NEUROPATHIC PAIN
MECHANISM AND THEIR CLINICAL IMPLICATION
Oleh :
Anindita P. Hapsari G99141012
Siska Dewi A. G99141013
Candra Aji S. G99141014
Avamira Rosita P.
G99141015
Elizabeth Puji Y.
G99141016
Siti Arifah
G99131079
Pembimbing :
Abstrak
Nyeri neuropatik dapat timbul setelah terjadi kerusakan/ lesi pada saraf, ketika
perubahan yang merusak terjadi pada saraf yang mengalami kerusakan dan juga
pada jalur nosiseptik dan jalur modulator desendens pada sistem saraf pusat.
Banyak sekali neurotransmitter dan substansi lain yang ikut terlibat dalam
perkembangan dan pemeliharaan nyeri neuropatik juga berperan dalam gangguan
neurobiologik. Hal ini mungkin dapat menjelaskan tingginya angka morbiditas
untuk nyeri kronis, gangguan tidur, kondisi psikologis seperti depresi dan
mengapa obat yang efektif untuk satu kondisi dapat bermanfaat juga untuk
kondisi yang lain. Nyeri neuropatik dapat dibedakan dari nyeri non-neuropatik
melalui dua faktor. Pertama, pada nyeri neuropatik tidak didapatkan adanya
transduksi (perubahan dari stimulus nosiseptif menjadi impuls listrik). Kedua,
prognosisnya lebih buruk : kerusakan pada saraf utama lebih mungkin
menghasilkan nyeri kronis daripada kerusakan pada jaringan non-saraf.
Selanjutnya, nyeri neuropatik cenderung refrakter dibandingkan nyeri nonneuropatik pada pemberian analgesik konvensional seperti AINS dan opioid.
Bagaimanapun, pertimbangan tumpang tindih terkait mekanisme dan modalitas
terapi antara nyeri neuropatik dan nyeri nosiseptik, akan lebih bermanfaat jika
melihatnya dari berbagai sudut pandang yang berbeda dalam satu kesatuan.
Review ini fokus pada mekanisme nyeri neuropatik, yang menitikberatkan pada
implikasi klinis.
Pendahuluan
Nyeri adalah mekanisme pertahanan yang mengindikasikan adanya kerusakan
jaringan yang sedang berlangsung atau yang akan terjadi. Berdasarkan laporan
Institute of Medicine pada tahun 2011, sepertiga penduduk Amerika mengalami
nyeri kronis, yang sebgin besar disebabkan oleh kombinasi penyakit jantung,
kanker dan diabetes. Di Eropa, prevalensi nyeri kronis adalah 25-30%. Seperlima
dari total yang dilaporkan memiliki nyeri kronis, diakibatkan oleh nyeri
neuropatik.
Metode Pencarian
Pada bulan September 2013, kami mencari database pada Medline via PubMed
dan Ovid, Embase, dan CINAHL Plus menggunakan kata kunci neuropathic
pain,
sensitization,
neuroplasticity,
mechanisms,
reorganization,
cross
penting
pada
pengalaman
nyeri
yang
setiap tipe dengan mekanisme neurobiologi dan patofisiologi yang berbedabeda. Kategori paling umum, membagi nyeri menjadi dua tipe utama : nyeri
neuropatik dan nyeri nosiseptif (tabel 1). Perbedaan ini penting karena tidak
hanya merefleksikan penyebab nyeri tapi juga menginformasikan mengenai
terapi.
Nyeri nosiseptif dapat diklasifikasikan sebagai somatik (contoh otot,
sendi) atau sedikit lebih sering, viseral (organ dalam). Karena tingginya
konsentrasi dari nosiseptor pada jaringan somatik, ciri nyeri somatik kronik
adalah lokasi nyeri jelas dan sering merupakan hasil dari proses degeneratif
(seperti artritis). Sebaliknya, organ dalam tidak respon terhadap rangsang
nyeri klasik, seperti luka potong dan luka terbakar, tetapi respon terhadap
iskemia (sebagai contoh, angina), inflamasi (appendisitis), atau oklusi yang
mengakibatkan distensi kapsuler (obstruksi usus besar).
Tabel 1. Klasifikasi nyeri neuropatik dan nyeri nosiseptif
Karakteristik klinis
Penyebab
Deskripsi
Defisit sensorik
Defisit motorik
Hipersensitivitas
Nyeri neuropatik
Kerusakan pada sistem
saraf, sering disertai dengan
perubahan maladaptif pada
sistem saraf
Nyeri perih, nyeri tembak,
nyeri seperti sengatan listrik,
nyeri tusuk
Sering terjadi contoh :mati
rasa, rasa geli, rasa tusuk
Nyeri nosiseptik
Kerusakan pada jaringan
Karakter
Tanda otonom
Amygdala, hipocampus, dan bagian lain dari sitem limbik, yang terlibat
dalam pembentukan dan penyimpanan ingatan yang behubungan dengan
kejadian emosional, mempengaruhi, menimbulkan, dan perhatian pada
nyeri dan pembelajaran.
Model hewan
Nyeri klkinik
Defisiensi pada kebutaan, Perhatian yang meningkat
randomisasi, dan kalkulasi pada kualitas metodologi
tenaga
(jumlah
yang dalam
percobaan
skala
mirip
dengan
Pola
presentasi
area reseptif
Kebanyakan
mati
rasa, kelemahan)
hyperalgesia Biasanya nyeri spontan,
(seperti
perubahan syaraf
sikap kontralateral
meluas
tunggal
distribusi
pada
atau
dermatom,
respon
sering ditemui
Kontributor yang
pada
pengalaman
sikap
kuat
nyeri,
Intervensi
Perubahan
sikap
hasil pengobatan
dapat Pendekatan yang serupa
keduanya)
dengan di
cara
memblok
elemen kebanayak
dalam
hasil
yang
sel)
yang
memberikan
negative
di
implementasi
dari
rangkaian
minggu,;
pengobatan
hari
respon
lebih
untuk percobaan
untuk
praktik,
angka
pada
model
Mekanisme periferal
Sensitisasi perifer
Ketika luka muncul, peradangan dan proses perbaikan muncul,
menginisiasi status hiperexcitable yang diketahui sebagai sensitasi periferal. Pada
kebanyakan pasien, status ini merupakan proses penyembuhan dan penurunan
peradangan. Bagaimanapun ketika nosiseptif menetap karena stimulasi yang terus
menerus dari luka atau penyakit (contohnya diabetes) perubahan dari syaraf aferen
primer dapat menetap.
Beberapa faktor berkontribusi di dalam senitisasi periferal. Mediator
peradangan seperti gen kalsitonin yang berhubungan dengan peptida dan substansi
P, yang dihasilkan dari terminal nosiseptor, meningkatkan permeabilitas vaskuler,
menimbulkan edema lokal, dan menghasilkan berbagai produk dari luka seperti
prostaglandin, bradikinin, growth factors, dan sitokin. Substasnsi tersebut dapat
mensensitisasi excite nosiseptor, menghasilkan penurunan ambang dan pelepasan
ectopic. Kenyataannya beberapa substansi dapat mensensitisasi nosiseptor yang
sebagian dapay menjelaskan mengapa tidak ada obat yang secara umum efektif
dan ada efek atap untuk antagonis yang bekerja hanya pada satu reseptor (seperti
NSAID)
Pelepasan ektopik dapat memberikan peningkatan nyeri yang spontan dan
berasal dari radix ganglion dorsal., titik lain sepanjang syaraf, atau serabut
terdekat yang tidak terluka menjadi tereksitasi dari hasil non sinaptik cross talk
yang diketahui sebagai transmisi ephaptic. Alllodyna merupakan nyeri
yangdihasilkan dari stimulus non-painful, dan hal tersebut dapat terjadi karena
adanya penurunan ambang. Allodyna dapat diklasifikasikan sebagai mekanis
(nyeri yang berespon pada sentuhan cahaya) atau suhu, dan itu dapat dideteksi
dengan pemeriksaan fisik. Contohnya adalah pasien diabetes dengan neuropati
diamana kaki pasien seperti menggunakan kaos kaki.
