Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kasus anestesi syarat-syarat batasan umur tidak begitu jelas. Seseorang yang
berumur 65-79 tahun disebut usia lanjut, begitu juga usia 80-90 tahun mereka juga termasuk usia
lanjut. Secara fisiologis dmiana pengelompokkan umur sangat bervariasi, sebab semakin
bertambah umur semakin rentan terhadap penyakit. Variasi pengelompokkan umur ini di
nyatakan oleh American society of Anesthesiologists physical status classification.
Yang di dadasarkan pada angka kesakitan dan angka kematian ini diperkirakan lebih dari
100.000 orang yang berumur lebih dari 65 tahun meniggal setelah operasi dalam tiap tahunnya.
Untuk itu dokter anestesi harus memperhatikan dan mencari informasi sebanyak mungkin
informasi tentang kesehatan pasien sebelum operasi untuk dapat memilih obat yang tepat untuk
digunakan sebagai obat anestesi, serta memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kerja obat sebagai upaya pembuktian sesudah operasi tentang kebenaran prosedur operasi yang
telah dilakukan.
Populasi penduduk usia lanjut semakin meningkat. Pada tahun 1981, 11.4% dari 22 juta
penduduk amerika adalah usia lanjut yaitu lebih dari 65 tahun. Orang yang berumur 85 tahun
akan membutuhkan biaya pengobatan dua kali lipat dari orang yang lebih muda 20 tahun
dibawahnya. Penduduk yang berumur lebih dari 90 tahun akan meningkat sekitar 2 juta sampai
tahun 2000. Untuk itu doter spesialis bedah harus lebih memperhatikan pada pasien usia lanjut
degan adanya penambahan jumlah usia lanjut. Untuk itu sangat penting dilakukan pemeriksaan
secara bertahap terhadap segala komponen yang berpengaruh sebelum dilakukan anestesi pada
terapi pembedahan usia lanjut.

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan pengetahuan tentang masalah-masalah


yang ada pada operasi geriatric, sehingga dilakukan penelitian untuk menemukan cara anestesi
yang aman bagi kelompok umur tertentu. Pemeriksaan secara komplit akan dilakukan setelah
pasien mendapatkan perawatan dokter sesuai estetika. Pemeriksan sebelum operasi mencakup
observasi terhadap pasien dan pola hidup pasien, riwayat penyakit dan pemeriksaan
laboratorium.
1

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan referat ini adalah agar mahasiswa kedokteran memahami
mengenai pemilihan obat dan dosis obat anestesi pada geriatri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Geriatri


Geriatri atau Lanjut Usia adalah ilmu yang mempelajari tentang aspek-aspek klinis dan penyakit
yang berakitan dengan orang tua. Dikatakan pasien geriatri apabila :Keterbatasan fungsi tubuh yang
berhubungan dengan makin meningkatnya usia.

a. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif.


b. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
1) Ketergantungan pada orang lain
2) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab
c. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) yang progresif.

Batasan lanjut usia menurut WHO


a. Middle age (45-59 th)
b. Elderly (60-70 th)
c. Old/lansia (75-90 th)
d. Very Old/sangat tua (>90 th)(1)
2.2 Perubahan Fisiologis
3

Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan


jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat betahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya
tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural
yang disebut penyakit degeneratif (hipertensi, aterosklerosis, DM, dan kanker). Perubahan
fisiologis penuaan dapat mempengaruhi hasil operasi tetapi penyakit penyerta lebih
berperan sebagai faktor risiko. Secara umum pada usila terjadi penurunan cairan tubuh total
dan lean body mass dan juga menurunnya respons regulasi termal, dengan akibat mudah
terjadi intoksikasi obat dan juga mudah terjadi hipotermia.1

Gambar 1 : Fungsi organ berdasarkan umur


Sistem Kardiovaskuler
Penting untuk membedakan antara perubahan pada fisiologi yang normalnya menyertai
proses penuaan dan patofisiologi dari penyakit yang umum pada populasi geriatri. Penurunan
dari elastisitas arterial yang disebabkan oleh fibriosis adalah bagian dari proses penuaan yang
normal. Penurunan komplians arterial menghasilkan peningkatan afterload, peningkatan
tekanan darah sistolik, dan hipertropi ventrikel kiri. Myokardial fibrosis dan kalsifikasi dari
katup jantung juga umum terjadi. 1
Kemampuan cadangan kardiovaskular menurun, sejalan dengan pertambahan usia di atas
40 tahun. Penurunan kemampuan cadangan ini sering baru diketahui pada saat terjadi stres
4

anestesia dan pembedahan. Akibat proses penuaan pada sistem kardiovaskular, yang
tersering adalah hipertensi. Pada pasien manula hipertensi harus diturunkan secara perlahanlahan sampai tekanan darah 140/90 mmHg. Pada manula, tekanan sistolik sama pentingnya
dengan tekanan diastolik. Tahanan pembuluh darah perifer biasanya meningkat akibat
penebalan serat elastis dan peningkatan kolagen serta kalsium di arteri-arteri besar. Kedua
hal tersebut sering menurunkan isi cairan intra-vaskuler. Waktu sirkulasi memanjang dari
aktivitas baroreseptor menurun. 1
Disfungsi distolik yang jelas dapat terlihat pada hipertensi sistemik, penyakit arteri
koroner, cardiomiopati, dan penyakit katup jantung, umumnya stenosis aorta. Pasien dapat
asimptomatis, atau dapat mengeluhkan ketidak mampuan untuk berolahraga, dispneu, batuk
atau pingsan. Disfungsi diastolik mengakibatkan peningkatan ventricular-end diastolik pressure
yang relatif besar dengan volume ventrikel kiri yang sedikit berkurang. Pelebaran atrial adalah
predisposisi terjadinya atrial fibrilasi dan atrial flutter. Pasien beresiko terjadinya congestif heart
failure. 1
Terdapat peningkatan tonus vagal dan penurunan sensitivitas reseptor adrenergic yang
memicu penurunan laju jantung. Fibrosis dari sistem konduksi dan berkurangnya sel sinoatrial
node meningkatkan insidensi disritmia, artrial fibrilasi dan artrial flutter. 1
Terjadi penurunan respon terhadap rangsangan simpatis, dan kemampuan adaptasi
serta autoregulasi menurun. Perubahan pembuluh darah seperti di atas juga terjadi pada
pembuluh koroner dengan derajat yang bervariasi, disertai penebalan dinding ventrikel.
sistem konduksi jantung juga dipengaruhi oleh proses penuaan, sehingga sering terjadi
LBBB, perlambatan konduksi intraventikular, perubahan-perubahan segmen ST dan
gelombang T serta fibrilasi atrium. Semua hal di atas mengakibatkan penurunan kemampuan
respon sistem kardiovaskuler dalam menghadapi stres. Pemulihan anestesi juga memanjang.
Sistem Respirasi
Pada pasien usia lanjut, elastisitas paru-paru, pengembangan paru-paru dan dinding
dada, total lung capacity / kapasitas paru total (TLC), forced vital capacity / kapasitas vital
paksa (FVC), forced expiratory volume in one second / volume ekspirasi paksa dalam satu
detik (FEV1), vital capacity / kapasitas vital (VC) dan inspiratory reserve volume /volume
cadangan inspirasi (IRV) semuanya mengalami penurunan yang disertai dengan peningkatan
volume residu.
Meskipun functional residual capacity / kapasitas residual fungsional (FRC) tidak
berubah. PaO2 juga menurun seiring dengan pertambahan usia (PaO 2 = 13.3-umur/30 kPa, atau
Pao2 = 100-umur/4mmHg) meskipun PaCO2 tetap konstan.8

