KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Cianjur
No. RM : 592093
Ruangan : Apel
Tgl masuk RS : 19 Juli 2013
Anamnesis (Autoanamnesis)
Keluhan utama
Luka pada pada tangan kanan yang tak kunjung sembuh sejak 1 minggu masuk
Rumah Sakit
Riwayat penyakit sekarang
Os datang dengan keluhan luka pada tangan kanan sejak 1 minggu yang lalu, OS
mengaku luka awalnya kecil seperti bisul yang gatal tetapi lama kelamaan luka
menjadi bertambah luas karena sering digaruk, luka berwarna kemerahan dan terasa
panas yang di sertai nyeri, nanah dan darah yang sukar sembuh, diameter luka ± 3 cm.
Os mengaku tidak tahu asal luka timbul, Os hanya sadar tiba-tiba tangan timbul bisul
yang kecil dan terasa gatal. Luka tak kunjung sembuh walaupun telah diberikan
antieseptik yaitu betadine, malah terlihat semakin parah dan semakin bengkak karena
sering digaruk.
OS juga mengaku demam sejak ± 4 hari sejak masuk rumah sakit, sifat demam hilang
timbul dan sering hilang ketika diberikan obat demam. Os juga mengaku sering haus
dan sering buang air kecil, keluhan banyak makan, mual, muntah, nyeri dada, sesak
nafas dan gangguan penglihatan disangkal.
1
OS mengaku mempunyai riwayat penyakit DM sejak 3 tahun yang lalu dan mengaku
mengkonsumsi obat pengontrol gula darah secara rutin tetapi jarang kontrol gula
darah secara rutin.
Riwayat penyakit dahulu
OS mengaku memiliki penyakit Diabetes Melitus (DM) sejak 6 tahun yang lalu
dengan keluhan sering haus dan banyak kencing. Os mengaku rutin mengkonsumsi
obat pengontrol gula (metformin). Riwayat penyakit jantung, hipertensi dan penyakit
ginjal disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
OS mengaku Ibu menderita penyakit yang serupa dengan OS, tidak ada anggota
keluarga yang menderita hipertensi, penyakit jantung dan penyakit ginjal
Riwayat Pengobatan
OS mengaku luka hanya pernah diobati dengan batadine dan demam yang diobati
dengan paracetamol. OS juga mengaku rutin mengkonsumsi obat pengontrol gula
(metformin).
Riwayat Alergi
OS mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat atau makanan
Riwayat Psikososial
OS mengaku tidak memperhatikan pola makan dan tidak melakukan diet makanan
secara teratur karena belum pernah konsul ke ahli gizi untuk makanan yang perlu
dikonsumsi.
Pemeriksaan Fisik
2
Kepala
Bentuk : Normocephal, simetris
Rambut : Putih, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/- ,
pupil isokor kanan = kiri, refleks cahaya (+/+)
Telinga : Bentuk normal, simetris kiri dan kanan, liang lapang,
membran timpani intak, serumen (-)
Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi,
Pernafasan cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada.
Mulut : Mukosa bibir basah, lidah tidak kotor, faring dan tonsil
tidak hiperemis.
