gaya gempa vertikal ini


sangat berpengaruh karena akan mengakibatkan ayunan pada pada
kantilever tersebut. Akibat ayunan tersebut momen pada bagian ujung
yang terikat menjadi sangat besar dan selanjutnya akan mengakibatkan
pembalikan arah tegangan pada kantilever tersebut.
b) Gaya Horizontal
Bekerja pada bangunan akibat respons bangunan dan sistem
pondasinya dan bukan disebabkan oleh percepatan gerakan tanah. Muatan
gempa horizontal dianggap bekerja dalam arah sumbu-sumbu utama
bangunan yang pada bangunan bertingkat tinggi gaya yang lebih menonjol
adalah gaya-gaya dorong yang berasal dari tiap lantai. Gaya horizontal ini
bekerja sebagai muatan lateral terpusat pada elemen-elemen pendukung
vertikal seperti kolom-kolom dan dinding geser pada core atau pengkaku
lateral lainnya (ikatan silang).

Penyaluran gaya gempa dengan arah horizontal akan menyebabkan


terjadinya perubahan bentuk atau deformasi yaitu karena terjadinya tegangantegangan pada seluruh bangunan terutama pada elemen-elemen pendukungnya. Halhal yang harus diperhatikan untuk menahan beban lateral dari gempa antara lain :

Bangunan kaku atau bahan kaku seperti tembok kokoh akan


menarik beban

Beban berat seperti genteng akan menyebabkan beban lebih besar


dari pada bahan yang lebih ringan

Zona seimis sangat berpengaruh pada beban gempa design, begitu


pula jarak beban dari pusat gempa

Subgrade type (tanah, batu, dll) juga berpengaruh

Bahan yang lemah dan rapuh, sambungan yang kurang baik, dan
kesalahan dalam perencanaan dapat mengurangi kemampuan
bangunan dalam menahan beban horizontal

Bangunan harus dirancang dengan baik agar sehingga tidak runtuh


walaupun mengalami kerusakan

Berikut ini ada prinsip- prinsip yang dipakai dalam perencanaan bangunan
tahan gempa :
1. Pondasi
Membangun pondasi memang sederhana, tapi pondasi yang kuat
memerlukan pengetahuan yang cukup. Sehingga fondasi bangunan yang baik
haruslah kokoh dalam menyokong beban dan tahan terhadap perubahan
termasuk getaran. Penempatan fondasi juga perlu diperhatikan kondisi batuan
dasarnya dan kondisi tanah. Pada dasarnya fondasi yang baik adalah
seimbang atau simetris. Dan untuk pondasi yang berdekatan harus
digabungkan seperti yang terlihat pada gambar 2.4 . Hal tersebut dilakukan
karena untuk mencegah terjadinya keruntuhan local (local shear).

Gambar 2.4. Desain pondasi yang digabungkan


2. Desain Kolom
Kolom yang digunakan pada sebuah struktur bangunan harus
menggunakan kolom menerus, seperti terlihat pada gambar 2.5 a ukuran
kolom pada struktur bangunan yang mengerucut/ semakin mengecil dari
lantai ke lantai. Untuk meningkatkan kemampuan bangunan terhadap gaya
lateral akibat gempa, pada bangunan tinggi (high rise building) seringkali
unsur vertikal struktur menggunakan gabungan antara kolom dengan dinding
geser (shear wall) seperti pada gambar 2.5 b.

b.

a.

Gambar 2.5. Desain Kolom menerus dan shearwall


3. Denah Bangunan
Bentuk denah

bangunan

sebaiknya

sederhana,

simetris,

dan

dipisahkan (pemisahan struktur) seperti yang terlihat pada gambar 2.6.


Bentuk bangunan seperti ini difungsikan untuk menghindari adanya dilatasi
(perputaran atau pergerakan) bangunan saat gempa. Namun dilatasi ini pun
menimbulkan masalah pada bangunan yaitu :
2 atau beberapa gedung yang dilatasi akan mempunyai waktu getar
alami yang berbeda, sehingga akan menyebabkan benturan antar

gedung,
Ketidak efektifan dalam pemasangan interior seperti : plafond, keramik,
dll

Perlunya konstruksi khusus (balok korbel).