Penurunan elastisitas paru-paru diakibatkan oleh penurunan sebesar 15% dari fungsi
alveolar pada usia 70 tahun, sehingga keadaan ini tampak seperti pada emfisema. Kehilangan
fungsi alveoli pada daerah lapangan paru tertentu menyebabkan peningkatan volume dead space
yang meningkatkan ketidaksesuaian ventilasi-perfusi (V/Q). Hal ini meningkatkan gradien O2
alveoli-arterial dan mengurangi PaO2 istirahat. Meningkatnya ketidakserasian antara ventilasi
dan perfusi, mengganggu mekanisme ventilasi, dengan akibat menurunnya kapasitas vital
dan cadangan paru, meningkatnya pernafasan diafragma, jalan nafas menyempit dan
terjadilah hipoksemia. Menurunnya respons terhadap hiperkapnia, sehingga dapat terjadi
gagal nafas. 6.8
Penurunan pengembangan dinding dada meningkatkan kerja pernapasan dan mengurangi
ventilasi maksimal permenit. Kehilangan massa otot skelet dinding dada lebih memperburuk
proses ini. Karena penurunan recoil elastis paru-paru, volume akhir respirasi meningkat
sedemikian rupa sehingga melebihi kapasitas residual fungsional pada usia > 65 tahun.6,8
Proteksi jalan nafas yaitu batuk, pembersihan mucociliary, refleks laring dan faring
pada geriatri juga menurun sehingga berisiko terjadi infeksi dan kemungkinan aspirasi isi
lambung lebih besar .
Pencegahan terjadinya hipoksia perioperatif meliputi, periode preoksigenasi yang lebih
panjang, pemberian konsentrasi oksigen inspirasi yang lebih tinggi selama anastesi, kenaikan
kecil pada tekanan positive end expiratory dan toilet pulmoner yang agresif. Aspirasi
pneumonia adalah komplikasi yang umum dan berpotensial untuk membahayakan nyawa.
Predisposisi dari terjadi nya aspirasi pneumonia adalah adanya penurunan protektic laryngeal
reflek yang terjadi seiring dengan penuaan. 1
Sistem Metabolik dan Endokrin
Konsumsi oksigen basal dan maksimal menurun seiring dengan usia. Setelah mencapai
berat maksimal pada usia 60 tahun, kebanyakan pria dan wanita akan mulai mengalami
penurunan berat badan, umumnya hingga mencapai berat kurang dari berat orang-orang usia
muda kebanyakan. Produksi panas menurun, kehilangan panas meningkat, dan pusat pengaturan
suhu di hipotalamus menjadi lebih rendah dari sebelumnya. Peningkatan resistensi insulin
6

memicu penurunan progresif kemampuan tubuh untuk mengatur beban glukosa. Respon
neuroendokrin terhadap stres cenderung stabil atau sedikit menurun pada kebanyakan pasien tua
yang sehat. Penuaan berkaitan dengan penurunan respon terhadap agen -adrenergic
(endogenous -blockade). Level norepinefrin yang bersirkulasi dalam darah mengalami
peningkatan pada pasien tua.
Sistem Renalis
Pada ginjal jumlah nefron berkurang, sehingga laju filtrasi glomerulus ( LFG)
menurun, dengan akibat mudah terjadi intoksikasi obat. Hal ini disebabkan karena
glomerulus dan tubular di ginjal di gantikan oleh lemak dan jaringan fibrotik. Respon terhadap
hormon diuretik dan hormon aldosteron berkurang. Respons terhadap kekurangan Na juga
menurun, sehingga berisiko terjadi dehidrasi. Kemampuan mengeluarkan garam dan air
berkurang, dapat terjadi over load cairan dan juga menyebabkan kadar hiponatremia.
Ambang rangsang glukosuria meninggi, sehingga glukosa urin tidak dapat dipercaya.
Produksi kreatinin menurun karena berkurangnya massa otot, sehingga meskipun kreatinin
serum normal, tetapi LFG telah menurun. Perubahan-perubahan di atas menurunkan
kemampuan cadangan ginjal, sehingga manula tidak dapat mentoleransi kekurangan cairan
dan kelebihan beban zat terlarut. Pasien-pasien ini lebih mudah mengalami peningkatan
kadar kalium dalam darahnya, apalagi bila diberikan larutan garam kalium secara
intravena. Kemampuan untuk mengekskresi obat menurun dan pasien manula ini lebih
mudah jatuh ke dalam asidosis metabolik. Kemungkinan trerjadi gagal ginjal juga
meningkat.
Sistem hepatobilier dan gastrointestinal
Massa hepar berkurang seiring dengan penuaan, dengan diikuti oleh penurunan hepatic
blood flow. Fungsi hepar menurun sesuai dengan berkurangnya massa hepar. Dengan demikian
laju biotransformasi dan produksi albumin berkurang. Level plasma colinesterasi pada pria tua
juga berkurang. Pasien manula mungkin sekali lebih mudah mengalami cedera hati akibat obatobat, hipoksia dan transfusi darah. Terjadi pemanjangan waktu paruh obat-obat yang
diekskresi melalui hati.
Tingkat keasaman lambung cenderung meningkat, meski masa pengosongan lambung
diperpanjang. Akibat menurunnya fungsi persarafan sistem gastrointestinal, sfingter gastroesofageal tidak begitu baik lagi, disamping waktu pengosongan lambung yang memanjang
sehingga mudah terjadi regurgitasi.1
Sistem Saraf Pusat
Pada sistem saraf pusat, terjadi perubahan-perubahan fungsi kognitif, sensoris,
motoris, dan otonom. Kecepatan konduksi saraf sensoris berangsur menurun. Perfusi otak dan
konsumsi oksigen otak menurun sampai 10%-20%. Berat otak menurun karena berkurangnya
jumlah sel neuron, terutama di korteks otak maupun otak kecil. Berat otak pada orang dewasa
7

