Anda di halaman 1dari 4

2.

Mekanisme Kerja Obat AINS (Anti Inflamasi Non steroid)


TAMBAHAN AJAA !!

Menjaga keutuhan tulang rawan dan jaringan lain dari kerusakan oleh

enzim lisosom (salisilat, fenilbutazon, indometasin, asam mefenamat).


Menstabilkan membran lisosom (salisilat, klorokin)
Menghambat migrasi leukosit (indometasin)
Menghambat pembentukan prostaglandin (salisilat, indometasin)

Mekanisme kerja analgesik Opioid


Menurut mekanisme kerjanya analgesik opioid dibedakan atas:
1. Agonis opioid adalah zat atau obat yang dapat berikatan dengan reseptor
opioid, memberikan efek utama yang sama dan pada beberapa gonis
opioid dapat pula memberikan efek farmakologis yang berlainan namun
memiliki efek utama yang sama. yang termasuk agonis opioid adalah
morfin dan alkaloid opium lain, metadon dan derivatnya, meperidin dan
derivatnya.
2. Antagonis opioid adalah zat yang dapat berikatan dengan reseptor opioid
dengan efek agonis ringan disusul dengan efek antagonis yang lebih kuat.
Antagonis opioid relatif murni termasuk Nalokson.
3. Agonis-antagonis adalah zat yang mempunyai kerja campuran agonis dan
antagonis dengan egek agonis yang lebih nyata. Yang termasuk agonisantagonis nalofin, levalorfan, siklazosin.

Dalam otak dan jaringan tubuh lainnya terdapat 8 jenis reseptor, diantaranya
ialah :

Reseptor

pernafasan dan ketergantungan fisik.


Reseptor k (kappa) yang mungkin memperantarai efek-efek analgesik

spinal, miosis dan sedasi.


Reseptor (sigma) yang berperan dalam efek-efek halusinogenik

, yang ternyata berperan dalam efek-efek analgesik,

dan perangsangan jantung.


Beberapa reseptor opioid lainnya telah diidentifikasi secara tentatif, namun
kemaknaannya belum jelas.

3. Klasifikasi Anastesi Lokal


Dari segi rumus inti, obat anastesi lokal dapat dibagi menjadi 3 golongan,
yaitu:
A. Rumus intinya mengandung asam para-amino-benzoat (PABA) dengan
contoh prototip: prokain. Asam benzoat lain ialah piperokain, siklain,
primakain dan lain-lain. Semua obat kelompok ini mempunyai khasiat
dasar dan toksisitas yang serupa, tetapi berbeda dalam potensi dan
derajatnya.
Prokain pada SSP, akan memberi stimulasi sehingga mampu
menimbulkan konvulsi yang diikuti depresi dan kegagalan pernafasan.
Stimulasi diawali oleh gejala gelisah, kesadaran menurun, gemetar dan
akhirnya konvulsi. Prokain menyebabkan vasodilatasi sehingga
penyerapan setelah penyuntikan cepat dan efek anastesinya cepat pula
berakhir. Oleh karena itu pada prokain 1-2% ditambahkan adrenalin agar
terjadi vasokontriksi dan obat lebih lama tinggal di tempat. Prokain tidak
diberikan secara topikal karena tidak diserap. Dosis yang digunakan untuk

operasi sekitar 800 mg. Toksisitas yang harus diperhatikan adalah


mencegah pemberian obat ini kepada penderita alergi, sakit jantung,
epilepsi, anak-anak yang pernah konvulsi dan orang-orang lanjut usia.

B. Lidokain (Silokain, Lignokain) memiliki rumus inti silidida.


Toksisitas dan potensi lidokain sedikit diatas prokain, tetapi
memiliki kerja lebih lama dengan dosis yang lebih rendah dari prokain.
Selain itu, lidokain juga dapat digunakan sebagai pengganti prokain, bila
seseorang alergi terhadap prokain. Lidokain tidak perlu penambahan
vasokonstriktor. Berbeda dengan prokain, lidokain dapat dipakai untuk
pemberian topikal. Toksisitasnya berupa mual, muntah, gemetar, tidak
memberi konvulsi namun sebaliknya yaitu mengantuk dan akhirnya
pingsan.
C. Kokain yang merupakan obat alam berasal dari eritrosilonkoka telah
banyak ditinggalkan, karena toksik dan memberi adiksi.
Kokain tidak dipakai lagi dan dimasukkan dalam golongan obat bius. Efek
stimulasi pada SSP kuat, sehingga pada dosis rendah menimbulkan rasa
gelisah, sulit diam, peka terhadap rangsangan, sulit merasa lelah dan
kemampuan otot bertambah. Penyalahgunaan kokain dapat mengakibatkan
adiksi. Sedang toksisitasnya berupa bingung, muntah, nyeri perut, konvulsi
dan berakhir dengan kematian.

DAFTAR PUSTAKA

Djamhuri, Agus. 1995. Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di Klinik


dan Perawatan. Jakarta: Hipokrates
Staf Pengajar Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya. 1994. Catatan Kuliah Farmakologi bagian II. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai