PENDAHULUAN
Pneumonia (bronkopneumonia) merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak berusia di bawah 5 tahun. Hingga saat ini pneumonia masih tercatat
sebagai masalah kesehatan utama pada anak-anak di negara berkembang.
Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, kurang lebih 2 juta
anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika
dan Asia tenggara.1
Insidens pneumonia pada anak usia < 5 tahun di negara maju adalah 2 - 4 %
anak pertahun, sedangkan di negara berkembang 10 - 20 % anak pertahun.
Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun pada anak balita di
negara berkembang. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka
kematian.2,3
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis.
Menurut survei kesehatan nasional (SKN), 27.6% kematian bayi dan 22.8% kematian
balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem pernapasan, terutama
pneumonia.1
Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru dimana beberapa
atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Bronkopneumonia
merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada bronkus sampai dengan
alveolus paru. Saluran pernapasan tersebut tersumbat oleh eksudat yang
mukopurulen, yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang
berdekatan. Walaupun banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia merupakan
suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk membuat suatu definisi tunggal
yang universal. Pneumonia didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta
perjalanan penyakitnya. World Health Organization (WHO) mendefinisikan
pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapat pada pemeriksaan
inspeksi dan frekuensi pernapasan.2,4 Penyakit ini bersifat sekunder yang biasanya
menyertai penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), demam infeksi spesifik
dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. Bronkopneumonia lebih sering
dijumpai pada anak kecil dan bayi. Berdasarkan data WHO, infeksi saluran nafas akut
bagian bawah pada tahun 2000 menyebabkan 2,1 juta kematian anak di bawah umur
5 tahun. Menurut WHO kejadian pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan
antara 10%-20% per tahun. Secara teoritis diperkirakan bahwa 10% dari penderita
pneumonia akan meninggal bila tidak diberi pengobatan. Bila hal ini benar maka
diperkirakan tanpa pemberian pengobatan akan didapat 250.000 kematian balita
akibat pneumonia setiap tahunnya.4,5
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama
: M.H.M
Jenis kelamin/umur
: Laki-laki / 6 bulan
: 2500 gram
Kebangsaan
: Indonesia
Suku
: Gorontalo
Agama
: Islam
Alamat
: Mahawu Lingk. IV
Ruangan
: RPI
Partus
: Ny. O. S
Umur
: 35 tahun
Pekerjaan/pendidikan
Perkawinan
:I
Alamat
: Mahawu Lingk. IV
Nama ayah
: Tn. K. M
Umur
: 30 tahun
Pekerjaan/pendidikan
: Swasta / SMK
Perkawinan
:I
Alamat
: Mahawu Lingk. IV
Family tree
Anamnesis
Keluhan utama
Batuk sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak napas sejak 3 jam sebelum
masuk rumah sakit, demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang diantar kedua orang tuanya dengan keluhan utama batuk sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Batuk awalnya jarang-jarang tidak disertai dengan
dahak. Demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam awalnya sumersumer, semakin lama demam bertambah tinggi pada perabaan, diberikan obat penurun
panas, demam turun tapi naik lagi. Kejang disangkal. Sesak napas sejak 3 jam
sebelum masuk rumah sakit, napas terlihat cepat, tidak ditemukan kebiruan dan tidak
dipengaruhi cuaca, aktivitas, maupun posisi. Pasien malas untuk makan dan minum.
Pasien buang air besar dan buang air kecil normal. Penderita belum pernah memiliki
riwayat penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga
Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga.
Keadaan sosial, ekonomi, kebiasaan dan lingkungan
Penderita tinggal dirumah permanen, atap seng, dinding beton, lantai ubin. Jumlah
kamar tidur sebanyak 4, dihuni oleh 15 orang dewasa, 6 orang dewasa dan 9 orang
anak-anak. WC / kamar mandi di dalam rumah, sumber air minum sumur bor, sumber
penerangan listrik PLN dan penanganan sampah dibuang.
Anamnesis Antenatal
Antenatal Care (ANC) teratur di Puskesmas Tuminting sebanyak 9 kali. Imunisasi
Tetanus Toxoid (TT) sebanyak 2 kali. Sewaktu hamil, kondisi ibu sehat.
Penyakit yang sudah pernah dialami
Morbili
: Negatif
Varicella
: Negatif
Pertussis
: Negatif
Diare
: Sudah pernah
Cacing
: Negatif
Batuk/pilek
: Negatif
Lain-lain
: Negatif
: 4 bulan
: - bulan
: - bulan
: - bulan
: - bulan
: - bulan
: 2 bulan
: - bulan
: - bulan
: - bulan
: Lahir - 2 bulan
PASI
: 2 bulan sekarang
Bubur susu
:-
Bubur saring
:-
Bubur halus
:-
Nasi lembek
:-
Imunisasi
BCG
Polio
DPT
Campak
Hepatitis
I
+
+
+
+
Dasar
II
III
+
+
+
+
Ulangan
II
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Gizi
Sianosis
: Negatif
Anemia
: Negatif
Ikterus
: Negatif
Kejang
: Negatif
Tensi
: Tidak dievaluasi
Nadi
: 148 x/menit
Respirasi
: 60 x/menit
III
Suhu
: 38 oC
Kulit
Warna
: sawo matang
Efloresensi
:(-)
Pigmentasi
:(-)
Jaringan parut
:(-)
Lapisan Lemak
: cukup
Turgor kulit
: kembali cepat
Tonus
: eutoni
Edema
:(-)
Kepala
Bentuk
: Mesocephal
Rambut
UUB
: datar
Mata
: - Exopthalmus/Enopthalmus
: ( -/- )
- Conjunctiva
: anemis ( - )
- Sclera
: Ikterus ( - )
- Corneal Refleks
: normal (+)
- Pupil
- Lensa
- Fundus
- Visus
- Gerakan
: Jernih
: tidak dievaluasi
: tidak dievaluasi
: normal
Telinga
: sekret -/-
Hidung
Mulut
: - Bibir
: sianosis ( - )
- Lidah
: beslag ( - )
7
Tenggorakan
Leher
Thoraks
Jantung
- Gigi
: carries ( - )
- Selaput mulut
: mukosa basah
- Gusi
: perdarahan ( - )
- Bau pernafasan
: normal
: Hiperemis (-)
: - Trachea
: letak tengah
- Kelenjar
- Kaku kuduk
:(-)
: - Bentuk
: normal
- Ruang Intercostal
: normal
- Retraksi
:(+)
: - Detak jantung
: 148 x/m
- Iktus cordis
: tidak tampak
- Batas kiri
sinistra
Paru paru
- Batas kanan
- Batas atas
: ICS II -III
: M1 < M2
: A1 < A2
: P1 > P2
- Bising
:(-)
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: Sp. Bronkovesikuler
Rh +/+ basah halus, wh -/-
Abdomen
: Bentuk
: datar, lemas, BU ( + ) N
Hepar
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
Genitalia
Kelenjar
Anggota gerak
Tulang belulang
: deformitas ( - )
Otot - otot
: eutoni
Refleks
Resume
Seorang anak laki - laki usia 6 bulan dengan BB 6 kg, PB 62,5 cm masuk rumah sakit tanggal
09 desember 2014, jam 10.15 WITA. Dengan keluhan utama batuk sejak 3 hari SMRS,
demam sejak 2 hari SMRS, sesak napas sejak 3 jam SMRS.
KU
Kes: CM
: 148x/m
: 60 x/m
: 380 C
Kep
Ext
10
Follow up RPI
: 151 mmol/L
: 121.8 mmol/L
: 3.23 mmol/L
Hematologi
MCH
MCHC
MCV
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Ureum
Kreatinin
GDS
: 26.5
: 36.5
: 72.5
: 15200/L
: 3.85.106/L
: 10.2 g/dL
: 27.9%
: 316.103/L
: 35
: 0.4
: 112
Diff count:
Eosinofil 0
Basofil 0
Neutrofil batang 5
Neutrofil segmen 40
Limfosit 48
Monosit 7
10 Desember 2014
Keluhan
: Batuk dan sesak berkurang, demam (-), BAB (+), BAK (+)
Keadaan Umum
: tampak sakit
Kesadaran
: kompos mentis
11
respirasi : 46 x/m
Tanda Vital
SSP
CV
RT
: bising (-)
Hemato
Diagnosis
: bronkopneumonia berat
Penatalaksanaan :
- O2 1-2 L/m
- IVFD KA-EN 4B (HS) 25 cc/jam (tetesan mikro)
- Injeksi cefotaxime 3 x 300 mg IV (2)
- Injeksi gentamicin 1 x 30 mg IV (2)
- Injeksi dexamethasone 3 x 1 mg IV (2)
- Oral stop
- Balans cairan / 24 jam
- GDS / 24 jam
Pro
: Pindah ruangan
Follow up ruangan
11 Desember 2014
Keluhan
: Batuk (-), sesak (-), demam (-), BAB (+), BAK (+), intake (+)
Keadaan Umum
: tampak sakit
Kesadaran
: kompos mentis
12
respirasi : 38 x/m
Tanda Vital
SSP
CV
RT
: bising (-)
Hemato
Diagnosis
: bronkopneumonia
Penatalaksanaan :
- O2 1 L/m (k/p)
- IVFD KA-EN 4B (HS) 25 cc/jam (tetesan mikro)
- Injeksi cefotaxime 3 x 300 mg IV (3) via INT
- Injeksi gentamicin 1 x 30 mg IV (3) via INT
- Injeksi dexamethasone 3 x 1 mg IV (3) via INT
- Susu 8 x 30 ml (keb 40 ml/KgBB/hari)
12 Desember 2014
Keluhan
: demam (-), sesak (-), batuk (-), BAB (+), BAK (+), intake (+)
Keadaan Umum
: tampak sakit
Kesadaran
: kompos mentis
13
respirasi : 30 x/m
Tanda Vital
SSP
CV
RT
: bising (-)
Hemato
Diagnosis
: bronkopneumonia
Penatalaksanaan :
- O2 1 L/m (k/p)
- Cefixime 2 x 30 mg
- Susu on demand
13 Desember 2014
Keluhan
: demam (-), sesak (-), batuk (-), BAB (+), BAK (+), intake (+)
Keadaan Umum
: tampak sakit
Kesadaran
: kompos mentis
respirasi : 36 x/m
Tanda Vital
SSP
CV
RT
: bising (-)
14
Hemato
Diagnosis
: bronkopneumonia
Penatalaksanaan :
- O2 1 L/m (k/p)
- Cefixime 2 x 30 mg (2)
- Susu on demand
Pro
: Rawat jalan
15
BAB III
PEMBAHASAN
Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru dimana beberapa atau
seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Pneumonia hingga saat ini
masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak-anak di negara
berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
berusia di bawah 5 tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak
diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat
pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia tenggara. Insiden pneumonia di
negara berkembang yaitu 30-45% per 1000 anak dibawah usia 5 tahun, 16-22% per
1000 anak pada usia 5-9 tahun, dan 7-16% per 1000 anak pada anak yang lebih tua.