muda rata-rata 1400 g, akan menurun menjadi 1150 g pada usia 80 tahun. Dikatakan,
terdapat korelasi positif antara berat otak dan harapan hidup. Ukuran neuron berkurang,
dan neuron kehilangan kompleksitas pohon dendrit, dan jumlah sinaps juga berkurang. Terdapat
juga penurunan fungsi neurotransmiter. Sintesis dari beberapa neurotransmiter seperti
domapin, dan jumlah dari reseptor mereka berkurang. Serotonic, adrenergic, dan aminobutyric acid (GABA) binding site juga berkurang. Sedangkan jumlah astrosit dan sel
microglial bertambah. Degenerasi sel saraf perifer mengakibatkan kecepatan konduksi yang
memanjang dan atropi otot skeletal. Konsentrasi alveolar minimum dari anestetika juga
menurun dengan bertambahnya usia.1
Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan manula lebih mudah dipengaruhi oleh
efek samping obat terhadap sistem saraf. Pasien tua sering memerlukan lebih banyak waktu
untuk sembuh total dari efek CNS yang diakibatkan oleh anastesi umum. Umumnya mereka
mengalami kebingungan atau disorientasi preoperatif. Banyak pasien tua mengalami berbagai
derajat dari acute confusional state, delirium atau cognitive disfungsi postoperatif. Etiologi dari
cognitif disfungsi postoperatif (POCD) biasanya multifaktorial, termasuk efek samping obat,
nyeri, demensia, hipotermia dan gangguan metabolik. Pasien tua juga biasanya sensitif terhadap
agen koli1`nergic yang bekerja sentral, seperti scopolamin dan atropin. 1
Sistem Musculoskeletal
Massa otot berkurang, neuromuscular junction juga menipis. Kulit mengalami atropi
seiring dengan usia, dan mudah mengalami trauma akibat pemasangan selotape, electrocautery
pad, dan electrocardiography electroda. Vena rapuh dan mudah pecah akibat pada pemasangan
infus intravena. Sendi artritis mudah terganggu oleh perubahan posisi. Penyakit degeneratif
servikal tulang belakang dapat membatasi ekstensi leher sehingga membuat intubasi menjadi
sulit.1

2.3 Farmakologi Klinis


Faktor-faktor yang mempengaruhi respons farmakologi pasien berusia lanjut meliputi :
1) Ikatan protein plasma
Protein pengikat plasma yang utama untuk obat-obat yang bersifat asam adalah
albumin dan untuk obat-obat dasar adalah 1-acid glikoprotein.

Kadar sirkulasi

albumin akan menurun sejalan dengan usia, sedangkan kadar 1-acid glikoprotein
meningkat.

Dampak

gangguan

protein

pengikat

plasma

terhadap

efek

obat

tergantung pada protein tempat obat itu terikat, dan menyebabkan perubahan fraksi
obat yang tidak terikat. Hubungan ini kompleks, dan umumnya perubahan kadar protein
8

pengikat

plasma

bukanlah

faktor

redominan

yang

menentukan bagaimana

farmakokinetik akan mengalami perubahan sesuai dengan usia.5


2) Perubahan komposisi tubuh
Perubahan komposisi tubuh terlihat dengan adanya penurunan massa tubuh,
peningkatan lemak tubuh, dan penurunan air tubuh total. Penurunan air tubuh total
dapat menyebabkan mengecilnya kompartemen pusat dan peningkatan konsentrasi serum
setelah pemberian obat secara bolus. Selanjutnya, peningkatan lemak

tubuh

dapat

menyebabkan membesarnya volume distribusi, dengan potensial memanjangnya efek


klinis obat yang diberikan. 5
3) Metabolisme obat
Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya, gangguan hepar dan klirens
ginjal dapat terjadi sesuai dengan penambahan usia. Tergantung pada jalur degradasi,
penurunan reversi hepar dan ginjal dapat mempengaruhi profil farmakokinetik obat.5
4) Farmakodinamik
Respons klinis terhadap obat anestesi pada pasien usia lanjut mungkin
disebabkan karena adanya gangguan sensitivitas pada target organ (farmakodinamik).
Bentuk sediaan obat yang diberikan dan gangguan jumlah reseptor atau sensitivitas
menentukan pengaruh gangguan farmakodinamik efek anestesi pada pasien usia
lanjut. Umumnya, pasien berusia lanjut akan lebih sensitif terhadap obat anestesi.
Jumlah obat yang diperlukan lebih sedikit dan efek obat yang diberikan bisa lebih
lama.5
Respons hemodinamik terhadap anestesi intravena bisa menjadi berat karena
adanya interaksi dengan jantung dan vaskuler

yang telah mengalami penuaan.

Kompensasi yang diharapkan sering tidak terjadi karena perubahan fisiologis


berhubungan dengan proses penuaan normal dan penyakit yang berhubungan
dengan usia. Apapun penyebab efek farmakologik yang terganggu, pasien berusia lanjut
biasanya memerlukan penurunan dosis pengobatan yang secukupnya.5

2.4 Farmakologi Klinis Obat-Obat Anastesi


Anestesi Inhalasi
Konsentrasi alveolar minimum (minimum alveolar
concentration = MAC)
mengalami penurunan kurang lebih 4% perdekade pada mayoritas anestesi inhalasi.
9

Mekanisme kerja anestesi inhalasi berhubungan dengan gangguan pada aktivitas kanal ion
neuronal terhadap nikotinik, asetilkolin, GABA dan reseptor glutamat. Mungkin adanya
gangguan karena penuaan pada kanal ion, aktivitas sinaptik, atau sensitivitas reseptor ikut
bertanggung jawab terhadap perubahan farmakodinamik tersebut.3,7

Anastesi Intravena dan Benzodiazepine


Tidak ada perubahan sensitivitas otak terhadap tiopental yang berhubungan dengan
usia. Namun, dosis tiopental yang diperlukan untuk mencapai anestesia menurun sejalan
dengan pertambahan usia. Penurunan dosis tiopental sehubungan dengan usia disebabkan karena
penurunan volume distribusi inisial obat tersebut. Penurunan volume distribusi inisial terjadi
pada kadar obat dalam serum yang lebih tinggi setelah pemberian tiopental dalam dosis
tertentu pada pasien
berusia lanjut. Sama seperti pada kasus etomidate, perubahan
farmakokinetik sesuai usia (disebabkan karena penurunan klirens dan volume distribusi
inisial), bukan gangguan responsif otak yang terganggu, bertanggung jawab terhadap penurunan
dosis etomidate yang diperlukan pada pasien berusia lanjut. Otak menjadi lebih sensitif
terhadap efek propofol, pada usia lanjut. Selain itu, klirens propofol juga mengalami penurunan.
Efek penambahan ini berhubungan dengan peningkatan sensitivitas terhadap propofol
sebesar 30-50% pada pasien dengan usia lanjut.
Dosis yang diperlukan midazolam untuk menghasilkan efek sedasi selama
endoskopi gastrointestinal atas mengalami penurunan sebesar 75% pada pasien berusia
lanjut. Perubahan ini berhubungan dengan peningkatan sensitivitas otak dan penurunan
klirens obat.3,7
Opiat
Usia merupakan prediktor penting perlu tidaknya penggunaan morfin post operatif,
pasien berusia lanjut hanya memerlukan sedikit obat untuk menghilangkan rasa nyeri.
Morfin dan metabolitnya morphine-6-glucuronide mempunyai sifat analgetik. Klirens morfin
akan menurun pada pasien berusia lanjut. Morphine-6-glucuronide tergantung pada eksresi
renal. Pasien dengan insufisiensi ginjal mungkin menderita gangguan eliminasi morfin
glucuronides, dan hal ini bertanggung jawab terhadap peningkatan analgesia dari dosis morfin
yang diberikan pada pasien berusia lanjut.3,7
Sufentanil, alfentanil, dan fentanil kurang lebih dua kali lebih poten pada pasien berusia
lanjut. Penemuan ini berhubungan dengan peningkatan sensitivitas otak terhadap opioid sejalan
dengan usia, bukan karena gangguan farmakokinetik. Penambahan usia berhubungan dengan
perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik dari remifentanil. Pada usia lanjut terjadi
10