Hiperalgesia merupakan persepsi nyeri yang berlebih yang diakibatkan
oleh kerusakan dari serabut periferal dan hal tersebut dapat dikatagorikan sebagai
primer atau sekunder. Hiperalgesia primer terjadi pada kerusakan jaringan hasil
dari sensitisasi nosiseptor periferal (contohnya adalah rasa lembut setelah
terpotong), dan hiperlgesia sekunder dapat dilihat dari jaringan terdekat yang
tidak mengalami kerusakan memberikan sensitisasi ke sistem saraf pusat dan
dapat ditaksir dengan objek yang tajam. Hal ini dapat diakibatkan oleh transmisi
ephaptik atau ekspansi dari area reseptor yang mengalami luka. Contoh klinis dari
hyperalgesia adalah seseorang yang mengalami amputasi dan tidak dapat
menggunakan prostesa karena bagian puntung yang melunak. Allodyna dan
hyperalgesia merupakan bentuk dari bangkitan, atau stimulus yang dependen.
Walaupun nyeri neuropati yang spontan lebih sering muncul dan membuat stress
daripada bangkitan nyeri . hal ini masih belum begitu jelas apakah hewan dapat
mengembangkan bangkitan nyeri yang diinisiasi dai model kerusakan syaraf
periferal yang menimbulkan nyeri yang spontan.
Gambar 1. Diagram nyeri normal seperti allodynia dan hiperalgesia setelah injury
Ekspresi dari chanel ion
Salah satu kontributir yang dapat menstimulus serabut syaraf setelah luka
adalah peningkatan ekspresi dari kanal natrium di radix ganglia dorsalis dan di
sekitar tempat terminal nyeri dari axon yang mengalami luka. Sejak penemuan ini
penelitian preklinik akan hal tersebut menunjukkan bahwa adanya variasi dari
kanal natrium yang terlibat dalam nyeri. Setelah adanya kerusakan pada syaraf,
ekspresi dari beberapa kanal meningkat secara de novo, ekspresi dari pengurangan
yang lain dan beberapa translokasi ke dlam kompartemen sel yang berbeda.
Proliferasi dari kanal natrium sperti Nav 1.3, Nav 1.7, dan Nav 1.8 dapat
menurunkan stimulus ambang dan menstimulasi pelepasan ektopik, menghasilkan
nyeri yang spontan. Penyebaran kanal natrium dapat meningkatkan sensitisasi
sentral, menimbulkan allodyna. Beberapa obat-obatan seperti carbamezapin, dapat
memblokade kanal natrium. Karena tidak ada obat yang selektif untuk sub tipe
kanal yang terlibat di dalam nyeri, semua memiliki indikasi terapi dan beberapa
efek samping.
Beberapa tipe kanal kalsium (N-Type, T-Type, dan L-Type) dan penurunan
lebar dari kanal kalium (hiperpolarisasi mengaktifkan kanal siklus nukleutida),
juga memainkan peran penting dalam nyeri neuropati. Setelah kerusakan syaraf,
ekspresi dari a2d kanal kalsium meningkat dalam dan sekitar radix ganglia
dorsalis, meningkatkan eksitabilitas. Voltase dari kanal kalsium merupakan aksi
primer untuk gabapntinoid, sebagai first line treatment untuk nyeri neuropati,
yang sudah ditunjukkan dalam beberapa penelitian pre klinik untuk menuunkan
hyperalgesia dan nyeri spontan (tabel 3).
Pergantian fenotipik
Perbedaan syaraf memiliki perbedaan properti dari saraf yang lain yang membuat
mereka menunjukan fungsi spesifikasi (serabut A dan serabut C yang
mentransmisikan nyeri). Setelah trauma pada serabut syaraf, ratusan gen
mempengaruhifungsi syaraf yang yang dapat ditingkatkan atau diturunkan
regulasinya. Dan hal ini dapat mempengaruhi ekxitabilitas, seperti halnya
transduksi dan transmisi. Karena ekspresi gen mmpengaruhi karakteristik dari sel,
hal ini dapat mengakibatkan perubahan fenotip pada serabut syaraf, seperti
neuromodulator yang biasanya diekspresikan di serabut C (seperti gen kalsitonin
yang berhubungan dengan peptida, substansi P) yang saat ini diekspresikan oleh
serabut saraf yang lain. Secara teori hal ini merupakan hasil dari stimulasi yang
biasanya tidak berbahaya yang diinterpretasikan sebagai nyeri.