Leher
Inspeksi : Bentuk normal, deviasi trakea (-)
Palpasi : Pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening (-)
JVP tidak meningkat
Thoraks Anterior
Inspeksi : Bentuk dada kanan = kiri, pergerakan nafas kanan = kiri
Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan = kiri
Iktus kordis teraba di sela iga V garis midklavikula kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Batas atas : sela iga III garis sternalis kiri
Batas kanan : sela iga IV garis parasternalis kanan
Batas kiri : sela iga V garis midklavikula kiri
Auskultasi : Pernafasan vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Thoraks Posterior
Inspeksi : punggung simetris kanan = kiri
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Pernafasan vesikuler
3
Abdomen
Inspeksi : Supel, perut tampak datar, dan tidak ada jaringan parut
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Seluruh lapang abdomen timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, Sianosis (-/-), edema (+/-), ulkus dan bengkak pada
tangan kanan berwarna kemerahan, panas, pus (+) disertai nyeri tekan, diameter
3cm
Inferior : Akral hangat, Sianosis (-/-), edema (-/-)
4
MXD % 5,7 0 – 11 %
NEU % 86,3 40 – 70 %
Absolut
LYM # 2,2 1,00 – 1,43 10^3/µL
MXD # 1,6 0 – 1,2 10^3/µL
NEU # 24,3 1,8 – 7,6 10^3/µL
Diagnosis Sementara
Ulkus Diabetes
Diabetes Melitus tipe 2
Penatalaksanaan
infus RL 24 tpm
Biosef 3x1
Rativol 2x1 (30mg)
Novomix 2x18 unit
Metformin 3x1
Prognosis
Dubia ad bonam
Pemeriksaan anjuran
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
2. Pemeriksaan Glukosa darah Puasa, Sewaktu dan 2 Jam PP
3. Pemeriksaan Kultur kuman penyebab ulkus
5
Follow up pasien
6
opigran drip 1x1
novomix 2x12unit
wound care
25 juli 2013 Nyeri pada luka TD: 110/70 Ulkus Cek GDS
ditangan kanan, N : 75 Diabetikum Infus NaCL 14tpm
pusing masih ada P : 20 oral: metformin 3x1
dan merasa lemas S : 36,6 C inj : biocef 3x1
GDS: 213 rativol 2x1 (30mg)
novomix 2x12unit
metronodazol 3x1
wound care
26 juli 2013 Nyeri pada luka TD: 110/70 Ulkus Cek GDS
ditangan kanan N : 85 Diabetikum Infus NaCL 14tpm
P : 20 oral: metformin 3x1
S : 36,6 C inj : biocef 3x1
rativol 2x1 (30mg)
novomix 2x12unit
metronodazol 3x1
wound care
27 juli 2013 Nyeri pada luka TD: 120/80 Ulkus Infus NaCL 14tpm
ditangan kanan N : 80 Diabetikum oral: metformin 3x1
P : 20 inj : biocef 3x1
S : 36,6 C rativol 2x1 (30mg)
GDS: 224 novomix 2x12unit
metronodazol 3x1
wound care
Pasien pulang pada hari sabtu tanggal 27 juli 2013 atas permintaan sendiri
7
Hasil pemeriksaan laboratorium (25 juli 2013)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Gula Darah sewaktu 213 < 180 mg/dl
Hematologi
Hematologi Rutin
Hemoglobin 9,0 12 – 16 g/dl
Hematokrit 25,7 37 – 47 %
Eritrosit 2,89 4,2 – 5,4 10^6/µL
Leukosit 12,8 4,8 – 10,8 10^3/µL
Trombosit 371 150 – 450 10^3/µL
MCV 88,9 80 – 94 fL
MCH 31,1 27 – 31 Pg
MCHC 35,0 33 – 37 %
RDW-SD 42,6 10 – 15 fL
PDW 15,6 9 – 14 fL
MPV 7 8 – 12 fL
Differential
LYM % 7,8 26 – 36 %
MXD % 5,4 0 – 11 %
NEU % 85,4 40 – 70 %
Absolut
LYM # 1 1,00 – 1,43 10^3/µL
MXD # 0,69 0 – 1,2 10^3/µL
NEU # 10,93 1,8 – 7,6 10^3/µL
8
MCHC 34,9 33 – 37 %
RDW-SD 41,2 10 – 15 fL
PDW 8,8 9 – 14 fL
MPV 7,5 8 – 12 fL
Differential
LYM % 14,5 26 – 36 %
MXD % 9,6 0 – 11 %
NEU % 75,9 40 – 70 %
Absolut
LYM # 1,7 1,00 – 1,43 10^3/µL
MXD # 1,2 0 – 1,2 10^3/µL
NEU # 9,1 1,8 – 7,6 10^3/µL
9
BAB II
PEMBAHASAN ULKUS DIABETIK
A. Definisi
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes mellitus berupa
luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan
setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena
adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan
neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan,
dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun
anaerob.
.
B. Klasifikasi
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Wagner terdiri
dari 6 tingkatan :
0. Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.
1. Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.
2. Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
3. Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.
4. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki,
bagian depan kaki atau tumit.
5. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki
C. Epidemiologi
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Amerika Serikat sebesar 15- 20% dan angka
mortalitas sebesar 17,6% bagi penderita DM dan merupakan sebab utama perawatan
penderita Diabetes mellitus di rumah sakit. Penelitian kasus kontrol di Amerika
Serikat menunjukkan bahwa 16% perawatan DM dan 23% total hari perawatan adalah
akibat Ulkus diabetika dan amputasi kaki karena Ulkus diabetika sebesar 50% dari
total amputasi kaki. Sebanyak 15% penderita DM akan mengalami persoalan kaki
suatu saat dalam kehidupannya14,15. Prevalensi penderita ulkus diabetika di
Indonesia sebesar 15% dari penderita DM. Di RSCM, pada tahun 2003 masalah kaki
diabetes masih merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan DM selalu
10
terkait dengan ulkus diabetika. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi,
masing masing sebesar 32,5% dan 23,5%. Nasib penderita DM paska amputasi masih
sangat buruk, sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun paska amputasi dan
sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun paska amputasi. Penelitian cross sectional di
RS Dr. Kariadi oleh Yudha dkk. menunjukkan bahwa penderita ulkus diabetika
84,62% terdapat dislipidemia, pada penderita ulkus diabetika dengan dislipidemia
kadar kolesterol lebih. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada
ibu jari kaki, bagian depan kaki atau tumit. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh
pada seluruh kaki .
11
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi
komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena
adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang,
penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat
berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila diabetisi tidak hati-hati dapat terjadi
trauma yang akan menjadi ulkus diabetika. Iskemik merupakan suatu keadaan yang
disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan
kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses makroangiopati pada
pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau
berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki
menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit
karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah.
Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya
suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam
jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematia jaringan yang akan berkembang
menjadi ulkus diabetika. Proses angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai
bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi
berkurang kemudian timbul ulkus diabetika. Pada penderita DM yang tidak terkendali
akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri)
pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran
albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul
nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika. Eritrosit pada penderita DM
yang tidak terkendali akan meningkatkan HbA1C yang menyebabkan deformabilitas
eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi
penyumbatan yang menggangu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen
mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus diabetika.
Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit menyebabkan
tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan
memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan
mengganggu sirkulasi darah. Penderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol
total, LDL, trigliserida plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan
12
akan menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang
akan merangsang terjadinya aterosklerosis. Perubahan/inflamasi pada dinding
pembuluh darah, akan terjadi penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah,
konsentrasi HDL (highdensity- lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah.
Adanya faktor risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap
aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun
sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi
nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau
tungkai. Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali
menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang
terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga bila ada
infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh sistem phlagositosis-bakterisid
intra selluler. Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan mengalami infeksi akibat
adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan bakteri yang
subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetika yaitu kuman erobik
Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman anaerob yaitu Clostridium perfringens,
Clostridium novy, dan Clostridium septikum. Patogenesis ulkus diabetika pada
penderita Diabtes mellitus pada bagan berikut.
13
G. Faktor Risiko Ulkus diabetika
Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Lipsky
dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk. terdiri atas :
a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
1. Umur ≥ 60 tahun.
2. Lama DM ≥ 10 tahun.
b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah (termasuk kebiasaan dan gaya hidup) :
1. Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
2. Obesitas.
3. Hipertensi.
4. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
5. Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
6. Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan :
a. Kolesterol Total tidak terkontrol.
b. Kolesterol HDL tidak terkontrol.
c. Trigliserida tidak terkontrol.
7. Kebiasaan merokok.
8. Ketidakpatuhan Diet DM.
9. Kurangnya aktivitas Fisik.
10. Pengobatan tidak teratur.
11. Perawatan kaki tidak teratur.
12. Penggunaan alas kaki tidak tepat.
14
Tabel . Kriteria Pengendalian DM untuk mencegah komplikasi Kronik
Baik Sedang Buruk
Glukosa Darah Puasa (mg/dl) 80 - 100 100 - 125 ≥ 126
Glokusa darah 2 jam (mg/dl) 80 - 144 145 - 179 ≥ 180
HbA1C < 6,5 6,5 - 8 >8
Kolesterol Total (mg/dl) < 200 200 - 239 ≥ 240
Kolesterol HDL (mg/dl) > 45
Trigliserida (mg/dl) < 150 150 - 199 ≥ 200
BMI=IMT (kg/m2)
Wanita 18,5 – 22,9 23 – 25 >25 / <18,5
Pria 20 – 24,9 25 - 27 >27 / <20
Tekanan Darah (mmHg) ≤ 130/80 130-140/80-90 >140/90
PERKENI 2006
15
Penatalaksanaan : debridement jaringan nekrotik, perawatan lokal luka dan
pengurangan beban
2. Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
Penatalaksanaan : debridement, antibiotik sesuai dengan kultur dan perawatan
luka
3. Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.