peningkatan sensitivitas otak terhadap remifentanil. Remifentanil kurang lebih dua kali lebih
poten pada pasien usia lanjut, dan dosis yang diperlukan adalah satu setengah kali bolus.
Akibat volume kompar temen pusat, VI, dan penurunan klirens pada usia lanjut, maka
diperlukan kurang lebih sepertiga jumlah infus.3,7
Pelumpuh Otot
Umumnya, usia tidak mempengaruhi farmakodinamik pelumpuh otot. Durasi kerja
mungkin akan memanjang, bila obat tersebut tergantung pada metabolisme ginjal atau hati.
Diperkirakan terjadi penurunan pancuronium pada pasien berusia lanjut, karena ketergantungan
pancuronium terhadap eksresi ginjal. Perubahan klirens pancuronium pada usia lanjut masih
kontroversial. Atracurium bergantung pada sebagian kecil metabolisme hati dan ekskresi, dan
waktu paruh eliminasinya akan memanjang pada pasien usia lanjut. Tidak terjadi perubahan
klirens dengan bertambahnya usia, yang menunjukkan adanya jalur eliminasi alternatif
(hidrolisis eter dan eliminasi Hoffmann) penting pada pasien berusia lanjut. Klirens
vecuronium plasma lebih rendah pada pasien berusia lanjut. Durasi memanjang yang
berhubungan dengan usia terhadap kerja vecuronium menggambarkan penurunan reversi
ginjal atau hepar.3,7
Anastesi neuraksial dan blok saraf perifer
Persentase obat anestesia tidak berdampak terhadap durasi blokade motorik dengan
pemberian anestesi bupivacaine. Waktu onset akan menurun, bagaimanapun juga penyebaran
anestesi akan lebih baik dengan pemberian cairan bupivacaine hiperbarik. Dampak usia
terhadap durasi anestesia epidural tidak terlihat pada pemberian bupivacaine 0,5%. Waktu
onset akan memendek, dan kedalaman blok anestesia akan bertambah besar. Terlihat
klirens plasma lokal anestesi yang menurun pada pasien berusia lanjut. Hal ini dapat
menjadi faktor yang mengurangi penambahan dosis dan jumlah infus selama pemberian
dosis berulang dan teknik infus berkesinambungan.3,7
2.5 Evaluasi Preoperatif
Terdapat dua prinsip yang harus diingat pada saat melakukan evaluasi pre-operatif pasien
geriatri :
1.

Pasien harus selalu dianggap mempunyai risiko tinggi menderita penyakit yang
berhubungan dengan penuaan. Penyakit- penyakit biasa pada pasien dengan usia lanjut
mempunyai pengaruh yang besar terhadap penanganan anestesi dan memerlukan perawatan
khusus serta diagnosis. Penyakit kardiovaskuler dan diabetes umumnya sering ditemukan
pada populasi ini. Komplikasi pulmoner mempunyai insidens sebesar 5,5% dan
merupakan penyebab morbiditas ketiga tertinggi pada pasien usia lanjut yang akan
menjalani pembedahan non cardiac.4
11

2.

Harus dilakukan pemeriksaan derajat fungsional sistem organ yang spesifik dan pasien
secara keseluruhan sebelum pembedahan. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik,
riwayat, pemeriksaan fisik, dan determinasi kapasitas fungsional harus dilakukan untuk
mengevaluasi fisiologis pasien. Pemeriksaan laboratorium harus disesuaikan dengan
riwayat pasien, pemeriksaan fisik, dan prosedur pembedahan yang akan dilakukan, dan
bukan hanya berdasarkan atas usia pasien saja.4
Walaupun masih terdapat banyak pertanyaan, bukti-bukti yang ada
menunjukkan bahwa risiko kardiovaskuler dapat dicegah dengan mencari ada tidaknya
-blockade perioperatif pada pasien dengan penyakit arteri koroner yang diketahui,
terutama bila muncul beberapa minggu terakhir sebelum operasi. Pada pasien usia lanjut
yang menggunakan terapi -blocker jangka panjang, tampaknya -blocker long-acting
akan lebih efektif dibandingkan dengan -blocker short-acting dalam mengurangi
resiko infark miokard perioperatif. Protokol yang menyertakan pemberian -blocker
pada pagi hari sebelum operasi dilakukan dan diteruskan selama operasi berhubungan
dengan peningkatan insidens stroke dan semua penyebab mortalitas.6

2.6 Pemeriksaan Persiapan Operasi


Penilaian pra-operasi memainkan bagian penting dalam mengurangi komplikasi pasca
operasi. Pemahaman tentang status fisik pasien akan memberikan panduan terhadap penilaian
jenis penyakit komorbid dan tingkat keparahannya, jenis monitoring yang diperlukan, optimasi
pra operasi dan prediksi akan timbulnya komplikasi pasca operasi. Pemahaman riwayat
penyakit yang mendetail, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan penilaian risiko
tindakan pembedahan harus difokuskan selama evaluasi pra operasi.6
a) Informed Consent
Pasien, anggota keluarga atau wali pasien harus diberitahu tentang intervensi bedah
dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul. Kapasitas putusan merupakan prasyarat
untuk suatu informed consent yang sesuai dengan hukum dan moral. Pasien usia lanjut
mungkin tidak sepenuhnya memahami intervensi yang direncanakan, sehingga kerabat
terdekat harus terlibat untuk memperoleh informed consent yang terperinci. Status mental
dan kognitif pasien harus dipertimbangkan dan didokumentasikan. 6
b) Riwayat Penyakit dan Status Gizi
Riwayat kondisi medis lengkap dan operasi sebelumnya harus dicatat karena pasien
usia lanjut biasanya sedang menjalani banyak terapi obat-obatan. Defisiensi nutrisi yang
sering dialami oleh pada usia lanjut harus dinilai secara akurat. Hitung darah lengkap yang
12

menunjukkan anemia, kadar albumin serum yang kurang dari 3.2g/dl dan kolesterol kurang
dari 160mg/dl telah terbukti sebagai penanda risiko outcome pasca operasi yang merugikan.
Indeks massa tubuh yang kurang dari 20 kg/m2 pada pasien usia lanjut mungkin
mengarahkan peningkatan morbiditas karena penyembuhan luka yang tertunda, sehingga
suplemen gizi pra operatif harus dipertimbangkan.10

c) Pemeriksaan fisik
Meskipun pasien usia lanjut memiliki riwayat medis yang panjang, mereka biasanya
tidak memberikan rincian penyakit mereka, ini merupakan konsekuensi yang tidak dapat
dihindari akibat usia tua. Pemeriksaan fisik harus mencakup informasi yang mendetail
tentang status hidrasi, gizi, tekanan darah, nadi dan kondisi sistemik.5
Penilaian status mental pra operasi sangat penting karena biasanya mencerminkan
status kognitif pasca operasi. Demensia pra operasi merupakan prediktor yang penting
dari outcome bedah yang buruk.
d) Pemeriksaan Penunjang Pra operasi
Pasien usia lanjut harus menjalani berbagai tes yang akan membantu menentukan
parameter kesehatan pasien, bahkan pada mereka yang sehat dan termasuk diantaranya:3

Hitung darah lengkap: Hb, jumlah limfosit


Urem, kreatinin dan elektrolit akan memberikan informasi tentang fungsi ginjal
karena akan mengalami perubahan secara bertahap dengan pertambahan usia.