Denervasi sensoris dan pertumbuhan serabut syaraf colateral
Setelah adanya kerusakan syaraf sensoris, terjadi peruabahan atripok (degenerasi
walerian) menyebabkan penurunan ukuran dari badan sel dan diameter axon, yang
selanjutnya dapat mengakibatkan kematian syaraf. Hal ini mengarah pada
penurunan kepadatan intraepidermal nosiseptor. Dilihat dari tipe kerusakan syaraf,
hal ini dapat menyebabkan hilangnya sensasi atau kebalikannya, hyperalgesia dan
meningkatkan nyeri (nyeri diferensiasi). Memutuskan hubungan antara syaraf dan
oragan yang dipersarafi juga menghilangkan growth factor pada syaraf dan
phantom
limb
setelah
amputasi.
Walaupun
penelitian
mengenai
elektrodiagnostik dapat normal bagi orang yang kehilangan transmisi serabit nyeri
yang kecil, penurunan kepadatan serabut C saat dilihat dari biopsi kulit. Respon
dalam pelepasan growth factor syaraf, pertumbuhan solateral mungkin dapat
diikuti dengan kehilangan persyarafan.
Nyeri yang dipertahankan oleh saraf simpatik
Nyeri yang dipertahankan oleh saraf simpatik adalah nyeri yang
ditingkatkan atau dipertahankan oleh kelainan pada sistem saraf simpatik.
Hubungan fungsional antara sistem saraf simpatik dan saraf somatosensori setelah
cedera saraf telah diketahui sejak perang saudara Amerika Serikat. Meskipun
konsep tentang nyeri yang dipertahankan oleh sistem simpati paling sering
dikaitkan dengan sindrom nyeri regional kompleks, prinsip yang sama berlaku
juga untuk kondisi nyeri lainnya seperti neuralgia postherpetik. Interaksi yang
terjadi antara sistem otonom dan somatosensori yang secara anatomis memang
berbeda sangatlah kompleks. Interaksi yang terjadi kemungkinan seperti pada
ekspresi adrenoseptor pada serat sensorik aferen primer, saraf simpatik yang
tumbuh ke ganglia radix dorsal, dan gangguan oksigenasi serta nutrisi akibat
vasokonstriksi yang dimediasi sistem saraf simpatik. Secara klinis, nyeri yang
dipertahankan sistem simpatik dapat bermanifestasi sebagai: perubahan suhu atau
warna (atau keduanya) pada ekstremitas yang terkena, pembengkakan atau atrofi,
dan nyeri diperburuk oleh cuaca dingin, stres, atau peristiwa lain yang
meningkatkan aliran simpatis. Di antara berbagai tes diagnostik yang digunakan
untuk mendeteksi nyeri simpatik, studi klinis telah menemukan bahwa uji blok
simpatis lebih sensitif tetapi kurang spesifik daripada infus intravena
phentolamine.
Mekanisme
FosforilasiTRPV 1 oleh
protein
kinase C
Gejala
Hiperalgesi
a, terbakar,
dan nyeri
spontan
lainnya
Nyeri
spontan,
hiperalgesi
a,
peradangan
Target
TRPV-1
Tatalaksana
Capsaicin
Bukti
Bukti kuat
untuk nyeri
neuropatik
perifer
Sitokin, seperti
TNF-, IL-1,
IL-6, dan
interleukin
lainnya
Inhibitor sitokin
(seperti
etanercept,
infliximab)
Pelepasan
faktor
pertumbuhan
saraf dan
neurotropik
lainnya dari
sel mast
Hiperalgesi
a, terbakar
dan nyeri
spontan
lainnya,
peradangan
Faktor
pertumbuhan
saraf dan
reseptornya
(TrkA / P75)
Inhibitor faktor
pertumbuhan
saraf (seperti
tanezumab)
Pelepasan
substansi P
di cornu
dorsal
Hiperalgesi
a
Reseptor NK1
Antagonis
reseptor NK1
(seperti
aprepitant)
Proliferasi
dan
redistribusi
saluran
natrium
Nyeri
spontan,
tanda Tinel
Saluran natrium
yang sensitif
dan resisten
terhadap
Tetrodotoxin
Stabilisator
membran
(seperti
carbamazepine,
lamotrigin) dan
antiaritmia
(seperti lidokain
sistemik,
mexiletine)
Kanabinoid
alami dan
sintetis (seperti
ganja,
dronabinol)
Bukti kuat
untuk
arthritis
inflammator
y; hasil yang
bertentangan
dalam studi
manusia
untuk nyeri