4,5
bronkus sampai dengan alveolus paru. Saluran pernapasan tersebut tersumbat oleh
eksudat yang mukopurulen, yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus
yang berdekatan. Penyakit ini bersifat sekunder yang biasanya menyertai penyakit
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), demam infeksi spesifik dan penyakit yang
melemahkan daya tahan tubuh.6,7
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.
Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan
tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya
infeksi penyakit.1,8 Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat
melalui berbagai cara, antara lain : inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahanbahan yang ada di nasofaring dan orofaring, perluasan langsung dari tempat-tempat
lain dan penyebaran secara hematogen. Mekanisme daya tahan traktus respiratorius
bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari : susunan
anatomis rongga hidung, jaringan limfoid di nasofaring, bulu getar yang meliputi
sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel
epitel tersebut melalui refleks batuk. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya
16
aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring
kelenjar limfe regional. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama
dari Ig A.7,8 Sekresi enzimenzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang
bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat
maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan
radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba
di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:1,4
-
oksigen hemoglobin.1,4
Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu
alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh
penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.1,4
17
Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel
darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan
fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisasisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai direasorbsi, lobus masih
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat
sianosis, merintih, napas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, takikardi atau
bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. WHO merekomendasikan penggunaan
frekuensi napas dan retraksi subkosta untuk mengkalsifikasikan pneumonia di negara
berkembang. Pada bayi kurang dari 2 bulan, dikatakan pneumonia berat apabila
terdapat napas yang cepat atau retraksi yang berat.9
Dalam kasus ini didapatkan pada alloanamnesis dari ibu dan ayah penderita
didapatkan pasien dibawa ke rumah sakit dengan keluhan utama sesak napas yang
dirasakan sejak 3 jam SMRS, nafas terlihat cepat, tidak ditemukan kebiruan pada
penderita. Penderita juga mengeluhkan demam sejak 1 hari SMRS. Demam awalnya
sumer-sumer, semakin lama demam bertambah tinggi pada perabaan, diberikan obat
penurun panas, demam turun tapi naik lagi. Kejang disangkal. Sesak napas sejak 3
jam sebelum masuk rumah sakit, napas terlihat cepat dan tidak ditemukan kebiruan.
Pasien malas untuk makan dan minum. Pasien buang air besar dan buang air kecil
normal. Penderita belum pernah memiliki riwayat penyakit seperti ini sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi respirasi 60 x/menit dan suhu badan 38
0
xyphoid, ronkhi basah halus pada kedua lapang paru. Hal ini sesuai dengan gejala
klinis yang sering ditemukan pada pasien bronkopneumonia berat.
Untuk mendukung diagnosis, dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu,
pemeriksaan darah lengkap. Pada pneumonia yang disebabkan oleh virus dan
18
19
20
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Pneumonia. Buku ajar respirologi
anak. Jakarta: IDAI; 2012. hal: 350-64.
2. Guyton & Hall. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC; 2012. hal: 554.
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar pelayanan medis kesehatan anak.
Jakarta: IDAI; 2011. hal: 250-55.
4. Feldman W. Evidence-based pediatrics, pneumonia and bronchiolitis. Canada:
University of Toronto; 2008. p.155-66.
5. Gray D, Zar HJ. Childhood pneumonia in low and middle income countries:
burden, prevention and management. The Open Infectious Diseases Journal.
2010;4:74-84.
6. Nurhaeni N, Sutadi H, Rustina Y, Supriyatno B. Pemberdayaan keluarga pada
22
14. Wardlaw T, Salam P, Johansson EW. Pneumonia: the leading killer of children.
Lancet. 2006; 368:1048-50.
15. McIntosh K. Community Acquired Pneumonia in Children. N Engl J Med
2007;346:429-37.
16. Ostapchuk M, Robert DM, Haddy R. Community Acquired Pneumonia in
Infants and Children. Am Fam Physician 2006;70:899-908.
17. Retno asih S, Landia S, Makmuri MS. Kuliah pneumonia. Surabaya; Open
Urika Creative Multimedia: 2006. hal: 22.
23