Bersihan kreatinin merupakan indeks penting.


Gula darah dan kolesterol harus diperiksa karena tingginya insiden diabetes mellitus

dan ateroskleorsis.
Kadar albumin dan fungsi pembekuan darah
Pemeriksaa elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan pada semua pasien yang

berusia di atas 60 tahun, terlepas dari ada riwayat penyakit jantung atau tidak.
Rontgen dada dan tes fungsi paru pada pasien dengan penyakit paru obstruktif

kronis.
Pemeriksaan jantung.

13

Pemeriksaan tambahan pada pasien geriatri adalah:

Activity Daily Living (ADL) scoring. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan

derajat kemandirian seorang usila.


Pemeriksaan mental pasien. Disini dapat ditentukan tingkat kejernihan pikiran pasien,
apakah sudah menderita demensia ataupun pra- demensia.

Penilaian Pemeriksaan Organik


Setelah dilakukan pemeriksaan klinis dan ditambah dengan pemeriksaan
penunjang tadi, diagnosis dapat ditentukan demikian pula keadaan fungsional organorgan dan selanjutnya dapat ditentukan apakah laik operasi atau tidak. Misalnya, jantung
dalam keadaan terkompensasi, tidak nyata ada kelainan koroner, fungsi paru menurut
hasil spirometri masih sesuai untuk batas umurnya, pada gambaran foto dada tidak ada
infiltrat ataupun emfisema yang nyata, fungsi hati dan fungsi ginjal masih baik, begitu
juga tak ada kelainan pada hemostasis, maka pada pasien usila ini secara organis dapat
dilakukan operasi.
Namun demikian, risiko operasi pada usila tetap lebih tinggi daripada usia muda,
karena secara fisiologi sudah terjadi proses menua. Menurut skoring Goldman, usia lebih
dari 70 tahun memiliki risiko lebih tinggi.

2.7 Manajemen Intraoperatif


Manajemen intraoperatif diarahkan untuk membatasi stres akibat pembedahan dan menghindari
kejadian yang lebih memperburuk cadangan fisiologis pasien. Tidak ada teknik universal khusus
yang disetujui untuk pasien usia lanjut tetapi beberapa intervensi dapat meningkatkan outcome.10
a) Induksi Anestesi:
Pada pasien usia lanjut, preoksigenasi agresif yang setara untuk anestesi inhalasi
menurun secara linear dengan pertambahan usia, oleh karena itu dosis obat yang
mempengaruhi SSP perlu dikurangi untuk mengantisipasi efek sinergi obat. Penggunaan
bersama propofol, midazolam, opioid dapat meningkatkan kedalaman anestesi. Hipotensi
adalah kejadian yang umum didapatkan sehingga dosis obat-obatan ini harus dititrasi.
Dipilih obat yang bekerja singkat. Stimulasi intubasi trakea tidak memberikan efek
hipotensi pada pasien usia lanjut. 10
14

Efek puncak obat mengalami penundaan, diantaranya: midazolam 5 menit,


fentanil 6-8 menit, dan propofol 10 menit. Untuk meminimalkan kedalaman dan durasi
hipotensi, dosis propofol tanpa suplementasi opioid disesuaikan dengan cara dikurangi
1,0-1,5 mg/kg lean body weight (LBW) dan 0.5-1.0mg/kg jika diberikan opioid secara
bersamaan khususnya jika disertai juga dengan pemberian ketamin dosis rendah dan
midazolam.8
Penggunaan profilaksis aspirasi dan rapid sequence intubation (RSI) harus
dilakukan secara rutin, khususnya pada pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit
refluks dan prosedur darurat. Antisipasi pemanjangan durasi obat neuromuskuler yang
bersifat organ based klirens. Seiring pertambahan usia, obat-obatan intermediate acting
bekerja lebih lama (kecuali atrakurium dan cisatrakurium), dapat menurunkan suhu
tubuh, menyebabkan diabetes dan obesitas (jika dosisnya dihitung berdasarkan berat
badan total) dan peningkatan blok neuromuskuler. Dosis antikolinesterase inhibitor juga
harus dikurangi dan pasien dipantau dengan ketat di unit perawatan pasca-anestesi
(PACU) untuk tanda-tanda rekurarisasi.10
Obat-obatan non-steroid anti-inflammatory drug (NSAID) untuk menghilangkan
rasa sakit pasca operasi harus diberikan dengan dosis dikurangi untuk menghindari
komplikasi seperti gastritis, gagal ginjal akut. NSAID harus dihindari pada pasien usia
lanjut dengan gangguan fungsi ginjal preoperatif (peningkatan kadar urea / kreatinin) atau
jika pasien mengalami hipovolemia.10
b) Anestesi umum atau regional
Anestesi regional mungkin memiliki beberapa keunggulan dibandingkan anestesi
umum, termasuk jarang menimbulkan tromboemboli, gangguan kesadaran dan
pernafasan pasca-bedah. Anestesi dengan blok tungkai dan pleksus ideal untuk operasi
perifer. Hernia dan katarak umumnya dilakukan dengan anestesi lokal. Hipotensi lebih
sering ditemukan pada pasien usia lanjut yang menjalani anestesi spinal / epidural karena
terjadi gangguan fungsi otonom dan penurunan penyesuaian arteri. 10,8
Pada pasien dengan penyakit jantung berat yang memerlukan kontrol tekanan
darah ketat, anestesi umum mungkin lebih baik. Tinjauan Cochrane terhadap 17
penelitian anestesi untuk operasi fraktur tulang pinggul (melibatkan lebih dari 2.800
pasien) membandingkan anestesi umum dan regional. Penulis menyimpulkan bahwa
anestesi regional dapat mengurangi mortalitas pada satu bulan pasca operasi, tetapi baik
15