Denah kurang aman


(struktur digabung)

Denah aman
(struktur digabung)

Gambar 2.6. Bentuk denah bangunan


Konstruksi khusus yakni balok korbel untuk dilatasi sebagai berikut :

Gambar 2.7 Konstruksi balok korbel


4. Bahan bangunan / Material
Saat ini bahan bangunan/material

yang

digunakan

untuk

membangunan sebuah bangunan mulai dari struktur bawah hingga atas sangat
beraneka ragam (bentuk, berat, dan bahan penyusunnya). Dalam prinsip
perencanaan bangunan tahanan gempa pemilihan material sangat penting
terutama pada berat material. Jenis material yang digunakan biasanya yang
ringan, namun dengan material ringan tidak mengurangi kekuatan material
tersebut. Sehingga bangunan dengan material ringan masih tetap kokoh dan
kuat. Hal ini sesuai dengan konsep bahwa berat bahan bangunan adalah
sebanding dengan beban inersia gempa. Sebagai contoh penutup atap genteng
menghasilkan beban gempa horisontal sebesar 3 kali beban gempa yang
dihasilkan oleh penutup atap seng. Sama halnya dengan pasangan dinding

bata menghasiIkan beban gempa sebesar 15 kali beban gempa yang


dihasilkan oleh dinding kayu.
5. Struktur Atap
Struktur atap baja ringan merupakan perencenaan bangunan tahan
gempa yang tepat pada bagian struktur atas suatu bangunan. Struktur baja
ringan mempunyai kekuatan tarik yang tinggi tapi bersamaan dengan itu
mempunyai kekakuan yang lemah. Oleh karena itu, salah satu faktor utama
yang menentukan kekuatan struktur baja ringan adalah batang pangaku,
dalam struktur baja ringan biasa disebut dengan istilah bracing. Bracing atau
pengaku inilah yang digunakan untuk mengantisipasi kekakuan baja ringan
yang lemah.Jika tidak terdapat batang pengaku (bracing) pada struktur atap
yang menahan beban gempa dalam arah horizontal, maka keruntuhan akan
terjadi seperti, diperlihatkan pada gambar berikut :

Gambar 2.8. Konstruksi Bangunan dengan Pengaku (Bracing)


6. Konsep Desain Kapasitas (Capasity Design)
Konsep Desain Kapasitas adalah dengan meningkatkan daktalitas
elemen- elemen struktur dan perlindungan elemen- elemen struktur lain yang
diharapkan dapat berperilaku elastik. Salah satunya adalah dengan konsep
strong column weak beam. Dengan metode ini, bila suatu saat terjadi
goncangan yang besar akibat gempa, kolom bangunan di desain akan tetap
bertahan, sehingga orang- orang yang berada dalam Gedung masing

mempunyai waktu untuk menyelamatka diri sebelum Bangunan roboh


seketika. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendesain kolom yang kuat
antara lain :

Pengaturan jarak antar sengkang,

Peningkatan mutu beton, dan

Perbesaran penampang.

Serta untuk struktur bangunan dengan baja, bisa dimodifkasi


sambungan hubungan antara balok dengan kolom. Berikut ini adalah
ilustrasi pembentukan sendi plastis dalam perencanaan bangunan
tahan gempa.

Gambar 2.9. Konstruksi Bangunan dengan Capasity Design


Tiap Negara mempunyai desain sendiri dalam merencanakan tingkat
daktilitas untuk keamanan bangunan yang mereka bangun, hal ini tergantung dari
letak geologi negara masing- masing. Misalnya Jepang yang menerapkan tingkat
daktilitas 1. Dengan desain ini, bangunan di desain benar- benar kaku (full elastic).
Berikut ini adalah macam- macam tingkat daktlitas beserta kondisi yang
ditimbulkan :

a) Daktilitas 1 : Keadaan elastis, dengan konsep ini tulangan di desain besarbesar untuk membuat bangunan menjadi kaku (full elastic). Contohnya :
Jepang. Konsekuensinya, saat gempa melebihi rencana, maka Gedung akan
langsung roboh tanpa memberi tanda (peringatan) terlebih dahulu.