Penatalaksanaan : debridement jaringan yang sudah gangren, amputasi sebagian,
imobilisasi yang ketat dan pemberian antibiotik sesuai kultur.
4. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki,
bagian depan kaki atau tumit.
Penatalaksanaan : amputasi sebagian atau seluruh
5. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki
Penatalaksanaan : amputasi sebagian atau seluruh
Debridement
Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan luka.
Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, callus dan
jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke
jaringan sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan yang
membantu proses penyembuhan luka. Metode debridement yang sering dilakukan
yaitu surgical (sharp), autolitik, enzimatik, kimia, mekanis dan biologis. Metode
16
surgical, autolitik dan kimia hanya membuang jaringan nekrosis (debridement
selektif), sedangkan metode mekanis membuang jaringan nekrosis dan jaringan hidup
(debridement non selektif). Surgical debridement merupakan standar baku pada ulkus
diabetes dan metode yang paling efisien, khususnya pada luka yang banyak terdapat
jaringan nekrosis atau terinfeksi. Pada kasus dimana infeksi telah merusak fungsi kaki
atau membahayakan jiwa pasien, amputasi diperlukan untuk memungkinkan kontrol
infeksi dan penutupan luka selanjutnya. Debridement enzimatis menggunakan agen
topikal yang akan merusak jaringan nekrotik dengan enzim proteolitik seperti papain,
colagenase, fibrinolisin-Dnase, papainurea, streptokinase, streptodornase dan tripsin.
Agen topikal diberikan pada luka sehari sekali, kemudian dibungkus dengan balutan
tertutup. Penggunaan agen topikal tersebut tidak memberikan keuntungan tambahan
dibanding dengan perawatan terapi standar. Oleh karena itu, penggunaannya terbatas
dan secara umum diindikasikan untuk memperlambat ulserasi dekubitus pada kaki
dan pada luka dengan perfusi arteri terbatas. Debridement mekanis mengurangi dan
membuang jaringan nekrotik pada dasar luka. Teknik debridement mekanis yang
sederhana adalah pada aplikasi kasa basah-kering (wet-to-dry saline gauze). Setelah
kain kasa basah dilekatkan pada dasar luka dan dibiarkan sampai mengering, debris
nekrotik menempel pada kasa dan secara mekanis akan terkelupas dari dasar luka
ketika kasa dilepaskan.
Offloading
Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah satu komponen
penanganan ulkus diabetes. Ulserasi biasanya terjadi pada area telapak kaki yang
mendapat tekanan tinggi. Bed rest merupakan satu cara yang ideal untuk mengurangi
tekanan tetapi sulit untuk dilakukan Total Contact Casting (TCC) merupakan metode
offloading yang paling efektif. TCC dibuat dari gips yang dibentuk secara khusus
untuk menyebarkan beban pasien keluar dari area ulkus. Metode ini memungkinkan
penderita untuk berjalan selama perawatan dan bermanfaat untuk mengontrol adanya
edema yang dapat mengganggu penyembuhan luka. Meskipun sukar dan lama, TCC
dapat mengurangi tekanan pada luka dan itu ditunjukkan oleh penyembuhan 73-
100%. Kerugian TCC antara lain membutuhkan ketrampilan dan waktu, iritasi dari
gips dapat menimbulkan luka baru, kesulitan untuk menilai luka setiap harinya
Karena beberapa kerugian TCC tersebut, lebih banyak digunakan Cam Walker,
17
removable cast walker, sehingga memungkinkan untuk inspeksi luka setiap hari,
penggantian balutan, dan deteksi infeksi dini.