anestesi regional dan umum menghasilkan outcome yang sama untuk mortalitas jangka
panjang.8
Pertimbangan tindakan anestesi regional pada pasien geriatri diantaranya:
Peningkatan kepekaan terhadap anestesi lokal, risiko mati rasa,nerve palsy, komplikasi
neuralgia, pemanjangan durasi blok, blok tingkat tinggi, hipotensi dan bradikardi.
Terdapat penurunan dramatis dalam hal kebutuhan sedasi dengan blok neuraxial. 10
Anestesi regional blok dapat mempertahankan status gizi dan normothermia.
Teknik ini ini juga dapat mengurangi sensitisasi sentral sehingga mengurangi kebutuhan
analgesik opioid pasca operasi dan meningkatkan outcome pada paru-paru, jantung dan
ginjal sekaligus mengurangi insiden komplikasi tromboemboli.10
c) Hipotermia
Pembedahan umumnya dapat menyebabkan hipotermia karena faktor lingkungan
dan tindakan anestesi yang menginduksi inhibisi mekanisme termoregulator normal.
Pasien usia lanjut lebih beresiko untuk mengalami hipotermia karena anestesi yang
mengubah mekanisme termoregulator dan tingkat metabolisme basal yang rendah.9
Hipotermia intraoperatif dapat menjadi faktor risiko jantung independen untuk
penyakit jantung pasca operasi pada usia lanjut. Oleh karena itu, pada pasien usia lanjut
harus dilakukan upaya untuk mencegah kehilangan panas. Langkah-langkah untuk
mencegah hipotermia adalah: pembersihan pasca operasi dengan cairan yang hangat,
menggunakan sistem pemanasan, menghangatkan cairan IV, menjaga suhu lingkungan
tetap hangat, menutupi pasien dengan selimut sebelum dan setelah operasi.10
d) Manajemen cairan
Mengelola volume intravaskular yang tepat sangat penting dengan menghindari
kelebihan dan kekurangan pemberian cairan. Karena adanya peningkatan afterload,
penurunan respon inotropik atau chronotoropic serta gangguan respon vasokonstriksi
menyebabkan pasien usia lanjut sangat tergantung pada preload yang memadai. Pasien
usia lanjut juga rentan terhadap dehidrasi karena penyakit, penggunaan diuretik, puasa
pra operasi dan penurunan respon haus. Asupan cairan oral hingga 2 - 3 jam sebelum
operasi, dan terapi pemeliharaan cairan yang cukup serta menghindari terapi diuretik
sebelum operasi dapat menghindarkan kejadian hipotensi mendadak segera setelah
induksi anestesia. Hidrasi yang berlebihan juga harus dihindari pada usia lanjut dengan
gangguan jantung karena mereka lebih rentan untuk terjadinya kegagalan sistolik, perfusi
organ yang jelek dan penurunan GFR.10
16

Penting pula untuk melakukan pemantauan kateter vena sentralis atau arteri
pulmonalis intraoperatif untuk mengukur volume darah sentral khusus pada pasien usia
lanjut yang cenderung memiliki penurunan volume darah dalam jumlah besar atau
pergeseran cairan. Penting untuk menaga tekanan vena sentral pada kisaran 8 - 10 mmHg
dan tekanan arteri pulmonalis14 - 18 mm Hg untuk mempertahankan output jantung yang
memadai.10

2.8 Pertimbangan Post operatif


Masalah-masalah Umum pada Unit Perawatan Post Anastesi
Penanganan masalah paru pre dan post operatif merupakan hal yang penting. Pada pasien
bedah umum berusia 65 tahun ke atas, insidens morbiditas post operatif adalah 17%
atelektasis, 12% bronkitis akut, 10% pneumonia, 6% gagal jantung atau infark miokard
(atau keduanya), 7% delirium, dan 1% tanda- tanda neurologis fokal baru. Pada prosedur
dengan risiko yang lebih tinggi, seperti bedah vaskuler, insidens komplikasi pulmoner
postoperatif adalah sebesar 15,2% . Berbagai prediktor komplikasi pulmoner post operatif
pada pembedahan non jantung elektif telah berhasil diidentifikasi, dan risiko yang ada
mengindikasikan terjadinya perkembangan pneumonia post-operatif. Pasien berusia lanjut
mempunyai risiko yang lebih tinggi mengalami aspirasi sekunder terhadap penurunan progresif
pada diskriminasi sensorik laringofaringeal yang terjadi dengan penambahan usia. 2,6
Selain itu disfungsi proses menelan juga merupakan predisposisi aspirasi pada
pasien berusia lanjut. Setelah operasi jantung, disfungsi menelan ter jadi pada 4% pasien dan
lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut. Disfungsi menelan setelah pembedahan jantung
berhubungan erat dengan penggunaan echocardiography transesofageal intraoperatif dan
menyebabkan 90% aspirasi pulmoner dan pneumonia.2,6
Penanganan Nyeri Akut Post Operatif
Penelitian klinis dan eksperimen mendukung adanya penurunan persepsi sakit
sejalan dengan bertambahnya usia. Tetapi, tetap belum jelas apakah perubahan yang terjadi
disebabkaan karena proses penuaan atau akibat dari efek penuaan lainnya, seperti adanya
penyakit comorbid (penyerta). Masalah yang lebih besar terjadi pada pasien dengan gangguan
kognitif. Bukti-bukti menunjukkan evaluasi nyeri, terutama pada individu dengan gangguan
kognitif, sulit dilakukan. Prinsip dasar dari evaluasi nyeri pada pasien berusia lanjut sama
dengan pada kelompok usia lainnya. Skala nyeri verbal merupakan metode yang lebih baik
dibandingkan dengan metode non verbal pada pasien usia lanjut.2,6
17

Penuaan mengganggu fungsi organ dan farmakokinetik. Kombinasi pemeriksaan


nyeri dan dosis obat merupakan tantangan dalam penanganan nyeri postoperatif pada pasien
berusia lanjut. Beberapa prinsip umum harus diingat saat menangani pasien usia lanjut yang
rentan :
a) Penting untuk mencoba membandingkan berbagai jenis analgetik, seperti analgetik
yang diberikan intravena, dan blok saraf regional, untuk meningkatkan analgesia dan
menurunkan toksisitas narkotik. Prinsip ini terutama pada pasien berusia lanjut yang
rentan, dengan toleransi yang buruk terhadap nar kotik sistemik.2
b) Penggunaan analgetik dengan daerah kerja spesifik akan sangat membantu, seperti
pada ekstremitas atas untuk blok saraf lokal.2
c) Bila mungkin digunakan obat anti inflamasi untuk memisahkan narkotik, analgetik,
dan

menurunkan mediator inflamasi. Kecuali

terdapat kontra

indikasi,

atau

kecenderungan terjadi hemostasis atau ulserasi peptikum, maka obat anti inflamasi
non

steroid

harus diberikan. Penanganan nyeri post operatif dengan opioid dapat

digunakan setelah dosisnya disesuaikan dengan usia.2

Disfungsi Kognitif Post operatif


Perubahan jangka pendek dalam kinerja tes kognitif selama hari pertama sampai
beberapa minggu setelah operasi telah dicatat dengan baik dan biasanya mencakup beberapa
kognitif seperti, perhatian, memori, dan kecepatan psikomotorik. Penurunan kognitif awal
setelah pembedahan sebagian besar akan membaik dalam waktu 3 bulan. Pembedahan
jantung berhubungan dnegan 36% insidens terjadinya penurunan kognitif dalam waktu 6 minggu
setelah operasi. Insidens disfungsi kognitif setelah pembedahan non-jantung pada pasien dengan
usia lebih dar i 65 tahun adalah 26% pada minggu pertama dan 10% pada bulan ketiga.
Risiko-risiko terjadinya penurunan kognitif postoperatif adalah usia, tingkat pendidikan
yang rendah, gangguan kognitif preoperatif, depresi, dan prosedur pembedahan. Disfungsi
kognitif jangka pendek setelah pembedahan dapat disebabkan karena berbagai etiologi,
termasuk mikroemboli (terutama pada pembedahan jantung), hipoperfusi, respons inflamasi
sistemik (bypass kardiopulmoner), anestesia, depresi, dan faktor- faktor genetik (alel E4).2
Ada tidaknya kontribusi anestesi terhadap disfungsi kognitif postoperatif jangka panjang
masih kontroversi dan memerlukan penelitian yang intensif. Pada prosedur non-cardiac,
anestesia mempunyai pengaruh yang paling ringan terhadap terjadinya penurunan kognitif
jangka panjang, walaupun efek ini mungkin akan meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Penurunan kognitif post-operatif setelah pembedahan non-cardiac akan
18

kembali nor mal pada kebanyakan kasus, tetapi bisa juga menetap pada kurang lebih 1%
pasien.
BAB III
KESIMPULAN