b) Daktilitas 2 : Keadaan Plastis (intermediete)


c) Daktilitas 3 : Keadaan plastis dengan struktur yang daktil, perecanaan
struktur dengan metode Capasity Design. Nah, ini dia yang menjadi dasar
perencanaan

bangunan

tahan

gempa

di

Indonesia,

yaitu

dengan

pembentukan sendi plastis di balok, sehingga saat ada gempa Bangunan


akan memberi 'tanda' atau peringatan terlebih dahulu, sehingga orang- orang
dalam gedung mempunyai waktu untuk menyelamatkan diri.
Menurut Tezar dan Rohmad (2007), beberapa karakteristik dari gempa bumi
yag dibutuhkan untuk mendesain struktur tahan gempa adalah sebagai berikut :
a) Nilai maksimum gerakan gempa, yaitu nilai maksimum percepatan gempa,
nilai maksimum kecepatan gempa dan nilai maksimum perpindahan tanah.
b) Lama waktu terjadinya gempa (durasi gempa), Durasi gempa berpengaruh
pada besarnya pemindahan energi. Gempa dengan percepatan sedang dan
durasi yang lama meyebabkan kerusakan lebih besar dibandingkan dengan
gempa dengan percepatan besar tapi durasinya singkat.
c) Rentang frekuensi gempa, rentang frekuensi gempa yang berdekatan dengan
frekuensi struktur akan mengakibatkan resonansi atau pembesaran respons
struktur.
Desain struktur bangunan tahan gempa merupakan desain yang mengatur
hubungan antara respons gaya gempa horizontal yang bekerja pada struktur (faktor
kekuatan), kekakuan struktur (stiffness), dan deformasi lateral struktur.

2.3 Dinding Geser (Shear Wall)


Bangunan tinggi tahan gempa umumnya menggunakan elemen-elemen
struktur kaku berupa dinding geser untuk menahan kombinasi gaya geser, momen,
dan gaya aksial yang timbul akibat beban gempa. Dengan adanya dinding geser yang
kaku pada bangunan, sebagian besar beban gempa akan terserap oleh dinding geser
tersebut. Terutama pada daerah dengan wilayah gempa yang 7tinggi, dinding geser

sering digunakan dalam sebuah bangunan agar bisa meredam beban gempa yang
terjadi.
2.3.1 Pengertian Dinding Geser (Shear Wall)
Dinding geser (shear wall) merupakan dinding yang dirancang untuk
menahan geser, gaya lateral akibat gempa bumi. Menurut Timothy (2005), dinding
geser adalah elemen-elemen vertikal sebagai sistem penahan gaya horizontal.
Dinding geser harus diletakan pada tiap tingkat struktur tanpa spasi (menerus). Untuk
membentuk struktur bentuk kotak yang efektif, panjang dinding geser yang sama
harus diletakan simetris pada empat sisi gedung. Dinding geser lebih efisien apabila
bentuknya lurus vertikal dan didukung pada pondasi dinding. Apabila dinding geser
tidak lurus, bagian gedung lain gedung akan membutuhkan penambahan kekuatan.
Biasanya dinding geser berbentuk persegi panjang, box core suatu tangga,
elevator atau shaft lainnya. Dan biasanya diletakan disekeliling lift guna menahan
beban lateral tanpa memngganggu penyusunan ruang dalam bangunan. Dengan
adanya dinding geser yang kaku pada bangunan, sebagian besar beban gempa akan
terserap oleh dinding geser tersebut. Kolom-kolom dianggap tidak ikut mendukung
gaya horizontal, sehingga hanya didesain untuk menahan gaya normal (gaya vertikal)
saja. Secara struktural dinding geser dianggap sebagai balok kantilever vertikal yang
terjepit bagian bawahnya pada pondasi atau basemen. Dinding geser berprilaku
sebagai balok lentur katilever. Oleh karena itu dinding geser atau shear wall selain
menahan geser (shear force) juga menahan lentur.
Menurut Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung,
SNI 03-2847-2006 (Purwono et al., 2007), perencanaan geser pada dinding structural
untuk bangunan tahan gempa didasarkan pada besarnya gaya dalam yang terjadi
akibat beban gempa. Dalam prakteknya dinding geser selalu dihubungkan dengan
system rangka pemikul momen pada gedung. Dinding struktural yang umum
digunakan pada gedung tinggi adalah dinding geser kantilever dan dinding geser
berangkai. Berdasarkan SNI 03-1726-2002 (BSN, 2002), dinding geser beton
bertulang kantilever adalah suatu subsistem struktur gedung yang fungsi utamanya
adalah untuk memikul beban geser akibat pengaruh gempa rencana. Kerusakan pada