neuropatik
Moderate
clinical
evidence for
inflammator
y pain (such
as arthritis),
evidence for
neuropathic
pain in
preclinical
studies
Bukti dalam
studi
praklinis
tetapi tidak
secara klinis
Bukti
sedang
sampai kuat
untuk nyeri
neuropatik
perifer
Pelepasan
sitokin
proinflamasi
dari sel-sel
kekebalan
tubuh
Peningkatan Hiperalgesi
ekspresi
a
reseptor
cannabinoid
dalam sistem
saraf perifer
dan pusat,
dan pada sel
glial
Aktivasi
reseptor
NMDA
spinal
reseptor NMDA
Hiperalgesi
a, toleransi
opioid
Antagonis
reseptor NMDA
(seperti
ketamin,
dekstrometorfan
, memantine)
Bukti
praklinis
dan klinis
yang kuat
untuk efek
sederhana
untuk nyeri
neuropatik
sentral dan
perifer, dan
nyeri
peradangan
Strong
evidence in
preclinical
and clinical
trials for
peripheral
and central
(asam
metabotropik
aminobutirat),
seperti
glutamatergik,
serotoninergik,
adrenergik,
Disinhibisi
Tingkat Medula Spinalis
Setelah stimulus nociceptive ditransmisikan ke pusat-pusat kortikal yang
lebih tinggi, serangkaian kejadian yang berlangsung tersebut menghasilkan
aktivasi yang menghambat neuron sehingga mengurangi nyeri. Pada level medula
spinalis, ini dapat meningkatkan release GABA dan glisin dari terminal aferen
primer,
dan
meningkatkan
aktivitas
interneuron-interneuron
inhibitorik
GABAergic dan glycinergic pada kornu dorsalis. Interneuron spinal ini bersinaps
dengan terminal central dari neuron aferen primer, dengan demikian akan
mengurangi aktivitasnya, dan juga meregulasi aktivitas pada neuron sekunder.
Sistem spinal inhibitory mungkin dapat memberikan efek yang lebih besar dalam
meningkatkan mekanisme hiperalgesia dari pada thermal hiperalgesia.
Setelah nervi injury, kehilangan inhibitory dapat menghasilkan gangguan
produksi GABA dan mekanisme pengeluaran, mengganggu homeostasis
intraseluler dari pengurangan aktivitas K+-Cl cotransporter, atau meningkatkan
aktivitas Na+KCl cotransporter (atau keduanya), mengarahkan peningkatan
kadar Cl-, dan apoptosis dari interneuron spinal inhibitory. Kehilangan kontrol
inhibisi telah memperlihatkan provokasi taktil allodynia and hyperalgesia, dan
untuk mengfasilitasi perubahan struktural yang meningkatkan transmisi dari
serabut-serabut A yang normalnya mentransimikan rangsang tidak nyeri ke
neuron nociceptive spesifik sekunder pada kornu dorsalis.
Setelah nervi injury, ganglion radix dorsalis memicu penurunan ekspresi
dari reseptor opioid dan neuron-neuron spinalis sekunder sehingga menjadi
kurang responsive terhadap opiod. Sebaliknya, inflamasi mungkin menghasilkan
peningkatan jumlah dan ikatan dari reseptor-reseptor opioid, dengan demikian
dapat meningkatkan efikasi dari opioid. Ini mungkin dapat menjelaskan mengapa
pasien dengan nyeri neuropatik kronik membutuhkan dosis opioid yang lebih
tinggi daripada yang dengan nyeri nociceptive akut atau kronik. Pada studi
preklinik, pemberian dari antagonis reseptor NMDA, protein kinase C inhibitors,
dan agonis GABA-A telah menunjukkan perbaikan pada allodynia dan
hiperalgesia.
dengan penelitian lain yang telah menemukan bahwa sejumlah faktor psikososial
seperti
emosi, harapan, dan perhatian mempengaruhi kemampuan intrinsik kami dalam
menghambat rasa sakit. Hal ini menjelaskan mengapa ekspektasi/harapan positif
cenderung menghasilkan hasil pengobatan yang lebih baik dan tingkat respon
plasebo yang lebih tinggi, dan mengapa kita cenderung kurang merasakan nyeri
saat cedera terjadi ketika kita sedang disibukan (misalnya, selama pertandingan
olahraga daripada pada waktu tidur).