Anestesi pada geriatri atau pasien tua berbeda dengan anastesi pada dewasa muda pada
umumnya. Penurunan faal tubuh dan perubahan degeneratif yang mempengaruhibanyak sistem
organ membuat respon pasien tua terhadap agen-agen anestesi menjadi berbeda. Perubahan
fisiologis seperti :
1. Sistem kardiovaskular
Elastisitas pembuluh darah berkurang -> Compliance arteri menurun dan
menyebabkan tekanan darah sistolik meningkat. Tekanan darah diastolic tidak
mengalami perubahan bahkan bias menurun.
CO menurun
Tonus vagal meningkat
2. Sistem respirasi
Pada paru dan sistem pernafasan elastisitas jaringan paru berkurang,
kontraktilitas dinding dada menurun, meningkatnya ketidakserasian antara ventilasi
dan perfusi, sehingga mengganggu mekanisme ventilasi, dengan akibat menurunnya
kapasitas vital dan cadangan paru, meningkatnya pernafasan diafragma, jalan nafas
menyempit dan terjadilah hipoksemia. Proteksi jalan nafas yaitu batuk, pembersihan
mucociliary berkurang, refleks laring dan faring juga menurun sehingga berisiko
terjadi infeksi dan kemungkinan aspirasi isi lambung lebih besar.
3. Sistem metabolic dan endokrin
Konsumsi oksigen basal dan maksimal menurun.
Produksi panas menurun, kehilangan panas meningkat, dan pusat pengatur

temperature hipotalamik mungkin kembali ketingkat yang lebih rendah.


Peningkatan resistensi insulin menyebabkan penurunan progresif terhadap

kemampuan menangani asupan glukosa.


4. Sistem renalis
GFR dan creatinin clearance menurun 1% mulai umur 40 tahun
BUN meningkat 0,2 mg/ tahun
Serum kreatinin tidak berubah karena massa otot juga ikut berkurang
19

Homeostasis terhadap cairan menurun

5. Sistem hepatobilier dan gastrointestinal


Berkurangnya massa hati berhubungan dengan penurunan aliran darah hepatik,
menyebabkan fungsi hepatic juga menurun sebanding dengan penurunan massa hati.

Biotransformasi dan produksi albumin menurun.


Kadar kolinesterase plasma berkurang.
Ph lambung cenderung meningkat, sementara pengosongan lambung memanjang.

6. Sistem saraf pusat


Aliran darah serebral dan massa otak menurun sebanding dengan kehilangan

jaringan saraf. Autoregulasi aliran darah serebral tetap terjaga.


Degenerasi sel saraf perifer menyebabkan kecepatan konduksi memanjang dan

atrofi otot skelet.


Penuaan dihubungkan dengan peningkatan ambang rangsang hampir semua
rangsang sensoris misalnya, raba, sensasi suhu, proprioseptif, pendengaran dan

penglihatan.
7. Sistem muskuloskeletal
Massa otot berkurang. Pada tingkat mikroskopik, neuromuskuler junction
menebal.
Sendi yang mengalami arthritis dapat mengganggu pemberian posisi (misalnya,
litotomi) atau anestesi regional (misalnya, blok subarakhnoid).

Usia lanjut bukan merupakan kontraindiksi untuk anestesi umum maupun regional. Pasien
usia lanjut sangat rentan dan sangat sensitif terhadap stres akibat trauma, operasi, hospitalisasi,
dan anestesi dengan mekanisme yang hanya sebagian dipahami. Penyakit yang umumnya
ditemukan pada usia lanjut memiliki dampak yang signifikan terhadap tindakan anestesi dan
memerlukan perawatan khusus, sehinggan penting untuk menentukan status fisik pasien dan
memperkirakan cadangan fisiologis dalam evaluasi preanestesi. Oleh karena itu, meminimalkan
risiko perioperatif pada pasien geriatri memerlukan suatu penilaian preoperatif yang bijaksana
terhadap fungsi organ, manajemen intraoperatif yang teliti untuk gangguan yang menyertai, dan
kontrol nyeri pasca operasi yang optimal.
Dosis kebutuhan obat-obatan anestesi lokal (minimum anesthetic concentration) dan
umum (minimum alveolar concentration) berkurang pada usia lanjut. Administrasi suatu agen
anestesi epidural pada volume tertentu cenderung menghasilkan penyebaran cephalad yang lebih
luas pada pasien usia lanjut, tetapi dengan durasi analgesia dan blok motorik yang lebih singkat.
20

Terdapat sejumlah pasien usia lanjut yang mengalami berbagai tingkat keadaan
konfusional akut, delirium, atau disfungsi kognitif pasca operasi. Penuaan menghasilkan
perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Penyakit yang berhubungan dengan perubahan
dan variasi antarindividu yang luas bahkan pada populasi yang sama menyebabkan generalisasi
yang tidak konsisten. Pasien usia lanjut menunjukkan kebutuhan dosis yang rendah rendah untuk
propofol, etomidate, barbiturat, opioid, dan benzodiazepin.
Dalam beberapa aspek, anestesi regional dapat menunjukkan manfaat yang mengutungkan
bagi pasien usia lanjut. Teknik ini kurang menyebabkan tromboemboli, gangguan kesadaran dan
pernafasan pasca-bedah. Pada pasien dengan penyakit jantung berat yang memerlukan kontrol
tekanan darah ketat, anestesi umum mungkin lebih baik. Pada teknik anestesi umum, sangat
penting untuk titrasi dosis obat dan lebih bijaksana untuk menggunakan obat-obatan kerja
pendek.

DAFTAR PUSTAKA

1. Darmojo B. Geriatri Ed. 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009. Hal 3-4; 56-66.
2. Allison B., Forest Sheppard. Geriatric Anesthesia. In : World Journal of Anesthesiology.
USA: Departemen of Anesthesiology National Naval Medical Centre; 2009;4:323-336.
3. Shafer SL. The Pharmacology of Anesthetic Drugs In Elderly Patient. Journal of
Anesthesiology. England: Departemen of Anesthesiology; 2000;18:1-29.
4. Miller R. Millers Anesthesia 2 Ed. 7. 71:2261-73
5. Burnett.
Mary.
Anasthesia
for
The
Eldery.
Available

at

http://www.unmc.edu/media/intmed/geriatrics/lectures/anesthesia_for_the_elderly.ht
m. Accessed on 29 January 2014
6. Kanonidou.
Z
.
Anasthesia

for

The

Eldery.