dinding ini hanya boleh terjadi akibat momen lentur (bukan akibat gaya geser),
melalui pembentukkan sendi plastis di dasar dinding.
Perencanaan dinding struktur yang baik tidak terlepas dari pemilihan bentuk
dinding, lokasi penempatannya pada denah struktur. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam penempatan dinding geser adalah dinding geser harus mampu
menyalurkan beban gravitasi dan lateral sampai ke tanah pendukungnya dengan baik
tanpa kehilangan stabilitasnya.
2.3.2 Fungsi Shear Wall
Dalam perencanan struktur tahan gempa dengan dinding geser (shearwall),
tiap elemen struktur didesain dengan berbagai ketentuan, sehingga diharapkan
dinding geser tidak runtuh akibat gaya geser.
Fungsi shear wall pada gedung secara Umum :

Memperkokoh gedung
Dengan struktur dinding beton bertulang, maka dinding bukan hanya
sebagai penyekat ruangan tetapi berfungsi juga sebagai Struktur Bangunan
yang ikut memikul gaya-gaya beban yang bekerja pada balok dan kolom
sekitarnya.

Meredam goncangan akibat gempa


Secara geografis negara kita termasuk ke dalam wilayah yang sangat

rentan terhadap gempa, dengan dinding sistem shear wall maka gaya gempa
yang terjadi akan direduksi, sehingga mampu mengurangi akibat yang terjadi
pada bentuk bangunan yang ada.

Mengurangi biaya perawatan gedung


Dengan semakin kokohnya gedung yang menggunakan shear wall,

maka kerusakan-kerusakan yang timbul akibat guncangan gedung akibat


gempa bisa di minimalisir sehingga akan mengurangi biaya perawatan yang
seharusnya dikeluarkan apabila gedung tidak menggunakan jenis dinding ini.

Daya pikul beban disekitar dinding mampu ditingkatkan

Dengan dinding jenis shear wall maka kemampuan lantai beton


diatasnya untuk menerima beban semakin naik, besarnya kekuatan lantai akan
berbanding lurus dengan ketebalan shearwall itu sendiri.

Umur pakai gedung semakin lama


Dinding geser harus memberikan kekuatan lateral yang dibutuhkan untuk

menahan gaya gempa horizontal. Apabila dinding geser cukup kuat, ia akan
memindahkan gaya-gaya horizontal ini pada elemen berikutnya pada bagian muatan
dibawahnya. Komponen-komponen lain pada muatan ini boleh jadi selain dinding
geser, lantai, pondasi dinding, dan pelat.
Dinding geser juga memberikan kekakuan lateral untuk mencegah atap dan
lantai atas dari goyangan ke samping yang berlebihan. Jika dinding geser cukup
kaku, ia akan mencegah lantai dan rangka atap dari gerakan pendukungnya.
Menurut Schueller (1989) dinding geser adalah unsur pengaku vertikal yang
dirancang untuk menahan gaya lateral atau gempa yang bekerja pada bangunan
dimana menurut Ovelia (2002) ketebalan dinding geser adalah berkisar antara 140
500 mm.
2.3.2 Jenis-Jenis Shear Wall
Dalam pemilihan jenis-jenis struktur shear wall disesuaikan dengan hasil
perencanaan, dan harus sesuai dengan kebutuhan sebuah bangunan agar shear wall
bisa berfungsi dengan baik.
Menurut SNI 1726 2002 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Struktur Bangunan Gedung. Dinding geser ada 2 jenis yaitu.
1. Dinding Geser Beton Bertulang Kantilever
Suatu struktur gedung yang fungsi utamanya adalah untuk memikul
beban geser akibat pengaruh gempa rencana, yang runtuhnya disebabkan oleh
momen lentur (bukan oleh gaya geser) dengan terjadinya sendi plastis pada
kakinya, di mana nilai momen lelehnya dapat mengalami peningkatan
terbatas akibat pengerasan regangan. Rasio antara tinggi dan lebar dinding