Penanganan Infeksi
Ulkus diabetes memungkinkan masuknya bakteri, serta menimbulkan infeksi pada
luka. Karena angka kejadian infeksi yang tinggi pada ulkus diabetes, maka diperlukan
pendekatan sistemik untuk penilaian yang lengkap. Diagnosis infeksi terutama
berdasarkan keadaan klinis seperti eritema, edema, nyeri, lunak, hangat dan keluarnya
nanah dari luka. Penentuan derajat infeksi menjadi sangat penting. Menurut The
Infectious Diseases Society of America membagi infeksi menjadi 3 kategori, yaitu:
Infeksi ringan : apabila didapatkan eritema < 2 cm
Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema > 2 cm
Infeksi berat : apabila didapatkan gejala infeksi sistemik. Ulkus diabetes yang
terinfeksi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
- Non-limb threatening : selulitis < 2cm dan tidak meluas sampai tulang atau
sendi.
- Limb threatening : selulitis > 2cm dan telah meacapai tulang atau sendi,
serta adanya infeksi sistemik.
Penelitian mengenai penggunaan antibiotika sebagai terapi ulkus diabetes masih
sedikit, sehingga sebagian besar didasarkan pada pengalaman klinis. Terapi antibiotik
harus didasarkan pada hasil kuftur bakteri dan kemampuan toksistas antibiotika
tersebut. Pada infeksi yang tidak membahayakan (non-limb threatening) biasanya
disebabkan oleh staphylokokus dan streptokokus. Infeksi ringan dan sedang dapat
dirawat poliklinis dengan pemberian antibiotika oral, misalnya cephalexin, amoxilin-
clavulanic, moxifloxin atau clindamycin. Sedangkan pada infeksi berat biasanya
karena infeksi polimikroba, seperti staphylokokus, streptokokus, enterobacteriaceae,
pseudomonas, enterokokus dan bakteri anaerob misalnya bacteriodes, peptokokus,
peptostreptokokus. Pada infeksi berat harus dirawat dirumah sakit, dengan pemberian
antibiotika yang mencakup gram posistif dan gram negatif, serta aerobik dan
anaerobik. Pilihan antibiotika intravena untuk infeksi berat meliputi imipenem-
cilastatin, B-lactam B-lactamase (ampisilin-sulbactam dan piperacilintazobactam),
dan cephalosporin spektrum luass.
18
L. Prognosis
Pada penderita diabetes, 1 diantara 20 penderita akan menderita ulkus pada kaki dan 1
diantara 100 penderita akan membutuhkan amputasi setiap tahun. Oleh karena itu,
diabetes merupakan faktor penyebab utama amputasi non trauma ekstremitas bawah
di Amerika Serikat. Amputasi kontralateral akan dilakukan pada 50 % penderita ini
selama rentang 5 tahun ke depan. Neuropati perifer yang terjadi pada 60% penderita
diabetes merupakan resiko terbesar terjadinya ulkus pada kaki, diikuti dengan
penyakit mikrovaskuler dan regulasi glukosa darah yang buruk. Pada penderita
diabetes dengan neuropati, meskipun hasil penyembuhan ulkus tersebut baik, angka
kekambuhanrrya 66% dan angka amputasi meningkat menjadi 12%.
19
BAB III
ANALISA KASUS
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya
komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang
lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat
berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob.
Pada kasus ini pasien mengeluh luka pada tangan kanan yang tak kunjung sembuh
sejak 1 minggu yang lalu, luka berawal dari bengkak seperti bisul yang gatal dan
semakin luas dengan diameter ± 3 cm, kedalaman luka ± 1 cm. Keluhan ini semakin
diperkuat dengan riwayat penyakit pasien yang mengaku mempunyai penyakit
Diabetes Melitus (DM) sejak 3 tahun yang lalu. Maka jika di kaitkan dengan kasus
ulkus diabetikum, pasien ini termasuk ke dalam ulkus diabetikum kategori 1 yaitu
luka dibagian superfisial dan terbatas pada kulit.