Available

at

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2552979/#!po=21.4286 Accessed on
29 January 2014
7. Priebe HJ. The aged cardiovascular risk patient. British Journal of Anaesthesia 85 (5):
76378

(2000)

[cited

2011

December

06].

Available

from:http://www.bja.oxfordjournals.org/content/85/5/763.long
8. Ceba RC, Sprung J, Gajic O, Warner DO. The aging respiratory system: anesthetic
strategies to minimize perioperative pulmonary complications. Dalam: Silverstein JH,
Rooke GA, Reves JG, Mcleskey CH. Geriatric anesthesiology 2nd Edition. New York.
2008. Springer, hal: 149- 163
21

9. Stoelting RK, Hillier SC. Physiology of the newborn and elderly. Dalam: Handbook of
pharmacology and physiology in anesthetic practice, 2nd ed. Philadelphia, 2006.
Lippincott Williams & Wilkins, hal: 871-81
10. Kumra VP. Issues in geriatric anaesthesia. SAARC J. Anesthesia. New Delhi, 2008.
Hal:39 49

LAMPIRAN

DOSIS OBAT PENUNJANG ANESTESI DAN ANESTESI


OBAT INDUKSI :
Parenteral:
a. THIOPENTAL / PENTOTHAL :
Induksi
: 3 5 mg/Kg.BB. Intra Vena
Onset of action : 10-20detik
Durasi
: 5-15menit
b. PROPOFOL :
Induksi
RumatanAnestesi
Sedasi
Onset of action
Durasi

: 1,0 2,5 mg/Kg.BB. Intra Vena


: 75 200 g/Kg.BB/Menit, lewatinfus
:0,5 1,0 mg/Kg.BB, selanjutnya 12,5 75g/Kg.BB/Menit
: 30 45 detik
: 5-10 menit

c. KETAMINE :
Induksi
a. Intravena
b. Intra Muskuler
c. RumatanAnestesi

: 0,5 2 mg/Kg.BB
: 5 10 mg/Kg.BB
:75 150 g/Kb.BB. lewat infus atau 0,5

mg/Kg.BB/30 Menit/Intravena
Sedasi/Analgesi
: 12,5 50 g/Kg.BB/Menit
Onset of action
: 30-60 detik
Durasi
: 15-25 menit

22

Inhalasi :
a.

Dinitrogenoksida (N2O) : Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalamk


ombinasi N2O:O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%, dan 50%: 50%.
Dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan dengan perbandingan 20% : 80%,

untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%.


b.
Halotan : Dosis induksi 2-4% dan pemeliharaan 0,5-2%.
c.Isofluran : Dosis induksi 3-3,5% dalam O2 atau kombinasi N2-O2. Dosis rumatan 0,5-3%.
d.
Eter : Dosis induksi 10-20% volume uap eter dalam oksigen atau campuran
oksigen dan N2O. Dosis pemeliharaan stadium III 5-15% volume uap eter.

PREMEDIKASI :
a. SEDASI
1. DIAZEPAM
Sedasi
Induksi
Onset of action
Durasi

: 2,5 5 mg. Intravena ( untukdewasa )


: 10 mg.,Intravena ( untukdewasa )
: 4-8 menit
:20 jam

2. MIDAZOLAM
Premedikasi
: 1 3 mg, Intravena ( untukdewasa )
Sedasi
: 0,25 1,5 g/Kg.BB/Menit
Induksi
: 10 mg., Intravena ( untukdewasa )
Onset of action
: 2-3 menit
Durasi
: 15 -80 menit

b. NARKOTIKA
1. MORPHINE
Premedikasi

: 1 3 mg, Intravena atau 2,5 10 mg. IM (untuk

dewasa)
Pain Control
: 0,01 0,04 mg/Kg.BB/Jam, lewat infus
Onset of action
: 1-3 menit
Durasi
: 1-3 jam
2. MEPERIDINE / PETHIDINE
Premedikasi
: 1 mg/Kg.bb IM atau 0.5mg/Kg.bb IV
onset of action
: 10- 15 menit
durasi
: 90-120 menit
23

3. FENTANYL
Premedikasi
Analgesik
Onset of action
Durasi

: 100 mcg IM
: 1 2 mcg/Kg.BB./Intravena
: 30 detik
: 30- 60 menit

c. SULFAT ATROPIN
ANTISIALOGOGUE
BRADYCARDIA
Onset of action

: 0,25 mg, Intravena (untukdewasa)


: 0,5 mg., Intravena (untukdewasa), dapat diulang
: 1- 2 menit

d. BUTYROPHENON
Droperidol

: 2.5-5 mg IM atau 1-1.25 mg IV

e. ANTI HISTAMIN :
Promethazin

: 12.5-25mg IM

f. OBAT DARURAT :
a. Adrenalin
b. Ephedrin
c. Dopamine
d. Lidokain

: 0.3-0.5mg subkutan dalam larutan 1:1000 atau 0.51mg dalam larutan 1:10000 IV
: 10-50 mg IM atau 10-20 mg IV
: 2-5 mcg/Kg.bb/menit sebagai Inotropik
: 1-1.5 mg/Kg.bb IV atau dosis pemeliharaan dalam

tetesan infus 15-50 mcg/Kg.bb/menit


Onset of action
:10 detik
Durasi
: 30 menit
e. Dexametason
: 0.2 mg/Kg.bb IV
f. Forusemide
: 0.5-2mg/Kg.bb IV
g. PELUMPUH OTOT :
a. DEPOLARIZING AGENTKERJA SINGKAT :
1. SUCCINYLCHOLINE : 0,5 1,5 mg/Kg.BB./Intravena
Onset of action
: 1-2 menit
Durasi
: 3-5 menit
b. NON-DEPOLARIZING AGENT KERJA MENENGAH :
1. ATRACURIUM
: 0,3 0,5 mg/Kg.BB./Intravena (Intubasi);
Rumatan : 0,1 mg/Kg.BB./ 25 - 50 menit
Onset Of action
: 3-5 menit
Durasi
: 30-45 menit
2. VECURONIUM
: 0,08 0,1 mg/Kg.BB./Intravena (Intubasi)
Rumatan :0,02 mg/Kg.BB./ 25 50 menit
24

Durasi : 25- 45 menit


3. MIVACURIUM
: 0,15 0,25 mg/Kg.BB./Intravena (Intubasi)
Rumatan : 0,075 0,15 mg/Kg.BB/10 15 menit
Durasi : 10-15 menit
4. ROCURONIUM
: 0,5 1,0 mg/Kg.BB./Intravena (Intubasi );
Rumatan : 0,1 0,3 mg/Kg.BB/15 30 Menit
Durasi : 15-30 menit
c. NON-DEPOLARIZING AGENT KERJA PANJANG :
1. PANCURONIM
: 0,06 0,12/Kg.BB./Intravena (Intubasi) ;
Rumatan : 0,01 mg/Kg.BB/30- 60 menit
Durasi : 30-60 menit

25

Anda mungkin juga menyukai