geser tidak boleh kurang dari 2 dan lebar tersebut tidak boleh kurang dari 1,5
m.
2. Dinding Geser Beton Bertulang Berangkai
Suatu subsistem struktur gedung yang fungsi utamanya adalah untuk
memikul beban geser akibat pengaruh gempa rencana, yang terdiri dari dua
buah atau lebih dinding geser yang dirangkaikan oleh balok-balok perangkai
dan yang runtuhnya terjadi dengan sesuatu daktilitas tertentu oleh terjadinya
sendi-sendi plastis pada ke dua ujung balok-balok perangkai dan pada kaki
semua dinding geser, dimana masing-masing momen lelehnya dapat
mengalami peningkatan hampir sepenuhnya akibat pengerasan regangan.
Rasio antara bentang dan tinggi balok perangkai tidak boleh lebih dari 4.
Berdasarkan letak dan fungsinya shear wall sendiri terbagi menjadi 3
klasifikasi diantaranya sebagai berikut :
a) Bearing walls
Merupakan sebuah dinding struktur yang digunakan untuk
menopang beban diatasnya dan menyalurkan ke pondasi. Dinding
geser ini juga sebagian besar mendukung beban gravitasi. Juga
digunakan sebagai dinding penyekat/partisi antar apartemen yang
berdekatan.

Gambar 2.10. bearing wall


b) Frame Walls
Dinding struktur ini berfungsi untuk menahan beban lateral,
dimana beban gravitasi (hidup dan mati) berasal dari frame beton
bertulang. Dinding geser ini dibangun diantara baris kolom.

Gambar 2.11. Frame

Walls

c) Core Walls
Dinding geser ini berada pada inti gedung yang biasanya diisi
tangga atau poros lift. Dinding ini dianggap sebagai dinding yang
ekonomis.

Gambar 2.12. Core

Walls

Berdasarkan geometrinya shear wall sendiri terbagi menjadi 3 klasifikasi


diantaranya sebagai berikut :
a. Flexural wall (dinding langsing)
b. Squat wall (dinding pendek)
c. Coupled shear wall (dinding berangkai)
2.3.2 Beban Horizontal (Lateral)
a. Beban Gempa (Earthquake)
Beban gempa adalah besarnya getaran yang terjadi di dalam struktur
rangka bangunan akibat adanya pergerakan tanah oleh gempa. Pertama kali
di Indonesia ketetapan perencanaan gempa untuk bangunan dimasukkan
dalam Peraturan Muatan Indonesia 1970, lalu peraturan ini diperbaharui
dengan diterbitkannya Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia
untuk Gedung 1983.
Pada dasarnya ada dua metode Analisa Perencanaan Gempa, yaitu :
(Soetoyo, 2000)

Analisis Beban Statik Ekuivalen (Equivalent Static Load Analysis)

Analisis ini adalah suatu cara analisa struktur, dimana pengaruh


gempa pada struktur dianggap sebagai beban statik horizontal untuk
menirukan pengaruh gempa yang sesungguhnya akibat gerakan tanah.
Metode ini digunakan untuk bangunan struktur yang beraturan dengan

ketinggian tidak lebih dari 40 m.


Analisis Dinamik (Dynamic Analysis).
Metode ini digunakan untuk bangunan dengan struktur yang tidak
beraturan. Perhitungan gempa dengan analisis dinamik ini terdiri dari :
- Analisa Ragam Spektrum Respons
Analisa Ragam Spektrum Respons adalah Suatu cara analisa
dinamik struktur, dimana suatu model dari matematik struktur
diberlakukan suatu spektrum respons gempa rencana, dan
berdasarkan itu ditentukan respons struktur terhadap gempa
-

rencana tersebut.
Analisa Respons Riwayat Waktu
Analisa Respons Riwayat Waktu adalah suatu cara analisa
dinamik struktur, dimana suatu model matematik dari struktur
dikenakan riwayat waktu dari gempa-gempa hasil pencatatan atau
gempa-gempa tiruan terhadap riwayat waktu dari respons struktur
ditentukan.

b. Beban Angin (Wind Load)


Beban angin adalah beban yang bekerja pada bangunan atau bagiannya
karena adanya selisih tekanan udara (hembusan angin kencang). Beban angin ini
ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (isapan
angin), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang bangunan yang ditinjau (Benny,
1996).

Anda mungkin juga menyukai