Terdapat beberapa kemungkinan penyebab ulkus diabetikum salah satunya seperti
faktor usia, glukosa darah yang tidak terkontrol, ketidakpatuhan diet DM atau
kurangnya aktifitas fisik. Pada kasus ini kemungkinan akibat glukosa darah yang tidak
terkontrol dan ketidakpatuhan diet DM karena menurut pengakuan pasien walaupun
sering mengkonsumsi obat-obatan pengontrol gula tetapi jarang melakukan medical
check up dan kurang memperhatikan diet makanan yang mengandung glukosa. Tetapi
perlu juga di teliti labih lanjut tentang faktor risiko lain pada pasien yang sehingga
bisa dijadikan bahan edukasi terhadap pasien akan komplikasi lain dari DM yang
mungkin terjadi. Langkah diagnostik yang diperlukan pada kasus ini harus secara
sistematis mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik sampai pemeriksaan penunjang,
karena beberapa kemungkinan penyakit dapat terjadi pada kasus ini. Maka dari itu,
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS) perlu
dilakukan untuk lebih memperkuat diagnosis bahwa ulkus yang dialami pasien akibat
komplikasi dari penyakit diabetes. Hal ini semakin terbukti dengan hasil GDS yang
sangat tinggi yaitu 493 mg/dl sehingga kemungkinan terhadap ulkus diabetik semakin
kuat.
penatalaksanaan ulkus yang disebabkan oleh karena diabetes adalah mencegah ulkus
menjadi semakin luas dengan melakukan perawatan luka yang baik dan benar, selain
itu kontrol gula darah juga perlu dilakukan sehingga membantu dalam mempercepat
20
proses penyembuhan luka dan mencegah komplikasi lainnya. Pada kasus ini
penatalaksanaan yang dilakukan sudah cukup baik dan komperehensif mulai dari
pemberian obat-obatan pengontrol gula darah seperti injeksi insulin (novomix) dan
metformin, lalu dilakukan pembersihan luka (debridement) sebagai salah satu langkah
dalam perawatan luka (wound care) juga pemberian obat-obat antibiotik untuk
mencegah infeksi pada luka pasien. Secara teori, pemberian antibiotik harus
didasarkan pada kultur kuman yang terdapat pada luka sehingga antibiotik yang
diberikan sesuai dengan jenis dan sifat kuman. Selain itu, konsultasi gizi juga
diperlukan untuk mengontrol makanan yang di konsumsi pasien sehingga dapat
tercapai diet diabetes yang optimal dan seimbang. Edukasi kepada pasien tentang
penyakit diabetes, faktor risiko diabetes dan komplikasi diabetes merupakan salah
satu komponen penatalaksaan yang sifatnya preventif dengan harapan glukosa darah
pada pasien ini dapat terkontrol dan mencegah terjadinya komplikasi lain seperti
retinopati diabetikum atau gagal ginjal.
21
BAB IV
KESIMPULAN
Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi tersering pada penyakit Diabetes
Melitus yang merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya
komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang
lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat
berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob.
Pemeriksaan yang sistematis menjadi hal yang perlu diutamakan dalam mendiagnosis
ulkus mulai dari anamnesis yang mencangkup gejala-gejala klinis seperti kesemutan,
luka yang tak kunjung sembuh dan adanya riwayat penyakit diabetes. Selain itu di
perlukan pemeriksaan penunjang lainnya seperti glukosa darah untuk memastikan
penyebab ulkus yang tak kunjung sembuh merupakan komplikasi dari diabetes
melitus juga kultur kuman penyebab infeksi pada ulkus. Penatalaksanaan pada kasus
ini harus bersifat komperehensif atau menyeluruh mulai dari perawatan luka sampai
pemberian obat-obatan pengontrol glukosa darah dengan harapan luka dapat sembuh
dan mencegah komplikasi lain dari diabetes melitus.
22
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009
Kamus Kedokteran Dorlan edisi 29, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.
Watkins, Peter J. ABC of Diabetes Fifth Edition. BMJ Publishing Group Ltd. 2003
William C. The Diabetic Foot, In ( Ellenberg, Rifkin’s, eds), Diabetes Mellitus, Sixth
Edision, USA, 2003.
Djoko W. Diabetes Melitus dan Infeksi. Dalam : Noer, dkk, editors, Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid I, Edisi ketiga, Penerbit FK UI, Jakarta, 1999.
23
24