Tingkat Supraspinal
Descending pathways yang memodulasi transmisi sinyal nociceptor yang berasal
dari periaqueductal gray, lokus coeruleus, girus cingulata anterior, amigdala, dan
hipotalamus, dan disampaikan melalui inti batang otak di periaqueductal gray dan
medula ke medula spinalis. Transmiter inhibitor yang terlibat ini dalam jalur ini
termasuk norepinefrin (noradrenalin), 5-hydroxyitryptamine, dopamin, dan opioid
endogen. Setelah nerve injury, beberapa proses berlangsung melemahkan jalur
untuk mengurangi rasa sakit normal. Ini termasuk dalam berkurangnya
penghambatan tonik noradrenergik dan perubahan sebagian besar peran inhibitor
untuk fungsi fasilitasi dalam menurunkan modulasi serotonergik. Beragamnya
peran dari neurotransmiter ini untuk mempengaruhi nyeri, mood, dan tidur
mungkin sebagian menjelaskan tingkat komorbiditas yang tinggi antara rasa sakit,
depresi, kecemasan, dan gangguan tidur. Monoamine reuptake inhibitor seperti
antidepresan trisiklik tidak hanya efektif untuk nyeri neuropatik dan depresi,
tetapi juga mengurangi kecemasan dan meningkatkan kualitas tidur (gambar 3).
Nyeri neuropatik vs nyeri nociceptive: entitas yang berbeda atau bagian dari
suatu kesatuan yang sama?
Hal ini umumnya diketahui bahwa nyeri neuropatik dan nonneuropatik
adalah entitas yang berbeda, tetapi beberapa ahli membantah pernyataan ini,
mengingat ini bagian dari kecenderungan alamiah kita untuk mengkategorikan
sesuatu. Ada dua faktor utama yang membedakan nyeri neuropatik dari nyeri
nociceptive:
Nyeri nosiseptif
penyempitan
kronis,
model
spared
nerve
injury).
Namun,
neurotransmitter, neuropeptida, sitokin, dan enzim yang sama terlibat dalam kedua
jenis nyeri tersebut, dengan tingkat overlap yang besar. Antagonis reseptor
NMDA sering dianggap efektif hanya untuk nyeri neuropatik saja, menjadi sukar
terlibat dalam proses sensitisasi sentral, tapi studi praklinis dan klinis telah
menunjukkan bahwa hal tersebut mengurangi nyeri nociceptive juga. Demikian
pula, tegangan yang menjaga kanal calcium subunit -2 1 ditingkatkan pada
ganglion radix dorsalis yang mengalami injury tetapi tidak mengalami nyeri
inflamasi. Akan Tetapi, obat yang memblok kanal ini, seperti gabapentin, efektif
pada kedua model praklinis dari nyeri nosiseptif dan mencegah nyeri pascaoperasi
kronis bila diberikan terlebih dahulu. Sebaliknya, obat-obat yang secara luas
diketahui hanya efektif untuk nyeri nociceptive dapat juga mengurangi nyeri
neuropatik. NSAID banyak dipandang tidak efektif untuk nyeri neuropatik tanpa
ada pedoman utama malah menyebutkannya dalam algoritma mereka. Tapi studi
praklinis dan klinis menunjukkan efikasi NSAID di pada keadaan nyeri
neuropatik,dan umumnya diresepkan karena nyeri neuropatik (tabel 2 dan 3).
Penting untuk dicatat bahwa ascending spinal pathways, daerah
supraspinal yang memproses sinyal tersebut, dan jalur modulasi descending pada
dasarnya sama untuk nyeri neuropatik dan non-neuropatik. Hal ini menciptakan
perbedaan antara klasifikasi taksonomi rasa sakit dan klasifikasi fungsional dan
praktis. Mengingat overlap yang besar antara nyeri neuropatik dan nociceptive,